Journal Asri
  • Home
  • About Me

 



Kemarin saya ikut kelas webinar berjudul Belajar Mengkurasi Buku Bacaan Anak #2 bersama Ibu Sofie Dewayani, Ketua Yayasan Litara Foundation san Ketua Satgas Gerakan Literasi Sekolah Kemdikbud. Kegiatan ini diselenggarakan oleh komunitas Read Aloud Yuk! 

Saya sudah mendaftar kelas ini sejak seminggu sebelumnya dan cukup bersemangat menunggu webinarnya. Kenapaaaa? Karena sejak hamil saya banyak membaca buku anak, selama hamil saya banyak membaca buku-buku digital dari Gramedia Digital, Literacycloud.org atau Let's Read. Namun mulai menyiapkan diri juga menabung buku-buku fisik untuk anak. Nah, buku fisik ini terutama buku anak! seperti yang teman-teman semua tau sungguh tidak murah harganya haha. Menurut saya jadi penting sekali memiliki bekal pengetahuan buku anak apa saja sih yang bagus yang baiknya dimiliki di rumah?, namun selain kebutuhan pribadi pun, saya dan teman-teman di Hayu Maca sedang merancang sebuah program baru di tahun ini yang harapannya bisa menyasar pustakawan dan pengurus perpustakaan sekolah di Cimahi agar bisa memiliki kemampuan yang lebih mantapppp jelang Tahun Ajaran baru (yang katanya sudah mulai sekolah tatap muka lagi ya), jadi saya memilih ikut agar bisa belajar lebih dulu dan ikut memilah materi mana yang dirasa cocok untuk guru-guru ini. 

--

Kelasnya sendiri berdurasi dua jam saja, namun jangan khawatir, panitia akan membagikan materi untuk kita pelajari beberapa hari sebelumnya (berbentuk ppt paparan Bu Sofie), selain bisa baca materinya lebih awal, kita bisa bertanya dan pertanyaan-pertanyaan ini nanti akan dijawab Bu Sofie setelah kelas usai dalam bentuk voicenote. Oh iya, satu lagi, walaupun ini judulnya Belajar Mengkurasi Buku Bacaan Anak #2, tidak berarti kita harus ikut yang pertama kok! Karena sebenarnya (kalo menurut panitia di IGS) ini materi yang sama tapi ada tambahan materi yang lebih kaya + ada doorprizenya aja, sebelumnya kelas #1 sudah dilaksanakan (dan saya ketinggalan infonya). 

Lalu belajar apa saja di kelas ini? 

Banyaaaaak!

Disini alih-alih 'buku anak', Bu Sofie mengenalkan istilah sastra anak dan mengapa penting memilih sastra anak sebagai sumber bacaan untuk anak. Tapi Sastra Anak yang dimaksud disini bukan berarti bacaan klasik seperti buku Ernest Hemmingway dan lain lainnya yaaa hehe. 

Jadi kenapa Sastra Anak?

- Mengandung elemen estetika
- Memiliki daya gugah
- Mengembangkan kemampuan berpikir, mengembangkan ruang imajinasi dan interfensi
- Menjadi cermin kehidupan; media untuk mendiskusikan permasalahan sehari-hari
- Tidak terbatas ruang dan waktu
- Menyenangkan

Ini hanya ringkasan saja sebetulnya, saya amat menyarankan teman-teman yang tertarik mengetahui lebih lanjut tentang sastra anak untuk ikut kelasnya langsung jika ada lagi hihi, kenapa? karena dari satu bagian penjelasan saja, Bu Sofie bisa cerita banyak hal termasuk dari pergeseran tren sastra anak dulu dan sekarang yang dipengaruhi oleh media lainnya!

Peran Sastra Anak

Nah lewat kelas ini juga saya jadi tahu tentang sastra anak sebetulnya diharapkan untuk bisa menghubungkan antara anak (dirinya sendiri) -- teks (buku yang ia baca) -- dan dunia. 

Jadi membaca berperan penting disini untuk menyiapkan anak sebagai penduduk global. 

Lalu, Bagaimana memilih sastra anak? apa yang perlu kita perhatikan dalam memilih buku untuk anak. 

Disclaimer dulu: 

1. Bu Sofie sendiri menegaskan, gak ada buku anak atau ilustrator anak yang membuat buku dengan tujuan yang buruk/ingin menjerumuskan anak ke hal negatif misalnya, jadi se 'tidak' oke tidak okenya Buku Anak, pasti tetap ada nilai yang bisa anak pelajari lewat buku. 

2. Buku anak tetap harus diperhatikan dari usia anak ya! Usia bayi dan balita misalnya perlu mengenal konsep terlebih dahulu (buku nama-nama binatang dan suaranya, buku tentang warna, bentuk, buku dengan banyak gambar dan bahkan tidak ada teks sama sekali)! Gak ujug-ujug dibacakan buku sastra anak. Pun tingkat selanjutnya, anak-anak PAUD, gak apa dikenalkan pada buku yang bisa memberikan anak konsep 'membedakan mana yang baik dan yang buruk', nantinya ketika di SD baru dikenalkan pada buku dimana anak bisa menyimpulkan sendiri. 

Jadi, poin-poin apa nih yang perlu kita pegang untuk tahu kalau buku itu buku sastra anak yang bagus?

1. Tokoh yang dinamis dan berkembang secara natural
2. Tema yang dekat dengan kehidupan anak
3. Alur cerita yang membangun keingintahuan
4. Mengandung journey/perjalanan (baik fisik, emosi maupun psikologis)
5. Anak terlibat aktif menemukan sesuatu (discovery)
6. Memiliki konflik/drama yang menarik bagi anak
7. Mengandung Optimisme 

Adakah cara paling mudah menentukan buku tersebut cocok untuk anak usia berapa tahun?

Ada! Lihat perkiraan usia tokoh utamanya! jika di buku tersebut tokohnya berusia bayi, maka itu buku yang cocok untuk anak bayi, kalau tokoh utama dibuku itu adalah anak SD, ya berarti itu akan cocok untuk anak usia SD. Bagaimana jika tokohnya bukan manusia? Yaaa kita baca dulu untuk perkirakan usianya.

Bu Sofie juga menambahkan rambu khusus dalam memilih buku anak. Kalau kita orang dewasa saja suka melihat bukunya, senang dengan ilustrasi dan ceritanya maka anak mungkin akan suka. Tapi jadi penting juga berikan anak pilihan ketika berada di Toko Buku misalnya, biarkan aank memilih buku pilihannya dan jangan dibatasi ya!

Apalagi yang didapat di Kelas ini?

Banyak sekali nih, saya tidak mungkin bisa menuliskan semuanya disini, pasti akan lebih asyik kelau teman-teman ikut langsung kelasnya, apalagi jika teman-teman adalah guru atau pustakawan sekolah. Rasanya ini ilmu penting sekali! saya ingat dulu waktu kuliah gak pernah dapat paparan apalagi mata kuliah tentang sastra anak, padahal buat calon guru PAUD/SD, yang sehari-hari berinteraksi sama anak, penting banget bisa kasih rekomendasi buku-buku bagus buat di kelas kan!

Nah hal-hal lain yang mungkin bisa teman-teman dapatkan di kelas ini, tapi tak bisa saja jelaskan di blog adalah: Fungsi sastra anak sebagai jendela, cermin dan pintu geser. Kemudian kita akan dikenalkan dengan beberapa genre di sastra anak juga, bagaimana cara menggunakan buku sebagai alat pemantik diskusi + Bu Sofie banyak sharing tentang alat ukur pendidikan terbaru, namanya AKM yang menggantikan UN, nah AKM ini banyak mengacu pada kemampuan literasi. Kayanya kejaran pemerintah sekarang sedang ingin berbenah memperbaiki skor literasi PISA yaa sekarang sampai UNnya diganti gini hehe. 

Apakah setelah ikut kelas ini saya jadi bisa dengan mudah menentukan buku apa yang mau saya beli untuk anak nanti?

Saya pribadi gak juga sih, tetap masih harus belajar, tapi banyak tercerahkan juga! Yang pasti jadi makin semangat membekali anak dengan skill mencintai buku dan bacaan sejak kecil hihi!

Karena buat saya kemampuan yang bisa dinilai seperti AKM, PISA dan lain-lain adalah bonus. Sekarang goals utamanya adalah: Bagaimana membuat anak saya nantinya bisa mencintai membaca, bisa menghargai buku, bisa menjadikan buku sebagai teman bermain sehari-hari. 

Dan tugas saya sebagai orang tua juga membekali diri dengan kemampuan mengkurasi buku, tidak mudah menghakimi buku-buku dan tentu yang paling penting: MEMBEKALI DIRI DENGAN KECINTAAN PADA MEMBACA juga hehe! 



Maret ini banyak membaca tapi malah absen menulis. Maklum yaa blogger amatir yang tidak taat pada jadwal menulis yang dibuat sendiri (haha) mencoba disiplin menulis ini berat betul! Jadi mari kita mulai lagi. Hari ini saya membaca buku tentang hidup minimalis ala orang Jepang. Buku yang cukup terkenal dan rasanya sudah dibaca banyak orang, saya termasuk yang ketinggalan kereta baru baca di 2021! Tentu bacanya dilandasi kebutuhan berbenah rumah kontrakan menjelang kedatangan penghuni baru di rumah. 

Buku ini saya baca di Gramedia Digital, sebuah langkah yang selaras dengan misi bukunya: membaca tanpa harus memiliki hihi. Berisi catatan perjalanan hidup minimalis penulis yang tidak terlalu detail secara personal, namun memberikan gambaran apa yang ia lakukan hingga sampai pada gaya hidup seperti saat ini. Penulisnya membagi buku ini jadi lima bagian:

1. Mengapa Minimalisme?
2. Mengapa Kita Mengumpulkan Barang Begitu Banyak?
3. 55 Kiat berpisah dengan barang, 15 kiat tambahan untuk tahap selanjutnya dalam perjalanan menuju minimalisme
4. 12 Hal yang berubah sejak saya berpisah dari barang-barang kepemilikan
5. "Merasa" bahagia alih alih "Menjadi" bahagia

---
Buku ini diawali dengan lampiran visual contoh 'tempat/hunian' hidup minimalis dan gaya hidup minimalis. Di awal bagian penulis mengajak kita merenung "Tak seorang pun yang lahir ke dunia dengan membawa suatu benda", semua orang mengawali hidup sebagai seorang minimalis dan 'nilai' kita tidak ditentukan berdasarkan seberapa banyak barang yang kita punya. Ia menceritakan hari-harinya sebelum menjadi minimalis hingga akhirnya memutuskan untuk 'membuang' barang-barang yang sebetulnya amat ia sayangi. 

Yang membuat saya tertegun adalah refleksi penulis tentang ia dan buku-buku koleksinya. Dibuku ini ia mempertanyakan, "sebenarnya, beli banyak buku, disusun banyak di rak, tujuannya apa sih?" beneran untuk dibaca dan menambah ilmu pengetahuan atau ingin 'pamer' doang ke orang kalau ia orang yang suka membaca, punya beragam buku dari beragam genre dan sebagainya. Ini jadi pertanyaan menarik buat saya pribadi yang sampai sekarang, walaupun sudah melepas setengah koleksi buku saya, masih punya cukup banyak buku koleksi di rumah! Yang debunya naudzubillah tiap dibersihkan pasti bikin bersin-bersin. Haha. 

Ia juga menceritakan barang-barang apa saja yang ia buang beserta harganya dan bagaimana perasaannya setelah membuang barang-barang tersebut. Wow! cukup ekstrim yaaa! Saya sendiri walau ingin belajar menjadi minimalis rasanya tidak akan langsung 'membuang' barang-barang saya begitu saya. Sebenarnya dibanding menjadi seorang minimalis, saya lebih ingin belajar untuk berhenti menjadi seorang hoarder, penimbun segala rupa barang-barang di rumah! Sekali lagi, debunya itu loh! ingin juga mulai mengganti furnitur di rumah dengan yang lebih sederhana namun bisa menampung banyak barang sehingga rumah tidak terasa sempit. Namun sebagai kontraktor (alias masih ngontrak) bisa apaa hahaa, apalagi masih ada beberapa furnitur besar & lawas punya pemilik rumah yang akhirnya saya gunakan agar fungsional dan tidak malah menuh-menuhin tempat. 

--

Ah, yang saya suka dari buku ini (selain 55 tips yang sepertinya beberapa bisa dipraktekkan buat saya) adalah tujuan akhir dari gaya hidup minimalisme ini. Minimalisme, tidak seperti apa yang kita lihat di medsos, bukan tentang pamer seberapa sedikit barang yang kita punya, atau yang sangat salah: menghakimi orang-orang yang memiliki banyak barang. Hidup minimalisme justru untuk mencari ketenangan (dengan sedikit barang yang dimiliki, sedikit tanggung jawab dan kekhawatiran yang kita punya) juga untuk merasakan kebahagiaan. 

Adapun biaya hidup yang lebih murah, gaya hidup yang lebih ramah alam, itu bonus yang mengikuti gaya hidup ini. Pada akhirnya kebahagiaan yang dicari. Ini malah membuat saya berpikir, yaa memang tak semua orang cocok dengan gaya hidup ini yaa, kalau kita bisa bahagia dengan hidup minimalis then do it, perlahan lahan. Tapi kalau tidak ya sudah tak apa. Selama itu bikin kamu bahagia! 

Banyak sekali orang-orang penganut hidup minalisme akhisnya merasakan kebahagiaan karena mindset luar biasa yang bekerja: tidak takut pada apa kata orang, tidak takut disangka miskin, menjadi diri sendiri, tidak terbebani dengan barang-barang yang dimiliki, lebih sedikit beban. 

Justru mindset penting ini yang harus dimiliki. Kalau kita masih takut dengan penghakiman orang, boro-boro hidup minimalis hehe tidur pun tak tenang karena kebanyakan berpikir. 

--

Buku ini asyik dibaca tapi lebih asyik lagi kalau dipraktekkan hehe! so far saya lebih suka baca buku ini dibanding buku serupa yang ditulis Marie Kondo. Selamat membaca teman-teman semua!

---
Informasi Buku

Judul Buku: 
Bokutachini, Mou Mono Wa Hitsuyou Nai 
Goodbye, Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang
Penulis: Fumio Sasaki
Pertama kali diterbitkan: 2015 (Jepang), 2018 (Indonesia)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Annisa Cinantya Putri
Tersedia di Gramedia Digital

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Nih buat jajan

POPULAR POSTS

  • Review Asri - Buku Seribu Wajah Ayah karya Nurun Ala
  • Review Asri: Buku Confession karya Minato Kanae
  • Reading Recap September 2021
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • We're Expecting!
  • Juni yang Tidak Terlalu Bersahabat
  • [Review Asri] Failure - Greatmind
  • Review Asri - The Power of Language Karya Shin Do Hyun & Yoon Na Ru
  • Senin Pagi

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Kamu pengunjung ke

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ►  2023 (7)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (53)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (13)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ▼  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ▼  Maret 2021 (2)
      • Belajar Mengkurasi Buku Bacaan Anak bersama Ibu So...
      • Review Asri - Goodbye, Things Hidup Minimalis Ala ...
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (15)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember 2017 (1)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (32)
    • ►  Desember 2014 (9)
    • ►  November 2014 (7)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (3)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (69)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (4)
    • ►  Januari 2013 (11)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)
Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes