Dimas dan Siyung Wanara


Dimas adalah bungsu dikeluarga kami, jarak usia Dimas dengan saya amat sangat jauh, 16 tahun. Dulu tiap kali memposting foto saya dengan Dimas ketika bayi, saya selalu disangka ibu muda yang belum tamat SMA tapi sudah punya anak, sekarang pun tiap kali kami jalan-jalan berdua atau bertiga bersama Bayu, saya selalu disangka sebagai Ibu, namun terkadang orang-orang yang memperhatikan tingkah kami bisa langsung menebak kalau Dimas adalah adik saya. Setua apapun saya (eh, bulan depan saya 23!) saya selalu hobi bertengkar dengan adik-adik saya.

Dua hari lalu saya mengajak Dimas main ke gramedia, jalan-jalan paska lebaran sambil belanja buku, sebenarnya saya sudah menahan diri dari rumah untuk tidak membeli buku lagi, karena banyak sekali buku yang belum saya baca di rumah, namun saya tidak tahan ketika membaca beberapa lembar buku Babad Tanah Jawi, yang memang sudah sejak lama ingin saya baca. Akhirnya, dengan perasaan bersalah namun senang, guilty pleasure orang menyebutnya, saya membeli buku ini. Harganya sedang di diskon 55 ribu saja karena kondisinya memang sudah tidak terlalu bagus luarnya.

Sampai rumah saya membaca bab-bab pertama, tentang Asal Muasal Tanah Jawa, Prabu Watu-Gunung dari Negeri Giling Wesi dan Siyung Wanara, baru 24 dari 780an lembar isi buku ini. Saya tak pernah bisa membaca kilat buku-buku nonfiksi, padahal kalau membaca buku fiksi, setebal apapun biasanya tidak akan berhenti sampai saya membaca endingnya T.T. Saya pasti ketiduran ketika membaca buku-buku genre ini.

Sore tadi saya bercerita tentang Siyung Wanara kepada Dimas, ia mendengarkan sambil bermain lego, semakin lama, ia semakin tertarik dan 100% menyimak apa yang saya sampaikan, sayangnya saya banyak sekali lupa nama-nama penting dalam cerita Siyung Wanara, sampai saya selesai bercerita, Dimas mengambil buku Babad Tanah Jawi yang ingin saya lanjutkan baca, dia bertanya halaman berapa cerita tentang Siung Wanara dan membaca sendiri ceritanya.

Awalnya saya kira ia hanya ingin melihat nama-nama yang saya lupakan, namun ternyata ia membaca betul cerita tersebut, ketika sampai di bagian Siyung Wanara harus dibuang ke sungai, ia berkomentar, "Seru geuning mba, tapi sedih juga, kasian bayinya dibuang".

Wah.

Dimas betul-betul membaca, saya sampai kaget dibuatnya, baru sampai lembaran ketiga, ia menyimpan buku dan buru-buru lari ke masjid untuk sholat berjamaah, sampai rumah ia lanjutkan lagi membaca cerita tentang Siyung Wanara. Tentu ada beberapa kata yang tidak ia mengerti, ia bertanya dan saya mencoba menjelaskan arti kata tersebut.

Sebetulnya Dimas tidak terlalu suka membaca, namun ia selalu semangat membaca cerita dari dongeng yang saya ceritakan, begitu juga cerita nabi, kisah 1001 malam, ia membaca buku-buku kisah tersebut setelah ia tertarik mendengarkan dongengnya.

---

Melihat Dimas mampu memahami sepenggal cerita dari buku Babad Tanah Jawi membuat perasaan saya sedikit campur aduk, bangga karena adik saya yang amat lucu dan menyebalkan ini baru masuk kelas 2 minggu depan namun tidak malas membaca buku hanya karena melihat tebalnya isi buku, juga malu karena saya dulu boro-boro baca buku seperti ini, memegang buku pun ogah.


0 comments

leave yout comment here :)