Journal Asri
  • Home
  • About Me

Halo semuanya! ini akan menjadi postingan review buku pertama saya di Bulan Oktober :'), sebetulnya saya sempat menamatkan beberapa buku yang seru dan rasanya layak diulas mendalam satu persatu, sayangnya lumayan susah mencari waktu untuk menuliskan semuanya. 

Hari ini saya mau menuliskan review buku The Chalk Man karya C.J. Tudor. 

Saya membaca buku ini karena ingin kembali ikutan diskusi buku Sofa Literas (setelah absen beberapa bulan), kemarin ketika Gramedia mengadakan Online Book Fair, saya membeli buku ini supaya bisa baca versi fisiknya. Tapi buku ini juga masuk dalam subscription Gramedia Digital ya! jadi gak perlu beli sebetulnya, bisa dengan langganan paket fiksi Gramdig. 

Buku ini saya baca dalam waktu 3 hari! lumayan ngebut karena memang ceritanya menurut saya lumayan engaging sejak bab-bab pertama. Ritmenya juga cocok buat saya, gak lambat tapi juga gak ngebut-ngebut banget. 

Yuk langsung saja kita ulas satu persatu poin menarik dari buku ini.



Blurb 

[diambil dari halaman cover belakang Buku The Chalk Man terbitan Elex Media Komputindo]

Tahun 1986. Eddie dan teman-temannya hanyalah sekumpulan remaja. Mereka menghabiskan hari-hari mereka dengan bersepeda di seputaran desa Inggris yang sepi dan mencari sumber kegembiraan yang bisa mereka dapatkan. Orang-orangan kapur menjadi kode rahasia mereka: figur-figur kecil kapur tulis yang mereka tinggalkan satu sama lain sebagai pesan rahasia.

Namun, pada suatu hari... sebuah gambar orang-orangan kapus misterius menuntun mereka kepada sesosok mayat yang termutilasi. Sejak saat itulah segala sesuatunya tidak sama lagi.

Tahun 2016. Eddie sudah dewasa dan berpikir dirinya telah melipakan masa lalu. ketika sepucuk surat datang melalui pos berisi soso orang-orangan kapur, dan teman-temannya pun mendapatkan pesan yang sama, mereka mengira itu hanyalah keisengan belaka.

Sampai salah satu dari mereka kehilangan nyawa...

Jadi.. Apa yang sebenarnya terjadi bertahun-tahun yang lalu?

Alur Cerita

Seperti yang saya bilang diatas, alurnya tidak lambat, tapi juga tidak ngebut, jadinya pas. Kamu akan dibuat penasaran dengan siapa dibalik apa di buku ini, namun tidak ngos-ngosan dan tidak terlalu merinding dibuatnya.

Oiya, alur buku ini maju mundur. Tiap bab akan dimulai dengan judul tahunnya, kebanyakan adalah di 2 tahun utama yang menjadi latar cerita yaitu tahun 1986 dan 2016. Meskipun alurnya maju mundur, namun bantuan panduan tahun di tiap bab, membuat kita mudah switch mode ketika membaca.

Oiya, kalau kamu penggila plot twist, buku ini tidak menawarkan hal tersebut. Tentu ada sedikit plot twist yang terungkap di akhir, namun tidak benar-benar twist, pada akhirnya buatku itu memang kebenaran-kebenaran yang terungkap di akhir buku. 

Tapi tak mengubah pendapat saya kalau buku ini disusun dan ditulis dengan sangat baik.

Tokoh-tokoh menarik di buku ini

Buku ini menawarkan banyak tokoh yang punya kepribadian sangat menarik untuk dikupas lebih dalam, tapi yang paling aku suka dari cara penulis bercerita adalah kemampuannya untuk memberikan gambaran yang pas akan sifat manusia yang tidak hitam putih, tidak ada tokoh baik yang 100% baik, tidak ada tokoh jahat yang 100% jahat, kita bahkan mungkin akan memberikan simpati atau empati pada beberapa tokoh dalam buku ini yang tingkahnya sangat ewww. 

Tapi buatku pribadi, tokoh yang menarik di buku ini adalah:

Eddie Adams

Susah untuk tidak tertarik dengan sosok Eddie, si tokoh utama, narator dalam buku ini yang memang ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu Eddie. Eddie dibesarkan di keluarga yang cukup progresif dan liberal untuk ukuran tahun 1980an, bahkan aku rasa kata progresif bukan kata yang tepat ya, untuk ukuran tahun itu, lebih dari itu tapi saya kesulitan mencari kata yang pas. 

Ibu Eddie adalah seorang obgyn yang memperjuangkan hak perempuan untuk menentukan sendiri kebebasan atas tubuhnya. Ayahnya seorang wartawan lepas dan penulis. Mereka berdua termasuk orang tua yang demokratis, tidak sembarangan melarang anak melakukan satu hal tanpa alasan yang jelas. 

Marianne Adams

Ibu Eddie di awal punya peranan kecil, digambarkan sebagaimana ibu lainnya yang saya kira tidak akan punya peran besar di buku ini. Rupanya saya salah. Perannya cukup menentukan alur cerita buku ini. Namun yang paling menarik buat saya adalah bagaimana cara ia mendidik Eddie dan bagaimana ia bersikap ketika suaminya sakit. 

Di halaman 236, ada satu kutipan:

"Karena kami melarang, Eddie," ujar Mum tajam.
Ibuku tidak pernah berkata begitu. Dulu beliau suka berkata bahwa kita tidak bisa menyuruh anak melakukan sesuatu dan mengharapkan mereka melakukannya tanpa alasan. 

Saya terpesona dengan cara Ibu Eddie mendidik Eddie, walaupun tentu kemudian ada perubahan ketika sesuatu yang mengerikan terjadi di lingkungan tempat mereka tinggal. 

Pendeta Martin

Pendeta Martin merupakan sosok sentral dari buku ini, sejak awal kita akan diberikan hints mengenai perilakunya yang abusive ke Nicky, anak perempuannya--yang masih satu geng dengan Eddie. Ia hidup berdua dengan Nicky, istrinya disebut sudah mati. Ia memiliki banyak pengikut yang sangat setia,yang bersedia melakukan apapun yang dimintanya, termasuk aksi masa menentang apa yang dilakukan Marianne.

Chloe

Diantara peralihan tahun 1986 dan 2016, tidak ada tokoh baru kecuali Chloe, seorang pemondok di rumah Eddie. Masih muda, nyentrik dan menarik, jadi teman ngobrol yang menyenangkan untuk Eddie yang di usia 40an tahun tidak banyak memiliki teman dan tidak memiliki pasangan. 

Yang Menarik dari buku ini:

Bagaimana anak-anak remaja berpikir dan berpendapat

Salah satu yang amat menarik buatku, yang pernah belajar sedikit tentang dinamika belajar anak-anak, adalah sudut pandang Eddie, seorang anak remaja berusia dua belas tahun yang memiliki pandangan-pandangan menarik. Ia juga memiliki banyak pendapat yang bijaksana untuk anak seusianya, tidak heran sebetulnya dengan latar belakang orang tuanya. 

Namun pada banyak kesempatan juga kalah dengan rasa penasarannya sebagai seorang anak-anak. Misal ia berpendapat kalau antusiasme untuk melihat jenazah yang baru saja ditemukan dari sungai adalah hal yang menjijikan, namun ia tak dapat meningkari rasa penasarannya untuk ikut melihat bersama teman-temannya. Yang cukup sejalan dengan salah satu hal yang khas dari anak-anak remaja, FOMO-- fear of missing out. 

Selain cara berpikir Eddie, kita juga akan terpapar cara Nicky, fat Guv, Hoppo dan Mickey bertindak, juga bagaimana naik turun hubungan pertemanan remaja, yang sangat sangat unik. 

Salah satu kutipan yang aku suka adalah:

"Itu permasalahannya dengan orang dewasa. Kadang tidak peduli pada apa yang kita karakan; mereka hanya mendengar apa yang mereka mau dengar" -- 233.

Namun tentu saja ini bisa jadi ada banyak bias ya, walaupun terasa hebat dan bijaksana, suara-suara Eddie sebetulnya kan dibuat oleh penulis yang bukan berada di usia Eddie (12 tahun) dan bahkan ditulis oleh C.J. Tudor yang seorang perempuan, bukan laki-laki sebagaimana sosok Eddie. Namun tetap saja! Menarik buat saya.

Kutipan-kutipan menarik Eddie

Karena kita melihat buku ini dari sudut pandang Eddie, yang buatku agak aneh, tapi juga bijaksana dan tidak mudah ngejudge orang lain. Ada banyak kutipan-kutipan yang layak di highlight dan amat relevan dengan kondisi siapapun. 

Tidak terlalu gore

Aku suka karena buku ini tidak terlalu gore dan tidak memberikan sensasi yang bikin enek habis bacanya [aku menemukan sensasi ini setelah membaca buku-buku Minato Kanae]. Tentu ada adegan-adegan eksplisit yang cukup berdarah-darah dan membuat saya urung membaca sendirian diluar kamar malam-malam hehe, tapi secara keseluruhan buku ini tidak terlalu membuat saya merinding. Tipe buku Misteri dan Thriller yang pas buat saya.

Kritik sosial tentang Agama

Sosok sentral Pendeta Martin dan pertentangannya dengan Marianne akan memberikan gambaran menarik tentang bagaimana beberapa sosok dalam buku ini memandang agama. 

Ada beberapa kutipan yang secara eksplisit membahas tentang ketidakcocokan keluarga Eddie dengan konsep agama.

Kurasa poinnya adalah orangtuaku tidak religius, dan mereka lumayan terbuka soal itu. Kurasa itu sebabnya mengapa sebagian orang di kota memandang mereka dengan sedikit curiga-- 157

--Menjadi orang baik adalah tentang bagaimana kita memperlakukan orang lain. Orang baik tidak butuh agama, karena mereka merasakan kepuasan batin dari melakukan apa yang benar." - 186 [Diucapkan oleh Ayah Eddie ke Eddie].

Selain ketidak cocokan tersebut, kita juga akan diperlihatkan betapa anehnya gambaran orang-orang yang mengaku beragama, mengaku menebarkan kebaikan, namun tidak terlihat pada tingkah dan lakunya. 

Buku ini tentu adalah gambaran realita yang terjadi tidak hanya di Inggris sana, tapi juga di Indonesia tentang orang-orang fanatis yang terjebak pada sosok dan penokohan tanpa benar-benar memahami substansi agama yang mereka anut.

Bagaimana kita menyikapi kematian

Ada banyak kematian di buku ini, terutama karena latar waktunya dalam rentang yang cukup panjang. Tidak semua kematian terjadi karena pembunuhan, namun itu jadi unik. Bagaimana Eddie yang kehilangan ayahnya, yang sebelumnya terkena demensia, namun meninggal beberapa tahun setelahnya, awalnya merasa sudah berpisah secara 'emosi' karena ayahnya tak bisa mengingatnya, tapi tetap sesak ketika Ayahnya akhirnya meninggal. 

Juga Hippo yang merasa ganjil ketika Ibunya yang sakit-sakitan meninggal dan ia merasa sebagian bebannya ikut hilang; yang kemudian ditenangkan oleh Eddie yang bilang, kalau kita bahagian karena penyakit orang tua kita juga ikut pergi. 

Atau bagaimana histerisnya Mickey ketika salah seorang anggota keluarganya juga meninggal.
Bagaimana Mr. Chalkman menyikapi kepergian seseorang yang amat dicintainya. 

Menarik sekali bagaimana semua hal ini mengingatkan saya kalau pada akhirnya kita juga akan mati; dan ada beragam cara orang mengenang kepergian kita.

---

Wrap Up

Buku berisi 345 halaman ini mampu membuat saya banyak merenung, sebuah kata yang aneh sebetulnya untuk menggambarkan apa yang saya rasakan setelah membaca buku misteri. Tapi ya begitu kenyataannya :). 

Sekali lagi, kalau kamu mencari plot twist dan kengerian serta kebrutalan pembunuhan berdarah-darah, kamu tidak akan menemuinya di buku ini! Tapi kalau kamu ingin membaca buku misteri pembunuhan sambil melihat latar belakang sosial yang terjadi dibelakang peristiwa tersebut, serta psikologi orang yang terlibat langsung dengan kejadiannya, mungkin buku ini cocok buat kamu! Ah dan iya, versi terjemahannya enak dibaca dan mudah dipahami!! 

---

Informasi buku The Chalk Man

Judul: The Chalk Man
Penulis: C.J. Tudor
Pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris tahun 2018
Pertama kali terbit dalam Bahasa Indonesia tahun 2020
Penerbit: PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia
Penerjemah: Meggy Soedjatmiko
Penyunting: Rina K. Agata
Penata Letak: Debora Melina
Desainer Salmpul: Y. Erson
Tersedia di iPusnas [gratis], Gramedia Digital [subscription]
Beli online disini: https://tokopedia.link/3cQddyNnaub



Mengawali hari kerja pertama dengan bekerja dari Kafe yang cukup menyenangkan.

Kali ini saya ingin menuliskan salah satu challenge #30DWC tapi acak, tak lagi berurut. Karena saya ketinggalan dan mulai keteteran untuk mengejar satu persatu, jadi saya akan pilih yang memang sedang relevan saja dengan apa yang ingin saya ceritakan. Salah satunya adalah prompt hari ke-14. Goals saya dalam 1 bulan kedepan. Goals saya sepanjang Oktober. 

Oktober 2022 akan jadi bulan yang super duper unik dan akan sulit saya lupakan, karena ini untuk pertama kalinya saya pindah kerja tanpa ada jeda libur atau transisi. Bahkan hitungannya saya masih kerja di dua tempat (karena pakai jatah cuti untuk early offboard di tempat kerja sebelumnya). Jumat masih kerja untuk kantor lama, Senin sudah kerja di tempat baru. 

Jadi goals saya satu bulan kedepan cuma satu: adaptasi. 

Adaptasi di kantor baru, adaptasi dengan jadwal kerja baru, adaptasi dengan roles baru, adaptasi dengan superior baru, adaptasi dengan peers baru, kenalan dengan semua stakeholder baru, dan memahami apa yang sebetulnya akan saya kerjakan kedepannya. 

Dulu, saya selalu percaya diri untuk bilang kalau saya adalah orang yang adaptif. Cukup baik dalam menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi. Tapi sekarang ketika saya semakin tua, walaupun orang bilang belum tua-tua banget karena saya masih punya satu tahun jatah sebelum akhirnya menginjak kepala tiga, saya semakin menikmati berada di zona nyaman, saya suka rutinitas yang jelas, saya suka hari-hari yang mudah ditebak. Mungkin faktor lainnya yang membuat saya punya kecenderungan baru tersebut adalah karena peran saya sebagai seorang ibu. 

Pindah kerja dan punya roles baru di tempat kerja ini, lumayan 'keluar dari zona nyaman' saya. Bahkan lebih berat dari ketika saya dulu pindah kuliah ke Sumatera padahal saya SMA di Jawa, atau ketika saya ikut program mengajar di Sulawesi setahun lamanya. Mungkin dulu saya tidak benar-benar merasa keluar dari zona nyaman karena saya tahu bahwa tempat-tempat yang saya pilih (kampus, program ngajar dan kepemimpinan) akan membawa saya belajar jadi diri saya yang lebih baik dan banyak memberikan benefit-benefit baik secara pengetahuan maupun materi untuk saya nantinya. 

Di tempat kali ini, bukan materi yang benar-benar jadi tujuan utama saya. Dan saya meninggalkan tempat kerja yang luar biasa spesial, memberikan hak-hak pegawainya dengan fair, memberikan asuransi kesehatan yang luar biasa bagus!, pun meninggalkan kesempatan untuk promosi di tahun mendatang. 

Kali ini, saya cukup tertarik dengan misi yang dibawa tempat kerja baru saya. Saya percaya dengan apa yang sedang dilakukan oleh tim ini. Saya juga ingin jadi satu orang, satu bagian kecil yang terlibat untuk perubahan di bidang yang amat-amat menarik buat saya. Sekarang saya belum bisa cerita banyak, tapi saya harap saya bisa banyak berbagi tentang apa yang sedang saya kerjakan saat ini di blog. 

Semoga kepercayaan saya terhadap misi ini bisa membuat saya tetap bisa adaptif di tempat kerja baru ya! 

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Nih buat jajan

POPULAR POSTS

  • Review Asri - Buku Seribu Wajah Ayah karya Nurun Ala
  • Review Asri: Buku Confession karya Minato Kanae
  • Reading Recap September 2021
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • We're Expecting!
  • Juni yang Tidak Terlalu Bersahabat
  • [Review Asri] Failure - Greatmind
  • Review Asri - The Power of Language Karya Shin Do Hyun & Yoon Na Ru
  • Senin Pagi

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Kamu pengunjung ke

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ►  2023 (7)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ▼  2022 (53)
    • ▼  Oktober 2022 (2)
      • Review Asri - The Chalk Man karya C. J. Tudor
      • Halo Oktober! #30DWC14
    • ►  September 2022 (13)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (15)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember 2017 (1)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (32)
    • ►  Desember 2014 (9)
    • ►  November 2014 (7)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (3)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (69)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (4)
    • ►  Januari 2013 (11)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)
Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes