Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, Bacaan untuk Memahami Pembantaian Massal 1965 dalam Konteks Global

 


Tak sampai lama Benny pun diundang ke acara-acara kelas atas di barrio alto, tempat tinggal para elite. Bila Anda berdiri di pusat kota Santiago dan melihat ke timur, pemandangannya nyaris selalu mencekat. Anda biasanya akan bisa melihat salju-salju menyelimuti pucuk-pucuk Andes yang megah menjulang di atas Anda, sementara ke bawah Anda berjalan melalui udara tebal hangat beraroma rempah-rempah tropis.

Pada waktu Benny naik ke bukit ke lingkungan orang-orang kaya inilah ia pertama kali melihatnya: "Yakarta viene", "Djakarta se acerca", atau hanya "Jakarta". Ini mengejutkan. 

Ia harus bertanya ke sana-sini untuk tahu apa arti grafiti tersebut, dari mana slogan-slogan ini muncul. Ia akhirnya tahu, itu lebih mengejutkannya lagi. Ibukota negaranya telah bermakna bukan kosmopolitanisme, bukan solidaritas Dunia Ketiga dan keadilan global, namun kekerasan reaksioner. "Jakarta" artinya pembasmian brutal orang-orang yang mengupayakan dunia menjadi lebih baik. Dan sekarang ia berada di negara lain, yang juga disokong AS, yang pemerintahnya merayakan sejarah tersebut alih-alih mengecamnya. -- Metode Jakarta hal. 320. 

Membaca Metode Jakarta karya Vincent Bevins rasanya aneh sekali. Buku ini bagus sekali dan ditulis dengan sangat baik, dijelaskan dengan runut dan susunannya apik sekali. Namun isinya membuat saya marah, mual di beberapa halaman, dan menangis membaca bab terakhir dari buku ini. 

Lewat buku ini, Bevins mengajak saya dan pembaca lainnya untuk turut larut dalam sebuah tragedi besar yang terjadi di Indonesia pada tahun 1965. Ada apa memangnya? Jika kamu orang Indonesia, pasti tidak asing dengan istilah G30S/PKI, atau Gerakan 30 September / Partai Komunis Indonesia. Sebuah peristiwa tragis dimana jenderal-jenderal Tentara Angkatan Darat dibunuh dengan keji dan dibuang di sebuah sumur, dilakukan oleh orang-orang dari Partai Komunis Indonesia, atau setidaknya itu yang saya pelajari di sekolah bertahun-tahun lalu. Yang tidak pernah terbahas di sekolah saya saat itu: setelah kejadian G30SPKI, ratusan ribu bahkan jutaan orang dibunuh dan dibabat habis dengan kejam tanpa pengadilan, tanpa keterangan bersalah hanya karena mereka anggota Partai Komunis Indonesia, atau keluarganya, atau kenalannya, Bevins menuliskan peristiwa ini dan beberapa peristiwa sebelum dan sesudahnya melalui buku 416 halaman ini. 

Operasi Anti-Komunisme Amerika

Buku ini tidak ujug-ujug membahas peristiwa mengerikan tahun 1965 di Indonesia, tapi lebih gila lagi menjelaskan usaha Amerika Serikat dalam menghentikan laju negara-negara yang mulai dekat dengan komunisme. Amerika berinvestasi cukup besar dalam proyek anti-komunisme ini melalui beragam cara dan dilakukan di banyak negara. Operasi Ajax di Iran untuk menggulingkan Mossadegh di tahun 1952, Operasi di Filipina, penggulingan presiden Arbenz di Guatemala yang melakukan reformasi agraria di negaranya, belum lagi di Kuba dan Brazil. 

Bagi Amerika, tidak boleh ada negara-negara Dunia Ketiga, istilah bagi negara yang tidak masuk ke negara Dunia Pertama dan Dunia Kedua, yang coba-coba apalagi sampai berhasil dalam mengimplementasikan sosialisme di Negara mereka, alasannya agar tidak ada negara-negara yang melihat 'praktik baik' dan akhirnya ingin mencoba praktik tersebut di negara mereka. 

Infeksi komunis dapat menyebar melalui contoh kemandirian dari AS yang bisa Guatemala tawarkan kepada para nasionalis lain di kawasan Amerika Latin. Ia bisa menyebar melalui contoh nasioanalisme dan reformasi sosial. (Hal. 71) 

Di Indonesia, operasi AS berlangsung di tahun 1958, AS mendalangi pemberontakan-pemberontakan di daerah dan gongnya pada 18 Mei 1958 Indonesia berhasil menembak salah satu pesawat dan pilotnya, Allen Pope adalah seorang agen CIA. 

Tragedi 1965

Setelah 'gagal' dalam melakukan operasi di Indonesia di 1958, Amerika semakin intense mengamati Indonesia terutama karena raihan suara PKI yang semakin tinggi di Indonesia, meskipun Sukarno sendiri yang akhirnya menghentikan laju kejayaan PKI dengan menerapkan Demokrasi Terpimpin dimana tak ada lagi pemilihan umum di Indonesia seperti sebelumnya. 

30 September 1965 sebuah tragedi terjadi. Seperti yang saya tuliskan di atas, perwira tentara ditangkap dan ditemukan meninggal, teronggok di dasar sumur. Disebut sejarah menjadi korban dari kekejaman Partai Komunis Indonesia yang hendak mengkudeta Bung Karno.

Sebagai catatan, di buku ini penulis mengemukakan bahwa hingga saat ini, kita masih tidak memiliki gambaran utuh tentang siapa yang mendalangi G30SPKI dan tujuan sebenarnya dari serangan tersebut, namun beberapa teori kredibel dari para ahli di tulis ulang oleh Bevins untuk membuat kita terbuka pada beberapa kemungkinan. Namun satu hal yang pasti (dan cukup aneh), setelah peristiwa ini, Jenderal Suharto, mayor jenderal 44 tahun yang menjabat sebagai kepala KOSTRAD, mengambil alih kepemimpinan, alih-alih Nasution, perwira tertinggi yang selamat dari peristiwa sebelumnya. 

Yang terjadi setelah 1965

G30S adalah sebuah titik balik perubahan politik di Indonesia, selama ini saya mempelajari di sekolah tentang para korban (oh, para jenderal yang menjadi korban maksudnya), foto-foto mereka di pajang di hampir semua sekolah negeri saat itu. Nama-namanya masyur menjadi nama-nama jalan di kota-kota di Indonesia. Satu yang luput: selain mereka, ada banyak korban lain dari tragedi 65 yang terdampak akibat peristiwa tersebut. 

Tak lama setelah tragedi G30S, Suharto mengendalikan semua komunikasi massa dan menuduh PKI dengan kejahatan yang mengejutkan, menggunakan hoaks yang dirancang untuk mengobarkan kebencian kepada kaum kiri di seluruh negeri. Militer menyebarkan cerita bahwa PKI adalah dalang utama dari kudeta komunis, hoaks ritual setan keji saat membunuh para jenderal, dimana GERWANI (gerakan wanita Indonesia) mencari telanjang sembari memutilasi dan menyiksa para jenderal. Surat kabar Angkatan Darat menyebarkan foto-foto jenazah jenderal yang wafat dan menyebarkan hoaks ini pada masyarakat. 

AS terlibat dalam propaganda ini dan menjalankan peran mereka untuk menyebarkan propaganda ini ke seluruh dunia. 

Cerita-cerita dan hoaks yang dibuat Angkatan Darat berhasil dibuktikan beberapa dekade kemudian, akan tetapi cerita tentang kekejian komunis sudah menancap di pikiran semua orang Indonesia. Yang terjadi berikutnya, pembunuhan massal terjadi dimana-mana, semua orang yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia dibunuh dan dihilangkan, disiksa dengan kejam. Lebih dari 500.000 orang meninggal dan hilang. Di kalangan ABRI, operasi ini disebut Operasi Penumpasan. 

Di Banda Aceh, Panglima Tentara Ishak Djuarsa menyerukan "PKI Kafir", "saya akan menumpas mereka sampai ke akar-akarnya! kalau di desa kalian bertemu orang PKI dan tidak membunuh mereka, kalian yang akan kena hukum". Suasana mencekam, rakyat takut dan tidak ada siapapun yang bisa dipercaya. 

Versi fiksi sejarah dari kejadian ini sangat bisa kalian baca di buku Pulang karya Leila S. Chudori. 

Jas Merah

"Jas Merah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah", sebuah akronim tenar dari Sukarno, yang di buku ini ditulis memang senang sekali membuat akronim dan singkatan. 

Saya pikir kebanyakan dari kita, termasuk saya bukan meninggalkan sejarah, namun kebingungan akan sejarah bangsanya sendiri. Pembunuhan massal 65 bukan sesuatu yang baru bagi saya, pada akhirnya saya mempelajari tentang ini di kampus, ketika bertemu lebih banyak orang dengan beragam jurusan, yang lebih rajin membaca buku-buku sejarah, bukan hanya yang diberikan di sekolah. 

Namun membaca buku ini membuat saya merasa tahu begitu kecil saja tentang peristiwa ini. Ketika membaca tentang keterlibatan CIA dan AS dalam banyaknya operasi di beragam negara saya hanya bisa memejamkan mata sebentar, mengucap beberapa kata dalam hati, sebelum melanjutkan membaca. Mengapa harga nyawa bangsa selain bangsa mereka sendiri murah sekali rasanya? ratusan ribu hingga jutaan nyawa yang melayang tidak hanya di Indonesia, beberapa jelas-jelas dibuat propagandanya oleh Amerika dengan tujuan anti-kolonialisme yang tidak berdasar. 

Namun membaca bagaimana Suharto tak lama dikontak AS setelah menjadi Presiden dan memberikan dengan mudah "sumber daya" Negara membuat saya sedikit demi sedikit memahami, ini bukan tentang ideologi semata. AS pada akhirnya menang banyak dengan menemukan 'Freeport' di Indonesia, belum lagi buruh bisa tetap dibayar murah di Guatemala, di banyak tempat lainnya semua ini ujung-ujungnya cara AS untuk tetap bisa mengeruk apa yang bisa dikeruk dari negara-negara Dunia Ketiga. 

Mengapa harus membaca The Jakarta Method (Metode Jakarta)?

Buku ini benar-benar saya rekomendasikan untuk dibaca siapapun, bahkan jika kamu tidak suka membaca sejarah atau membaca nonfiksi sekalipun! Sangat penting untuk belajar memahami tentang propaganda dan agenda internasional dibalik satu peristiwa penting di Negara kita, atau negara-negara lain.

Catatan penting lain kenapa buku ini perlu dibaca: 

  • Memiliki banyak catatan penting untuk lebih memahami tragedi 1965 dan pembunuhan massal di Indonesia
  • Buku ini memberikan kita gambaran campur tangan AS di banyak negara, yang artinya kita juda sedikit terpapar pada sejarah Negara lain. Yang mana SERU karena saya jarang dapat kesempatan ini lewat buku lain. Kesamaan negara lain dengan Indonesia pada kala itu, membuat saya bisa bersimpati dan connected dengan sejarah negara-negara yang disebutkan di buku ini.
  • Pada bagian akhir buku, penulis membuat satu bab 'Sang Pemenang' untuk membahas Dunia macam apa yang kita warisi setelah Perang Dingin?  khusus untuk membahas bagaimana upaya pemberantasan Anti-komunisme memiliki pengaruh kongkrit terhadap penduduk bumi hari ini. Ini penting untuk dibaca (buat saya berulang-ulang) agar bisa memahami betul dampak ekonomi maupun trauma tak berkesudahan dari kacamata para penyintas.
  • Sumber yang kredibel. Baik rujukan akademis, sumber-sumber dokumen yang sudah terdeklasifikasi maupun catatan wawancara ditautkan sebagai catatan kaki yang bisa langsung kita baca di halaman yang sama di buku, ini memudahkan sekali buat saya. Hampir semua catatan kaki ini saya baca. 

Apresiasi untuk penulis yang menuliskan buku ini dengan sangat baik. Non-fiksi yang mengalir sehingga tidak terasa seperti sedang membaca buku non-fiksi. Saya lumayan lama menangis membaca bab terakhir, cerita Magdalena tentu membuat saya sangat terenyuh, belum lagi cerita eksil yang tak bisa pulang. 

Pada akhirnya selain mendorong sebanyak orang membaca buku ini dan buku-buku sejarah lainnya, saya hanya bisa berdoa agar peristiwa serupa tak pernah terulang lagi ditempat manapun di muka bumi. 

Informasi Buku

Buku yang saya baca adalah versi terjemahan Bahasa Indonesia yang saya pinjam dari Perpustakaan The Room 19 Bandung. Saya berusaha untuk membeli buku ini namun hampir di semua tempat sedang out of stock. 

Judul Buku: Metode Jakarta: Amerika Serikat, Pembantaian 1965 dan Dunia Global Kita Sekarang.
Judul original: The Jakarta Method: Washington's Anticommunist Crusade and th mass Murder Program that Shaped Our World
Diterbitkan pertama kali : 2020
Terjemahan Bahasa Indoneisa terbit pertama kali: Desember 2022
Penerjemah: Pradewi Tri Chatami
Penerbit: Marjin Kiri
Jumlah halaman: vii + 416 hlm, 14 x 20,3 cm
ISBN: 978-602-0788-38-8

0 comments

leave yout comment here :)