Judul Buku: The Hen Who Dreamed She Could Fly
Penulis: Hwang Sun-Mi
Penerjemah: Dwita Rizki
Penerbit: Penerbit BACA
Jumlah Halaman: 208 halaman
Pertama kali terbit: November 2020 (terj. Bahasa Indonesia) 2002 (versi asli Bahasa Korea)
---
"Aku punya nama. Nama buatanku sendiri" --
-- "Dedaunan adalah ibu dari para bunga. Bernapas sambil bertahan hidup walau diempas angin. Menyimpan cahaya mataharidan membesarkan bunga putih yang menyilaukan mata. Jika bukan karena dedaunan, pohon pasti tidak dapat hidup. Dedaunan benar-benar hebat."
"Dedaunan... Benar, nama yang sangat cocok untukmu" ---(hal. 72)
---
Jika kamu mencari sebuah buku yang tokoh-tokohnya adalah hewan-hewan di pekarangan rumah: ayam, anjing, bebek dan beragam dramanya. Buku ini bisa jadi salah satu pilihan bacaan menyenangkan untukmu! namun jangan harap membaca cerita dengan tokoh binatang yang terasa hangat, minim konflik dan cepat sekali selesai konflik-konfliknya ya.
The Hen Who Dreamed She Could Fly merupakan buku karangan Hwang Sun-Mi, seorang penulis dari Korea Selatan. Buku ini merupakan buku laris di Korsel sana. Selama beberapa tahun tercatat sebagai buku best-seller dan telah diterjemahkan ke beberapa bahasa. Versi Indonesianya baru terbit tahun lalu dan diterbitkan oleh Penerbit BACA.
Saya sendiri baru membaca buku ini kemarin, waktu Rana sedang anteng tidur. Ah, buku ini merupakan hadiah dari Mas Har setelah saya melahirkan kemarin hihi. Apakah Mas Har beli karena isinya yang akan amat sentimentil jika dibaca seorang ibu? bukaaaan haha, Mas Har pakai cheat sheet dengan melihat keranjang e-commerce saya dan mendapati buku ini sebagai salah satu buku yang ada di keranjang belanja saya tapi tak pernah di check out.
Sejujurnya membaca buku ini rasanya refreshing sekali karena sudah lama saya tak membaca kisah apik dalam sosok hewan-hewan. Mungkin baca di buku cerita anak yaaa hehe tapi kan buku anak biasanya pendek-pendek banget. Nah buku ini gak bisa dibilang tipis untuk ukuran fabel.
Bercerita tentang Daun, ayam petelur yang tinggal di kandang ayam di sebuah pekarangan rumah pasangan suami istri. Ia punya mimpi yang cukup 'berani' untuk ukuran ayam petelur: Ingin tinggal di halaman, ingin bertelur lalu mengerami telurnya selayaknya ayam betina di halaman, ingin mengasuh dan membersamai anak-anaknya sampai besar seperti pemandangan yang ia lihat di halaman.
Satu waktu ketika kondisi kesehatan Daun menurun, ia tak kunjung bertelur, pasangan pemilik halaman memutuskan untuk 'membuang' Daun ke pembuangan ayam. Beruntungnya Daun tak 'mati' seperti halnya ayam-ayam lain yang dibuang. Ia lalu keluar dari tempat pembuangan tersebut, bertemu Bebek Pengelana, seekor bebek liar yang hidup bersama bebek-bebek jinak di halaman, yang membantunya kabur dari sergapan musang yang siap menerkamnya. Dari sini perjalanan Daun meraih mimpi-mimpinya dimulai.
Ia akhirnya 'bebas' dari kandang ayam. Namun ternyata tinggal di halaman tak semudah yang ia bayangkan. Seluruh penghuni halaman. Ayam Jantan, Ayam betina, bebek dan anjing tak ingin Daun ada disana, ia diusir dan tampak hanya Bebek Pengelana yang peduli padanya namun tak berdaya.
Kisah Daun lebih seru lagi ketika ia akhirnya sangat dekat dengan impian terbesarnya untuk mengerami telur dan menetaskan anak dari telur tersebut. Ia mendapati telur besar di semak mawar dan mengerami telur tersebut hingga anak tersebut lahir. Apakah anak yang menetas adalah anak ayam? Hmhmmm... Saya amat merekomendasikan teman-teman membaca sendiri kelanjutan ceritanya hehe.
---
Sejujurnya saya tidak menyangka bisa membaca kisah yang indah di buku ini. Saya sendiri amat ingin membaca buku ini setelah melihat banyak teman-teman bookstagram memposting foto buku ini di Instagram :D, (anaknya gampang banget kebawa arus yaaaa haha).
Buku ini, walau semua tokohnya binatang, adalah gambaran apik dari sang penulis tentang kehidupan yang sebenarnya. Si Daun yang mencari kebebasan layaknya manusia pada umumnya, Daun yang juga nampak tak pernah puas dengan pencapaian-pencapaiannya di awal (dari kandang minta ke halaman, sampai halaman mengetahui fakta yang terjadi juga tak pula puas), namun lewat Daun juga kita diajak belajar untuk menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Sampai tak lagi merasakan penyesalan ketika ia berpulang.
Membaca kisah Daun dan Jambul Hijau setelah memiliki Derana juga rasanya berbeda sekali (ini tidak valid sih ya mengingat saya belum pernah baca buku ini sebelum punya anak), tapi kok ya rasanya pas. Membaca buku tentang kasih sayang yang kadang diluar akal sehat dari seorang Ibu ke anaknya. Padahal dalam kasus Daun, Jambul Hijau bukanlah anak kandungnya. Rasanya dalam sekali membaca kisah ini. Tak heran kalau di negara asalnya buku ini berada di rak best seller selama 10 tahun!
Saya amat merekomendasikan teman-teman untuk membaca buku ini!!