Lost in Leles

Saya kira nonton persib kemarin adalah hiburan terakhir sebelum kembali ke Bengkulu, well ternyata salah besar. Hari Sabtu saya kedatangan seorang sahabat yang kehadirannya sangat ditunggu dari awal saya datang ke Cimahi. Yapp, Kinan, BFF saya dari sman 5 cimahi. Ia datang dan menginap seperti biasa, sabtu sore kami merencanakan perjalanan yang agak sulit dilupakan sebelum berpisah dan karena dompet yang semakin tipis kami memutuskan untuk jalan ke Leles, Garut.
Begitu memutuskan akan pergi, kami langsung jalan kaki ke stasiun Cimahi mencari info untuk pergi kesana, kereta lokal purwakarta-cibatu berangkat ke arah cibatu dari stasiun cimahi jam 12.50 siang. kagok sekali waktunya dan tak ada kereta untuk pulang ke Cimahi dalam hari yang sama, kami harus pulang naik kereta lagi jam 5 subuh dari stasiun leles. So, kami memutuskan untuk backpacker singkat, ini pengalaman baru buat kami berdua. Hanya membawa Ransel yang isinya jaket dan bekal dari rumah.
Ongkos kereta lokal ke Leles cuma 3.500, harga ini sebenarnya yang membuat saya sangat ingin pergi ke Leles, murah sekali. Kereta datang tepat waktu, dan pemandangan di sepanjang kereta benar-benar menakjubkan, sayang saya bisa mengambil satu gambarpun, kami kebagian duduk disamping kaca yang sudah sangat buram, tapi pemandangannya masih jelas indah jika dilihat dengan mata.
tiba di stasiun Leles

Why Leles ? ini karena informasi tentang the famous Candi Cangkuang, tetangga saya ada yang orang Leles dan terus bercerita tentang candi ini. Saya jadi sangat penasaran, Kami turun dari stasiun leles  hampir jam 3, kami langsung bertanya ke supir angkot yang ada didepan stasiun untuk menuju ke situs candi, menggunakan angkot nomor trayek 10 dan turun tepat di alun-alun Leles, ongkosnya 2.000. Dari sini menuju situs candi jalannya cukup jauh, ada dua alternatif untuk menuju kesana. Naik ojek dan Naik delman. pilih mana ? tentu delman. Saya merasa lebih rileks naik delman dan ternyata sama sekali tak salah, pemandangan menuju situs candi juga sangat menakjubkan, hamparan sawah dengan background gunung-gunung yang berjejer begitu megah. dalam hari cuma bisa ngucap subhanallah.
Pemandangan di desa Leles 1
pemandangan di desa Leles 2
Pemandangan di desa Leles 3

Maskot perjalanan saya :D namanya Oci
 Untuk masuk ke situs ini kita membayar tiket seharga 3.000 rupiah ditambah ongkos naik rakit, karena candinya berada di daratan di tengah danau. ongkos rakitnya 5.000 rupiah. Ternyata bukan hanya ada candi loh disini, ada juga kampung adat pulo. kampung ini berjumlah 6 rumah dan satu mushola  yang hanya boleh ditempati 6 kepala keluarga, jika ada anggota keluarga yang menikah maka ia harus meninggalkan rumah ini.
Solo rakit

Rakit yang membawa ke Candi

Selain Kampung adat ada juga makam pembawa ajaran islam di samping Candi, dari beberapa sumber yang saya baca awalnya kampung ini adalah kampung dengan penduduk beragama Hindu yang kemudia berpindah ke Islam.
Candi Cangkuang

Sedikit info yang saya tanya kepada penjaga museum kecil disana, candi ini tak ditemukan dalam keadaan seperti sekarang, yang ditemukan hanya fondasinya yang berbenduk segi empat, jadi bangunan candi yang sekarang hanya perkiraan candi dahulu, batu yang asli dan digunakan kembali untuk renovasi candi hanya 40%. dari usia batu yang ditemukan dan bentuknya, candi ini diperkirakan telah ada dari abad ke-8 masehi.
Dokumentasi Museum

Setelah asyik wisata candi kami balik ke alun-alun, disini kami mulai bingung ingin menginap dimana, jelas tak mungkin di penginapan, selain tak tahu dimana, uang kami masing-masing hanya tinggal 20.000 rupiah, jadi kami memutuskan menunggu angkot ke masjid di dekat stasiun yang kami jumpai diperjalanan tadi, tapi angkot yang ditunggu tak kunjung datang, garut ke arah pusat kota macet parah, jadi kami jalan kaki. Disini yang unik, waktu jalan sambil menunggu angkot ada ibu-ibu yang jatuh dari motor dan tak ada yang menolong ditengah jalanan macet, kami berlari membantu ibu tersebut, waktu di ibu sudah pergi kembali karena tak ada luka dan kerusakan pada motornya, ada angkot lewat, kami hanya melongo waktu sadar angkotnya berjalan menjauh. Tapi ternyata ada balasannya loh waktu menolong orang, ini benar-benar terasa ditrip ini, beberapa langkah dari tempat kecelakaan tadi ada pom bensin yang cukup besar lengkap dengan mushola, kami sholat disini dan berpikir ingin menginap disini. kami ngobrol dengan ibu-ibu diwarung yang bilang kalau memang mau tidur disini minta izin dulu aja sama satpamnya.

Kami masih duduk anteng didepan warung di pom bensin itu karena berniat minta izin ke satpam usai isya, ada bapak-bapak yang bertanya "mau keatas juga neng ? macet banget ya ?"  kami jawab jujur kami mau menunggu kereta besok pagi disini, ternyata si Bapak tadi juga mau balik turun ke Bandung dan mengurungkan niatnya ke Tasik. Ia menawari kami tumpangan sampai ITC kebon kelapa. Sebenarnya di awal kami tak berpikir ini hal baik yang datang kepada kami karena menolong ibu tadi. Guys, jujur saya tak menyarankan untuk sembarangan naik ke mobil stranger yang tidak kita kenal, apalagi malam hari. Tapi saya dan kinan naik ke mobil jeep milik pak deden, begitu namanya. Saya duduk didepan dan kinan dibelakang, lumayan banyak mengobrol dan saya sangat kagum ketika melewati terowongan nagrek di malam hari, wow, kaya diluar negeri, tunnel panjang dengan lampu yang benderang saya jadi ingat adegan di film the perks of being a wallflower. Ini untuk pertama kalinya saya lewat lingkar nagrek. Tapi sayang seribu sayang, kami tak bisa turun untuk mengambil foto, padahal cantik sekali tunnelnya.
Masjid Raya di Malam hari
Sampai di ITC kami mengucapkan terimakasih pada pak deden dan kembali berjalan ke Alun-alun Bandung, pemandangannya beda sekali di malam hari di Masjid Raya, masjid ditutup, dan sepanjang pelataran masjid para tunawisma tidur disana. kami yang tadinya sempat berpikir mau tidur disitu jika tak ada angkot langsung ogah dan menggu angkot di halte, 15 menit kemudian angkot datang dan mengantarkan kami kembali ke Cimahi jam 10 malam teng. Waktu masuk rumah ibu saya sempat bertanya "kenapa ga jadi nginep ?" saya hanye menjawab singkat dapat tumpangan pulang dan langsung keatas untuk tidur.

Well, kalau syarat jadi backpacker harus tidur disembarang tempat waktu trip, jelas kami gagal total jadi backpacker, tapi kalau pengertian backpacker itu menggendong ransel dan pergi dengan budget minim, I think we're good enough for the first experience.

Numpang narsis :D

Oci dan Piggy (maskotnya kinan) di Cangkuang



Kapan ya bisa jalan lagi ?:P

2 comments

  1. wah pernah nih ke sini, tapi sebenernya ada dua pintu ke candi cangkuang yg satu lg ga naik rakit

    BalasHapus
    Balasan
    1. oya ? saya taunya cuma yg naik rakit hhe, kalau yg ga naik rakit lewat mana ?

      Hapus

leave yout comment here :)