Journal Asri

Di awal tahun ini saya mendapatkan sebuah beberapa feedback yang membekas hingga hari ini. Bukan hanya membekas, feedback ini bahkan memunculkan hal terburuk dalam diri saya: menghilang dari orang-orang, hanya bertemu dengan orang-orang yang saya pilih dan tidak memberikan respon atas feedback yang saya dapat. 

Awalnya saya merasa saya amat ter-trigger dengan feedback ini karena feedback ini diberikan dengan cara yang amat buruk: saya tidak diberikan clue kalau saya akan menerima feedback, bukan hanya dari satu orang; tapi tiga orang +1, feedback ini diberikan didepan anak saya (kalau saya tahu perihal ini, saya tidak akan membawa anak saya ke tengah drama kerapuhan diri Ibunya), ketiga saya merasa telah memberikan banyak hal. Di hakimi dan dipermalukan dalam satu waktu rasanya jadi poin breakdown saya beberapa bulan setelahnya. 

Saya menemui seorang psikolog untuk membicarakan hal ini, saya juga mencoba bicara dengan partner saya untuk mengutarakan perasaan saya dan mempertanyakan beberapa hal yang menurut saya tidak tepat (iya, saya mencari validasi), dan beberapa bulan kebelakang, saya terus bertanya pada diri saya: why As, why was that moment hurt you so much. 

Perkenalan dengan Feedback

Saya mengenal kata feedback ketika saya berada di Camp Pelatihan Indonesia Mengajar, tahun 2016. Sebelumnya saya hanya mengenal kata kritik. Ketika satu pekerjaan selesai, jika ada yang tidak beres, kritik akan diberikan, ditempat saya bekerja sebelum IM, saya hampir tidak pernah mendapatkan apresiasi dari atasan saya, jadi saya juga tidak mengenal kalau feedback ini ada dua jenisnya, baru setelah pelatihan IM saya mengenal positive feedback dan constructive feedback. 

Lewat pelatihan IM dulu, saya mengenal beberapa teknik dalam memberikan feedback, juga prinsip-prinsip dalam memberikan feedback, beberapa prinsip utama seperti spesifik, disampaikan pada waktu yang sesuai (tidak terlalu lama sehingga tidak lupa pada dampak pada kejadian), memastikan bahwa yang bersangkutan tahu bahwa pada moment tersebut ia akan menerima feedback dan dipersilakan juga untuk memberikan feedback balik. Saya juga belajar bagaimana seorang pribadi seharusnya menerima feedback, seperti tidak defensif dan sebagainya. 

Lepas IM, saya memulai perjalanan karier lainnya yang personel-personelnya lebih dekat ke pengetahuan tentang feedback, saya sering mendengar kritik tentang saya, dan setelah menjalani setahun perjalanan di IM dimana saya terbiasa menerima feedback dari teman-teman saya, saya jadi lebih mudah dealing with feedback. Bahkan sekarang, di tempat kerja saya saat ini, saya beberapa kali menerima feedback, sometimes it's a strong one sampai beberapa rekan kerja saya chat japri mengatakan "it's okay ya", saya malah bingung dapat japri seperti itu karena I mean it, I'm okay and took this feedback profesionally, and I know this feedback is objective. Saya malah suka mendapatkan feedback seperti ini. 

Karenanya, kejadian mendapatkan feedback di hadapan beberapa orang lainnya awal tahun ini agak membingungkan buat saya, I realy took this personally, I got hurt, I feel humiliated and found myself reflecting over and over and over again "is it really a good place to grow?". Because at this moment I'm not sure. 

The Feedback Challenge

Walaupun berat, saya memaksa diri saya menamatkan membaca sebuah buku berjudul Thanks for the Feedback, The Science and art of receiving feedback well* (*even when it is off base, unfair, poorly delivered, and, frankly, you're not in the mood) karya Douglas Stone dan Sheila Heen, keduanya merupakan dosen di Harvard Law School, sebelumnya mereka menulis buku Difficult Conversation (yang belum saya baca sampai hari ini walaupun sudah nangkring di Kindle). 

Dari buku ini saya mengenal The Feedback Challange, tantangan feedback. Penulis tahu betul kalau feedback, terutama the negative one ini bisa memberikan sensasi tidak menyenangkan untuk beberapa banyak orang. Termasuk saya :'). 

Ada sebuah gambaran tepat tentang bagaimana rasanya mendapatkan negative feedback yang tidak kita inginkan:

This kind of feedback trigger us: Our heart pounds, our stomach clenches, our thoughts rase and scatter. We usually think of that surge of emotion as being "In the way"-- a distraction to be brushed aside, an obstacle to overcome. After all, when we're in the grip of a triggered reaction we feel lousy, the world looks darker, and our usual communication skills slip just out of reach. We can't think, we can't learn, and so we defend, attack, or withdraw in defeat. (page 15).

Gambaran diatas adalah gambaran yang sangat tepat tentang gimana rasanya mendapatkan feedback negatif yang poorly delivered.

Tapi, buku ini juga yang menyadarkan saya kalau perasaan-perasaan diatas adalah hasil dari trigger-trigger yang perlu kita cari tahu lebih lanjut. Karena triggers ini adalah informasi berharga, semacam peta yang bisa bantu kita menemukan masalah yang sebenarnya. 

Ada 3 feedback challenge yang ditulis dibuku ini:

1. The Truth Triggers

Triggers ini terbentuk dari reaksi kognitif dan emosional kita ketika menerima feedback yang dirasa tidak tepat. Ketika kita ketrigger, kita jadi kesulitan untuk melihat sebenarnya jenis feedback apa yang sedang kita dapatkan? Apa maksud orang tersebut memberikan feedback ini kepada saya? dan kita jadi kesulitan memandang diri kita sendiri secara lebih jelas. 

Triggers pertama ini mengajak kita untuk mengenal jenis feedback: Apresiasi, coaching dan evaluasi dan bagaimana ketiganya sama pentingnya untuk pertumbuhan kita secara personal. Ada panduan menarik sebelum memberikan feedback untuk menghindari truth triggers bagi penerimanya. 

(i) What's my puspose in giving/receiving this feedback?
(ii) Is it the right purpose from my point of view?
(iii) Is it the right purpose from the other person's point of view?

Ini terutama bisa digunakan untuk tahu sebetulnya yang mau kita berikan tuh feedback yang mana. 

Truth trigger ini juga bisa kejadian ketika penerima feedback  merasa melakukan satu hal yang benar dan ditangkap secara salah oleh pemberi feedback, ada gap atau perspektif yang berbeda dari si pemberi dan penerima dalam mengolah informasi, yang~~ memang gak susah sama kalau gak diklarifikasi. 

2. The Relationship Triggers

Kalau truth triggers fokusnya pada isi feedbacknya,  si trigger kedua ini fokusnya pada hubungan antara pemberi feedback dan penerima. 

Ada dua tipe relationship triggers. 

(1) Apa yang kita pikirkan tentang pemberi feedback

Skill or judgement: How, when, or where they gave the feedback
Credibility: They don't know what they're talking about
Trust: Their motives are suspecs

Simplenya, ketika kena trigger ini, kita seringkali bertanya, "Siapa kamu ngasih-ngasih saya kritik tentang A?" atau "Duh, kamu tau apa sih?" Bisa jadi kita mempertanyakan kredibilitas mereka. Mungkin karena mereka gak punya background, pengalaman atau expertise di bidang yang sedang jadi ladang perang ini. Atau bisa jadi kita punya issue kedua: mereka punya pengalaman atau expertisnya, tapi kita gak mau jadi orang atau pemimpin yang seperti mereka. Either itu terkait gaya kepemimpinan atau values atau identitas.


Relationship triggers ini yang paling menarik buat saya karena sepertinya saya terluka karena ter-triggers disini. Misalnya buat saya, feedback tidak langsung yang diberikan kepada saya (pemberi feedback tidak hadir langsung, tapi feedbacknya disampaikan kepada saya), memberikan asumsi: "Duh ini orang punya masalah sama saya ternyata udah lama, tapi malah diam-diam dan ngomongin saya dibelakang. Maksudnya apa? mau jelek-jelekin saya?, mau saya terlihat jelek didepan semua orang".  

Dan menarik sekali mengaitkan Relationship triggers ini bisa sangat bahaya karena narik lagi banyak hal-hal kebelakang. Seperti "Aduh, aku melakukan banyak banget hal yang kamu gak lakukan, bertahun-tahun, berbulan-bulan, gak dapat apresiasi yang proper sesimple ucapan terima kasih, tapi sekarang, satu kesalahan ini membuat semua orang punya hak untuk menghakimi saya secara gak adil didepan banyak orang termasuk anak saya". ---- this is an emotional notes, yang bahkan baru saya sadari ketika menuliskan post ini. 

3. Identity Triggers

Kenapa feedback bisa membuat kita merasa terancam dan bikin kita gak nyaman: karena ini biasanya bikin hubungan kita yang paling penting dalam diri kita jadi dipertanyakan: hubungan dengan diri kita sendiri. 

Kita seringkali mempertanyakan diri sendiri setelah mendapatkan feedback :') 

Salah satu cara yang disebutkan dibuku ini jika kita merasa ketriggers dengan hal ini adalah dengan menjawab tiga pertanyaan ini:

(i) What do I feel?
(ii) What's the stroy I'm telling (and inside the story, what's the threat)?
(iii) What's the actual feedback?

Hal ini perlu kita lakukan untuk memisahkan feeling, story & feedback supaya kita bisa lebih objektif memandang feedback yang diberikan. 

Ada juga satu hal yang bisa kita ingat-ingat ketika mendapatkan feedback yang dirasa menyerang identitas kita. 

- Time: The Present does not change the past. The presents influences but does not determine the future
- Specificity: Being lousy at one thing does not make us lousy at unrelated things. Being lousy at something now doesn't mean we will always be lousy at it.
- People: If one person doesn't like us it doesn't mean that everyone doesn't like us. Even a person who doesn't like us usually like some things about us. And people's views of us can change over time.

What The Feedback and The book has Taught Me

Seperti yang saya bilang di awal post, feedback terakhir yang saya terima kemarin rasanya berat sekali buat saya, setelah baca buku ini saya jadi bisa mulai membedah apa sih sebenarnya trigger-trigger yang membuat saya kesulitan menerima feedback-feedback tersebut? 

Relationship Triggers

Yes, trigger ini trigger yang paling besar menyita pikiran saya. Saya mendapatkan banyak feedback dari beberapa orang, uniknya ada feedback dari satu orang yang menyiapkan kegiatan ini dari awal hinggal akhir dan saya tahu betul semua feedback yang diberikan adalah feedback yang objektif. I didn't even feel hurt by her words or tears. I take it all. I am wrong. I am being irresponsible. I am a selfish bit*h that deserve this. 

Tapi, hal ini gak berlaku ketika saya menerima feedback dari orang lain. Tarik balik ke penjelasan tentang triggers relationship ini, rupanya saya gak terima dapat feedback dari orang-orang yang mempertanyakan kehadiran saya ketika orang-orang tersebut juga gak sepenuhnya hadir. 

Saya jadi merasa sakit hati sendiri karena saya mendapat penghakiman ketika sebenarnya "kita sama aja loh, you did not present the whole time too, sho why me? why suddenly me deserve this but not you?".

Identity Triggers

Setelah dapat feedback tersebut, hingga hari ini saya terus mempertanyakan apakah diri saya adalah orang yang sebegitu gak bertanggung jawabnya? Am I an irresponsible person? Am I an irresponsible employee? Am I an Irresponsible mother? Emosi saya begitu meluap, ditambah keresahan jadi Ibu baru yang gak tamat-tamat sampai sekarang, that moment become a big time to question myself: am I a good person?

Well, sekarang saya bisa bilang iya saya mungkin orang yang gak bertanggung jawab pada satu hal karena saya punya prioritas lain saat itu (still part of me being defensive), tapi saya merasa saya pekerja yang bertanggung jawab, dan urusan tanggung jawab-tanggung jawab yang lain, bukan urusan orang yang menghakimi saya kemarin juga. I am good, at least for my self. (took 5 freakin' month for me to answer this). 

Sekarang apa?

Setelah kejadian kemarin, saya menarik diri dari banyak pergaulan. Saya bahkan menghapus instagram pribadi saya, hanya bertahan dengan instagram yang isinya review buku karena saya tetap butuh supply informasi tentang buku dan diskon buku :'). 



Tapi untuk kembali ke tempat saya kemarin, rasanya berat sekali. Saya sudah pernah menjadwalkan untuk kembali-- lalu tepat sehari sebelum saya harus datang secara fisik ke tempat tersebut, perut saya sakit sekali, maag saya kambuh, saya demam semalaman dan anak saya ikutan sakit. Saya menganggap ini cara tubuh saya memberikan sinyal kalau saya belum siap untuk kembali. 

Namun ada satu hal yang juga luput saya lakukan karena saya terlalu sibuk dengan penerimaan diri atas feedback kemarin: saya tidak melakukan apa yang penting: follow up. Menyampaikan apa yang saya terima dan apa yang saya bisa lakukan saat ini, kalau memang tidak bisa kembali, mau rehat sampai kapan? Kalau memang menerima feedback, kenapa malah pundung (tapi yang memberik feedback sudah tahu saya akan pundung dari awal saya diberikan feedback, good for them).  

Lima bulan merenungkan ini, saya merasa saya amat kekanak-kanakan hanya karena feedback yang orang lain berikan untuk saya, yang sebetulnya dampak terhadap tujuan besar yang ingin dicapainya tidak besar. Tapi ketika merasa diserang, boro-boro mikirin the grand vision, pengennya kabur aja gimana caranya bikin anak saya gak merasa terancam sama keadaan saat itu. Dan setelah menuliskan ini, saya tahu saya bukan sedang bersikap kekanak-kanakan. Saya sedang mencerna apa yang terjadi pada diri saya dan membuat saya terluka, hanya saja dalam kasus saya, butuh waktu yang cukup lama untuk mencerna hal ini.

Jadi setelah panjang lebar menuliskan curhatan saya diatas, saya akan melakukan apa yang disarankan buku ini dibagian 1/3 akhir buku: setting up boundaries. 

Be transparent by telling them what burden me, being appreciative for their feedback (because yes: i learn a lot how to become present because it matters most in relationship, and being honest that I will be need some specific time to learn and unlearn some things, that I still need to digest this, that I will be back one day when I'm ready). 
Ah, satu lagi; saya belajar banyak dari feedback yang saya dapat dan buku yang saya baca: key player dalam feedback itu penerimanya bukan pemberinya, dalam hal ini; saya. I couldn't agree more with the book that we can't expect what kind of feedback we get in some specific situation. Kuncinya ada di saya. Mau tumbuh dengan feedbacknya, atau mau hancur karena dua jam yang menyeramkan karena merasa diserang?. 

Plusnya lagi: kalau kamu baca buku ini, karena tahu rasanya menerima feedback itu gimana, mungkin jadi mau mikir-mikir berkali-kali sebelum memberikan feedback supaya bisa menghindari hal-hal yang bikin feedbacknya poorly delivered. 

---

Informasi Buku

Judul Buku: Thanks for the Feedback, The Science and Art of Receiving Feedback Well*
Penulis: Douglas Stone & Sheila Heedn
ISBN: 978-0-14-312713-0
Penerbit: Penguin Books
Bahasa: Inggris
Jumlah halaman: 346
Terbit pertama kali di USA, 2015
Cetakan ke: 10




Libur Hari Pancasila jadi salah satu hari libur paling menyenangkan buat saya, selain bisa libur di tengah pekan, saya sempat pergi piknik bersama anak dan partner saya, serta saya bisa nonton satu episode terbaru dari series Detective Kindaichi di Disney Plus dan nonton CODA di Apple TV sebelum tidur!

CODA jadi salah satu film yang ada di watchlist saya sejak langganan Apple TV, tapi baru kali ini bisa nonton daaaan ini jadi salah satu film terbaik yang pernah saya tonton. 

CODA ini singkatan dari Child of Deaf Adult, sebagaimana judulnya CODA bercerita tentang seorang anak yang memiliki orang tua yang tuli. Rubi, tokoh utama di film ini merupakan satu-satunya hearing people (orang yang bisa mendengar) di rumahnya. Ayahnya, Ibunya dan kakaknya merupakan tunarungu, tak bisa mendengar dan tak bisa bicara. Ia tumbuh menjadi penghubung keluarganya dengan dunia luar, terutama untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak bisa bahasa isyarat. 

Rubi juga membantu orang tuanya mencari ikan di lautan, ia tinggal di daerah pesisir dan keluarganya merupakan keluarga nelayan. Ia tetap sekolah namun di sekolah ia mengalami bullying  karena dianggap berbeda dengan teman-temannya, bullying ini terjadi sejak ia kecil, ketika ia bisa bicara dan suara yang ia keluarkan sangatlah aneh. 

A glimpse reminder of Glee

Apa yang membuat film ini begitu spesial buat saya? 

Film ini sebetulnya sederhana sekali alurnya: gadis remaja yang meledak-ledak dan penuh gejolak, mencoba mencari identitas diri dengan melakukan apa yang ia suka, namun disisi lain mengejar mimpi bisa jadi berbahaya karena ia merupakan translator untuk keluarganya; ia tak bisa pergi jauh dari mereka dan merasa memiliki tanggung jawab untuk terus berada didekat mereka. 

Rubi punya satu bakat: menyanyi, ia bergabung dengan grup musikal di sekolahnya. Awalnya karena ia punya orang yang ia taksir dan ia ingin lebih dekat dengan laki-laki ini, namun ia jadi bisa benar-benar belajar bernyanyi disini. 

Saya suka sekali film bertema grup musikal! Tumbuh menonton puluhan episode Glee membuat saya suka sekali konsep grup musikal di sekolah (yang tidak saya temui di sekolah saya dulu). 

Lewat Grup ini, Ruby bertemu Mr. V, penanggung jawab dan guru musik di sekolahnya, ia kemudian mendapatkan latihan intensif untuk bisa masuk sekolah musik yang sangat prestigious. 

Isu Difabel: ThisAble

Walaupun sebelumnya saya bilang ide cerita film ini sederhana tentang cerita remaja perempuan yang mengejar mimpinya, film ini menampilkan sesuatu yang tidak banyak diangkat banyak film: kelompok minoritas difabel yang kesulitan untuk mengikuti ritme kehidupan tanpa akses yang cukup baik. 

Ayah, Ibu dan Kakak Ruby, mampu bekerja dengan baik dengan Ruby terlibat didalamnya. Tanpa Ruby, beberapa hal bisa jadi berbahaya (ketika bekerja di lautan tidak mendengar sirine) atau jadi tidak bisa mengikuti konteks pembahasan yang sedang mereka ikuti (ketika rapat bersama asosiasi nelayan). Ketergantungan mereka pada Ruby disatu sisi memberatkan Ruby di usianya yang remaja, dinamika ini menarik sekali buat saya. 

Film ini juga menunjukkan bahwa teman-teman difable, yang sering kali diperlihatkan sebagai golongan yang tidak berdaya, ternyata menjalani kehidupan yang kurang lebih seperti golongan yang disebut normal: bekerja, berpikir bagaimana bisa menjalani kehidupan tanpa kekurangan, mengalami kegalauan dalam hidup, dan realita kehidupan lainnya. Namun, keterbatasan mereka membuat apa yang harusnya tidak jadi masalah bagi orang normal, malah menjadi masalah yang luar biasa berat bagi mereka. 

Kehangatan Keluarga

Buat saya, tema film ini yang paling utama adalah keluarga. Keluarga yang terlihat bahagia seperti keluarga Ruby, ya keluarga yang juga mengalami dinamika dan rusuh besar, tapi berusaha untuk mencari jalan keluar terbaik untuk semuanya. 

Ada hal-hal yang terlihat sederhana tapi juga kurasa amat relate dengan kebanyakan kita. Bagaimana Ibu biasanya jadi sosok yang kadang menyalahkan anaknya terlebih dahulu sebelum bersikap reflektif mengenai kesalahan-kesalahannya sendiri. Bagaimana cara seorang ayah marah. Bagaimana sex (sorry not sorry) adalah salah satu resep hubungan yang awet hingga anak-anak dewasa! 

Keluarga Ruby digambarkan sebagai keluarga yang sederhana, tapi saling menyayangi satu sama lain. Mereka juga tidak menyembunyikan emosi yang sedang mereka rasakan. Keluarga mereka jadi keluarga yang didambakan anak-anak lainnya yang justru tumbuh jauh dari kasih sayang orang tua, yang padahal hidup tanpa kekurangan fisik seperti keluarga Ruby. 

Sebuah film yang hangat dan layak sekali untuk ditonton menemani weekend kamu! 

Detektif Conan Edisi 100 sudah terbit dan sudah bisa dibeli di toko buku kesayangan kalian semua! Punya saya sampai hari Minggu kemarin. Karena seminggu ini saya tidak banyak membuka instagram untuk mengikuti info-info perbukuan terbaru, saya cukup kaget karena Detektif Conan terbaru ini dibandrol dengan harga 50,000. Sebuah harga yang fantasis mengingat saya mulai mengoleksi komik Conan dari harga 13,000 (atau 11,000 ya saya agak lupa). 

Saya ingat sekali membeli Detektif Conan pertama kali di Indomaret dekat rumah, sepertinya saya masih SMP dan koleksi Conan pertama saya adalah Conan nomor 47. Komiknya masih ada sampai saat ini. Sangat spesial karena mendapatkan uang untuk membeli komik ini dari almarhum bapak. Sejak saat itu saya memburu komik Conan bekas untuk melengkapi koleksi saya. Sempat mandek mengoleksi karena kesibukan dan melupakan cita-cita mengoleksi seluruh komik Conan, saya mulai melanjutkan kebiasaan membeli Conan ketika bekerja di Jakarta. Setiap edisi baru terbit saya mampir ke Gramedia Matraman, membeli komiknya dan membacanya sampai tamat di gerai Dunkin Donuts sambil makan donat dan minum kopi. 

Sejak mulai kembali membeli Conan di Jakarta, sampai saat ini saya tidak pernah ketinggalan membeli Conan edisi terbaru. Tentu saja rasanya tidak terlalu mahal karena beberapa bulan sekali saja terbitnya dan Detektif Conan adalah satu-satunya komik yang saya beli dan masih on going, sekarang ada Spy x Family sih hehe, jadi dua serial ini yang saya tunggu-tunggu kehadiran terbitnya. 

Edisi 100 cukup spesial karena:

Dari segi penampilan:

1. Punya jacket cover yang membungkus komik, ini mirip edisi bahasa Jepang (saya punya satu di rumah dan ada jacket covernya).
2. Kertasnya berbahan book paper, bukan kertas tipis/ kertas buram (?) yang biasanya digunakan untuk mencetak edisi sebelum-sebelumnya. 

Dari segi konten:

1. Ada drama sengit FBI vs Organisasi Hitam, di edisi kali ini Conan dan kedua orang tuanya turut bergabung memeriahkan keseruan perang antara dua organisasi ini. 
2. Ada info menarik terkait Rum, orang penting di Organisasi Hitam.

Ada tiga kisah yang disajikan di edisi 100 ini

1. Yusaku mengungkap kasus pembunuhan di ruang tertutup

Kisah pertama merupakan sambungan kisah edisi 99, jadi baiknya membaca ulang edisi 99 chapter terakhir supaya paham casenya. Disini ada hal menarik yang melibatkan Yusako Kudo, Kaito Kid, Vermouth dan tentu saja Conan. 

2. FBI vs Organisasi Hitam

Sebagai pengagum Suichi Akai, saya suka sekali edisi ini karena peran Akai cukup banyak disini. Jujur saya tidak terlalu antusias membaca isi bab ini karena geregetan banget sama anggota FBI yang kalah pintar sama Conan. I mean hiks masa anggota FBI tidak tahu trik-trik standard untuk penyelamatan diri dan bersembunyi T.T, harus dikasih tau Conan dulu, pffft. 

Tapi bagian ini tetap menarik karena endingnya membuka tabir baru Organisasi Hitam. Dan karena yang diungkap adalah orang yang cukup penting, edisi kali ini tidak terlalu mengecewakan lah ya.

3. Heiji & Kazuha dan kisah cintanya yang selalu amsyong

Heiji mulai gemas karena tiap ia mau mengungkapkan cinta ke Kazuha, ada saja hal-hal yang menggagalkan usahanya. Ia kemudian mencari tahu info tentang jimat yang menurutnya akan berguna untuk hubungannya. 

Eh tapi hasil googlingnya ketahuan Kazuha, Kazuha sama sekali tidak berpikir Heiji sedang mencari jimat dan akan membeli jimat disana. Kazuha datang ke Tokyo dan mengajak Ran serta Conan ke kuil yang ia temukan dari hasil googling Heiji. Tak disangka, Heiji ada disana juga. Ketika mereka bertemu, pembunuhan terjadi.


Lelah tapi memuaskan

Mengikuti kisah Conan dan teman-temannya ini melelahkan sekali kalau dipikir-pikir :'), gak sadar sekarang sudah edisi 100 saja dan belum ada tanda-tanda berakhir. Tapi ya, mengikuti Conan ini, walaupun melelahkan rasanya tetap memuaskan. 

Mengikuti Conan bukan hanya mengikuti ceritanya. Saya (dan saya yakin banyak orang yang mengoleksi Conan), tumbuh besar bersama Conan. Ada memori masa SD, SMP, SMA yang dihabiskan untuk membaca Conan, ada memori berburu komik bekas karena tak punya cukup uang untuk membeli buku barunya, ada memori menyenangkan pernah minta uang ke Bapak untuk beli komik. Membeli Conan buat saya adalah usaha untuk terus menghidupkan memori-memori tersebut. Siapa sangka saya sampai di fase selalu dicukupkan secara finansial sehingga membeli komik Conan dengan harga 50,000 rasanya tidak memberatkan sama sekali. Ya, memang terasa sekali saya bertumbuh bersama Conan. 

Saya cuma sedikit berharap Rana nanti suka membaca komik juga jadi koleksi Conan di rumah tidak hanya dinikmati oleh saya sendiri :) Haha! 

Goodreads Review

Detective Conan #100Detective Conan #100 by Gosho Aoyama
My rating: 4 of 5 stars

Sebagai pengagum Suichi Akai, senang sekali di edisi 100 bisa lihat Akai beraksi.

Ada 3 cerita di edisi 100.
- Cerita sambungan dari edisi 99 (better baca dulu edisi 99 biar ingat).
- Cerita kedua tentang pembunuhan agen-agen FBI oleh organisasi hitam. Makin dekat dengan identitas dibalik organisasi hitam 😬
- Kisah cinta Heiji - Kazuha yg selalu amsyooong :')

View all my reviews


Semalam saya membaca salah satu bab di buku Bringin Up Bebe karya Pamela Druckerman. Judul bab tersebut adalah "Tidak Ada Ibu yang Sempurna", saya senang sekali dengan pembahasan didalam bab ini karena hari-hari kebelakang, rasanya saya sedang banyak mempertanyakan kemampuan saya sebagai seorang Ibu. "Am I a good mother?", " Am I enough for my daughter?". 

Sedikit pengantar, buku Bringing Up Bebe ini ditulis dari perspektif Pamela, seorang jurnalis dan penulis yang tinggal di Paris. Ia besar dan tumbuh di Amerika Serikat, jadi ketika punya anak di Prancis, ia membandingkan gaya parenting Ibu-Ibu di Perancis yang menurutnya, lebih damai. 

Sejujurnya saya pernah membaca buku ini sebelum melahirkan Rana, tapi mungkin agak kurang relatable karena waktu itu anak saya belum lahir. Saya gak tau bagaimana melelahkannya peran seorang ibu. Physically, emotionally, financially! Ha!. 

Loh, memang selama ini gak tau kalau memang gak ada Ibu yang Sempurna?

Saya suka sekali membaca buku ini, dan bab ini karena personally, setelah membaca buku tersebut, saya jadi tidak terlalu merasa bersalah. Selama ini tentu saja saya tahu kalau gak ada namanya Ibu yang sempurna, gak ada yang namanya manusia yang sempurna, semua punya kekurangan, semua punya kelebihan, and that what makes us human. 

Lalu apa yang membuat saya merasa lebih baik setelah membaca buku ini? 

The fact that we know we ain't perfect but we let it go, we don't let ourself feeling guilty for too long. The fact that we could still fight for our dreams, we could be a working mother and that did not makes us less mother that others. 

Kalau lihat dari alasan saya, bisa dilihat kalau saya punya insecurity yang cukup besar terkait peran saya sebagai Ibu yang juga bekerja ya, dan memang benar kok. Hehe. Bagaimanapun juga, orang-orang disekitar saya, bahkan banyak teman-teman saya yang berpendidikan tinggi, memutuskan untuk berhenti bekerja dan fokus pada keluarga. Fokus pada anak-anak mereka. Apakah saya iri atu menginginkan kondisi tersebut?

Sama sekali tidak, mungkin justru hal tersebut yang membuat saya kadang merasa bersalah. Sama sekali tidak pernah terbersit dalam pikiran saya untuk berhenti berkerja, berkarya, bahkan ketika saya memiliki anak. 

Saya suka bekerja, saya suka berkarya, saya senang membuat hidup saya berdampak untuk banyak orang, saya juga sangat suka bisa menghasilkan uang sendiri, tidak bergantung pada suami. Saya punya kepuasan sendiri setiap bulannya bisa menerima penghasilan yang memang layak saya dapatkan, memutuskan untuk memasukkan uang tersebut pada pos tabungan tertentu, bisa belanja buku atau barang-barang tersier lainnya yang mungkin akan sungkan saya minta pada suami jika saya tidak bekerja. 

Meskipun saya sangat suka bekerja, saya sendiri bukan tipe pekerja yang bisa menghabiskan waktu melewati jam kerja, saya cukup strict pada jam kerja. Jam 9 - 6 adalah jam dimana saya masih oke untuk membuka email dan laptop untuk bekerja, tapi setelah itu, nope. Lingkungan tempat saya bekerja sekarang, juga lingkungan yang sangat mendukung seorang Ibu untuk bekerja. Alhamdulillah.

Makanya membaca buku Bringing Up Bebe ini, rasanya pas sekali dengan apa yang saya rasakan saat ini. Sekarang ini saya sedang membaca ulang bukunya, mungkin setelah selesai membaca saya akan menuliskan ulasan lengkapnya di postingan lain hehe. 

Untuk saat ini, saya baru ingin menuliskan catatan saya tentang satu bab itu saja. 

---

*Catatan: post ini dibuat tidak untuk mendiskreditkan pihak manapun, terutama Ibu yang memutuskan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga penuh waktu. Semua Ibu sama berharganya, bekerja ataupun tidak bekerja, di rumah ataupun di kantor. Peluk semangat untuk semua Ibu di seluruh dunia!

Halo semua! kali ini waktunya review Toko Buku! 

Sepertinya sejak pandemi, kita semua jadi punya ketergantungan untuk jajan di Toko Buku Online lebih tinggi daripada sebelumnya ya! Sebagai orang yang senang sekali jajan buku, saya menjajal beberapa Toko Buku Online yang rata-rata saya temukan dari rekomendasi sesama pembaca di Instagram. Salah satu yang rekomendasi yang muncul dengan review yang menyenangkan adalah Konyv Bookstore. 

Saya mencoba beli buku di Konyv dua kali. Yang pertama membeli buku 101 Essays that will Change the Way You Think karya Brianna Weist dan The Quran (versi terjemah Bahasa Inggris) yang dialihbahasakan oleh M.A.S Abdel Haleem.

Pengalaman Pertama

Buku pertama, 101 Essays That Will Change The Way You Think, saya beli lewat Tokopedia dengan metode pengiriman ekspress menggunakan go-send, karena ternyata Konyv lokasinya satu Kota dengan saya di Cimahi. Jadi ongkos go-send nya tidak terlalu mahal. 

Buku datang dengan selamat, dikemas dengan sangat baik di paperbag yang bisa digunakan kembali dan dapat bonus yang menyenangkan sekali! COCOA for Readers yang tidak dijual dan dibuat oleh Konyv khusus untuk pembelinya serta Bookmark lucu yang juga tidak dijual dan dicetak terbatas untuk pelanggannya. Pengalaman ini membuat saya berani pesan buku kedua yang agak berbeda nih, kalau buku ini ready-stock, ada stoknya di toko dan bisa dikirim di hari yang sama, Quran yang saya inginkan harus PO (preorder) dan menunggu cukup lama.

Preorder Buku Kedua

Qur'an Oxford yang saya inginkan (karena kena racun dari akun Instagram Konyv :')) ternyata habis padahal stok mereka cukup banyak, tapi dalam sehari langsung habis, menandakan yang kena racun buku bukan hanya saya ya. 

Jadi saya ikutan PreOrder di Bulan Ramadan, harusnya buku saya datang sebelum Lebaran, namun karena ada kendala dalam pengiriman, jadi telat banget, molor sekitar 2 minggu. Tapi gak usah khawatir teman-teman, biasanya kalau PO-nya terlambat, Konyv akan langsung menghubungi untuk konfirmasi kita berkenan menunggu atau ingin uangnya dikembalikan 100% atau diganti dengan buku ready stocknya Konyv. 

Saya sih setia menunggu ya :') dan Alhamdulillah datang dengan lancar setelah lebaran. 

Review Asri

Saya pribadi suka sekali dengan pengalaman belanja buku di Konyv! Adminnya (Yang chat saya namanya Mba Gita) ramah sekali dan ketika saya memberikan feedback terkait dent di buku kedua yang saya beli, juga ditanggapi dengan baik! 

Oiya, dibanding ikut PO, saya prefer buku yang ready stock Haha! Selain saya agak gak sabaran menunggu, buku ready stock-nya Konyv bisa dibeli lewat Marketplace (yang saat ini menawarkan free shipping dan cashback yang lumayan). Sedangkan buku PO dipesan manual, kita akan diminta mengisi google form terlebih dahulu dan nanti akan diminta untuk melakukan payment ke Bank langsung. 

Tapiiii (lagi), kalau tidak ikut PO ya memang bisa-bisa gak kebagian stock, saking cepatnya buku-buku kurasi Konyv datang dan pergi. Kurasi bukunya Konyv emang sebagus itu!!

Dua buku yang saya beli, belum selesai saya baca hehe, karena keduanya bukan jenis buku yang habis sekali baca. Tapi dari pengalaman yang sudah saya rasakan, pasti akan belanja buku lagi di Konyv! 

Pssst, coklatnya enaak sekali untuk dinikmati sambil baca buku!

Konyx Bookstore bisa kamu temui di:

Tokopedia https://tokopedia.link/X4QDobLRcqb
Shopee https://shopee.co.id/konyvbookstore
Instagram https://www.instagram.com/konyv_/ 


Bookmail dari Konyv




Beberapa hari lalu, saya menamatkan membaca sebuah buku di Scribd. Judulnya Lesson From Surah Yusuf. Seperti yang pernah saya ceritakan disini, saya sedang mencoba menchallenge diri saya sendiri untuk membaca satu buku islami tiap bulannya, dan untuk memudahkan kebutuhan ini, saya langganan Scribd lagi. Buku ini juga saya baca dari Scribd, lumayan untuk saving karena harga buku fisiknya lumayan mahal. Tapi menurut saya buku ini layak banget untuk dimiliki juga versi fisiknya. 


Saya lupa pernah cerita disini atau tidak ya, tapi Ramadan 2020 lalu, saya sempat mendengarkan kajian Ramadan Ust. Nouman Ali Khan yang fokus membedah surah Yusuf. Jadi saya sengaja memilih buku ini untuk saya baca pertama kali, karena saya sudah lumayan familiar dengan isinya, jadi gak terlalu berat untuk mencerna. 

Tapi tetap saja membaca buku ini bikin cirambay. T.T

Ada apa saja di dalam buku ini?

Buku ini dibagi menjadi beberapa chapter:

- Introduction
- Part one: The Family of Ya'qub
- Part two: Sold Into Slavery
- Part three: The Seduction
- Part four: The Prisoner
- Part five: The King and His Dream
- Part Six: From Prisoner to Minister
- Part Seven: The Brothers Return
- Part Eight: Binyamin and the Ruse
- Part Nine: Deprived of Three Sons
- Part Ten: Yusuf reveals His Identity
- Part Eleven: The Dream Fulfilled
- Part twelve: Reminder to the Prophet Muhammad PBUH
- Part thirteen: 50 Lessons from Surah Yusuf
- Conclusion: The Ring Composition Theory of The Surah

Masing-masing chapter menjelaskan kisah Yusuf dalam surah yusuf secara berurutan. Dimulai dari Introduction yang menjelaskan bagaimana Surat ini diturunkan. Ini bagian yang sangat menarik buatku. Karena sepertinya saya tidak benar-benar menyimak kajian dua tahun lalu sampai lupa asbabunnuzul (sebab turunnya suatu ayat) dari Surat ini. 

Surat ini turun tepat ketika Nabi Muhammad SAW sedang berada dimasa yang sangat berat dalam hidupnya. Ia baru saja kehilangan Istrinya tercinta, Khadijah, juga pamannya yang senantiasa mendampingi Nabi di masa yang sulit di tahun-tahun awal kenabian di Mekkah. Surat ini turun sebagai salah satu cara Allah untuk menaikkan semangat dan menguatkan Nabi Muhammad di masa sulit ini. 

Ada juga beberapa kejadian yang diyakini menyebabkan turunnya surat ini. Lengkapnya bisa teman-teman baca di bukunya ya. 

Kisah Yusuf yang Selalu Menarik

Buat saya, buku ini --atau Surah Yusuf, akan jadi salah satu surat yang istimewa. Kisah Yusuf AS sudah sering sekali saya dengar berulang-ulang kali ketika saya kecil, ketika masuk TPA, di buku pelajaran Agama di sekolah, namun semakin saya dewasa, semakin saya membacanya sekarang, semakin dalam sekali dan semakin banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari Surat Yusuf. 

Ketika saya masih anak-anak. mendengarkan kisah Yusuf yang dibuang kedalam sumur, menjadi budak tapi kemudian nasibnya berubah hingga bisa jadi Bendahara Negara atau orang yang berkuasa di Mesir, rasanya WOW. Cerita from zero to hero mana yang tidak menyenangkan untuk anak-anak? 

Kemudian ketika remaja membaca kembali cerita ini di sekolah, dianggap cukup usia untuk mengetahui kisah Yusuf AS ditambah skandal dan pergosipan bangsawan Mesir. Saya belajar bahwa Yusuf AS adalah contoh manusia yang bisa menahan hawa nafsu dan itu, perlu saya contoh, setidaknya, selalu saya coba untuk contoh. 

Sekarang, membacanya kembali ketika saya bisa menyebutkan diri saya kalau saya sudah dewasa, rasanya wah, mau nangis gak sih T.T, too many precious things, too many ibrah/lesson we can learn from this surah!. 

Gak salah kalau Allah SWT sendiri yang bilang kalau this story, is one of the best story, and to think that Allah choose this surah to lift Nabi Muhammad SAW spirit at his darkest time, this is the most perfect Surah, the perfect story. 

Yang saya suka dari Buku ini

Buku ini menawarkan pengalaman membaca tafsir secara naratif. Kita seperti membaca kisah yang tidak membosankan, namun tetap ada catatan-catatan tafsir dari ulama didalamnya. Penulis juga akan memasukkan bagian-bagian dimana hal tersebut menjadi perdebatan di antara para ulama yang mentafsirkan ayat tersebut, namun kita akan diarakan pada konklusi tertentu. Hal ini membantu orang-orang seperti saya yang pemahaman terhadap Quran-nya tidak seberapa dalam.

Kedua, seperti yang kita tahu, kadang ada beberapa bahasa Al-Quran yang sulit ditemukan bentuk translasinya dalam bahasa lain. Kita akan mendapat menjelasan terkait hal ini. Misal ada bacaan yang dibuat penekanannya secara tajwid dan itu artinya jadi amat sangat. Hal ini sebetulnya juga bikin saya ingin kembali mempelajari Bahasa Arab :), apalagi dalam surat Yusuf, Allah secara explisit menyebutkan kalau AlQuran memang diturunkan dalam Bahasa Arab (12:2).

50 Lesson from Surah Yusuf

Yang paling saya suka dari semuanya: 50 lessons from Surah Yusuf di akhir bagian buku ini. Ini semacam rangkuman setelah membaca buku ini. Berikut beberapa lessons favoritku:




Yes! This surah bold gossiping as an evil trait very clearly. Mengapa gosip bisa berbahaya, apa sih yang akan terjadi kalau kita bergosip? Dampaknya bisa panjang dan merugikan banyak orang. Allah melarang segitunya, sampai-sampai orang yang bergosip dilarang Allah masuk surga T.T.


Yes Yes! Complaining to Allah is part of Iman, senang sekali membaca ini di buku ini. For make it clear, complaining disini maksudnya bukan mempertanyakan takdir Allah ya, Bukan "Ya Allah, kenapa engkau berikan ujian seberat ini?" Nope! 

It's like curhat ke therapist, curhat ke sahabat, curhat ke suami, tapi pindah ke Allah. 

Menceritakan kepedihan kita, menceritakan kalau kita tidak baik-baik saja, curhat ketika habis dapat perlakuan gak menyenangkan, dengan cerita kita yakin kalau Allah Maha Mendengarkan, termasuk mendengarkan cerita-cerita kita.


Forgive This is also my favorite lesson, walaupun gak seperti dua lesson diatas, this one is hard, especially for me. I tend not to forget those who hurt me, I do not forget harsh words of people who makes me feel so little. I know this is bad. Memendam perasaan seperti itu tuh seperti memendam luka, kapan saja kesenggol, sakitnya bukan main. Mungkin karena itu Allah minta kita untuk belajar memaafkan ya. 

Kalau saya curhat sama suami, dia bilang, it's okay kalau kamu gak bisa melupakan, tapi harus tetap berusaha memaafkan dan saya sedang berusaha untuk melakukan itu.

Another lesson I loved from this book

Baca buku ini tuh seperti diingatkan kalau kita boleh mengejar dunia (terutama kalau kita percaya diri kita adalah orang yang tepat untuk melakukan hal tersebut), seperti Nabi Yusuf AS mengatakan pada Raja kalau ia mau bekerja untuk Raja hanya kalau jadi Bendahara Negara, karena ia tahu bagaimana mengelola keuangan negara. 

Tapi disatu sisi diingetin kalau sebaik-baiknya akhir manusia ya berpulang dalam keadaan berserah diri ke Allah. Ada doa Nabi Yusuf yang indah sekali di ayat 101. Di doa tersebut, Nabi Yusuf memulai dengan gratitude, dengan rasa berterima kasih kepada Allah karena sudah memberikan ia blessing untuk jadi salah satu orang penting di Mesir, sudah memberikan ia kemampuan untuk menafsirkan mimpi. Ia lalu memuji Allah sebagai the Protector in this world and in the Hereafter.

Kemudian Nabi Yusuf AS berdoa "Let me die in true devotion to You. Join me with the Rigteous". T.T Saya masih merinding kalau baca lagi ayat ini. Pengingat kalau sebaik-baiknya tempat kembali adalah Surga. Setinggi apapun jabatan kita di dunia, sebesar apapun gaji kita, sebanyak apapun buku yang saya baca, sepintar apapun kita di dunia. Tetap, ingat kalau kita hanya mampir di dunia. Lakukan sebaik-baiknya, karena tak masalah bagaimana awal hidup kita, yang penting adalah akhirnya. 

---

Sebagai orang yang tidak mempelajari Islam dengan begitu dalam, saya ingin disclaimer terlebih dahulu kalau apapun yang salah dalam tulisan ini, datangnya dari pemahaman saya yang masih dangkal. Wallahua'lam bissawab.

Ramadan memang sudah usai, tapi semoga semangat Ramadan terus menyala di hati kita semua ya. 

Bulan ini saya kembali langganan Scribd setelah beberapa bulan saya stop karena banyaknya timbunan buku fisik yang belum dibaca di rumah juga ebook yang belum dibaca di Gramedia Digital, Google Playbook dan Kindle. Alasannya adalah alasan klasik: mau coba eksploring ebook biar bisa stop jajan buku fisik dulu. Tapi gak sampai sehari langsung pecah karena ada diskon buku-buku Penerbit Kakatua yang harganya jadi 15,000 saja per buku. Saya langsung jajan 10 buku. Jadi mungkin tidak butuh alasan tertentu untuk kembali langganan Scribd atau layanan lainnya ya :').

Karena sudah lama tidak membuka Scribd, saya jadi kurang tahu update buku-buku terbaru disana. Ternyata ada banyak buku baru yang sedang lumayan populer seperti It Ends With Us-nya Colleen Hoover dan buku Co-Ho lainnya. Ada juga buku-buku Fredrick Backman favorit saya, serta yang tak kalah menyenangkan adalah koleksi buku-buku islami di Scribd. Kebanyakan adalah buku-buku Kube Publishing yang kalau sudah sampai Indonesia harganya aduh lumayan sekali. Satu buku fisiknya berkisar 150-300ribuan. Jadi lumayan sekali bisa ngirit kalau baca di Scribd! Salah satu buku yang ada disini dan merupakan favorit saya adalah: Revive Your Heart-nya Nouman Ali Khan. Saya punya buku ini di Kindle. Beli pakai alamat India dengan harga sekitar 70ribuan kalau gak salah. 

Berikut rekomendasi lainnya yang mungkin bisa kamu coba baca di Scribd!

1. Revive Your Heart - Nouman Ali Khan

Goodreads blurb: 

Revive Your Heart is a call for spiritual renewal and an invitation to have a conversation with one of the world’s most recognizable voices on Islam, Nouman Ali Khan.

This collection of essays is disarmingly simple, yet it challenges us to change. To revise our actions, our assumptions and our beliefs so we can be transformed from within, as well as externally.

It aims to help modern Muslims maintain a spiritual connection with Allah and to address the challenges facing believers today: the disunity in the Muslim community, terrorists acting in the name of Islam, and the disconnection with Allah.

These challenges and more are tackled by Nouman Ali Khan, with his profound engagement with the Qur'an, in his trademark voice that is sought out by millions of Muslims on a daily basis.

2. Lesson from Surah Yusuf - Dr. Yasir Qadhi

Goodreads blurb: 

Surah Yusuf, a chapter of the Qur'an (Koran), was revealed to the Prophet Muhammad at a critical juncture of his life. This was the time when he had gone through ten to eleven years of ridicule and rejection in Makkah, a time when he lost his wife and partner, Khadija, a time when he lost his dear uncle Abu Talib. Allah revealed this precious surah to strengthen the Prophet Muhammad's heart. To remind him that he lives in the footsteps of the great prophets of the past and that Allah's help and support is there. 

This surah is full of meaningful messages of patience, reliance on Allah and how to overcome hardship and betrayal. It was also educational, teaching the Prophet Muhammad the answers to queries that were posed to him by the local Jews and Muslims. Finally this surah was a timely morale booster for the Prophet and his companions in a time of need. Yasir Qadhi has clearly divided the surah into related themes, as per the revelations, so that the reader can easily understand and grasp the great wealth of knowledge relayed through this surah to all.

3. Lesson form Surah Al-Kahf - Dr. Yasir Qadhi

Goodreads blurb: 

The Qur’an is full of parables. Each one, when its meaning is unpacked and understood, offers wisdom and guidance. Surah Kahf, chapter 18 from the Qur’an, is particularly thought provoking, and Muslims are advised to read it at least once a week.

But why? And what can we gain from it?

In this book Yasir Qadhi leads us through Surah Kahf, unfolding the lines, stories and symbols that have inspired people for over a thousand years: the people of the cave, Prophet Musa’s momentous encounter with Khidr, the two men and their gardens, and Gog and Magog.

And surely We have explained matters in people in the Qur’an in diverse ways, using all manners of parables. (Qur’an 18:54)

Through Yasir Qadhi’s unmistakeable voice, modern Muslims may glimpse some of the Qur’an’s profound meaning.

Say: “If the sea were to become ink to record the Words of my Lord, indeed the sea would all be used up before the Words of my Lord are exhausted…” (Qur’an 18:109)

4. The Heart of The Quran: Commentary on Surah Yasin with Diagrams and illustration - Asim Khan

Goodreads blurb: 

The Heart of the Qur'an is a collection of loving letters sent from God to humanity. The Prophet Noah would plead with his people, saying "I am delivering my Lord's messages to you" [Qur'an 7:62]. With the current paradoxical climate of increasing secularization and the rise of fundamentalism across the world, there is no better time to search for fresh insight and guidance from the Qur'an. 

The Heart of The Qur'an is a well-researched commentary on Surah Yasin. It is written in simple English and is complete with diagrams and illustrations to create an engaging read. The commentary is profound and inspiring, it masterfully highlights the nuances of the Qur'ān's language and repeatedly draws the reader's attention towards practical changes they can make in their lives. 

5. Angles in Your Presence - Omar Suleiman


Amazon blurb: 

Throughout your existence, there are angels in your presence. But it’s your actions that cause those angels to either praise you or disgrace you. Through this book, we will explore the actions that invite these blessed unseen beings to pray upon you, and carry your name and mention to the One who created us all.

6. Allah Loves... - Omar Suleiman


Goodreads blurb:

In Allah Loves… Omar Suleiman explores who and what Allah loves so that we may become one of those who are beloved to Him.

The Prophet Muhammad said that one of the supplications of Prophet Dawud was, “O Allah I ask You for Your love and the love of those that love You and all of those actions that would bring me closer to being loved by you.” 

Looking at our actions, characteristics and beliefs, this book will help us become better people, citizens and believers that are deserving of Allah's endless, infinite and ever-lasting love.

Made up of 30 short and spiritually enriching chapters, this book is a reminder that throughout our lives, the Creator's love is always there, increasing through everyday actions such as showing generosity or remaining consistent with unnoticeable good deeds.

7. Prayers of The Pious - Omar Suleiman

Goodreads blurb:

This inspirational collection of prayers and reminders is the perfect companion for anyone who wishes to connect to the Divine. Shaykh Omar Suleiman provides us with thirty short prayers taken from the teachings of the Prophet Muhammad and the early generations, each with a short reminder to deepen the impact of the prayer in our lives.

Prayers of the Pious provides spiritual gems that serve as valuable wisdom and practical advice for the soul. By reading this short work with an attentive heart, the reader can cultivate love for God and His Messenger and live life with gratitude and contentment.

8. Women in the Quran - Asma Lamrabet

Goodreads blurb:

Today, the issue of Muslim women is held hostage between two perceptions: a conservative Islamic approach and a liberal Western approach. At the heart of this debate Muslim women are seeking to reclaim their right to speak in order to re-appropriate their own destinies, calling for the equality and liberation that is at the heart of the Qur'an.

However, with few female commentators on the meaning of the Qur'an and an overreliance on the readings of the Qur'an compiled centuries ago this message is often lost. In this book Asma Lamrabet demands a rereading of the Qur'an by women that focuses on its spiritual and humanistic messages in order to alter the lived reality on the ground.

By acknowledging the oppression of women, to different degrees, in social systems organized in the name of religion and also rejecting a perspective that seeks to promote Western values as the only means of liberating them, the author is able to define a new way. One in which their refusal to remain silent is an act of devotion and their demand for reform will lead to liberation.


 


Hari ini saya harus ke kantor saya di daerah Dago untuk mengambil barang, sebagai anak Cimahi yang ke Bandung sesekali saja, sayang rasanya kalau langsung pulang, jadi saya meminta Mas Har menemani saya pergi ke sebuah tempat yang sudah lama sering muncul di explore Instagram saya. Sekalian Mas Har juga harus menepi untuk Sholat Jumat. Jadi pergilah saya ke Nimna Book Cafe. 

Nimna Book Cafe ada di Jalan Sukahaji. Lumayan jauh sebetulnya kalau dari Dago ya, 20 menitan naik motor. (Sejak balik lagi ke Cimahi saya merasa 20 menit di jalan itu lama hehe, padahal waktu di Jakarta 20 menit di jalan itungannya dekat ya). Tempatnya tidak jaduh dari Kampus UPI, kalau teman-teman dari luar kota dan berkunjung ke Lembang, Nimna lokasinya tidak jauh dari Lembang. Jadi mungkin bisa mampir sekalian turun pulang. 

Kopi Hazelnut Nimna

Begitu masuk, saya langsung pesan kopi hazelnut kesukaan saya dan Mas Har. Satu kopi saja karena kami berdua sebetulnya sangat kenyang, mau makan dan minum banyak tidak sanggup rasanya. Kopinya lumayan enak! walaupun hirearki kopi hazelnut favorit saya tetap point cafe-nya Indomaret dekat rumah hehe, tapi kopi Hazelnut di Nimna layak dicoba nih, mungkin agak sedikit kurang manis saja buat Mas Har yang suka sekali kopi hazelnut manis. Tapi buat saya pas. Semoga di kesempatan berikutnya bisa cicip makanannya juga :).


Koleksi Buku Umberto Eco

Sejak masuk kafenya, saya sudah tidak tahan ingin gegeratak koleksi buku Nimna, ada buku dan komik apa saja disini. Ternyata banyak sekali dan beragam genrenya. Komiknya banyak dan koleksi Detekfit Conannya sampai nomor 80an sekian. Tapi yang paling menarik buat saya adalah: koleksi buku-buku Umberto Eco. 

Saya menemukan nama Umberto Eco dari buku-buku Dea Anugrah. Hidup Begitu Indah dan Hanya Itu yang Kita Punya dan Kenapa Kita Tidak Berdansa. Nama Eco sering disebut Dea disini, sama halnya seperti nama Gabriel Garcia Marquez dan Ernest Hemmingway. Mau tidak mau saya jadi penasaran ingin membaca karya penulis-penulis tersebut. Untuk karya Marquez dan Hemmingway, saya sudah mengunduh e-booknya di Gramedia Digital, sementara untuk Umberto Eco, saya tidak bisa menemukan ebooknya. Mungkin ada kalau beli di Kindle atau Google Playbook ya, tapi karena ingin kenalan dulu, jadi belum dulu (hehe). 

Ada tiga buku Umberto Eco yang saya temukan disini: The Name of The Rose versi Bahasa Indonesia, Tamasya Dalam Hiperrealitas versi Bahasa Indonesia dan versi Bahasa Inggris dari buku The Mysterious Flame of Queen Loana. Karena memegang bukunya langsung, saya jadi mencari tahu sekilas tentang Umberto Eco. Meskipun bukunya yang paling terkenal adalah The Name of The Rose, saya sepertinya penasaran dengan judul terakhir: The Mysterious Flame of Queen Loana yang bercerita tentang seorang penjual buku-buku antik. Dia kehilangan sebagian ingatannya karena stroke, tak bisa mengingat namanya dan keluarganya namun bisa mengingat cerita-cerita dari buku yang pernah ia baca. Menarik ya? 





Kids Friendly Tapi Lebih Enak kesini Sendiri

Nimna Book Cafe ini tempatnya asyik untuk dikunjungi bersama anak loh! ada pojok lesehan di ujung yang isinya memang banyak buku anaknya. Namun saya personally malah sepertinya lebih ingin sendirian kalau kesini lagi :) Vibenya nyaman buat pembaca, gak berisik dan tenang sekali. Kalau membawa anak dan anak kita mungkin moodnya sedang tidak baik, malah jadi mengganggu pengunjung yang lain. 

Tapi kalau teman-teman ingin coba bawa anak boleh juga loh! Gak ada larangan kok dari pihak Nimnanya!

Oiya ada satu hal yang menarik nih di Nimna. Jadi ada satu buku catatan yang bisa dicoret-coret oleh pengunjung. Ini seru banget :') saya baca beberapa tulisan disini dan senyum-senyum sendiri dibuatnya. Jadi berasa dapat semangat dari orang yang tidak kita kenal tapi kita tau punya frekuensi yang sama karena pernah datang kesini.




Saya merekomendasikan sekali tempat ini untuk teman-teman yang suka membaca, suka buku atau sedang cari tempat ngopi dan kerja yang tenang di Bandung. Silakan mampir teman-teman!



After a very long Eid Holiday, yesterday I (and millions of people in Indonesia) get back to work. 
Since the holiday begin, I know that there would be an endless and chaotic hours on day 1, because the holiday is too long for me (or the industry i currently work). And guess what? It's true!

The Day 1

My day began with me waking early because I really want to go back cooking for me and my family. I once have that routine, months ago actually, before Rana was born. But now that Rana is already eat what we eat (can believe she's turning 1 last month!), I decided to go back cooking! It's therapeutic for me. Everytime I spend my morning early, cooked, and maybe make time for read some pages of books, write to do list for the day, and drink a cup of coffee, my day mostly went better. So I did that.

I cooked chicken soup and fried tempeh because it's the most easy things. The simplest cooking I could do in minutes. So happy when Rana ate passionately, the biggest achievement for me as a mom: my daughter loving my cooking. 

So after the breakfast, and ready to work at 9, I start opening my emails (endless emails) and to do list, do some sync with my co-working through Telegram, did every single things I missed on holiday, I'm already feeling exhausted on the lunch break, but I can't stop, still so many things to do and I don't want to work after 5, I want my time with Rana. 

I somehow made it to work till 5PM. It's because I ask my mom to play with Rana after lunch break :').

So I survive the day 1. Did almost all of my checklist for the day. I could even manage to post on my Instagram about my point of view from a book I currently read. Set Boundaries, Find Peace.


You can check the post here

I bought the book from Google Playbook with a very great deal anyway! it's only 32K IDR, the normal price for paperback version here in Indonesia would is 300K the last time I check :')


Then come today. The Day 2. 

I wake up early (2 days strike is a big win for me). I buy some fresh vegetables from warung near my house. I cooked and finished before 8AM, bathe Rana, then I feel something, euuugh, it's my period day 1. and somehow I feel soooo demotivated all day, I really want to ask to have a day off but I couldn't. I can't leave all the never ending task. But even when I'm there, I feel like a zombie. I hate feeling like this every time I got my period. 

To make it even worse I forgot that there's a meeting at the end of the day, with my boss, my boss's boss, and my team did not even ping me or chat me or looking out for me. It is after the meeting ends, they finally realize I was not there. I'm so disappointed at first, I even cried. But then I realize, it's my fault, not them. 

I realize that being left out like that makes me a feel a little of me myself. I feel like even if I was not there, everything would be fine. And maybe it is. So, yeah, today is just one of a bad day at work that I haven't feel for quite a long time. 

I reopen a book on my Google Playbook, its No Hard Feeling by Liz Fosslien. On of the chapter of the book was about communication, and a subchapter Crying at Work. I read at that page and feel a little bit better because I know I'm not the only employee who cry at work, well it actually cry at home because I did work remotely. 


I write about the book here, it's a great book with a visually pleasing illustration and graphics. 

But anyway, one thing that I love from my breakdown today is: I'm not desperately looking out for available job outside or thinking of resigning. I just retreat, turn off my phone, cry, turn on my phone once I think I'm okay, and then I write. 

Maybe I will feel better tomorrow, or I could be worsen too. But I guess life (and work) couldn't be always rainbow and butterfly, right? sometimes we feel like this too. Feeling like an outsider, feeling that myself, my work is not enough, and feeling not okay at work and that's okay, I suppose.




Blurb
Buku ini berkisah tentang Seiji, pemuda berusia 20an tahun yang merupakan seorang freeter (istilah orang Jepang untuk Freelancer yang sudah tamat pendidikan wajib tapi tidak punya pekerjaan tetap). 
Seiji di awal cerita merupakan seorang pemuda yg hanya peduli pada dirinya sendiri, ia punya krisis dalam dirinya yang membuat ia berjarak dengan Ayah dan Ibunya di rumah. Hingga suatu ketika, sang kakak, Ayako datang ke rumah dan mengabarkan kalau ibunya sebenarnya terkena depresi dan gangguan kecemasan akut. 

Disepanjang buku ini, kita akan melihat perjalanan Seiji menjadi tokoh utama yang mengusahakan kesembuhan ibunya. Ia yang awalnya santai saja jadi freeter kemudian bertekad untuk bisa segera punya rumah. Karena tempat mereka tinggal saat ini merupakan salah satu penyebab depresi Ibunya.
Buku ini buatku amat menghangatkan hati. Aku selalu luluh pada sosok seorang anak yang mengusahakan yang terbaik untuk orang tuanya, terutama yg seperti Seiji, yang sebenarnya tak berbakat untuk berkata manis ke Ibunya, bentuk kasih sayangnya ia curahkan lewat usahanya. 

Cari kerja itu gak mudah!
Ada banyak hal menarik dalam buku ini, termasuk bagaimana Seiji kesulitan mencari pekerjaan tetap di awal dan perjuangan seseorang dari kalangan kedua (bukan fresh graduate, bukan pula lulusan universitas ternama) dalam mencari pekerjaan. Juga beragam realita sosial terkait pekerja yang terjadi di Jepang dan saya yakin ditempat manapun di dunia: cari kerja itu bukan satu hal yang mudah.

Lewat buku ini kita akan diajak melihat perspektif: apa yang akan terjadi kalau kelewat egois, apa yang akan terjadi kalau kita tidak bisa beradaptasi dengan baik, bagaimana cara melamar pekerjaan yang baik, etika-etika tertentu ketika wawancara pekerjaan dan banyak hal-hal menarik lainnya, yang amat berguna kalau kamu baru tamat sekolah atau kuliah dan sedang cari kerjaan juga nih!

Menjelang akhir buku kita juga akan melihat bagaimana sosok perempuan akan bertarung 2x lebih berat dibanding laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan di bidang konstruksi/teknik. Literally berat karena kerjaannya fisik dan secara mental terus menerus direndahkan orang-orang yang tidak mengetahui kekuatan kita.

Tentang Depresi

Kisah depresi Ibu Seiji, Sumiko di buku ini adalah gambaran unik tentang bagaimana masyarakat pada umumnya menanggapi depresi, terutama ketika ini terjadi pada orang terdekat mereka. 

Ayah Seiji, Seiichi yang oleh Ayako disebut sebagai Pak Tua Brengsek, merupakan jenis orang yang tidak meyakini depresi sebagai penyakit dan bahkan menganggap remeh pengobatan yang sedang dijalankan oleh Ibu Seiji. Uniknya buku ini juga memberi contoh baik tentang bagaimana seharusnya kita mencoba memberikan perspektif kepada orang-orang seperti Seiichi. 

Jika mereka tidak mempercayai kita untuk menjelaskan terkait penyakit kejiwaan, bawa mereka ke dokter, ikut duduk bersama ketika dokter menjelaskan bagaimana ini akan mempengaruhi hidup seseorang. Hal ini dilakukan oleh Seiji, ia membaca Seiichi dengan harapan setidaknya Seiichi mempercayai ucapan seorang dokter. 

Walaupun belum tentu berhasil dilakukan pada semua orang, tapi buku ini memberikan contoh ideal yang mungkin bisa kita coba jika suatu saat orang terdekat kita tidak mendapat support justru dari support system yang paling utama. 

Bapak-Bapak Kuli yang too good to be true

Sebetulnya ini bagian yang menjadi kekurangan buku ini buat saya. 
Di pertengahan buku (karena tidak dibagi menjadi Bab, saya agak sulit menjelaskan di bab berapa), tapi Seiji akhirnya bekerja menjadi kuli di sebuah konstruksi sambil mencoba mencari pekerjaan tetap. Ia berteman dekat dengan bapak-bapak disana dan sering kali mendapatkan nasihat berharga dari mereka. 

Apa yang menjadi kekurangannya? 

Hmm, bukannya merendahkan profesi kuli, namun dialog para kuli di buku ini kesannya sudah seperti percakapan dengan psikolog saja. Rasanya percakapannya jadi tidak mengalir alami karena para kuli ini  bisa sampai menjelaskan kepada Seiji tentang perbedaan sikap orang-orang terdidik dengan tidak ketika mendapatkan informasi yang baru bagi mereka, bisa menjelaskan konsep Harga Diri sampai memberikan saran praktis apa yang bisa ia lakukan kepada ayahnya. 

Bukan berarti saya gak suka ini keluar dari teman-teman Seiji di kontruksi yaa huhu, tapi kesannya jadi maksa gitu, terutama karena percakapannya amat panjang-panjang. 

Aku sayang sekali pada sosok bapak-bapak kuli yang bijak ini namun bagian percakapan tentang harga diri ini sampai aku tandai di buku “Seiji macam sedang ngobrol dengan psikolog saja”.

Tapi mungkin ini juga jadi poin tentang kehidupan kalau bisa jadi kita menemukan kebijaksanaan atau saran justru bukan dari orang-orang yang kita duga sama sekali.

Perkembangan Karakter Seiji
Kalau ada satu hal yang membuat buku ini amat saya rekomendasikan untuk teman-teman baca, itu adalah perkembangan karakter Seiji dari awal, si laki-laki pemarah yang suka bentak-bentak ibunya, hingga menjadi sosok yang mencoba untuk paling banyak mengalah di rumah demi kesembuhan ibunya. 

Bagaimana ia berjuang mencari uang,
bagaimana ia berjuang mendapatkan pekerjaan tetap,
bagaimana ia berdamai dengan ayahnya,
bagaimana ia akhirnya bekerja sama dengan ayahnya,
bagaimana ia menjadikan kesulitan ketika mencari pekerjaan menjadi sebuah kekuatan ketika mendapatkan kesempatan untuk membuka peluang kerja bagi orang lain!

Aku suka sekali perkembangan karakternya! Dan tetap dibuat pas, karena bagaimanapun mengurus orang sakit (terutama yang sakitnya tidak terlihat seperti yang dialami Sumiko), pasti bisa membuat depresi orang yang mengurusnya juga. Seiji beberapa kali juga lepas kendali namun ia mengakuinya! gak lagi ngeles seperti kebiasaan yang ia lakukan di awal. 


Rating Asri
Buat saya buku ini layak mendapatkan rating 4 dari 5 bintang! sangat saya rekomendasikan untuk dibaca teman-teman semua, terutama kalau kamu suka novel-novel yang sosok didalamnya mengalami perkembangan karakter ke arah yang lebih baik, juga kalau teman-teman sedang di fase seperti Seiji: mencari pekerjaan. 

Informasi Buku
Judul Original: Freeter, Ie Wo Kau
Judul Bahasa Indonesia: Freeter Membeli Rumah
Cetakan Pertama: November 2021
Jumlah Halaman: 400 hlm; 19 cm
Penerbit: Penerbit Haru 
ISBN: 978-623-7351-86-3
Penerjemah: Ribeka Ota
Versi terjemahan Bahasa Indonesia bisa dibeli melalui Toko Resmi Penerbit Haru di Tokopedia (klik linknya ya)! Lumayan bisa free ongkir
Postcard dari Jombang

Selamat lebaran! 

Saya dan keluarga menghabiskan waktu lebaran di rumah keluarga suami di Jombang. Desa tempat kami pulang kebetulan sebuah desa yang sangat jauh dari pusat kota, belok dikit sudah masuk Lamongan :') lebih dekat ke Mojokerto bahkan daripada ke Kota Jombang. Untuk masuk desa ini, kami perlu melewati hutan jati, hutan mahoni, dan sawah serta kebun warga. 

Tidak ada sinyal telfon sama sekali di desa ini. Tapi wifi bisa masuk. Jadinya selama disini kami numpang wifi tetangga dan tetap dapat sinyal internet yang tetap menghubungkan kami dengan apa yang terjadi diluar sana. Sinyal disini bahkan amat stabil. Enam bulan lalu ketika berkunjung, sinyal di Desa ini pyar pet, sering sekali tiba-tiba mati terutama ketika hujan. Tapi ya, waktu itu saya bahkan sudah sangat bersyukur karena tetap bisa bekerja dari rumah ketika pulang. 

Pulang kali ini rasanya beda karena saya sama sekali tidak bekerja. Libuuuuur panjang. Selain itu, ini untuk pertama kalinya saya lebaran idul fitri disini. Dan: Tidak ada lontong, ketupat, opor, sambel goreng atau rendang sama sekali. :') Mungkin karena sekarang saya sudah bertambah tua, urusan makanan yang beda dari biasanya tak lagi jadi masalah. Tak ada makanan khas lebaran sama sekali, ya sudah tidak apa-apa. Walaupun jujur saya jadi kangen sekali rumah. Dan dengan pengaturan lebaran yang pasti di Jombang, saya tidak tahu kapan akan merasakan menu komplit lebaran idul fitri buatan Ibu di Cimahi. 

Bacaan-Bacaan di Libur Panjang Lebaran

Sepanjang di Jombang, saya membaca beberapa buku. Ada dua buku yang sedang saya baca (buku non fiksi) berjudul Set Boundaries Find Piece  - a guide to reclaimed yourself karya Nedra Glover Tawwab, buku ini saya beli di Google Playstore dengan harga 32.000 saja! best deal karena hanya 10% dari harga buku fisiknya. Saya baru selesai membaca bab pertama di kereta dari Bandung menuju Jombang.

Buku nonfiksi kedua berjudul 101 Essays that will change the way you think karya Brianna West, buku yang ini saya beli dari Konyv Bookstore beberapa hari sebelum berangkat ke Jombang. Karena isinya semuanya essay-essay nonfiksi, yang buat saya perlu banyak waktu untuk di"olah", saya berencana membaca satu essaynya per hari, rencananya! haha, karena ternyata sekarang baru baca 4 essays saja. Jujur saya membeli buku ini karena nagih banget baca essay setelah baca buku-buku Dea Anugrah, tapi buku ini agak beda, essay-essay disini banyak ditulis dari perspektif penulis tanpa menyertakan sumber pemikiran tersebut, ada sih catatan kaki buku-buku lain yang penulisnya baca di bawah keterangan essay, namun saya berharap mendapat lebih banyak sumber lagi hihi. Impresi membaca 4 esai pertama jadinya agak kurang berkesan, walaupun banyak coretan-coretan yang membuat saya berpikir lama juga, tapi ya, mari kita lanjutkan baca terlebih dahulu sebelum memberikan penilaian menyeluruh terhadap buku tersebut. 

Selain membaca dua buku nonfiksi tersebut, saya menamatkan membaca 3 buku fiksi! Freeter Membeli Rumah karya Arikawa Hiro, buku yang saya dapat dari Penerbit Haru untuk di Review. Reviewnya belum siap sih hehe, tapi membaca Freeter rasanya menyenangkan! 

Dua buku lainnya adalah buku romance yang direkomendasikan oleh seorang bookstagrammer setelah saya membaca The Love Hypothesis, yaitu buku berjudul The Spanish Love Deception karya Elena Armas dan The Girl with The Make-Believe Husband karya Julia Quinn, buku terakhir yang saya sebutkan merupakan buku prequel dari series Bridgerton. Sebagai penggemar buku-buku bergenre romance, membaca keduanya rasanya lumayan menghibur ditengah liburan panjang ini! Kalau sempat nanti saya akan bikin reviewnya juga ya!

Kalau teman-teman, membaca buku apa saja di libur panjang lebaran ini? 

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • Review Buku Angsa dan Kelelawar karya Keigo Higashino
  • Sabtu yang Menyenangkan dan kenapa saya suka membeli bunga
  • Review Asri: Manabeshima Island Japan karya Florent Chavouet
  • Main ke Toko Buku Pelagia Bandung
  • Review Asri - the house of my mother karya Shari Franke

Arsip Blog

  • ▼  2025 (16)
    • ▼  Mei 2025 (3)
      • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yu...
      • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim ...
      • Tiap Anak Berbeda, Termasuk Proses Melahirkannya; ...
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes