Journal Asri


Hai! Tulisan ini adalah refleksi kami selama berkebun di atas rooftop sejak Januari 2020 hingga sekarang. Kalau dihitung banyakan panen atau gagalnya, tentu banyak gagalnya. Apalagi diawal masa memulai huaduuuuh, sumber pengetahuan terbatas, youtube dan instagram pun biasanya jadi kunci. Namun tetap ada banyak hal yang baru kami ketahui setelah bertanya pada ahli dan mencoba sendiri di rooftop kami. 

Kami selalu yakin, tiap kebun perlu perlakuan yang berbeda, seperti halnya manusia yang punya ciri khas dan keunikan masing-masing, begitu juga kebun dan tanaman. Kondisi matahari, tanah, bibit, benih, air dan banyak hal-hal yang amat membutuhkan perlakuan berbeda walaupun pada dasarnya semua kebun (terutama rooftop) kebutuhan dasarnya sama.

Jadi berikut beberapa hal yang kami harap kami ketahui sebelum memulai sebuah kebun:

1. Media tanam yang bagus adalah kunci



Kebanyakan pekebun pemula! Kami salah satunya memulai dari bibit haha! jika ingin berkebun berarti harus beli bibitnya, harus punya benihnya, well gak salah sih. Tapi beberapa bulan mencoba berkebun kami paham betul bahwa sesungguhnya penentu keberhasilan kebun kami adalah media tanam yang baik. 

Jadi ceritanya ada garden bed kami yang tanahnya semuanya berasal dari kompos kami (ditambah sekam bakar & pupuk kandang). Padahal tinggi bedeng ini tidak sampai 10 cm! tapi tanaman tumbuh amat subur dan berbuah. Ada satu lagi garden bed yang lebih tinggi, lebih lebar, tapi pertumbuhan tanamannya tak lebih baik dari bedeng yang isinya hanya tanah tanpa kompos padahal kami tambah sekam bakar dan pupuk kandang juga. 

Semenjak menyadari perbedaan ini, kami makin rajin mengkompos di rooftop, bisa dibilang kami tak pernah lagi membuang sampai organik yang bisa masuk komposter. Butuh setidaknya tiga bulan berkebun bagi kami untuk menyadari hal ini hehe. 

2. Ada tanaman yang butuh sinar matahari penuh dan ada yang tidak.



Nah kalau bagian ini baru saya sadari setelah banyak ngobrol sama Bu Nana dari Bandung Permaculture. Kuncinya simple, tanaman yang berbuah dari bunganya (contoh kacang panjang, tomat, jagung) butuh banyak sinar matahari. Seharian kena sinar matahari pun mereka gak akan kebakar. 

Tapi ada beberapa tanaman yang tidak butuh sinar matahari banyak-banyak, terutama tanama yang dikonsumsi daunya saja, tidak melalui proses pembuahan. Jadi awalnya kami menanam bayam di bed yang sinar mataharinya penuh hahaaa, ga ada yang jadi. wkkk bisa jadi ada pengaruh lain juga, tapi ya dari awal salah penempatan lokasi tanam. 

3. Menanam Tanaman Perenial/Bienial terlebih dahulu



Nah ini juga ilmu dari Bandung Permaculture. Saya baru tahu istilah perenial, Bienial dan Anual waktu recording podcast untuk Hayu Maca.

Apa sih Perenial, Bienial & Anual ini:

Perenial: Tanaman yang sekali ditanam bisa dinikmati terus menerus, sampai tanamannya yang mati. Bisa berpuluh-puluh tahun. Contoh Tanaman Buah, dan beberapa jenis tanaman sayur: Binahong, Ginseng Jawa dan Kenikir

Bienial: Tanaman yang sekali ditanam bisa dipanen beberapa kali. Ada yang beberapa kali masa panen, ada yang beberapa tahun. Contoh: Cabai, tomat, kacang-kacangan.

Anual: Tanaman yang sekali ditanam, langsung di panen daaaan that's it. Ini adalah semua tanaman yang kami tanam di awal mencoba berkebun. Mulai dari Bayam, kangkung, pakcoy, caisim, selada, lobak hihiiii

Nah, ternyata menanam perenial/bienial terlebih dahulu ini multi fungsi. Satu agar kebun kita tidak dihinggapi bayak hama. Kalaupun ada hama, mereka akan bingung karena banyak tanaman tersedia di kebun. 

Tapi tentu tujuan menananm perenial/bienial ini berfungsi mengurangi sakit hati hahaaa. 
Nanam anual sekali, ditunggu tiap hari, panen dan hufff harus mengulang dari awal. 

Jadi ga boleh nanam anual ?

Boleh dong. Sekarang kami menanam kangkung, tapi ya itu, diselingi sama perenial dan bienial, jadi gak hanya menunggu satu jenis tanaman untuk tumbuh dan kebun gak langsung kosong. 

Kebetulan di rooftop aplikasi perenial agak susah karena kami sulit menanam tanaman buah. Jadinya kami tanam sayur perenial seperti kelor, ginseng jawa dan binahong. Kemarin baru coba minta bibit marqisa siapa tau bisa jadi perenial tambahan di rooftop kami.

4. Coba aja dulu, Coba aja terus!


Berkebun ini proses. And process is always messy. 
Beneran deh, berkebun itu banyakan gagalnya daripada suksesnya. Apalagi awal-awal gini. 
Tapi balik lagi ke tujuan kita berkebun untuk apa.
Saya dan Mas Har menganggap berkebun sebagai kegiatan therapeutic. Kami tidak membuat banyak target tentang panen dan keberhasilan. Target kami adalah kebun bisa jadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi ketika kami amat lelah seharian bekerja. Jadinya kami belajar banyak hal agar kebun semakin meyenangkan juga. 

Coba hal B ketika A tidak berhasil, jangan lupa belajar dan bertanya ke orang yang lebih berpengalaman. Semenjak pandemi, makin banyak sarana belajar berkebun di internet. Instagram, youtube makin ramai semua.

Kami harap ini tidak berakhir setelah pandemi ini usai. :)



Itu 4 hal yang kami harap kami ketahui ketika memulai berkebun teman-teman!
Kalian punya versi kalian sendiri?

Yuk share!
Semangat berkebun!!

Cimahi, 26 Juni 2020
Asri <3

Foto oleh: Asri

Tulisan ini saya tulis untuk blog kolaborasi saya dan Hari di http://hariyangasri.blogspot.com
Silakan mampir teman-teman


Berani nulis ini karena akhirnya mengalami jadi pendamping belajar Dimas di rumah selama hampir seminggu. Dimas sekarang naik ke kelas enam. Awal masa pandemi kemarin belajar dari rumah ibu full. Jarak rumah Ibu - rumah saya berjarak sekitar 10 rumah hihi. Tetangga satu RT. 

Nah, kemarin belajar di rumah Ibu salah satunya juga karena mau masuk bulan puasa, selain Dimas beradaptasi dengan jam tidur, pandemi dan rasa lapar haus selama Ramadan, saya pun cukup sibuk selama Ramadan. Sibuk beradaptasi karena harus masak sahur wkkk. 

Singkat cerita, sekarang setelah jam tidur mulai kembali normal. Ujian Dimas di sekolah semuanya selesai, saya dan Dimas membuat komitmen untuk belajar di rumah saya sekitar satu sampai dua jam per hari. Sekarang sudah jalan hampir seminggu. 

Sebelum saya menuliskan tipsnya, saya mau kasih gambaran tentang Dimas dan sekolahnya terlebih dahulu. Dimas sekolah di SD Negeri yang dekat dari rumah, tinggal jalan kaki. Gurunya di kelas V kemarin gak punya whatsapp untuk berkomunikasi sama orang tua murid. Bahkan Dimas bilang harusnya sudah pensiun sejak Januari, tapi karena belum ada guru pengganti, masih lanjut teroooos. 

Beruntung ada satu orang tua murid yang inisiatif ngambilin soal-soal buat dikerjain di rumah, soalnya difoto dan dikirim lewat whatsapp di grup orang tua murid. 

Jadi kalau ada yang ribut-ribut kemarin, gak semua anak dan gak semua sekolah bisa School from Home (SFH), gak usah jauh-jauh ke daerah perbatasan Indonesia. Di Cimahi adaaaa. Kota Cimahi, yang tinggal ngangkot 15 menit sudah sampai ke pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat. 

Dari Seminggu ini, saya ngajar Dimas pakai gaya ngajar di sekolah swasta dulu, skimming materi di buku paketnya, jelasin bentar, print worksheet dari internet, kerjain bareng dan banyakin hands-on learning material biar Dimas gak bosan. Dimasnya ya senang senang aja sih, kemarin kita bikin ASEAN project, semacam bikin klipping tentang ASEAN tapi dia cari sendiri referensinya dari google, buka atlas gede yang ada di rumah dan bandingin sama google maps, gunting-gunting bendera, mewarnai batas tiap negara dsb. Tiga hari ini dia bisa ceritain banyak hal tentang ASEAN dari hasil belajar yang sebenarnya dia cari sendiri. Saya sedikit banget jelasin. 












Halo teman-teman!
Beberapa hari lalu saya selesai membaca buku The Danish Way of Parenting: What The Happiest People in The World Know About Raising Confident, Capable Kids. 
Buku ini sesungguhnya sudah lama berseliweran di timeline haha, sepertinya teman-teman saya banyak yang baca, tapi saya baru sempat baca kemarin. Beli diskonan di google playbook.

Saya ga akan terlalu banyak ceritain kontennya yak, karena sudah ada di gambar-gambar diatas. Tapi mengapa saya memilih membaca buku parenting lagi (setelah sekian lama break dari baca buku-buku parenting) adalah pengantar buku ini yang amat menarik. 

Denmark selalu konsisten menjadi Negara yang warga negaranya paling bahagia di dunia. Entah urutan satu, dua, tiga, tapi tak pernah lepas dari lima besar ranking OECD. Bagaimana bisa ? Hmmm tentunya banyak faktor yang menentukan, tapi dua orang penulis buku ini punya perspektif yang sama kalau cara mereka membesarkan anak-anak disana, memainkan peranan penting sampai Denmark bisa konsisten jadi Negara dengan warga negara bahagia tadi. 

Oiya versi terjemahan Bahasa Indonesia buku ini diterbitkan oleh penerbit B First. Kalau boleh jujur, versi terjemahannya masih agak kaku, perlu dibaca berkali-kali untuk memahami maksudnya. Bagian satu buku ini, tentang bermain, saya baca keras-keras supaya Mas Har juga bisa dengar dan supaya mudah dipahami, saya baca dulu sendiri baru jelaskan pakai bahasa yang mudah dimengerti. Hehe. 
Habis versi Bahasa Inggrisnya lebih mahal hiks, jadi cari versi ekonomis. 

Terlepas dari terjemahannya yang kaku tadi, isinya lumayan bagus. Memberikan perspektif baru tentang pengasuhan, kalau saya impressed sekali sama penjelasan tentang bermain. Buku ini kasih banyak sekali riset dan bukti bagaimana bermain bisa membuat anak jadi lebih resilient ketika dewasa nanti. Anak-anak dengan jam bermain yang banyak ketika kecil, terbukti lebih less stress dibanding sama anak-anak yang jam bermainnya lebih sedikit. Ini penting sekali sih menurut saya haha. Sebagai orang yang masa kecilnya mainnya lebih banyak dari pada belajar akademisnya. Saya sepakat! hihi. 
Masa SD saya bisa dibilang kacau sekali. Ga pernah belajar dirumah, gak pernah kerjain PR, tinggal jauh dari orang tua, serumah sama Nenek yang ga bisa baca tulis, seeeepanjang SD saya habiskan untuk bermain. Jaman dulu masih ada ranking-ranking ya, ranking saya biasanya selalu masuk 10 besar .... dari bawah.

Waktu SMP semuanya berubah karena saya pindah ke Cimahi, ada om dan tante yang bisa bantu belajar matematika dan Bahasa Inggris. Bahasa Inggris saya yang tadinya 0 ga ngerti apa-apa sama sekali, perlahan mulai membaik. Bapak dan Ibu juga support beragam hal agar saya bisa belajar dengan baik. Kalau di tarik mundur, masa kecil yang penuh dengan bermain ya memang semenyenangkan itu. Tapi gak akan membuat kita ketinggalan jauh sama orang-orang yang terus menerus belajar. 

(ah kan jadi curhat)

Saya merekomendasikan teman-teman yang mau belajar parenting/ sedang cari referensi untuk baca-baca buku ini. Dan gak perlu terburu-buru. Pelan-pelan aja bacanya sambil refleksi ke diri sendiri. 
Asyiknya baca buku parenting gitu loh teman-teman, hihi setiap baca satu hal, kita akan refleksi ke bagaimana kita dibesarkan dulu dan memikirkan kedepannya kalau punya anak bisa benar-benar menerapkan ini gak hihi. 

Selamat membaca teman-teman!





Sungguh Ramadan yang uyeay.

---
Mari bercerita tentang sebuah Ramadan yang tidak biasa.
Tidak ada berburu takjil.
Tidak ada tarawih di Masjid.
Tidak ada nyekar ke makam.
Tidak ada buka bersama dari angkatan TK, kuliah sampai kerja.
Tidak ada heboh belanja.
Semua karena Corona.
--

Alhamdulillah saya bahagia melewatinya. Ramadan memang baru empat hari saja dan selama empat hari tersebut saya tidak berpuasa, besok baru mulai puasa. Tapi pandemi covid-19 yang berlangsung hebohnya sejak awal Maret lalu membuat kami semua akhirnya terbiasa dengan keadaan ini.

Syukurnya, rumah kontrakan saya berjarak beberapa meter saja dari rumah Ibu, jadi hari pertama puasa masih bisa buka bersama keluarga, bisa tarawih berjamaah (walau saya nonton aja).
Kondisi kemana-mana susah juga dimudahkan dengan dekatnya rumah ibu. Saya dan Mas Har gak pernah jajan takjil alhamdulillah, tinggal minta ke Ibu hehe.

Nah, ini Ramadan pertama kami berdua sebagai pasangan suami istri. Ada bedanya gak Ramadan sebagai istri? hiks ada dan berat haha.
Mesti bangun lebih pagi untuk nyiapin makanan. Sejauh ini masih aman terkendali nih saya gak pernah ngeluh dan selama ini memang terbukti saya bisa lebih diandalkan kalau urusan bangun lebih awal (juga tidur lebih larut). Kalau hari-hari biasa saya banyak menyediakan alasan untuk tidak memasak: Kerja lah, cape lah, mager lah. Puasa ini saya ga tega kalau malas-malasan masak. Yah semoga konsisten. Kalaupun memang suatu hari tugas bangun lebih awal untuk masak ini melelahkan, tinggal bagi tugas sama Mas Har.

Udah itu doang kok bedanya, hehe. Oiya karena pandemi coivd-19 juga akhirnya mau ga mau tarawih di rumah. cuma berdua. Rasanya lebih intimate dan khusuk sih, tapi tetep kangen tarawih di Masjid!

--
Selama masa Pandemi covid-19 saya jadi makin rajin ngurus kebun ala-ala di rooftop rumah kontrakan. Beli beberapa bibit eceran, regrow tanaman-tanaman dari dapur, adopsi tanaman-tanaman ibu. Sekarang sudah lumayan penuh di atas. Saya dan Mas Har sekarang menurus delapan bedeng tanaman mini yang tidak memenuhi standar tinggi bedeng tanaman, tapi ya udah lah gapapa hehe tanamannya juga tumbuh walau mungkin lebih lambat. Tapi beberapa tanaman ada yang subur sekali sampai kami terus-terus panen (si kacang panjang).

Bedeng kami juga tidak menggunakan bata atau genteng, kami malah menggunakan bahan yg ga boleh sebenanya dijadikan bedeng: Kayu.
Kayu-kayu bekas biar ga beli.
Sayang uangnya buat bikin bedeng yang ideal.
Hehe, sebagai petani urban pemula, kami mau bersenang-senang saja dulu di rooftop kami, serius ala kami. Sambil belajar mengenali si tanaman-tanaman ini, jadi nanti suatu saat punya tanah dan lahan sendiri (AMIIIIIEEEEN) sudah bisa lebih militan lagi hehe.

Berkebun di rooftop sejak Januari, alhamdulillah sekarang rooftop lebih hijau. Oh iya, kami juga pelihara seekor ayam yang bertelur kalau lagi mood aja hehe, kadang bertelur setiap hari, kadang stop berhari-hari juga.

Niat hati ingin menuliskan perjalanan sebagai seorang petani urban.
Tapi mari kita lihat nanti yaa hehehe.

Bedeng pertama kami di Januari 2020

Hei Yo!

Sebuah usaha regrow-regrow-an



ISLAND BOOKS
Penyedia Eksklusif Konten Karya Sastra Unggulan
di Pulau Alice Sejak Tahun 1999
Manusia Tidak Bisa Hidup Sendiri;
Setiap Buku Membuka Jendela Dunia

Kemarin saya meminjam buku ini dari sekretariat Hayu Maca, mulai membacanya sejak pukul 19.00 dan tidak berhenti membaca hingga pukul 23.00. Empat jam maraton membaca buku hingga usai. Rasanya sudah lama sekali saya tidak melakukan hal ini dan rasanya amat menyenangkan.

Buku ini seperti judulnya, menceritakan tentang hidup A. J. Fikry, tidak sepenuhnya kehidupan A.J. sejak lahir hingga wafat, tapi kita akan mengikuti kisahnya sejak ia kehilangan istri tercintanya di usia tiga puluhan akhir, kehilangan harta berharganya; Buku Puisi Edgar Allan Poe berjudul Tamerlane. Buku ini sebenarnya menjadi senjata pamungkas untuk A. J. agar ia bisa bersantai-santai dengan hidupnya, berencana menjualnya di pusat lelang kemudian tidak harus memikirkan lagi sulitnya mengurus Island Books, satu-satunya toko buku di Alice Island, Manhattan.

Sudah jatuh, tertimpa tangga, kurang lebih itulah yang terjadi di awal cerita A. J. di buku ini. Hingga datang Maya. Maya ini adalah anak dua tahun yang ditinggalkan ibunya di Island Books.

"Kepada Pemilik Toko Buku Ini: Ini Maya, Umurnya 25 Bulan. Ia SANGAT CERDAS, sangat pandai bicara untuk seusianya, dan anak yang sangat manis dan baik. Aku ingin ia tumbuh sebagai anak yang gemar membaca. Aku ingin ia dibesarkan di tempat dengan buku-buku dan di antar orang yang peduli dengan hal-hal semacam itu. . . . ."
A. J. awalnya ogah merawat Maya, sebagai seorang duda yang kondisi keuangannya sedang tidak stabil, tentunya tak terpikirkan sama sekali untuknya merawat seorang bayi. Tapi singkat cerita, A. J. jatuh hati pada Maya dan merawat Maya di Island Books dan Apartmentnya yang terletak di atas Island Books.

Kisah A. J. merawat Maya juga ditemani dengan interaksi A. J. dengan tokoh-tokoh menarik lainnya di buku ini. Opsir Lambiase, polisi baik hati yang awalnya tidak suka membaca buku tapi kemudian membaca setidaknya satu buku setiap minggu karena berteman dengan A. J., Lambiase juga dipilih A. J. menjadi wali Maya ketika A. J. mengadopsi Maya. Lambiase jadi salah satu sosok favorit saya di buku ini. Mengingat A. J. adalah sosok yang sulit didekati dan bukan jenis orang yang mudah berteman dengan orang lain, Lambiase tidak menyerah dengan tingkah A. J., ia mendukung A. J. dan menjadi sahabat terdekat A. J. Hal lain yang membuat saya amat menyukai Lambiase adalah perjuangannya mengejar Ismay, wanita pujaannya, di usia yang sudah tidak lagi muda!.
Tapi bagian paling menarik dari Lambiase tentu saja kenyataan bahwa ia suka membaca buku! Karena saya tidak pernah bertemu polisi seperti itu di dunia nyata :) atau belum.

Ah, tokoh lain yang tak kalah penting adalah Amy, Amelia Loman. Amy merupakan perwakilan penjualan dari salah satu penerbit yang menjual bukunya di Island Books. Pertemuan pertamanya dengan A. J. amat sangat menyakitkan dan kacau, tapi ia tetap bersikap profesional, tiga tahun setelah pertemuan kacau mereka, A. J. membaca buku yang Amy rekomendasikan di awal pertemuan mereka, karena hanya ada buku itu didekatnya dan ia tidak mau pergi meninggalkan Maya yang sedang sakit. Setelah membacanya, menangis dan mengetahui buku itu sedemikian bagus, ia menghubungi Amy.

Sejujurnya alasan saya amat suka dan terhibur membaca buku ini adalah keterikatan yang begitu kuat dengan A. J (atau Nic mantan istrinya), yang merasa mendirikan toko buku lokal amat menyenangkan, hidup melakukan apa yang kita suka tentu jadi mimpi kita semua bukan?
Jatuh bangun A. J. membangun Island Books membuat saya disadarkan, bahwa saya amat ingin memiliki toko buku lokal kecil (tidak menghilang setelah membaca perihnya kisah A. J.) juga paham bahwa membangun toko buku lokal tidaklah mudah. Apalagi di Cimahi :) Apalagi kalau modalnya belum ada :)

Membaca buku ini membuat saya diingatkan bahwa hidup ya kadang selucu itu, satu waktu kita amat terpuruk, satu waktu bahagia, satu waktu dibuat lebih terpuruk, satu waktu dibuat tidak bisa merasakan keduanya, tapi satu yang membuat kita bertahan hidup: Tujuan hidup kita. A. J mengajarkan juga kalau tujuan hidup ini ternyata bukan benda yang ingin dimiliki, rumah megah atau toko buku yang amat berkembang, bukan. Tapi orang-orang yang kita cintai, tempat kita pulang, melihat mereka bahagia adalah tujuan hidup yang lebih memberikan motivasi dibanding apapun. Jika salah satu cara membuat bahagia mereka adalah dengan usaha yang sukses, rumah dan kendaraan yang layak, tentu akan kita kejar, tapi ya kembali lagi, untuk siapa itu semua, untuk kebahagiaan kita dan orang yang kita cintai.

Maya memberikan A. J. tujuan hidup.
Dan setelah itu, sesukar apapun hidup, A. J. lakukan untuk Maya.

Kita membaca untuk mengetahui kalau kita tidak sendirian. Kita membaca karena kita sendirian. Kita membaca dan kita tidak sendirian. Kita tidak sendirian.

Hidupku ada dalam buku-buku ini. Bacalah buku-buku ini dan ketahuilah isi hatiku.
Kita bukan novel.
Kita bukan cerpen.

Pada akhirnya, kita adalah kumpulan karya.

THE STORIED LIFE OF A. J. FIKRY.
Gabrielle Zevin
Edisi Pertama terjemahan Bahasa Indonesia
diterbitkan oleh P.T Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2017
ISBN 9786020375816
280 hlm; 20 cm

Halo November!

Dua bulan 2020. Tidak terasa ya, waktu begitu cepat menipu kita.
Hari ini saya mampir nulis di blog setelah melakukan perjalanan singkat yang mengesankan.

Ceritanya hari Sabtu kemarin saya ikut Mas Har pulang ke Desanya di Jombang, Jawa Timur. Sekalian silaturahmi kembali dengan Bapak dan Ibu. Tapi tujuan utamanya adalah melepas segala penat yang ada di kepala saya.  Belakangan kepala saya dipenuhi beragam pikiran yang tidak semuanya positif, jadi rasanya perlu penyegaran pikiran sejenak dan salah satu caranya adalah berjarak dengan sumber-sumber pikiran negatif tersebut.

Saya sudah pernah ke Jombang, Desember 2018. Hampir setahun lalu! padahal rasanya baru-baru saja melewatinya. Saya bahkan masih sangat ingat tempat-tempat yang saya datangi di Jawa Timur Trip pertama saya kala itu.

Kali ini perjalanan kami singkat sekali. Sabtu malam berangkat, Minggu Pagi sampai Jombang, Senin Malam kembali ke Bandung dan Selasa pagi kami tiba di Cimahi. Rabu Pagi saya lanjutkan kembali ke Jakarta untuk bekerja.

Lalu apa yang seru dan berbeda di perjalanan kali ini?
Saya tidak memasang ekspektasi apapun di perjalanan kali ini. Jadinya hal-hal kecil yang saya dapatkan di Desa Mas Har rasanya istimewa. Mulai dari datang pagi-pagi dijemput keluarga Mas Har di Stasiun, makan nasi pecel di pasar tradisional, beli mangga dengan harga sangat murah (yang kemudian diketawain karena mangga di desa tinggal ambil di pohon), bisa jalan-jalan sore di kampung yang masih segar sekali nuansanya setelah diguyur hujan atau bahkan bahagia karena ternyata saya banyak sekali tidur di desa mas har. dan nyenyak! percayalah setelah berhari-hari insomnia di Jakarta, bisa tidur selama dan senyenyak itu adalah anugerah.

Bonusnya tentu jadi bisa foto-foto, padahal di perjalanan pada umumnya saya ogah sekali minta foto atau bahkan difotoin Mas Har, tapi kali ini entah kenapa selalu minta difotoin.



Oh dan iya, akhirnya di perjalanan kali ini kami satu frekuensi tentang slow-holiday, istilah yang saya cipatakan sendiri: Liburan Santuy. Yang tidak dikejar-kejar list harus kemana-mana, bisa eksplor tempat-tempat lokal, bisa makan makanan unik di satu daerah dan ngobrol sama warga lokal.
Karena diliburan kali ini, Mas Har setuju dengan gaya liburan saya yang menurutnya aneh hehe Mas Har juga terlihat lebih bahagia dibanding liburan kami sebelumnya yang penuh ambisi. Seminggu keliling banyak sekali tempat di Jawa Timur dari Bromo sampai peninggalan kerajaan Majapahit di Mojokerto (lihat kan yang satu ambisi siapa satunya lagi ambisi siapa).



Semoga diberikan banyak rezeki dan kesempatan untuk bisa liburan santuy lagi dihari-hari kedepan! untuk kami dan tentu kamu yang baca!


 















Beberapa Bulan kebelakang, rasanya ada banyak sekali meteor yang jatuh dari planet lain ke bumi saya. Datang dari pekerjaan yang tiba-tiba hadir, tugas-tugas tambahan, tantangan baru untuk diselesaikan hingga singgungan-singgungan yang membuat kami berada argumen sering sekali.

We fight a lot. We do. Apalagi saya & Hanafi yang keras kepala dan ga mau ngalah satu sama lain.
Tapi gak pernah bertengkar & saling ga mau ngalah sebanyak pekan lalu.
Fase perang dingin ga ngobrol & ga nyapa datang lagi, ada juga adu argumen panas & saling menyakiti perasaan di grup Serikat buruh yang isinya ya saya, Hanafi & Marina.

Bertengkarnya banyak, tapi saya berani bilang kalau kami berproses lebih baik kali ini. Ribut, tapi ambil waktu untuk akhirnya refleksi barengan. Saling ngobrol apa yg sebenarnya bikin hati gak nyaman. Apa yang sudah baik apa yang perlu ditingkatkan. Dari semua poin refleksi poin mana yang mau diupgrade supaya bisa jadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya.

Pekan lalu saya belajar banyak hal, rasa-rasanya sejak lepas penampatan baru kali ini belajar sebanyak ini lagi karena mau terbuka mendengar feedback dari orang lain. Kesempatan yang juga jadi tempat belajar ulang ttg pentingnya refleksi, memaknai kegiatan dan berani memberikan dan mendengarkan feedback.
Sebuah kesempatan yang akan selalu syukuri karena ternyata saya lebih banyak belajar dibanding memberi.

Apakah setelah ini kami bertiga atau tepatnya saya & Hanafi gak akan ribut lagi? Tentu tidak, tapi saya bersyukur, sungguh bersyukur kali ini kami bertiga tahu batas-batas perasaan satu sama lain dan berusaha belajar untuk menjadi lebih baik di kemudian hari!

Untuk semua kesempatan, pelajaran & keterbukaan. Thank you Twin thank you Hanaf!


Akhir pekan lalu saya berkesempatan menonton konser orkestra untuk pertama kalinya. Serunya berkali-kali lipat karena ini adalah: pengalaman pertama, di ruang terbuka daaan gratis hehe.
Acara konser akbar monas 2019 kemarin diselenggarakan oleh Jakarta Oratorio Society dan Jakarta Simfoni Orchestra.

Sebenarnya acara dimulai pukul 18.30, tapi karena terlalu semangat, saya jam 16.30 saya naik transjakarta ke Monas dari kosan di daerah Rawamangun, begitu sampai, masih sekitar pukul 17.30 dan senang sekali karena bisa dapat tempat duduk yang strategis. Sebelum magrib tempatnya masih sepi, masih banyak bangku kosong. Saya duduk dan ngetag tempat duduk untuk Hanafi, teman saya yang mau aja diajak nonton konser klasik ini (ga tau deh Hanafi suka atau gak). Tapi setelah magrib tempat langsung ramai, kabarnya ada 20.000 orang yang hadir, banyak yang duduk dilantai juga, tapi karena sepertinya yang datang adalah penikmat musik klasik yang paham etika menonton konser klasik, semua yang hadir tertib, tidak berisik, tau kapan waktunya tepuk tangan dan sangat khidmat menikmati lantunan musiknya.

Saya sendiri punya obsesi untuk menonton konser klasik sejak sering membaca komik-komik musik seperti Nodame Cantabile dan Piano No Mori. Kemarin, setelah pertama kali menyaksikan langsung, rasanya mau lagi! haha.








Menjelang Petang.

Dulu diteriaki ulang oleh ibu.
Kini dipanggil lembur oleh bosku.
Dulu tubuh sudah ditaburi bedak
kini terjebak di kendaraan yang membeludak.
Dulu bersiap untuk pergi mengaji
kini sudah terbiasa saling mencaci.
Dewasaku membuat gamang.
Saat menjelang petang.

-gaber-




Kutipan diatas saya ambil dari halaman belakang buku Menjelang Petang karya Rizal Fahmi atau lebih dikenal sebagai Banggaber. 

Saya sepertinya mengikuti akun @banggaber di Instagram sejak satu atau dua tahun lalu saya lupa persisnya. Setiap karya Banggaber, tak hanya menyajikan visual yang menarik tapi juga dibubuhi kata-kata reflektif yang selalu menancap dalam bagi saya. 

Belakangan, Banggaber seringkali menampilkan karya bertema senja di akun instagramnya. Eh tunggu, Banggaber tak menyebutnya senja sih, tapi petang. Mungkin karena senja erat kaitannya dengan aktivitas ala penggemar musik Indi, sore hari menutup aktivitas dengan menikmati kopi dan mendengarkan musik di warung-warung kopi. Petang, meskipun arti katanya sama, lebih netral, masih bisa diartikan banyak hal oleh banyak orang. 

Saya tidak anti aktivitas ala penggemar musik indi tadi loh, sejujurnya saya sendiri termasuk orang yang lebih senang menghabiskan waktu sore di warung kopi, sambil menggambar, menulis atau sekedar duduk-duduk saja, seringkali sambil membuat to do list dalam seminggu, karena waktu reguler saya bisa duduk duduk ngopi sore hari adalah hari Sabtu atau Minggu. Hari lainnya selalu menghabiskan sore di kantor.

Nah, meskipun cara saya menikmati senja sekarang amat sangat mainstream, saya punya ingatan tersendiri yang begitu melekat tentang waktu-waktu sehabis ashar hingga menjelang magrib ini. Senja, petang, sore teman-teman bisa bebas menggunakan kata apapun. 

Bagi saya, waktu-waktu ini adalah waktu-waktu paling damai, kembali ke kenangan kecil ketika pada waktu-waktu ini biasanya Ibu saya atau Saudara-saudara saya mencari saya untuk pulang, mandi bersiap mengaji. Kadang dengan mudahnya saya pulang. Kadang Ibu bisa sampai marah-marah datang menyeret saya dari arena permainan. Sesudahnya saya mandi, sudah harum meski bedaknya cemong, menunggu adzan magrib dan wajib pergi ke tajug sebutan untuk Mushola di tempat saya tumbuh dulu. 

Menjelang petang, saat-saat sinar matahari menyusup lewat jendela dengan hangatnya, matahari bersinar paling indah saat sore hari, apalagi saat angin juga berhembus lembut. Saya sering menemui sore-sore seperti ini dan sering berakhir menangis. Saking rindunya dengan masa kecil dulu. 
Ternyata menjelang petang meninggalkan kesan yang amat dalam bagi saya. 

Buku Banggaber kurang lebih menceritakan hal yang sama, yang saya suka tentu gambar dengan efek menjelang petang, efek matahari senja yang memang amat ciamik disajikan oleh banggaber. 

Permainan kata Banggaber juga menurut saya luar biasa baik. 
Tak banyak ilustrator yang pandai juga menulis. Bukan sekedar 'menulis' tentunya. Tapi bisa mengartikan hal-hal biasa yang terjadi dalam hidup kita semua, dengan luar biasa. 

Ah iya, karena saya membeli dimasa pre-order, saya sekalian memesan kaosnya untuk Mas Har, kata-kata banggaber di kaos ini pernah diunggah di Instagramnya, membuat saya langsung merepost saking berartinya kata-kata ini bagi saya. Saya merekomendasikan teman-teman untuk membaca buku ini untuk mengalami dua pengalaman: Merefleksikan arti senja bagi teman-teman dan merefleksikan arti kehidupan yang kita jalani saat ini. 

Buku ini akan bisa ditemui di toko buku kesayangan teman-teman Bulan September ini! 
Selamat membaca dan mengartikan kembali makna senja!

Salam,
Asri





Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • Review Buku Angsa dan Kelelawar karya Keigo Higashino
  • Sabtu yang Menyenangkan dan kenapa saya suka membeli bunga
  • Review Asri: Manabeshima Island Japan karya Florent Chavouet
  • Main ke Toko Buku Pelagia Bandung
  • Review Asri - the house of my mother karya Shari Franke

Arsip Blog

  • ▼  2025 (16)
    • ▼  Mei 2025 (3)
      • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yu...
      • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim ...
      • Tiap Anak Berbeda, Termasuk Proses Melahirkannya; ...
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes