Menjelang Petang.
Dulu diteriaki ulang oleh ibu.
Kini dipanggil lembur oleh bosku.
Dulu tubuh sudah ditaburi bedak
kini terjebak di kendaraan yang membeludak.
Dulu bersiap untuk pergi mengaji
kini sudah terbiasa saling mencaci.
Dewasaku membuat gamang.
Saat menjelang petang.
-gaber-
Kutipan diatas saya ambil dari halaman belakang buku Menjelang Petang karya Rizal Fahmi atau lebih dikenal sebagai Banggaber.
Saya sepertinya mengikuti akun @banggaber di Instagram sejak satu atau dua tahun lalu saya lupa persisnya. Setiap karya Banggaber, tak hanya menyajikan visual yang menarik tapi juga dibubuhi kata-kata reflektif yang selalu menancap dalam bagi saya.
Belakangan, Banggaber seringkali menampilkan karya bertema senja di akun instagramnya. Eh tunggu, Banggaber tak menyebutnya senja sih, tapi petang. Mungkin karena senja erat kaitannya dengan aktivitas ala penggemar musik Indi, sore hari menutup aktivitas dengan menikmati kopi dan mendengarkan musik di warung-warung kopi. Petang, meskipun arti katanya sama, lebih netral, masih bisa diartikan banyak hal oleh banyak orang.
Saya tidak anti aktivitas ala penggemar musik indi tadi loh, sejujurnya saya sendiri termasuk orang yang lebih senang menghabiskan waktu sore di warung kopi, sambil menggambar, menulis atau sekedar duduk-duduk saja, seringkali sambil membuat to do list dalam seminggu, karena waktu reguler saya bisa duduk duduk ngopi sore hari adalah hari Sabtu atau Minggu. Hari lainnya selalu menghabiskan sore di kantor.
Nah, meskipun cara saya menikmati senja sekarang amat sangat mainstream, saya punya ingatan tersendiri yang begitu melekat tentang waktu-waktu sehabis ashar hingga menjelang magrib ini. Senja, petang, sore teman-teman bisa bebas menggunakan kata apapun.
Bagi saya, waktu-waktu ini adalah waktu-waktu paling damai, kembali ke kenangan kecil ketika pada waktu-waktu ini biasanya Ibu saya atau Saudara-saudara saya mencari saya untuk pulang, mandi bersiap mengaji. Kadang dengan mudahnya saya pulang. Kadang Ibu bisa sampai marah-marah datang menyeret saya dari arena permainan. Sesudahnya saya mandi, sudah harum meski bedaknya cemong, menunggu adzan magrib dan wajib pergi ke tajug sebutan untuk Mushola di tempat saya tumbuh dulu.
Menjelang petang, saat-saat sinar matahari menyusup lewat jendela dengan hangatnya, matahari bersinar paling indah saat sore hari, apalagi saat angin juga berhembus lembut. Saya sering menemui sore-sore seperti ini dan sering berakhir menangis. Saking rindunya dengan masa kecil dulu.
Ternyata menjelang petang meninggalkan kesan yang amat dalam bagi saya.
Buku Banggaber kurang lebih menceritakan hal yang sama, yang saya suka tentu gambar dengan efek menjelang petang, efek matahari senja yang memang amat ciamik disajikan oleh banggaber.
Permainan kata Banggaber juga menurut saya luar biasa baik.
Tak banyak ilustrator yang pandai juga menulis. Bukan sekedar 'menulis' tentunya. Tapi bisa mengartikan hal-hal biasa yang terjadi dalam hidup kita semua, dengan luar biasa.
Ah iya, karena saya membeli dimasa pre-order, saya sekalian memesan kaosnya untuk Mas Har, kata-kata banggaber di kaos ini pernah diunggah di Instagramnya, membuat saya langsung merepost saking berartinya kata-kata ini bagi saya. Saya merekomendasikan teman-teman untuk membaca buku ini untuk mengalami dua pengalaman: Merefleksikan arti senja bagi teman-teman dan merefleksikan arti kehidupan yang kita jalani saat ini.
Buku ini akan bisa ditemui di toko buku kesayangan teman-teman Bulan September ini!
Selamat membaca dan mengartikan kembali makna senja!
Salam,
Asri
Menjadi konsisten memang sulit ya!
Bulan Juli berjalan amat sangat cepat sampai saya tak sadar ini sudah tangal 25, di awal bulan kemarin, saya sempat berjanji untuk menjadi anak baik yang lebih rajin latihan menggambarnya dari pada jajan alat tulis dan alat gambar lucu di Gramedia. Nyatanya hingga hari ini, sketchbook yang saya beli baru terisi setengahnya.
Tapi bulan ini adalah bulan paling banyak saya menggunakan alat tulis dan alat gambar. Padahal biasanya hanya beli lalu ditumpuk di wadah perkakas gambar. Rasanya seru sih hehe. Seperti kembali ke 2015 waktu saya sedang semangat-semangatnya belajar gambar.
Gara-gara ini juga saya jadi sadar kalau alat gambar saya awet banget! Masa Koi Sakura Watercolor Pocket saya masih ada sampai sekarang, udah kotor dan banyak bocel-bocel sih, tapi isinya masih lumayan banyak. Saking jarangnya digunakan melukis. Padahal belinya dari 2014, atau mungkin karena saya campur-campur menggunakan beragam cat air (bisa jadi sih!). Dari semua cat air, yang terlihat signifikan sisa sedikit hanya Pentel, sisanya, Winsor Newton half pan, Giotto, dan Koi masih cukup banyak.
Semalam masih sempat meluangkan waktu untuk membuat sketsa, mengisi buku harian dan jurnal rasa syukur. Mari kita lihat akan sekonsisten apa Asri untuk urusan hobi menggambar dan kecanduan mengumpulkan dan menggunakan alat tulis warna-warni untuk mengisi jurnal :)
--
Percakapan diatas terjadi pertengahan tahun 2014. Kala itu saya sebenarnya tak benar-benar ingin pergi dari Bengkulu, empat tahun menetap dan belajar disana, rasa cinta saya pada Kota ini tumbuh sedemikian rupa. Teman-teman terdekat saya ada di Kota ini, kesempatan bekerja (yang kala itu saya lihat amat menjanjikan) terbuka lebar. I can do so much things in this City. Itu yang saya pikirkan lima tahun lalu.
Apakah akhirnya saya menetap dan tinggal?
Eww, sayangnya dan syukurnya tidak.
Sayangnya, saya harus meninggalkan Kota ini, kembali ke Cimahi, bekerja di Kota yang selalu saya sebut Kota dimana saya berasal. Meninggalkan banyak kenangan dan teman-teman terbaik yang pernah saya miliki.
Syukurnya, saya bisa move on, menjalin kembali pertemanan lama, membangun pertemanan baru, lima tahun belakangan tak hanya bekerja dan belajar di satu tempat, lima tahun, empat pekerjaan di tempat berbeda. Saya juga bersyukur karena toh pada akhirnya, teman-teman terbaik yang saya miliki di Bengkulu pergi merantau atau kembali ke kampung halamannya. Tak terbayang betapa merananya jika saya tinggal dan tak ada mereka disana.
Singkat cerita, saya memenuhi janji untuk kembali lima tahun setelah saya meninggalkan Bengkulu. Untuk sebuah keperluan yang amat menyenangkan karena saya bisa menunaikan dua janji sekaligus dalam satu waktu. Satu: Kembali ke Bengkulu setelah lima tahun. Dua: Hadir di Pernikahan Renti.
Saya membeli tiket pesawat ke Bengkulu dua bulan sebelum saya berangkat. I'm beyond excited. Sempat merasa takut karena seperti mengulang pengalaman pertama kali berangkat, naik pesawat sendirian. (Bedanya kala itu saya diantar alm. Bapak sampai Soekarno Hatta). Ternyata saya satu pesawat dengan Ronald, sahabat saya yang juga mudik untuk menghadiri pernikahan adiknya. Perjalanan yang saya kira akan diisi air mata karena saya mengingat moment diantar Bapak pun sirna, Ronald berangkat bersama istri dan anaknya yang lucu. Saya merasa senang sepanjang perjalanan.
Me & Abang setelah lima tahun tak jumpa |
Sampai Bengkulu saya dijemput Abang Ari, sahabat satu geng yang selalu dituakan dan direpotkan. Abang datang basah-basah karena kehujanan. Dan meskipun hari masih hujan, Abang Ari mengantarkan saya ke tempat yang amat sangat ingin saya datangi: Universitas Bengkulu.
How I missed this place.
Rasanya seperti kembali ke sembilan tahun lalu, pertama kali menginjakkan kaki disini. Beberapa orang bingung ketika saya bilang tempat pertama yang ingin saya datangi di Bengkulu adalah kampus. Well, saya menghabiskan hampireluruh waktu ketika kuliah dulu dengan berada di kampus. Bukan hanya ketika ada perkuliahan tapi hampir sepanjang waktu. Meskipun tak mungkin menemui wajah-wajah yang sama, melihat gedung-gedung yang pernah saya lewati dulu, rasanya cukup untuk memanen rindu.
Saya di depan gedung perpustakaan Unib |
Di depan GKB III Ruang 1, kelas kuliah dulu |
Pernikahan Renti semacam ajang reuni bagi saya dan teman-teman.
Senaang sekali rasanya. Lima tahun memendam perasaan ingin pulang ke Bengkulu rasanya tak sia-sia. Saya pulang di waktu dan untuk alasan yang tepat. Walaupun hanya dua hari.
Wait, let just say this is my kinda Bachelorette party. Make sure the bride wont be starving in the morning |
Me & My BBFF |
Reunion |
Saya seharusnya pulang hari Minggu sore. Setelah diantar seluruh teman-teman (It's like the good old time, setiap kali meninggalkan Bengkulu, selalu diantar teman-teman terdekat), melewati drama penuh tangis di depan rumah Renti ketika pamit pada Ibu, hampir menangis di rumah Bu Ju, saya . . . ditinggal pesawat.
Whaaaat
Ternyata sebulan belakangan tak ada penerbangan sore dari Bengkulu ke Jakarta dengan Lion Air. Damn. Apesnya mereka tak berkabar, katanya nomor saya tak bisa dihubungi.
Setelah panik dan hampir marah (karena besok harus kerja pagi). Saya tidak jadi marah-marah seperti kejadian-kejadian penumpang ditinggal pesawat yang sering viral di media sosial. Saya cuma minta mereka menyediakan tiket penerbangan pengganti. Senin, yang paling pagi, kalau bisa subuh.
Setelah 30 menit, saya mendapatkan kepastian untuk terbang besok pagi jam 06.00, cukup pagi untuk berada di kantor sebelum jam 11.
Tapi tentu tetap ada hikmah dibalik semua kejadian.
Saya jadi bisa main ke Pantai Panjang, ke tempat dimana saya sering main sepeda bareng Abang Ari dulu. Melihat matahari terbenam dengan cara yang beberapa tahun lalu jadi cara yang 'biasa' namun sekarang jadi luar biasa. Juga bisa menginap di tempat Bu Ju, adik Ibu yang tinggal di Bengkulu.
Besoknya, saya kembali dengan hati yang penuh syukur.
Ahhhh, rasanya senang sekali bisa pulang.
Jadi kapan balik lagi ke Bengkulu, As? |
Minggu lalu saya mampir ke Gramedia Matraman untuk membeli hadiah buku, niatnya hanya membeli dua buku hadiah. Tapi pulang-pulang saya membawa lima buku. Padahal masih punya banyak buku yang belum dibaca :|
Tapi kembali lagi, seperti kata seseorang yang saya kenal, "Pencinta buku juga adalah penimbun buku" hehe. Nah, akhirnya saya membeli empat buku untuk diri saya sendiri. Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari, Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari juga, Burung-Burung Rantau karya Y. B. Mangunwijaya daaaaan diantara buku-buku sastrawan kebanggaan Indonesia tadi, nyeliplah buku yang justru habis dibaca lebih dahulu dibanding buku lainnya. Komik terjemahan dari Korea Selatan berjudul "Diary Karyawan Galau".
Buku ini bercerita tentang kisah harian penulisnya sebagai seorang karyawan. Ada suka-duka, senang-sedih, jatuh-bangun, optimis-pesimis bahkan apatis dengan keadaan kantor, interaksi dengan rekan, atasan, bawahan hingga presdir, semuanya diceritakan Harang dalam bentuk komik seperti gambar dibawah ini. :)
Saya gak bisa dibilang 100% karyawan macam Harang sih. Tapi beberapa hal mirip. Punya atasan/supervisor, rekan kerja, capaian dan target kerja, walau ritmenya lebih luwes & cair. Tapi banyak juga kisah dan perasaan-perasaan yang amat sangat mirip dengan kisah milik Harang. Contohnya ketika kita selalu merasa "rumput tetangga" yang selalu lebih hijau.
Saat bekerja ingin nganggur, saat nganggur ingin bekerja
Sungguh suara-suara kurang bersyukur yang sering datang disaat-saat berat. Atau ada lagi kisah dimana si karyawan ingin resign dari perusahaannya, tapi menunda-menunda-menunda hingga akhirnya resign hanya jadi wacana. Itu bukan persis kasus saya sih, tapi saya kenal seorang teman yang terwakili perasaannya :D
Saya membaca buku ini sekilas ketika di Cimahi, sisanya saya habiskan di kereta dari Cimahi menuju Jakarta. Langsung habis, di kereta saya tak henti senyum senyum sendiri, untung kebetulan kursi sebelah saya kosong.
Saya amat merekomendasikan teman-teman yang sedang penat-penatnya atau bahkan yang tidak sedang penat dengan pekerjaanpun, untuk membaca buku komik ini. Bahasanya ringan, gambarnya simple dan menarik, seluruh halamannya berwarna (which I love so so so much) hehe. Hiburan deh, apalagi bacanya sambil commuting sepulang kerja.
Akhir kata (aiaaaaah)
Sekian ulasan buku di penghujung Bulan Maret ini.
Salam hangat dari pekerja yang menentukan jam masuk dan pulangnya sendiri,
Aaaaasri.
If you get tired,
Learn to rest,
not to quit.
- a pinterest quotes with no source
Beberapa waktu yang lalu saya sempat merasa amat kalut, saat itu beban pikiran saya sedang berat-beratnya. Padahal saya baru pulang dari Cimahi. Biasanya energi saya terisi penuh setelah kembali dari Cimahi. Beberapa hari tersebut, saya menangis sepanjang malam, menangis di tempat kerja, bahkan mengambil jarak dari teman-teman di kantor dengan mengerjakan tugas di Taman.
Jumat malam, saya sudah tidak bisa meredam perasaan saya, saya telepon Mas Har, sambil terisak-isak bilang "Aku mau pulang...", sebenarnya saya janji pada diri saya sendiri untuk pulang paling cepat dua minggu sekali, akhir pekan lalu sudah pulang dan sekarang kembali merengek minta pulang, biasanya Mas Har akan mengingatkan saya pada janji yang saya buat, tapi waktu itu ia malah memperbolehkan saya pulang dan bilang akan menjemput di teminal leuwi panjang lalu mengantarkan saya pulang ke Cimahi.
Sepertinya itu adalah keadaan terendah saya selama berada di Jakarta. Jadi pulang adalah satu-satunya cara saya menyembuhkan diri.
Saya tak memberi tahu siapapun saya pulang, jika biasanya saya ke Lapak atau ke sekretariat Hayu Maca, kala itu saya hanya tidur-tiduran di rumah. Mengurus tanaman bersama Ibu, main sama Dimas dan Minggu siang mengajak Mas Har untuk main ke Taman Hutan Raya Ir. Juanda.
Di Tahura, saya benar-benar merasa sembuh. Melepaskan semua luka yang didapat ketika berada di Jakarta dan saya yakin bahwa saya bisa kembali ke Jakarta dengan keadaan yang prima.
--
Saya beberapa kali berada di kondisi seperti itu. Dulu, sebelum ada Mas Har yang sepertinya selalu siap sedia mendengarkan saya di kondisi apapun, kondisi seperti ini seringkali membuat saya destruktif, merusak saya perlahan dan membutuhkan waktu lama untuk kembali bangkit.
Kalau dibilang apakah saya beruntung karena sekarang ada Mas Har? (seperti yang sering Hanafi bilang).
Saya rasa iya. Mas Har tahu kondisi-kondisi dimana saya butuh diajak rehat dan bisa mengajak saya kembali bangkit. Dia mengajarkan saya arti 'learn to rest, not to quit'.
--
Kalau kamu berada dalam kondisi yang sama dengan saya, merasa kalut, jatuh, berada di kondisi teredah, cara rehatnya belum tentu sama. Bisa jadi kamu punya cara rehat yang lebih membutuhkan keramaian, menarik diri untuk sekian waktu, atau membuat jarak yang amat lebar, atau justru rehat versi kamu adalah tiduran di kamar sambil menonton drama korea.
Sekarang tentunya saya sudah berada di kondisi yang lebih baik.
Semoga kalian yang membaca tulisan ini, dimanapun berada, juga dalam kondisi baik.
Salam,
Asri
Setelah sekian lama berkeingininan berkebun di rumah, akhirnya 2019 ini saya benar-benar serius menggarap project ini :D
Serius karena akhirnya tempat jemur ibu di lantai ataspun kami rombak untuk menjadi kebun.
Saya, Ibu, Bayu dan Mas Har mencoba menanam beberapa tanaman. Ada yang memang berguna untuk kebutuhan ibu sehari-hari seperti daun salam, daun bawang, tomat, jahe merah, kunyit dan sebagainya. Ada juga yang memang untuk mempercantik halaman kecil kami saja, seperti lavender, bunga kamboja, sansivera dan beberapa tanaman hias lainnya.
Yang menarik dari berkebun kali ini (2015 saya pernah coba berkebun juga dan gak konsisten hhe) adalah kami juga mencoba menanam kaktus dan sukulen, mencoba mengembang biakkannya supaya berkembang lebih banyak di lantai atas.
Saya mau cerita banyak tentang pengalaman saya dan keluarga sebagai petani kota nih hehe. Tapi sepertinya tidak akan cukup dalam satu post saja, jadi nantinya saya akan buat post-post khusus tentang Kebun di rumah.
Gambar bunga jahe diatas saya ambil dari kebun, saya baru tahu kalau jahe bisa berbunga dan bunganya cantik :) tapi bunga jahe ini hanya muncul waktu sore-pagi dan mekar benar waktu malam. Kalau siang dia layu.
Di Instagram, saya sering post cerita-cerita tentang kebun bahkan saya buat highlights sendiri hehe.
Berikut beberapa tanaman yang sedang saya coba tanam di rumah:
Saya terinspirasi membuat ilustrasi untuk kutipan ini dari snapgram Kak Ayu, founder Sabang Merauke. Saya berkomentar iseng "Wow, apa kubikin gambarnya dan tempel di dekat meja kerja ya?" lalu akhirnya tradaaa. Walaupun nunggu sebulan baru selesai gambar.
Kenapa amat niat sampai bikin ilustrasi satu kutipan alih-alih download yang sudah ada di pinterest?
Tentu karena ini amat saya haha. Walaupun di kantor tidak ada yang usil menyinggung betapa berantakannya meja saya, tapi biarlah saya tempel ini di dinding untuk mengurangi rasa bersalah tiap melihat meja yang amat berantakan. :)
Beberapa hari lalu saya bertemu Rizki setelah sebulan lebih tak bertemu. Terakhir kami bertemu sebelum libur tahun baru. Setelah janjian ketemuan tapi harinya selalu tak cocok, akhirnya ketemu juga.
Eh Bentar. Saya sepertinya belum pernah cerita siapa Rizki di blog hehe. Saya pertama mengenal Rizki dari Indonesia Mengajar, saya dan Rizki adalah alumni pengajar muda di angkatan yang sama, dulu wakt pelatihan, saya dan Rizki sering ngobrol sampai malam sekali, seringkali sampai jam dua, padahal paginya jam setengah enam harus kembali bersiap olahraga.
Walaupun akhirnya beda penempatan, saya di Banggai dan Rizki di Nunukan, dan amat jarang bertukar kabar di penempatan karena sama-sama ditempatkan di desa yang susah sinyal, selepas penempatan kami justru lebih sering berkabar satu sama lain. Tidak intense, tapi sekalinya ngobrol bisa panjang dan lama sekali.
Karena sama-sama bekerja di Jakarta, kami lebih memilih cara bertukar cerita paling menyenangkan: Bertemu Langsung! hehe termasuk pertemuan terakhir.
Setiap bertemu Rizki, rasanya banyak sekali pelajaran yang bisa saya dapatkan. Rizki dan saya juga sebenarnya adalah orang-orang dengan kepribadian ENFP, yang biasanya gemar bercerita, dan betul sekali hehe. Jadi tiap mau bertemu, saya selalu tak sabar mendengarkan banyak cerita.
Dari banyak sekali cerita yang seru dan penuh pelajaran dari Rizki kemarin, saya amat senang mendengar Rizki menceritakan ulang sebuah online course yang sedang ia ikuti di coursera. Tentang belajar bagaimana caranya belajar. Learn how to learn. Rizki menceritakan analogi otak kita ketika sedang dalam posisi focused atau diffuse dengan pinball. Saya sendiri baru pertama kali mendengar diffuse mode ini. Yang lebih menarik lagi, adalah tentang illustion of learning yang menurut saya amat dekat dengan saya yang kadang punya sejuta alasan untuk pengembangan diri sendiri.
Illusion of Learning ini adalah kondisi dimana kita baru bisa/memahami satu topik, namun sudah merasa paling expert, belum lagi ditambah afirmasi dari banyak orang, jadinya kita stuck di kondisi 'bisa'nya kita yang mungkin masih beginner atau intermediate saja, belum sampai expert :).
Ketika Rizki cerita itu, saya langsung membayangkan saya dan dunia ilustrasi yang sedang coba saya geluti sekarang. Saya bisa basic menggambar manual dan digital. Banyak teman yang juga memuji "Wah, gambarnya bagus", tapi saya sendiri agak malas mengupgrade diri dan nyaman dengan kemampuan saya yang sebenarnya masih amat dasar.
Setelah bertemu Rizki, saya jadi makin bertekad untuk ikut kelas gambar/ilustrasi online dan offline, juga kembali menyemangati diri untuk menamatkan course online yang saya ikuti :)
Kemarin itu, saya dan Rizki ngobrol sampai jam 11.30 malam, nunggu cafe tutup hehe, tapi rasanya masih ingin ngobrol lebih banyak lagiii. Setiap habis ngobrol, rasanya seperti habis coaching dengan coach yang tahu bagaimana untuk meningkatkan semangat belajar saya lebih baik lagi.
Masih banyak pelajaran lainnya yang bisa dibagikan sebenarnya, tapi cukup sekian dulu teman-teman!
Happy learning!
POPULAR POSTS
Goodreads
Asri's books
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran.
Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
Kamu pengunjung ke
Cari Blog Ini
Arsip Blog
-
▼
2024
(7)
- ► April 2024 (3)
-
►
2023
(17)
- ► November 2023 (1)
- ► September 2023 (1)
- ► Maret 2023 (2)
- ► Februari 2023 (2)
- ► Januari 2023 (3)
-
►
2022
(53)
- ► Oktober 2022 (2)
- ► September 2022 (13)
- ► Agustus 2022 (2)
- ► April 2022 (7)
- ► Maret 2022 (5)
- ► Februari 2022 (6)
- ► Januari 2022 (3)
-
►
2021
(35)
- ► Desember 2021 (5)
- ► November 2021 (1)
- ► Oktober 2021 (1)
- ► September 2021 (4)
- ► Agustus 2021 (3)
- ► April 2021 (1)
- ► Maret 2021 (2)
- ► Februari 2021 (6)
- ► Januari 2021 (6)
-
►
2020
(13)
- ► Desember 2020 (3)
- ► Agustus 2020 (4)
- ► April 2020 (1)
- ► Maret 2020 (1)
- ► Februari 2020 (1)
-
►
2019
(14)
- ► November 2019 (1)
- ► Oktober 2019 (1)
- ► September 2019 (1)
- ► Agustus 2019 (2)
- ► Maret 2019 (3)
- ► Februari 2019 (2)
- ► Januari 2019 (2)
-
►
2018
(15)
- ► Desember 2018 (4)
- ► November 2018 (1)
- ► Maret 2018 (3)
- ► Januari 2018 (2)
-
►
2017
(20)
- ► November 2017 (2)
- ► Oktober 2017 (3)
- ► September 2017 (2)
- ► Agustus 2017 (4)
- ► Januari 2017 (2)
-
►
2016
(65)
- ► Desember 2016 (2)
- ► September 2016 (2)
- ► Agustus 2016 (3)
- ► April 2016 (25)
- ► Februari 2016 (1)
- ► Januari 2016 (1)
-
►
2015
(29)
- ► Desember 2015 (3)
- ► September 2015 (2)
- ► Agustus 2015 (13)
- ► Maret 2015 (2)
- ► Februari 2015 (1)
- ► Januari 2015 (3)
-
►
2014
(29)
- ► Desember 2014 (8)
- ► November 2014 (6)
- ► Oktober 2014 (2)
- ► September 2014 (2)
- ► Februari 2014 (6)
-
►
2013
(66)
- ► Desember 2013 (1)
- ► November 2013 (5)
- ► Oktober 2013 (7)
- ► September 2013 (7)
- ► Agustus 2013 (15)
- ► April 2013 (5)
- ► Februari 2013 (3)
- ► Januari 2013 (9)
-
►
2012
(6)
- ► November 2012 (4)
- ► Oktober 2012 (2)
-
►
2011
(8)
- ► Oktober 2011 (4)
- ► September 2011 (1)
- ► Maret 2011 (3)
Diberdayakan oleh Blogger.