Journal Asri

What fascinates you about life and people around you?

Another tough prompt to answer. 

---


Sejujurnya ada banyak hal yang membuat saya terpesona dalam kehidupan ini. Ada banyak hal juga yang memesona dari orang-orang di sekitar saya. Tapi kalau semuanya bermuara pada satu: rezeki yang selalu dicukupkan Tuhan.

Saya dan keluarga saya adalah korban krisis moneter 1998. it was a dark period for our family. Tapi orang tua saya gak banyak menceritakan ini pada anak-anaknya, karena saya masih amat kecil, adik saya baru lahir, kami baru ber-4 saat itu. Belum ber-6 (dua adik saya lahir di era 2000an). Kehidupan kami berubah drastis, pindah sana sini, Bapak dan Ibu saya ganti usaha berkali-kali. Ada masa dimana saya harus ditinggal di satu kota bersama nenek saya selama dua tahun. Sampai akhirnya kami bersama tinggal di satu rumah yang sama lagi ketika saya SMP. Ada banyak sekali masa-masa dimana saya tidak bisa mendapat apa yang sama mau. Let's say, buku misalnya. Buku adalah barang mahal buat keluarga kami saat itu. Beberapa kali Ibu harus meminjam uang untuk sekedar membayar sekolah kami, karena saat itu sekolah belum benar-benar gratis. 

Tapi kalau saya tarik lagi mundur kebelakang, walaupun kami berada dalam masa-masa suram, rezeki kami selalu dicukupkan Tuhan. Saya dan keluarga lebih sering sehatnya dari pada sakitnya, kami tidak pernah kelaparan walaupun tidak punya uang, sekolah saya terbilang lancar, ada beragam rezeki yang datang walau bentuknya bukan uang. 

Seringkali ketika saya sedang berjalan keluar rumah, diatas motor bareng suami dan anak saya, saya melihat beberapa orang yang mungkin bagi saya terlihat tidak beruntung. Ada pemulung di jalanan, ada pedagang yang mukanya lusuh karena barangnya belum terjual, ada bapak supir angkot yang menunggu penumpang dengan wajah merana, ada juga penjaja batu cobek yang memikul dagangannya dengan berat.

Saya sering bertanya-tanya "Mereka dapat uang gak ya hari ini? keluarganya bagaimana di rumah?"

Saya ternyata lupa: Tuhan akan bagikan rezekinya dengan adil, dan kadang rezeki itu tak datang dalam bentuk uang. Mungkin rezeki itu berupa prestasi anak mereka di rumah, mungkin itu datang dengan tetangga yang baik hati dan sering berbagi, mungkin mereka mendapatkan support dari keluarga mereka, mungkin rezeki itu datang dalam bentuk tertutupnya kesempatan untuk korupsi dan berbuat curang ditempat kerja. Siapa yang tahu kan.

Seringkali ketika melihat orang-orang ini dijalan, saya seperti diajak melihat Bapak saya dulu yang pada satu kesempatan bahkan pernah menjajal menjadi supir angkot di jam pulang kantor. Apakah itu membuat Bapak saya menyedihkan? Tidak. Apakah Bapak menjadi orang yang amat sangat kami sayangi karena usahanya untuk membahagiakan keluarga? Iya. Sangat.

Mungkin rezeki Bapak juga hadir dalam bentuk Istri & anak-anak yang amat menyayanginya. Kerja keras Bapak saat itu memberikan dampak besar bagi saya agar bisa membahagiakan keluarga saya ketika saya bisa bekerja nanti. 

Saat melihat pedagang keliling sedang menjajakan dagangannya, saya jarang lagi merasa kasihan dan mempertanyakan apakah mereka bisa makan hari itu. Saya yakin Tuhan akan mencukupkan.

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary.
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini. 

Hai! Saya absen nulis #30WDC lama sekali nih :'). Qadarullah beberapa hari ini Mas Har sakit, dan Senin kemarin harus di rawat karena Demam Berdarah. Hari ini saya menuliskan ini sambil menemani Mas Har di Rumah Sakit. Saya mau membunuh waktu dengan menulis atau membaca, karena sama sekali tidak fokus bekerja. Hari pertama masih bisa bekerja, hari kedua masih bisa, hari ketiga saya setengah tepar :'), datang ke RS hanya untuk numpang tidur. Semoga teman-teman yang membaca ini semuanya dalam keadaan sehat ya! Dan yang sedang kurang enak badan, semoga lekas disembuhkan.

---

Bicara tentang sebuah foto lawas yang menyimpan banyak cerita tuh membuat saya agak mikir lama nih, saya punya banyak foto ketika kecil dulu tapi saya merasa tidak benar-benar bisa bercerita tentang foto tersebut karena sudah banyak sekali detail yang saya lupa. Jadi saya memilih foto yang tidak lawas-lawas amat. Tapi saya bisa menceritakan foto ini dengan penuh sparks, because I can remember the feeling, I can remember the sensation, I can remember the happiness and happen in this photograph. 




Ini foto saya 9 tahun lalu. 2013, saya masih mahasiswa semester 6 di sebuah Universitas di Sumatera. Tahun 2013, saya mencoba ikut sebuah program pertukaran pelajar yang fully funded by kampus. Alhamdulillah saya terpilih. 

Saya menjalani dua bulan penuh di negeri orang, gak jauh-jauh banget sebetulnya hehe, ini ada di Songkhla, Thailand Selatan. Saya mengikuti program magang yang bikin saya benar-benar happy. Saya juga punya teman-teman yang sampai sekarang masih terhubung lewat Facebook. Foto ini diambil diatas sebuah bukit di Songkhla, saya lupa tanggalnya, tapi seingat saya, ada beberapa arsip cerita perjalanannya di blog ini. 

Sebagai seorang anak kampung yang baru pertama kali ke negeri orang, saya gugup tapi excited. Walaupun perbedaan bahasanya lumayan extreme dan saya sama sekali gak bisa Bahasa Thailand, terus teman-teman saya sama sekali gak bisa Bahasa Inggris (malah ada yg lebih jago Bahasa Melayu), jadi agak kagok berkomunikasi. But I live my life to the fullest there.

Kampus pertukaran saya punya dorm, mahasiswa wajib tidur di asrama ini, tapi karena ini saya jadi punya teman-teman. Oh iya, yang menyenangkan sekali, kampus mereka punya penyewaan sepeda, dan saya hampir setiap hari pinjam sepeda untuk keliling kota. 

Karena bukan pusat Ibukota, jauh banget dari Bangkok, Songkhla tuh malah ramah sekali untuk pejalan kaki dan bersepeda. Pagi magang sampai sore, sore keliling kota sampai malam (karena pasar malamnya selalu menarik!), pilihan makanan yang banyak dan enak! Huwaaa saya betah banget disana. Rasanya saya bisa menikmati beragam hal kecil yang saya temui disana! Dan sensasi tersebut, menurut saya akan sulit lagi saya temui kalau saya travelling sekarang :'))). Mungkin nanti kali ya, kalau anak saya sudah lebih besar, saya baru bisa menikmati travelling lagi. Atau kalau anak saya sudah benar-benar bisa ditinggal ketika Ibunya jalan-jalan (tapi gak yakin deh, hehe. Sekarang aja, terpisah beberapa jam rasanya udah kangen banget). 

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.


Prompt Day-5: Write about your most interesting day of the past year.

Ok, ralat untuk postingan sebelumnya tentang pertanyaan paling mudah, buat saya justru ini prompt termudah. Karena 2021 adalah tahun dimana saya menjadi seorang Ibu. Jadi jawaban dari pertanyaan ini adalah: Hari dimana anak saya lahir. 

Apa yang menarik dari hari itu?

1. Proses Melahirkan

To be honest. Gak banyak hal menarik dari proses kelahiran seorang anak, bagi seorang Ibu yang melahirkan [bagi saya deng, saya gak tau Ibu lain gimana], melahirkan seorang anak adalah proses yang menyakitkan [still remember the contractions stings :')], proses yang melelahkan [took hours for me from the first opening to complete opening], dan proses yang aneh [karena ini pertama buatku]. 

It was not dramatic like what you guys watch at movies :') I mean teriakan dan jambak-jambak rambut suami, itu tidak terjadi pada pagi itu. Yang aku ingat hanyalah aku mencoba mempraktekkan latihan napas yang sudah aku pelajari sebelum-sebelumnya, tapi gagal dan berakhir aku menangis karena kelelahan. Rana akhirnya lahir setelah beberapa asisten Bidan masuk ikut membantu proses kelahiran. 

Pyuff. What a messy and chaotic day.

2. Proses Menjadi Ibu

Hal lain yang menarik dari hari tersebut adalah sebuah kesadaran yang akhirnya tak bisa dihindari. Oh wow, hari ini aku jadi Ibu, hari ini ada seorang anak lahir dari rahimku. Dan sejak hari ini sampai seterusnya ada kewajiban-kewajiban yang melekat padaku, ada hak anakku yang harus kuberikan kepadanya. Juga sejak saat itu aku yakin ada banyak kebahagiaan, ketakutan, kekhawatiran, kebanggaan dan beragam emosi lainnya yang akan menyertai perjalananku dan pasanganku. 

3. Melahirkan di Klinik Bidan

Ini juga seru rasanya kalau aku ceritakan disini. Aku dan pasanganku memilih untuk melahirkan di klinik bidan, bukan di Rumah Sakit. Ada beberapa alasan kenapa kami memilih hal ini. 

Saat aku melahirkan, kasus covid varian delta sedang cukup tinggi, aku ingin menghindari rumah sakit dan memilih klinik bidan yang yaa memang yang datang yang mau melahirkan saja, bukan yang sedang sakit. 

Kedua karena setelah pemeriksanaan terakhir, bidan dan obgyn ku sama-sama menyatakan kalau aku seharusnya aman-aman saja kalau melahirkan di klinik bidan [asal ada kontraksi di pekan tersebut, lewat dari pekan tersebut tidak ada kontraksi, harus di rumah sakit]. Kami juga menyiapkan beberapa plan jika ternyata dalam proses kelahiran aku harus dilarikan ke RS, aku akan ke RS mana, naik apa, dokter siapa yang dihubungi, semuanya ku koordinasikan dengan pihak klinik. 

Hingga tradaaaa, akhirnya aku benar-benar melahirkan disana :'), rasanya ternyata menyenangkan sekali kalau diingat-ingat lagi sekarang. Karena aku tidak yakin bisa senyaman itu jika harus melahirkan di RS dengan kondisi covid yang tinggi sekali kasusnya. Aku bisa berjalan-jalan di luar kamar, berjemur bareng bayiku dua jam setelah melahirkan, dan pasanganku gak kagok kemana-mana. 




Hai! Postingan terlambat karena kemarin saya terlalu lelah untuk menulis :'), Jumat tuh jadwal WFO saya dan seperti biasa, sepulang WFO sudah tidak ada energi yang tersisa untuk melakukan hal apapun.

Prompt hari ke-4: Are You Early or Nocturnal? Write The Pros & Cons of Being One.

Cukup mudah dijawab kalau kita benar-benar tahu kita tipe yang mana ya, tapi sejujurnya saya mengalami fase yang berubah-ubah. Gak selamanya Early tapi berada di fase nocturnal cukup lama. Tapi sekarang saya sedang di fase semangat-semangatnya bangetttt membangun kebiasaan bangun pagi. So, I'm a nocturnal who aspired to be an early risers. 

Kenapa ingin jadi Early Risers? 

1. Selama berada di fase bangun pagi, saya selalu lebih tenang, fokus dan produktif (terutama untuk pekerjaan kantor). 

2. Ketika bangun lebih pagi, ada banyak pekerjaan domestik yang bisa saya lakukan sebelum anak saya bangun. 

3. Bangun pagi memberikan saya kesempatan lebih lowong untuk masak, sejak menikah dan punya anak, masak bisa jadi satu kegiatan yang menenangkan buat saya, bisa bikin saya lebih calm, fokus juga (karena di dapur emang gak bisa melakukan banyak hal sekaligus, ada bahaya-bahaya mengintai kalau masak sambil pegang HP misalnya). 

4. I love the smell of morning air. It's different and calming for me, you should try to open your windows at 5 (or after pray subuh for me), fill the lungs with those air, huaaaah, it will totally give me some power to face the day.

PR saat ini

Nah, tapi saya memang masih sering banget tidur sampai tengah malam :'). Jadi memang list keuntungan yang saya tulis diatas itu tidak selamanya saya bisa rasakan tiap hari, karena kalau tidur lewat jam 12, susah buat saya bangun lebih pagi. 

Kebiasaan tidur sampai tengah malam ini sepertinya melekat sejak waktu kuliah dulu, bisa nonton drakor sampai tengah malam, bahkan pagi, ngedit skripsi juga merasa dapat wasiatnya tengah malam :'), jadinya kebawa sampai ketika kerja dan sampai sekarang. Tapi dalam kasus saya pribadi, ini berkurang perlahan ketika saya akhirnya jadi Ibu, mungkin karena capek aja yaaa seharian kerja + ada kegiatan-kegiatan tambahan yang melekat ketika menjadi Ibu. 

Tapi saya sedang berusaha banget kok! hehe. Doakan berhasil ya!

Ini pertanyaan yang agak unik karena awalnya saya kira saya akan menjawab dengan posession. Entah itu barang atau orang-orang yang saya sayangi dan saya merasa memiliki mereka. 

Tapi setelah memikirkan baik-baik, rasanya bukan itu tiga hal penting yang tanpanya saya tak bisa hidup. Saya cukup percaya dengan sebuah konsep kepemilikan dalam Islam. Bahwasanya semua hal yang kita miliki saat ini, sesungguhnya adalah titipan, Tuhan bisa ambil itu kapan saja. Ini menjadikan seseorang yang mempercayai konsep ini kemudian memiliki sikap untuk tidak mencintai sesuatu secara berlebihan, tidak menimbun kekayaan secara berlebihan, tidak berlarut-larut dalam bersedih ketika kehilangan. 

Saya tentu saja belum sepenuhnya menjalani sikap hidup tersebut 100% dalam hidup saya. Ada kalanya saya menimbun barang berlebihan (biasanya buku), ada kalanya saya bersedih ketika barang saya hilang (atau buku saya tak dikembalikan), tapi saya percaya bahwa semua hal yang ada di Bumi, yang melekat pada diri saya atau tidak, itu milik Tuhan. 

Jadi tiga hal yang tanpanya aku gak bisa hidup, rasanya adalah tiga hal berikut:

Mind

Kemarin sebelum tidur, saya membaca sebuah Novella karya Fredrick Backman berjudul And Every Morning The Way Home Gets Longer and Longer. Bercerita tentang seorang kakek yang mengalami demensia dan kehilangan ingatan-ingatan pentingnya. Ia banyak bercerita tentang ketakutannya kehilangan beberapa ingatan berharga kepada sang cucu yang masih kecil. 

Novella ini pendek sekali tapi berhasil menyentuh hati saya. Saya juga berpikir, bagaimana rasanya hidup tanpa ingatan yang kita anggap penting ya? tentunya kita akan tetap bisa bertahan hidup, masih ada tubuh yang menopang. Namun hidup seperti apa yang akan kita jalani?

Ini satu hal yang sering saya lupakan, bahwa kemampuan berpikir, memampuan merasakan, kemampuan mengingat, kemampuan untuk berambisi, kemampuan mendefinisikan suatu emosi, semua hal yang diatur di otak kita, adalah hal yang amat-amat berharga dan tak ternilai harganya. Saya tidak yakin bisa berfungsi dengan normal ketika kehilangan ini.

Body

Tubuh saya, secara fisik adalah benda yang menopang saya sejak lahir hingga saat ini. Tanpa tubuh ini, keterpaduan antar organ dan jaringannya, kekuatan tiap otot dan tulangnnya, saya tak akan bisa hidup. 

Ada yang bilang, kita baru tahu nikmatnya sehat ketika kita sakit. Saya gak bisa membantah hal itu. Sakit yang paling sering saya rasakan adalah sakit gigi, tiap kali sakit gigi barulah saya sadar betapa nikmat memiliki gigi yang sehat :'). 

Harusnya ini ada dilist pertama, karena tak memiliki tubuh berarti mati, tapi ya saya sepertinya tipe orang yang lebih mudah mati kalau mind-nya hilang dibanding bodynya yang hilang lebih dulu.

Soul

Kalau mind & body bisa dengan mudah saya jelaskan apa alasan yang membuat itu penting buat saya, soul ini agak sulit ya. Karena saya sendiri sulit mendeskripsikan soul itu apa sih pengertiannya. Ketika membicarakan soul itu apa, kita akan ditawarkan beragam pengertian harfiah, pandangan tiap agama, dan juga puluhan referensi pengertian apa itu soul dari para filusuf. 

Saya lebih senang menyederhanakan soul dengan arti ruh, atau jiwa atau nyawa. Meskipun kalian akan menemukan beragam referensi yang menyebutkan keduanya berbeda. 

Sejak kecil saya terlalu sering mendengarkan ceramah guru agama [yang saya yakini hingga sekarang], bahwa Tuhan meniupkan ruh kepada Adam yang membuatnya hidup. Tuhan juga meniupkan ruh seluruh manusia kepada janin yang dikandung seorang ibu yang membuatnya hidup, tumbuh dan berkembang. Ketika kita akhirnya mati, ruh kita lah yang dicabut oleh Tuhan dan membuat kita tiada. 

Tulisan kali ini agak dalam dan membuat saya berpikir, serta membaca kembali. 
Mungkin ini juga cara saya menjaga diri dari ketakutan dan ketidak siapan diri ketika suatu saat Tuhan mengambil orang-orang atau benda-benda yang saya cintai. Ada jenis ketakutan klasik yang saya rasakan: ketika saya menuliskan mereka atau apa yang saya cintai, Tuhan bisa saja mengambilnya. Padahal tanpa dituliskanpun, saya yakin Tuhan tahu siapa mereka dan apa bentuk mereka. 

Jadi saya tawar ketakutan itu dengan menuliskan tiga hal yang melekat pada diri saya, yang sesuai judulnya; tanpanya saya tak bisa hidup.

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: Jalan Panjang untuk Pulang karya Agustinus Wibowo
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, Bacaan untuk Memahami Pembantaian Massal 1965 dalam Konteks Global
  • Review Asri: Parasit dan Cerita-Cerita Lain dari Kampung Bantaran Kenangan
  • Review Asri: Lauk Daun karya Hartari; Cerita yang Dekat Dengan Warga Kampung Kota

Arsip Blog

  • ▼  2025 (24)
    • ▼  Juli 2025 (2)
      • Review Asri: Parasit dan Cerita-Cerita Lain dari K...
      • Gambar Asri: Juni 2025
    • ►  Juni 2025 (4)
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes