Journal Asri
  • Home
  • About Me

 



Meskipun jadi pengantar pesanan ayam goreng, meskipun jadi pemintal benang di pabrik, yang namanya hidup, memang bisa begini dan bisa begitu. Tak ada yang salah dengan kehidupan kita.

Terserah kamu mau kerja keras atau belajar dengan mati-matian. Yang penting, janganlah kamu hina hidup orang lain.  

Kita punya hak
untuk saling menghormati
kehidupan masing-masing.

--

Akhir pekan lalu, saya menemani Mas Har ke Bandung menjadi bahan ajar untuk muridnya. Karena yang dicari buku pelajaran dan tidak harus baru, pergilah kami ke Palasari, wagelaseh ke Palasari naik motor dari Cimahi haha, mayan bikin pantat panas kaki keram-keram. Sampai sanapun kami tak banyak hunting atau coba sok-sokan cari-cari sendiri, langsung minta seorang bapak mencarikan buku, saya sendiri sudah lama kehilangan rasa senang berkeliling di Palasari. It's not spark joy anymore,bukan hanya karena harganya di UP jadi super tinggi (padahal kan serunya hunting buku bekas karena harga murahnya yaaa), belum lagi banyak 'jebakan' batman buku bajakan yang super duper mirip buku aslinya. Duh, kalau mau hunting buku bekas mending ke Dewi Sartika deh, pedagangnya gak kasih harga aneh-aneh. 

Anyway, karena saya malas cari-cari buku di Palasari, Mas Har bawa saya ke surga kecil lain buat saya. Tetap toko buku dooong hahaa: Togamas Buah Batu, habis makan siang, kami melipir kesana. Jujur ini pertama kalinya saya ke Togamas Bubat, (kejauhaaaan anak Cimahi mah ke Gramedia ajah biar bisa keretaan :')). Nah, menurut Mas Har Togamas lebih ramah buat buibu hamil kaya saya haha, ga harus naik-turun tangga, satu lantai dah nemu semua buku. Dan bener siiih, asyik sekali tempatnya. 

Saya menghabiskan waktu sejam lebih, pilih-pilih buku dan berakhir memilih buku HIDUP APA ADANYA karya Kim Sohyun. Kenapa beli buku ini? haha, karena ada buku yang sudah terbuka dan saya membaca beberapa halaman terlebih dahulu sebelum memutuskan membeli. 

--

Sekilas, ini terlihat seperti buku self-help biasa yang dilengkapi dengan ilustrasi sederhana tapi dalam maknanya. Ditulis oleh penulis Korea Selatan yang sedang hype belakangan ini. Sejujurnya terlepas dari hype Koreanya sendiri, saya beberapa kali membeli buku dan komik karangan penulis Korea Selatan dan menikmati sekali membacanya hehe, tidak berat tapi rasanya pas dan relatable dengan kehidupan sehari-hari atau apa yang mungkin dirasakan banyak orang (terutama di Indonesia). 

Buku inipun sama. Bedanya tema yang diangkat "gak sereceh" komik dan buku Korea Selatan yang pernah saya beli sebelumnya. Di covernya tertulis buku ini jadi buku Best-Seller di Korea Selatan, terjual lebih dari 800.000 eksemplar di Korsel, 700.000 eksemplar di Jepang dan dicetak ulang lebih dari 200 kali. Sebuah cap yang uwaaaaw tapiiiiii tapiiii setelah membaca buku ini sampai selesai, saya jadi paham kenapa buku ini banyak dibaca orang (dan direkomendasikan banyak orang). Di Indonesia sendiri, buku ini diterbitkan oleh penerbit Transmedia dan yang saya pegang sudah cetakan ke-5. 



HIDUP APA ADANYA (I decided to live as myself) berisi enam bagian:

1. To-Do List Agar bisa hidup dengan menghormati diri sendiri
2. To-Do List Agar bisa hidup sebagai diriku sendiri
3. To-Do List Agar tidak tenggelam dalam rasa cemas
4. To-Do List Agar bisa hidup bersama dengan yang lainnya
5. To-Do List Untuk dunia yang lebih baik
6. To-Do List Untuk kehidupan yang lebih berarti dan juga lebih baik

Di bagian prolog, Suhyun menuliskan alasan mengapa ia menulis buku ini. 

Aku pun penasaran, kenapa aku begitu merasa buruk meski tidak melakukan kesalahan apapun. 
Aku banyak membaca buku saat itu. 
Bukan karena hobi, tetapi karena aku benar-benar ingin tahu jawabannya.


Buku ini berisi kumpulan alasan dan pencarian penulis atas pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan.

Sejujurnya apa yang membuat saya sangat tertarik membaca buku ini adalah sudut pandang penulis dalam mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kehidupan tadi. Di banyak buku-buku pengembangan diri, kita akan dengan sering membaca tips agar diri kita lebih baik dalam bentuk list, apa yang harus dilakukan, kesalahan-kesalahan kita, tapi dibuku ini penulis menyampaikan sebuah gagasan mendasar kenapa ada orang yang terlihat sukses dan kenapa kita biasa-biasa saja. Suhyun menuliskan tentang privilege, budaya Meritokrasi, kesenjangan sosial yang tinggi dan sulit dikejar di Korea Selatan, dan membuat kesimpulan di salah satu sub-bab bukunya, kalau ya, gapapa kalau hidup kita kek gini-gini aja, selama gak hina orang lain, gak nyusahin orang lain ya mau gimana yaaa sukses kalau dari startnya aja udah beda. Untuk sebagian orang, survive bertahan hidup aja sudah jadi pencapaian luar biasa. 

Suhyun juga beberapa kali membahas tentang budaya kolektivitas orang Korea Selatan yang malah membuat warganya tidak bahagia, karena justru di kolektivitas tersebut, kebiasaan ingin tau urusan orang lain, malah membuat orang berlomba-lomba menjadi lebih dari tetangganya, temannya, orang-orang di sekitarnya. Hmmmm sungguh mirip ya dengan disini. Ini bisa jadi alasan kenapa buku ini laris manis di Korsel, Jepang bahkan di Indonesia. Apa yang disampaikan ya memang yang kita rasakan sehari-hari.

Walaupun tetap ada poin penting yang dihighlight oleh penulis, bahwa setinggi apapun kita menjunjung nilai 'individualitas', gak perlu tahu banyak urusan orang lain, membatasi lingkaran-lingkaran terdekat, gak bisa di bohongin kalau di DNA kita, kita justru merasa bahagia ketika berinteraksi sama orang lain, makanya alih-alih nyuruh kita menyendiri, penulis malah minta kita mikir ulang, emang perlu sebanyak itu teman dekat? emang nyaman kalau ditanya hal-hal private sama banyak orang? kalau gak mau diperlakukan kaya gitu sama orang, mulai dengan kita juga gak perlakukan orang kek gitu. 


Sesungguhnya akan panjang sekali menceritakan apa yang jadi pikiran-pikiran penulis dalam buku ini. Untuk ukuran buku yang terlihat ringan dengan ukuran asyik dan ilustrasi yang super, saya butuh waktu lima hari membaca buku ini karena beneran harus dikunyah pelan-pelan. Malah gak seru kalau bacanya buru-buku. Inipun saya berencana membaca ulang lebih pelan-pelan lagi. Tiap babnya rasanya bisa jadi refleksi sendiri atas apa yang saya lewati disepanjang usia 20an ini.

Ada banyaaaaaak hal yang pada akhirnya bikin kita mikir, sebenarnya apa yang kita cari dalam hidup, dan sungguh gak apa kok untuk hidup biasa-biasa saja :)

--

Informasi buku

Judul: Hidup Apa Adanya, I Decided to live as myself
Penulis: Kim Suhyun
Alih Bahasa: Presillia Prihastuti
Jumlah Halaman: 296
Penerbit: Transmedia 
Gramedia Digital: Belum Tersedia
Google Playbook : Belum Tersedia (Bahasa Indonesia) kurang tau kalau Bahasa Korea/Lainnya
iPusnas: Belum Tersedia
Harga P. Jawa: 99.000 (diskon 10% di Togamas)




 


Judul Buku: Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga
Penulis: Erni Aladjai
Pertama Terbit: Januari 2021
Harga: 65.000 (Buku Fisik), 56.000 (e-Book via Gramedia Digital), 42.000 (e-Book via Google Playbook)
Gramedia Digital: Tersedia
iPusnas: Belum Tersedia
Penerbit: KPG
Genre: Novel, Sastra, Fiksi

---

Bacaan akhir pekan saya kali ini menaaaaaariiiiik sekali!!!


Saya membaca buku berjudul Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga karya Erni Aladjai, kenapa membaca buku ini? sejujurnya tidak ada alasan khusus, buku ini muncul di rekomendasi bacaan Gramedia Digital saya setelah saya mengunduh novel salah satu novel (yang saya lupa apa). Saya membaca beberapa halaman pertama dan tak bisa berhenti membaca setelah itu. 

Buku ini ditulis oleh Erni Aladjai, penulis dari Timur Indonesia, buku ini adalah pemenang ketiga sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2019 dan baru saya terbit Januari 2021 ini! Hanya 156 halaman saja, tidak terlalu tebal menurut saya tapi bisa menghipnotis saya untuk menyelesaikan buku ini dalam dua malam. 

Untuk buku bergenre fiksi, kita bisa belajar banyak hal yang rasanya terlalu nyata! haha, membaca buku ini membuat saya merasa membaca buku Andrea Hirata, kalau Andrea dengan serial Laskar Pelanginya bisa membawa saya berkelana di Belitong, Sumatera. Buku Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga ini bisa sekali membawa saya berkelana di kebun-kebun cengkeh di kampung di Sulawesi (atau mungkin Indonesia Timur lainnya, karena tidak begitu dijelaskan latarnya dimana). 

Haniyah dan Ala

Buku ini berpusat pada Haniyah dan Ala, Ibu dan anak yang tinggal bersama di sebuah kampung, Ayah mereka sudah lama tiada dan mereka hanya hidup berdua. Ala lahir dalam kondisi juling sebelah matanya dan ini cukup membuat ia sering dirundung di sekolahnya, belakangan bukan hanya oleh teman-temannya, tapi juga oleh gurunya, yang membuat ia malas sekali sekolah. Ia tak suka guru dan teman-temannya. Waktu lahir dalam kondisi juling, Haniyah sempat menyangka ini akibat kutukan karena ia pernah memukul mata binatang ketika ia hamil dulu, sejak itu Haniyah berkomitmen tidak menyakiti mahluk hidup bahkan benda mati, ini turun ke kesehariannya seperti tak pernah membuang air panas ke tanah karena takut binatang-binatang di tanah akan mati :'). 

Nah, mata juling Ala ini bukan hanya membawa tantangan perundungan tapi juga tantangan lainnya, ia jadi bisa melihat "sesuatu" yang tidak bisa dilihat orang-orang biasa. Disinilah muncul tokoh yang cukup jadi pusat dari novel ini juga, Ido si arwah gentayangan. 

Sejujurnya, sebagai orang yang amat penakut, saya sempat berpikir untuk tidak melanjutkan buku ini kalau ternyata ini adalah cerita horor seperti yang saya bayangkan haha. Saya beneran berhenti baca karena ditinggal Mas Har dan Dimas main games!! baru Minggu malam saya lanjutkan baca buku ini sampaaaaai habis, dan tenang saja! bahkan jika teman-teman adalah orang yang penakut seperti saya, buku ini bukan buku horror kok! tetap layak layak layak sekali dibaca. 

Daya Tarik Cengkeh 

Nah, selain tokoh utamanya yang amat menarik, hal lain yang menarik dari novel ini adalah Cengkeh. Haniyah adalah seorang petani cengkeh. Diceritakan di buku ini (yang mana berdasarkan kenyataan) tahun 90an adalah tahun yang amat baik bagi para petani cengkeh, harga cengkeh amat mahal kala itu, panen cengkeh adalah perayaan bagi seluruh warga kampung, baik pemilik lahan, buruh petik, buruh jemur, bahkan yang tak punya lahan bisa ambil cengkeh-cengkeh yang berjatuhan untuk dijual pada pemilik. Anak-anak juga ikut merayakan panen cengkeh ini. 

Saya pernah tinggal setahun lamanya di Sulawesi, di sebuah desa diatas bukit yang juga menghasilkan cengkeh, membaca hal ini saya agak menyesal tidak pernah ikut panen cengkeh selama disana :') tapi setidaknya sedikit senang karena tau bentuk pohon cengkeh seperti apa. 

Kita juga akan ikut dibuat merasa geram ketika ada aturan dari orde baru yang tak jauh beda dengan penjajah zaman Belanda dulu, mengharuskan petani cengkeh menjual hanya kepada Koperasi Unit Desa dengan harga jaaaaaauh dibawah normal. Di buku ini diceritakan betapa banyak petani yang kecewa dan menolak menjual cengkehnya, membakar kebunnya atau mengganti dengan komoditas lain. Saya sama sekali tidak bisa membayangkan hal seperti itu pernah terjadi di Indonesia. 

---

Ini buku fiksi dengan rating 5/5 saya di tahun 2021. Kaget juga karena ternyata buku ini baru sekali terbit dan saya bisa langsung baca lewat Gramedia Digital. Selain kisah Haniyah, Ala dan Cengkeh ada banyak sekali kisah menarik di buku ini. Kisah Naf Tikore yang menyendiri di Kebun Cengkehnya, kisah arwah Ido yang gentayangan tapi malah berteman dengan Ala, cara Haniyah menyelesaikan perundungan anaknya, bagaimana menjadi anak perempuan yang haid pertama malah dirundung satu kelas, belum lagi keunikan cerita tentang ramuan dan mantra-mantra di buku ini. 

Ini baru cek khasanah kebudayaan dari satu wilayah saja! Kebayang gak sih sekaya apa kebudayaan kita sebenarnya! Saya mau apresiasi penulis yang bisa memasukkan semua hal ini dalam sebuah buku fiksi! Sungguh cerita yang indah dan tetap membuat saya terhibur, ketakutan sekaligus belajar banyak hal!

Kalau kamu mencari bacaan yang tidak terlalu panjang tapi seru, Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga bisa jadi pilihan teman-teman semua!

Sekian Review Novel Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga! Selamat Membaca!!


Oiya, saya buat reviewnya juga di Youtube channel saya, bisa teman-teman cek disini ya:



Tangan Giska
Tangan Teh Selvi
Tangan Husna

Sejak pandemi dan lapak Hayu Maca di Taman Kartini tutup, pengurus Hayu Maca jadi punya kebiasaan baru: nyekre tiap weekend. Awalnya berkegiatan di sekre ini berlangsung Sabtu Minggu, namun belakangan dengan sendirinya dan karena belum ada kebutuhan kegiatan mendesak lainnya jadi hanya berlaku tiap Sabtu saja. 

Tiap datang ke Sekre, selain membicarakan progress kegiatan, beberes kebun dan perpustakaan, menginput data buku bersama relawan, ada satu kegiatan yang tak pernah terlewat: Makan-makan!

Khusus untuk makan-makan ini ada spesialisnya sendiri, pimpinan dari kegiatan masak-masak adalah Giska, dibantu oleh Husna dan Teh Selvi. Saya? Jarang banget bantuin, bantuinnya makan aja! (haha maafkan manteman). Selain karena teman-teman yang lain lebih gesit di dapur, saya juga sering kali datang lepas jam makan siang ketika sudah tak ada lagi yang sibuk di dapur, baru sebulan belakangan saya datang sebelum jam makan siang karena sudah lebih enak datang lebih awal (secara fisik dan kesehatan). 

Kemarin seru sekali! Haha mungkin karena hari sebelumnya libur, ditambah tantangan bikin NPWP Yayasan yang jadi PR setahun penuh akhirnya selesai dalam seminggu saja melalui proses online (haha senangnya), saya dan teman-teman juga mulai punya ritme untuk membiasakan weekly check in tiap Sabtu sebelum makan siang. Kalau tidak ada program besar yang sedang jalan, teman-teman relawan sedang off tidak datang ke Sekre, lepas weekly-check in, makan siang, sisanya bisa bersantai di perpustakaan atau panen-panen di Kebun!

Gak sabar perpustakaan bisa segera dibuka agar makin banyak orang bisa merasakan keseruan di Hayu Maca. Tapi tentu harus sabar dan pelan-pelan, tidak terburu-buru dan menyiapkan segalanya dengan hati-hati di masa pandemi ini! Doakan lancar ya!

Bonus: Photoshoot bersama Husna di Perpustakaan Hayu Maca

Pagi di Cimahi Februari ini masih dingin sekali, Mas Har yang lebih sering menghabiskan hidupnya di tempat-tempat panas sekarang tidak bisa tidur tanpa jaket, selimut dan kaos kaki. Sementara saya yang besar disini, malah merindukan rasa dingin ini. Jarang sekali saya mengenakan jaket kecuali ketika keluar rumah (wajib itu mah!). Tapi kalau pagi-pagi begini, sambil baca atau menulis, jendela rumah pasti saya buka, asyik sekali merasakan udara pagi. 


Februari kali ini saya mau mulai rutin membagikan daftar buku-buku yang saya baca. Ada yang sudah selesai dibaca dan ada yang belum tapi tetap saya bagikan dengan harapan saya bisa makin terpacu untuk menyelesaikan buku tersebut. Karena memang bukunya ingin saya selesaikan (entah karena misi pribadi atau kata orang haha, kata orang bukunya bagus!).

Buku yang saya baca di Paruh Pertama Februari 2021


Saya menghabiskan waktu cukup lama membaca Atomic Habit, Review tentang buku ini bisa dibaca melalui link berikut ya: Review Atomic Habit. Non-fiksi memang selalu makan waktu lama buat saya. Mungkin karena saya terlalu imaginatif sementara buku-buku non-fiksi jauh dari kata itu hehe. Tapi seru! 

Di deretan buku fiksi, saya membaca karya Tere Liye: Negeri Para Bedebah. I know! it's a bit late to read this book in 2021 dan bukan! saya bukan baca ulang! beneran baru baca pertama kali. Saya menghabiskan waktu dua hari, waktu yang sama persis dengan Thomas menyelesaikan masalah-masalah Bank Semesta :) Meninggalkan 4 dari 5 bintang di Goodreads, baca di Gramedia Digital sampai tengah malam. Seru ya rasanya kembali membaca fiksi petualangan. 

Satu lagi buku yang saya baca adalah The Time We Walk Together karya Lee Kyu Young. Alasan baca bukunya: ILUSTRASINYA. Yap, ini buku ilustrasi yang digambar dan ditulis oleh orang yang sama. Bacanya: Giunggggg banget! berasa nonton Drakor yang isinya cinta-cintaan melulu. Tapi ilustrasinya bagus. Ini saya curiga buku ini adalah hadiah 'persembahan' Kyu Young untuk pasangannya, karena hanya memuat yang baik-baik dari hubungan mereka hehe. 

Baca Buku Anak di Awal Februari


Nah kalau ini, sebuah usaha saya dan Mas Har mengenalkan anak kami pada buku bahkan sebelum lahir, sehari baca satu buku atau satu dongeng atau satu cerita. Karena buku anak harganya lumayan banget ya! haha. Saya dan Mas Har memilih membaca via Gramedia Digital, aplikasi Let's Read atau Literacy Cloud. Buku anak saya semuanya sudah pindah tempat ke Hayu  Maca. Nanti kalau anak kami sudah lahir ya cicil-cicil beli buku anak yang memang bagus dan berkualitas, sambil rajin pinjam buku ke Hayu Maca hehe. 

Yang Sedang Dibaca di Februari 2021


Nah saya punya misi menyelesaikan tiga judul buku ini di Februari. Misi? Iyaaa haha. Satu buku Bringing up Bebe adalah misi membaca perspektif parenting dari seorang Ibu Amerika yang mengamati pola pengasuhan ala Prancis. Ini saya cukup senang bacanya, rasanya seperti baca jurnal si penulis, dibawakan dengan gaya bercerita yang dilengkapi dengan pendapat para ahli. 

Kedua buku Measure What Matters, tentang per-OKR-an yang harusnya sudah selesai saya baca karena niatnya mau jadi tambahan referensi sebelum visioning Hayu Maca akhir Februari ini, tapi apadaya love-hate relationship saya dengan buku non-fiksi memang kuat sekali yaaaa. Merasa terpacu baca karena mau tambah ilmu, tapi otak saya gak sekinclong itu untuk baca non-fiksi cepat-cepat haha. Bahkan membaca non-fiksi bisa jadi menyenangkan saja sudah progress yang lumayan buat saya, jadi yaaa, pelan-pelan. 

Terakhir buku fiksi nih. Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Fiksi yang cukup tenar, diskusinya dimana-mana, bahkan #SelasaBahasBuku juga rasanya sudah pernah membahas buku ini. Saya dapat salinan/Buku fisiknya bulan lalu hehe, hadiah bantu teman bikin logo untuk usahanya. Waktu cek, di Gramedia Digital juga ada ternyata. Tapi gak apa, gak pernah nolak buku fisik yang berkualitas! Haha.

--- 

Nah sekian list bacaan saya diparuh pertama Februari. Apakah akan ada paruh kedua dan ketiga atau hanya paruh kedua saja? Saya sendiri belum tahu! Hehe. Bahkan bisa membaca dan menuliskan apa yang saya baca ditengah kesibukan bekerja saat ini saja rasanya senang sekali!!!!

Memang benar ya istirahat yang cukup dan jam tidur teratur amat berpengaruh pada produktivitas dan bagaimana tubuh bekerja. Sejak mulai membenahi pola tidur di awal tahun, I never feel this good! Dan sejujurnya, gak nyangka bisa baca dan cicil baca sebanyak ini di awal Februari!

Jadi, teman-teman sedang dan sudah baca buku apa saja Februari ini? Bagikaaaan doooong, aku mau tau kalau ada rekomendasi bacaan bagus lainnya!

Ehm, this Sunday morning while having my morning tea and watching Doraemon on RCTI, I want to write about something important for us (Me & Mas Har): We're expecting a daughter in the end of April. 

I'm in the beginning of third trimester right now. Two days ago we visited a doctor and midwife, she's healthy and in a good condition alhamdulillah. Am I happy for this news? Am I excited to be a new mom?

Well, today I am, but not when I found out the news five months ago around September. Things was so weird back then, we always want to have kids, but we never thought it would be this fast (I know for some couple it's already late since we married in January earlier that year, but whatever, I just got a new job after months being a freelancer, we're in the middle of a global pandemic, pregnancy surely not a thing I imagine I would have at that time). 

My First Trimester

To make things worst, when I thought I was pregnant in September, lots of hospitals and clinics are closed due the pandemic and the so many healthy workers were infected. We tried to keep calm and come to the closest public health service near our house: Puskesmas! I have my first check up there, just to make sure that I really am pregnant. Even at that place, everything seems so gloomy and weird, only limited patients were allowed to do the check up at that Puskesmas, and the place only open for few hours. After a confirmation from a midwife, some general cautions about do's and dont's at the first trimester, a prescription of folac acid and pills to help me cope with the morning sickness and nausea, we left that place, still in a fuzzy feeling that we're going to be a parents. 

I took some times to cope with the news. The first person I told about this news was not my mom, it was Renti and Destin, my bestfriends who were just having their kids months before. I asked them what to do's and dont's and that was enough. I'm not gonna fill my head (at that time) with things I found randomly on the internet. I trust them. 

My first trimester was not easy. I was easily getting tired (which is frustrating for an active person like me), some weeks after the check up I got some spots on my underwear which is not a good sign according to books I read & of course the internet (I finally brave enough to do some readings on the internet but limit my self to not reading too much), I told Renti immediately, Renti told me to calm down and having a bed rest the whole day. "Try not to panic, if there are still spots three days in a row, visit the doctor" she said. 

I did what she said, I remember I was having spots in Wednesday night, told my boss to have a bed rest on Thursday and Friday. The spots vanished anyway, but I'm still doing the bedrest, following Renti's order. But on Friday nights, we still visited an obgyn because I do think we need a USG at least once in this trimester to make sure everything is okay, alhamdulillah everything was okay. Though the doctor still prescribe me an extra medicine to help me strengthen the pregnancy. I'm still not as excited as most of new moms to be, still worried about a lot of things but ready to face the second trimester because I heard it would be a lot easier. 

The Second Trimester

I can't remember exactly what date and month was to marks the second trimester, but my body can feel it. Suddenly I want (and have the energy) to cook again, after weeks of hiatus at my kitchen. I also feel excited to do some things for my community, I have good mood to read again, I always excited to wake up in the morning and do my job passionately. 

We begin to excited to be new parents too. We haven't discuss a lot about parenting stuff in this trimester, but Mas Har and I began to read about how to have a gentle birth books, how to deliver the baby without the panic. I join a yoga class online and told some friends-who is also a mom that I'm expecting and want to learn a lot from them. 

We even have the nick name for our baby girl; It's Rana, the short word for Derana. A word we love since the beginning we know the meaning. We read a book every evening after Magrib for her and we're delighted whenever she kick us when we read for her. 

We took Rana every month both to doctor and midwife clinic, I want to have birth on a midwife clinic because it seems more calming to me than having birth on a hospital of a general healthy clinic with random people who are sick, in a midwife clinic, people were there to have birth, which is a natural process, not because they were sick. But I'm also okay if I have to giving birth at Hospital anyway. 

The thing is; at the second trimester, I realize that I'm not really enjoyed my session with my obgyn, and I know it's important to trust my doctor, so I told Mas Har and we did not continue the session with the obgyn, the obgyn is quite popular. the clinic is famous too, but I'm just not comfortable with her approach. We found out that the midwife clinic I visited regulerly have an obgyn too, but only do the USG and check up at friday evening. 

I think "Okay, it's a good deal too, we can both discussed with the doctors and midwife at the same place and same time", but my first time experience of waiting is horrible. Turn out the docs is well-known with his friendly attitude and so many pregnant women was waiting, I came after Magrib and got my check up at 9PM, wow! Buuuuut! the way the doctor explained everything to me and Mas Har was really comforting. At that time, Rana was diognased under weight and the position is also breech? (I don't know the english word for Sungsang). The doctor told us it's totally fine and we don't have to panic, He told me to do a new routine, knee-chest position, drink lots of water and prescribe me a food supplement. The midwife taught me the right knee-chest position and told me, "Don't forget to communicate with the baby, and of course Pray to God" while teaching me. 

I, somehow feel comfortable with the doctor and the midwife and don't want to go to another doctor, I remember told the doctor "Thank you" on our last check up, and he told us "I'm the one who should be say thank you, thank you for trusting me". 

Welcoming the Third Trimester

Yeaaaay! Thanks to the smooth second semester we're more excited to have Rana. I'm in the beginning of the third trimester, I'm eager to read more about how to have birth without panicking (even though I know everything could happen when the labour begin, I'm still excited. 

Ah, we still have a lot to prepare, the things is I haven't bought any baby stuff. (anything!). Blanket, shirts, baby wraps or anything. We haven'y bought any. We decided to have bought that this range of time, maybe in March, because I'm due between the end of April and the beginning of May. (It's Ramadhaaan!). 

Didn't I scare of anything that could happen in this trimester?

Of course I am! Haha, I'm not gonna lie, Rana's is still not in a normal position, there are possibilities of her turn around my belly and have a normal and steady but I'm already prepared myself for another scenario. 

I also happen to know a friend who have a miscarriage at the third semester, so I always alarm and check Rana's kick regularly. 

Anything can happen, going into labour is also a near-death experience for some women, but it's a natural process. Both I and Mas Har is excited to meet Rana, but also know there are so things we need to notes and highlight for now. 

Right now I spend a lot of time reading some books, some were parenting books and books explain what to expect when we're expecting, but some books was fiction, non fiction, children books for Rana. 

I also try to consume good foods but still have a regular coffee once a week (I asked the doctor and midwife and it's okay!). I know so many mom to be willing to sacrifice anything for the baby, at some point, me too, but for coffee I choose to have lower the dose, from once a day to once a week shot! Haha. 

---

Yeah this weekend post is finally not about books or drawing. I decided to write it so I can read it again one day, maybe with Rana's around.

Happy weekend everyone!

 


Judul Buku: ATOMIC HABITS, Perubahan Kecil yang Memberikan Hasil Luar Biasa
Penulis: James Clear
Pertama Terbit tahun: 2018
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: 108.000 (Buku Fisik Bahasa Indonesia), 203.000 (e-Book via Google Playbook, English)
Gramedia Digital: Tersedia (Bahasa Indonesia)
iPusnas: Belum Tersedia


Yeayyyy. Akhirnya selesai membaca buku ini, setelah seminggu maju mundur menyelesaikannya haha. 
Saya memang punya love-hate relationship sama buku non fiksi ya haha, ingin sekali tahu isinya, memahami maknanya tapi malas sekali bacanya, karena tentu saja tidak ada gambarnya (seperti komik/buku ilustrasi), tidak ada konfliknya (seperti novel) haha. 

Jadi setelah seminggu penuh penuh selingan baca buku-buku lainnya, malam tadi saya langsung buat resume dalam bentuk grafik diatas. Karena sekarang membaca e-books (yang gak bisa dicoret-coret hehe) jadinya sambil baca, biasanya saya buat catatan sekalian di binder notes saya, memudahkan saya menangkap apa yang saya dapat dari bukunya sih + saya senang jadi punya "oleh-oleh" tiap habis baca buku. Termasuk buku ini. Walaupun ratingnya 3 dari 5, tapi catatannya lumayan banyaaak. Alias tetap aja banyak hal yang bisa dipelajari disini. 

I just really wish there's an illustrated version of this book + saya kayanya akan lebih semangat bacanya kalau baca versi bahasa aslinya deh, versi terjemahannya ini agak lumayan njelimet, kaya baca buku kuliahan (yaaang tau sendiri lah kaya gimana), tapi e-book Bahasa Inggrisnya di Google PlayBook seharga dua bulan langganan Gramedia Digital (hiks) sementara di Gramedia Digital bukunya sudah tersedia, jadi saya baca versi terjemahannya.

Setelah baca buku ini sampai selesai, saya tahu kenapa saya mudah 'bosan' bacanya. Karena banyak hal dalam buku ini sudah pernah saya dengar atau baca sebelumnya di tempat lain, yang paling kerasa malah waktu baca bukunya saya berasa dengar Barbara Oakley di kelas Learn How to Learn di Coursera. Oh tentu isinya gak sepenuhnya sama, tapi banyak sekali yang mirip. + hints dalam buku ini, tips-tips tentang pengembangan kebiasaan yang baik pasti pernah teman-teman dengar di tempat lain: seperti: Kalau mau ubah kebiasaan, buat lingkungan yang mendukung. 
Misal ingin punya kebiasaan bangun pagi, berarti tidur gak boleh kemaleman, nah ini bisa dibantu dengan mengeluarkan TV dari kamar atau gadget harus sudah mati pukul 22.00.

FOKUS PADA LINGKARAN TERDALAM

Meskipun banyak yang pernah didengar di tempat lain, tetap banyak sekali yang bisa di pelajari di buku ini kok. Yang paling saya suka adalah teori tiga lapisan perubahan perilaku, ini mirip the goldern circle-nya Simon Sinek, tapi bagian paling dalam atau 'WHY' nya adalah 'IDENTITAS', lalu 'HOW' nya adalah 'PROSES' dan bagian paling luarnya, "WHAT" adalah "HASIL". Sama seperti yang Sinek bilang, Clear juga menyampaikan kalau kita mulai dari lingkaran terluar, kita jadi seperti gak punya kemudi dalam perubahan perilaku kita. Fokusnya jadi pada hasil, bukan the biggest reason why do we need to chance or make new habits. Nah, Kalau kita fokus pada WHY atau IDENTITAS apa yang ingin kita bentuk, ingin jadi orang seperti apa kita, itu akan lebih memperjelas langkah kita dalam merubah kebiasaan buruk atau membentuk kebiasaan baik. 

ATURAN DUA MENIT

Lalu ada juga bab tentang Aturan dua menit, apaan sih ini? 
Jadi di aturan dua menit ini, Clear bilang kalau biasanya yang paling susah dalam menjalankan kebiasaan itu karena kita udah kebayang dulu 'beratnya', nah alih-alih fokus pada hal berat ini, coba fokus ngerjain sesuatu yang bisa di kerjain di dua menit pertama untuk trigger kita nerusin kegiatannya. Misal, alih-alih fokus pada menghabiskan seluruh buku / 1 jam membaca buku, lebih baik mulai dengan membaca 1 halaman penuh. Atau kalau kamu sedang ingin membuat kebiasaan lari pagi, dari pada fokus ke 'lari' nya, lebih baik fokus ke Pakai sepatu dulu deh, kan kalau udah pakai sepatu lari mau ga mau kamu harus lari hehe. Daripada merekayasa kebiasaan yang sempurna sejak awal, lakukan versi mudahnya.

---

Masih banyak hal lain yang bisa kamu dapat dari membaca buku ini walaupun saya sendiri merasa buku ini agak terlalu overrated hehe. Tips-tips dari buku ini oke sekali untuk langsung dilakukan, saya sendiri sedang melakukan perubahan kebiasaan sejak awal tahun dan melakukan hal-hal yang disarankan di buku ini (walau taunya bukan dari buku ini), dan itu terbukti efektif. Bedanya James Clear akan jelaskan banyak hal secara ilmiah dan pakai bukti-bukti + contoh yang oke. 

Selamat bacaaa semuanya!


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Nih buat jajan

POPULAR POSTS

  • Review Asri - Buku Seribu Wajah Ayah karya Nurun Ala
  • Review Asri: Buku Confession karya Minato Kanae
  • Reading Recap September 2021
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • We're Expecting!
  • Juni yang Tidak Terlalu Bersahabat
  • [Review Asri] Failure - Greatmind
  • Review Asri - The Power of Language Karya Shin Do Hyun & Yoon Na Ru
  • Senin Pagi

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Kamu pengunjung ke

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ►  2023 (7)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (53)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (13)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ▼  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ▼  Februari 2021 (6)
      • [Review Asri] Buku Hidup Apa Adanya karya Kim Suhyun
      • [Review Asri] Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga - ...
      • Tangan-Tangan Penjaga Perdamaian di Hayu Maca
      • Bacaan Asri Paruh Pertama Februari 2021
      • We're Expecting!
      • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (15)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember 2017 (1)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (32)
    • ►  Desember 2014 (9)
    • ►  November 2014 (7)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (3)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (69)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (4)
    • ►  Januari 2013 (11)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)
Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes