Journal Asri
  • Home
  • About Me
Teman-teman sejak kapan kenal majalah bobo?
Alhamdulillah seingat saya dari SD kelas 1 saya sudah kenal dengan majalah ini. walaupun tidak bisa langganan karena harganya lumayan dengan uang jajan pas-pasan anak SD dulu :) saya beberapa kali dibelikan bapak atau beli sendiri majalah bekasnya di tempat loak depan kelenteng di Arjawinangun Cirebon dulu, saya ingat sekali harganya cuma 500 rupiah, jadi kalau ada uang sisa jajan saya mampir untuk beli BOBO.
 
Kemarin saya ke pagar jati lagi. Ngajar. Minggu sebelumnya kami pernah buat mading dan saya bawa beberapa majalah bobo untuk referensi mading mereka. mereka sibuk buat mading, tak sempat
baca atau melihat-lihat secara jeli. Hanya mencari gambar dan tulisan yang mereka suka, gunting, tempel. Nah Kemarin baru mereka benar-benar membaca, saya tanya beberapa anak "sering enggak baca majalah BOBO?". Wulan, yang ditanya menggeleng-geleng saja sambil terus baca. "Tapi taukan ada majalah namanya majalah BOBO?" wulan menggeleng lagi.
Wulan & Majalah BOBO pertama yang ia baca

Ya Allah, baru saya sadar ternyata hampir semua anak Pagar Jati yang saya temui tiap minggu baru kali ini memegang dan membaca majalah BOBO, bekas pula. karena saya hanya membawa sekitar enam majalah, mereka berebut ingin baca.
 
Ketika mau pulang pun mereka merengek minta dipinjamkan majalahnya. tapi karena majalahnya sedikit dan kalau ada yang tak kebagian mereka malah berantem dengan temannya sendiri, saya tak meminjamkan majalah BOBOnya.
 
Sekarang ini jumlah sumbangan buku dan majalah yang kami punya memang belum banyak. Ada terpikir rencana untuk memberikan mereka majalah bobo satu anak satu majalah untuk jadi majalah bobo 'pertama' yang mereka miliki. masalahnya hanya ada sedikit majalah yang kami punya untuk dibagikan (terakhir mba eka menyumbangkan koleksi majalah bobonya), tidak cukup untuk dibagikan pada tiap anak. Jumlah anak di Pagar Jati kalau hadir semua bisa mencapai 30an anak.
 
Kami masih membutuhkan 20an lebih majalah agar mereka bisa punya majalah BOBO pertama mereka. Sebenarnya tak hanya majalah BOBO,  banyak majalah anak lain yang beredar. Tapi kan hamper semua anak Indonesia kenal majalah bobo, jadi waktu tau mereka belum pernah baca, asli saya speechless.
 
Teman-teman yang kebetulan membaca tulisan ini dan kebetulan punya koleksi majalah BOBO dirumahnya, atau majalah anak lainnnya dan peduli pada anak-anak di pagar jati yang sangat minim sumber bacaan, bisa menyumbangkan majalah-majalahnya. Bisa menghubungi saya melalui Facebook, in shaa Allah majalahnya nanti akan diberikan kepada anak-anak di Pagar Jati. 
 
NB : Desa Pagar Jati ada di Kabupaten Bengkulu Tengah, lokasinya sekitar 1,5 jam dari pusat kota Bengkulu, dekat tapi akses kesana tidak mudah karena jalan yang sangat jelek, Sahabat Moeda Mengabdi sejak tahun lalu mulai rutin seminggu sekali datang kesana untuk berbagi ilmu dengan anak-anak disana. untuk teman-teman yang tertarik bergabung mengajar, sila hubungi saya :)
Ceritanya habis HPN kemarin semangat blogging saya dan beberapa teman-teman blogger Bengkulu juga ikut naik :) mulai pada aktif blogging, share link blognya dan grup komunitas di facebook juga aktif lagi. Jujur saya sudah lama ingin kopdar sama teman-teman blogger Bengkulu, sekedar share dan berbagi tentang blog, nambah temen juga. Malah kepikiran bisa ngajakin teman2 komunitas roadshow ke SMA biar pada hobi blogging.
Tapi sampai hari ini belum pernah sekalipun komunitas blogger Bengkulu Kopdar, hehe rencananya saya sama kak Razie, yang buat grup komunitas blogger di Facebook mau mulai ngadain kopdar perdana hari sabtu depan tanggal 22, buat kalian yang kebetulan baca blog saya yang tinggal di Bengkulu dan kebetulan blogger, gabung yu :) kita ketemu dan kenalan satu sama lain, siapa tau bisa nimba ilmu dari blogger-blogger yang berpengalaman.
Kopdar Komunitas Blogger Bengkulu
Masjid Nurul Iman, Desa Pagar Jati
Saya baru pulang dari Desa Pagar Jati Bengkulu Tengah, sangat lelah tapi tak sabar untuk bercerita :). Saya pergi mengajar disana tiap minggu, tahun lalu diblog ini saya pernah bercerita tentang sebuah program mengajar di sebuah desa yang cukup jauh dari Kota Bengkulu, kalau dibilang desa tertinggal sebenarnya tidak juga, tapi kenapa mau mengajar disana bersama sahabat Moeda lainnya ? kalau saya yang ditanya jawabannya malu dengan semangat adik-adik disana untuk tetap belajar. Di Hari Minggu, hari dimana mereka bisa saja beristirahat atau tidur-tiduran dirumah, nonton TV seperti apa yang dilakukan anak Kota di Hari Libur, Jalan-jalan bersama keluarga atau kegiatan lainnya tapi mereka tetap memilih pergi menunggu kakak-kakak dari 'Kota' datang untuk sekedar membagi sedikit ilmu (dan Kue :D).
'Bikin Mading' dibantu kak Arif dan Kak Ihsan
Program Moeda mengabdi sudah setahun berjalan, sempat vakum beberapa bulan karena terpotong masa liburan tapi sekarang kembali aktif dan lebih wow dari minggu-minggu sebelumnya. Di Dusun dua, ada konflik warga yang menyebabkan tak lagi banyak anak yang mau pergi mengaji, beberapa malah dilarang orang tuanya :) padahal biasanya mereka sangat semangat, tapi sekarang tinggal tersisa empat anak yang masih menunggu kami tiap minggu siang, di Dusun satu, yang dulu anak-anaknya harus dijemput waktu mau mengaji, sekarang berubah 180 derajat, alih-alih kami mengunggu anak-anak yang mau datang, sekarang mereka yang menunggu kami di Masjid, dan Jumlahnya lebih banyak dari biasanya. Bahkan beberapa anak yang sulit diatur sekarang sudah mulai klik dengan beberapa kakak atau mba dan mau nurut.
 
MADING-ku
Hari ini saya dan teman-teman datang dengan membawa peralatan untuk membuat MADING. tapi rupanya tak satupun dari mereka tau apa mading, ketika dijelaskan kalau mading adalah singkatan dari majalah dinding yang berisi informasi dan karya serta pengetahuan yang bisa dibaca seluruh orang mereka masih tak serius mendengarkan, jadi ketika ditanya ulang 'Ada apa aja di Mading ?' ada yang celetuk bilang 'CICAK'. Saya hanya bisa menahan tawa.
Mereka membuat mading dibantu kakak dan mba yang lain, menggambar, menggunting, menempel. Beberapa dari mereka tampak menikmati kegiatan ini, andai saja di sekolah mereka ada ekstrakulikuler mading sehingga kreativitasnya bisa terus diasah. :)
Dayat & Rosul presentasi mading kelompoknya
Kembali lagi ke program Moeda Mengabdi, setahun ini banyak sekali yang telah kami alami, ban motor yang pecah sudah tak terhitung lagi jumlahnya, jumlah korban pengajar yang jatuh dalam perjalanan juga :), tapi sampai sekarang masih tetap ada yang rela meluangkan waktunya tiap minggu untuk bertemu dengan adik-adik di Pagar Jati.
what a tough day : Badai dan pohon runtuh menghadang
Ada yang menghargai dan salut atas usaha nyata yang dilakukan para sahabat moeda, ada juga yang dengan tanpa perasaan mengatakan kegiatan kami terlibat dengan politik dsb.
Waktu pertama kali mendengar tentang kegiatan kami yang dikait-kaitkan dengan politik, saya sangat emosi, kesal, bahkan mengeluarkan perkataan kasar. Kalau dipikir-pikir sekarang lucu juga :) apa gunanya saya marah, akan selalu ada haters apapun kegiatan positif yang kita lakukan. dan biasanya alasannya adalah karena mereka tidak bisa melakukan kegiatan yang kita lakukan.
Semoga dengan seiringnya waktu makin banyak yang tertarik untuk ikut mengajar :) Berhenti mengutuki keadaan, mulai nyalakan lilin dan turun tangan.
 

Lapak Buku Baru dan Bekas di Palasari, tempat favorit hunting Buku di Bandung

Siapa pernah dengar istilah judul diatas ? Jujur saya sendiri baru pagi ini mendengar dan membacanya. Setelah beberapa bulan hanya berkutat bersama buku dan jurnal yang berhubungan dengan penelitian, saya baru sempat membaca kembali blog pendidikan favorit saya, blog pak Satria Dharma yang bisa teman-teman lihat di www.satriadharma.com.
Posting terakhir beliau bercerita tentang tragedi nol buku yang dianggapnya merupakan tragedi pendidikan Indonesia yang kurang diperhatikan oleh para pembuat kebijakan di kementrian juga oleh para pendidik di sekolah. Tragedi dimana tidak ada buku bacaan yang wajib dibaca oleh siswa di sekolah. Buku sastra khususnya. Dan penelitian tentang tragedi nol buku telah dilakukan oleh Taufik Ismail sejak tahun 1950, tak hanya di Indonesia, hasilnya di Negara-Negara lain siswa diwajibkan membaca beberapa buku sastra dalam setahun, sedangka di Indonesia : 0.
Saya termasuk produk pendidikan nol buku ketika SD, SMP dan SMA. Bukan berarti saya tidak membaca, tapi semua guru bahasa dan sastra Indonesia ataupun Inggris tak pernah ada seorang pun yang mewajibkan kami membaca karya sastra. Saya membaca Siti Nurbaya, Layar Terkembang, kumpulan puisi Perahu Kertasnya Sapardi Djoko Damono, semua berawal dari penasaran. Guru di SMA biasanya hanya mewajibkan kita membaca satu buku ketika memasuki materi membuat resensi.
Sampai kemarin saya pikir yang paling gawat dan menghawatirkan dalam pendidikan di Indonesia adalah keadaan guru-guru yang masih memiliki pola pikir kuno dalam mengajar, sekarang kalau diuraikan lagi kenapa mereka seperti itu, ya mungkin karena menjadi korban dar tragei nol baca.
Bahkan sampai kampus pun, tak semua dosen saya mewajibkan kami membaca, hanya ada satu dua yang memberi daftar buku yang wajib dibaca, sisanya tak ada.
Beruntungnya saya bertemu dengan teman-teman yang hobi membaca, jadi tak benar-benar lupa dengan kegiatan yang sebenarnya menjadi perintah pertama Allah untuk Nabi Muhammad SAW. Sekarang ini sebenarnya sudah banyak forum atau website bagi yang hobi membaca. goodreads.com contohnya, atau forum baca di tiap kota tempat kita tinggal. Tapi tetap saja wajib baca di sekolah harus mulai digalakkan. ini paragraph favorit yang saya copy dari blog pak satria :
Tapi kewajiban baca 25 buku itu tidak bertujuan agar siswa jadi sastrawan. Tidak. Sastra cuma medium tempat lewat. Sastra mengasah dan menumbuhkan budaya baca buku secara umum.
Seorang Anak Baru Gede di tahun 1919 masuk sekolah SMA dagang menengah Prins Hendrik School di Batavia. Wajib baca buku sastra menyebabkannya ketagihan membaca, tapi dia lebih suka ekonomi. Dia melangkah ke samping, lalu jadi ekonom dan ahli koperasi. Namanya Hatta. Seorang siswa yang sepantaran dia, di AMS Surabaya, juga adiksi buku. Kasur, kursi dan lantai kamarnya ditebari buku. Tapi dia lebih suka iImu politik, sosial dan nasionalisme. Dia melangkah ke samping dan jadi politikus. Namanya Soekarno.
Nah, posting ini bukan untuk sekedar share hehe posting ini juga berlaku untuk saya yang mulai malas baca belakangan ini :P


Arbain Rambey :)

Awalnya saya sempat agak kesal sama persiapan lebay pemprov Bengkulu buat nyambut HPN 2014 di Bengkulu, umbul-umbul sepanjang jalan, belum lagi pemberitaan di tiap media yang asli lebay. Tapi sekarang bersyukur dah :) Habisnya gara-gara HPN di Bengkulu bias ketemu dan belajar langsung dari Arbain Rambey :)
Dulu waktu liburan di Cimahi, saya cuma nonton dua stasiun TV, KompasTV & NET.TV. di Kompas saya lumayan sering nonton acara Klik! Arbain Rambey dari situ banyak berlajar tentang fotografi walaupun ga punya kamera bagus. Waktu ada acara Journalist Day 2013 di UI juga pembicara dari bidang Fotografinya Arbain Rambey, tapi karena UKM Jurnalistik lagi focus sama penulisan, saya ngambilnya kelas penulisan yg diisi sama Mas Wahyu dari Tempo.
Kemarin ga nyangka Kompas ngadain Workshop Jurnalistik & Klinik Fotografi di Unib, dan pembicaranya yap. Mas Arbain Rambey :) kita belajar street photography. Mas Arbain banyak banget berbagi ilmu hehe dan yang saya suka ga ada pembicaraan masalah ISO, diafragma, speed dll. Soalnya kan seolah-olah pro banget kalau udah ngomongin itu, sedangkan saya cuma pakai foto sebagai pajangan tambahan tulisan saya di blog. Beliau bilang urusan teknik memang penting, tapi porsinya paling cuma 3%, percuma nguasain teknik tapi ga dapat moment dan posisi yang pas buat fotoin :). Ah asli keren deh. Jadi semangat lagi belajar fotografi, jurnalistik dan media hehe. beberapa bulan ini dibuat mumet sama proposal skripsi yang ga kelar dan karena UKM jurnalistik di kampus sekarang (ga tau kenapa) mandek, tambah ga ada media buat belajar dan nulis. Tadi pagi akhirnya ada juga temen yang sadar dan SMS. "Ini Hari Pers Nasional loh di Bengkulu, kok anak UKM Jurnalistik diem aja ?" hehe. Semoga HPN bawa berkah sendiri ga cuma buat saya, tapi juga UKM Jurnalistik FKIP Unib. Amieeen :)

Ada bilang musuh kita yang terbesar sebenarnya bukan orang lain tapi diri kita sendiri. Saya percaya dengan kata-kata itu. bagi saya sendiri musuh terbesar yang saya tau tapi sampai sekarang tak tau bagaimana mengatasinya adalah : MALAS.
Baru sekarang saya membuka kembali blog dan berusaha menulis lagi walaupun kaku. dua bulan lebih tak menulis apapun, kalau perang batin dalam otak sedang terjadi ada saja alasannya, laptop rusak, handphone rusak, mau fokus buat proposal penelitian. Yah, namanya juga manusia, perang sama diri sendiri juga masih tetap tak mau kalah. Pada akhirnya januari 2014 terlewatkan tanpa satu posting pun, termasuk kisah akhir di Thailand.
Saya kembali ke Bengkulu pertengahan desember lalu, walaupun langsung disibukkan dengan tugas-tugas dan prosposal sebenarnya masih banyak waktu senggang untuk menulis, belajar menggambar dan belajar hal lain yang ingin sangat ingin saya pelajari, tapi entahlah. Semakin bertambah usia rasanya makin tak hilang rasa malas ini :(
Karena itu Februari ini akan saya buka dengan menuliskan target yang harus saya lakukan dalam sebulan penuh, ada dua yang penting sebenarnya : Seminar Prosposal dan kembali menulis di Blog :)
Rasanya seperti newbie, dua bulan tak menulis, tak bisa bercerita apapun. Seorang teman ada yang bialang saya belum move-on dari Thailand, jiwa saya masih ketinggalan di daycare sana. Sebenarnya nggak juga sih, saya ga sibuk mengenang perjalanan kemarin sampai lupa kalau sekarang sudah kembali ke tempat dimana saya seharusnya berada, rasa kangen akan selalu ada untuk anak-anak di daycare yang super imut, tapi disini saya juga langsung sibuk dengan aktivitas favorit yang sudah enam bulan terlewatkan : Moeda Mengabdi. Tapi Moeda Mengabdi tak akan saya ceritakan dalam posting ini :) kasihan harus berbaur dengan posting tentang betapa pemalasnya saya.
ini jelas posting curhat, padahal sering saya mengingatkan diri untuk tak curhat di blog :D tapi ya gimana :D suka kagum sama blogger atau penulis yang rajin nulisnya, rutin, bolong-bolongnya ga kelamaan. Semoga bias makin rajin deh bulan ini.
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Nih buat jajan

POPULAR POSTS

  • Review Asri - Buku Seribu Wajah Ayah karya Nurun Ala
  • Review Asri: Buku Confession karya Minato Kanae
  • Reading Recap September 2021
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • We're Expecting!
  • Juni yang Tidak Terlalu Bersahabat
  • [Review Asri] Failure - Greatmind
  • Review Asri - The Power of Language Karya Shin Do Hyun & Yoon Na Ru
  • Senin Pagi

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Kamu pengunjung ke

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ►  2023 (7)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (53)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (13)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (15)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember 2017 (1)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ▼  2014 (32)
    • ►  Desember 2014 (9)
    • ►  November 2014 (7)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (3)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ▼  Februari 2014 (6)
      • Majalah BOBO
      • KOPDAR yuk !
      • MOEDA MENGABDI : setahun cerita
      • Tragedi Nol Buku
      • Berkah HPN
      • MALAS
  • ►  2013 (69)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (4)
    • ►  Januari 2013 (11)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)
Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes