Journal Asri
Songkhla Diary No. 6
Ini latepost, harusnya dari minggu kemarin saya posting. :P
The Monks
Jadi ceritanya usai ritual pergantian kain di Tang Kuan Hill, esoknya ada festival Lark Phra/Chak Phra. Saya beruntung sekali karena festival ini hanya berlangsung setahun sekali di Songkhla, tepatnya di sekitar Tang Kuan Hill, festival ini seharian penuh loh. Dari pagi, para penganut agama Budha sudah berkumpul disekitaran Tang Kuan, biksu-biksu akan turun dari sana. Mereka memberikan makanan dan uang kepada biksu-biksu tersebut setelah selesai berdoa. Saya tak banyak mendapat informasi tentang filosofi dan sebagainya dari kegiatan dipagi ini, yang jelas ini ritual yang tak kalah sakral karena sepertinya biksu senior yang memimpin doa. Saya sendiri berangkat naik sepeda pagi sekali dari dorm.
Thailand traditional dancer
Suuai mai ?

Awalnya saya dapat tempat yang sangat jauh dari pusat ritual, orang sudah berkumpul lebih awal, ramai sekali. Tapi kemudian ada seorang ibu yang menunjuk-nunjuk supaya saya mendekat, jalan saja, mungkin begitu katanya. Ia berbicara dalam bahasa Thailand. Saya 'so' berani, berjalan ditengah-tengah jalan kosong dan menuju ke kumpulan orang yang juga sedang sibuk mengambil gambar. Dan lagi, semua orang memandang ke arah saya dengan tatapan aneh hhe, saya pakai jilbab dan ada ditengah-tengah acara para budhis.
The Monks in Lark Phra Festival
Tapi pandangan itu jadi tak ada artinya setelah menyaksikan para biksu turun dari tangga naga, semua orang ikut sibuk dan kerumunan di depan tangga yang ingin mengambil gambar makin banyak saja. Para biksu ini berkeliling mengambil makanan yang telah disiapkan masyarakat budha.
Arak-arakan Budha Boat
(ceritanya) Ikut mendorong Perahu Budha
Di siang hari, festival berlanjut dengan arak-arakan Budha Boat dari tiap wat di seluruh daerah di selatan Thailand. Diiringi dengan iringan kebudayaan Thailand yang sangat mirip dengan Indonesia. Mulai dari becak, penari tradisional, ibu-ibu pembawa bakul. yang beda mungkin Ladyboy ya :D
OK, ini skandal rahasia Windy dan para Ladyboy :P
Perahu-perahu ini berhenti di depan alun-alun, malammnya akan ada konser ditambah show time kolam di tengah alun-alun yang menampilkan air mancur dengan beragam warna.
Rasanya saya sedang ikut program culture exchange dan ditunjukkan semua ragam kebudayaan Thailand pada festival ini. Pemerintah Thailand memang sangat serius membangun pariwisata di daerahnya. Acara ini tentu saja dihadiri oleh seluruh warga kota, bahkan turis dari luar kota dan mancanegara.

Thai Ontel :P
O.O

:)



Mirip penari jawa ya ?

a Lady BOY !
Ngomong-ngomong di edisi ini banyak sekali foto narsis :) tak tahan untuk tak ikut berfoto bersama mereka :D
Songkhla Diary No. 5
Songkhla view from Tangkuan Hill
Saya absen menulis seminggu lebih :) kegiatan di sini membuat saya cukup lelah dan biasanya berakhir dengan tidur ketika sampai rumah. Jadi jarang bisa lama membuka blog untuk menulis, padahal banyak sekali stok cerita yang sudah disiapkan :D.
Amphe Muang Songkhla
Diary no.5 ini akan bercerita tentang Khao Tang Kuan (Tang Kuan Hill), yang merupakan salah satu objek wisata yang cukup tenar di Selatan Thailand dan kebetulan jaraknya hanya naik sepeda sepuluh menit dari dorm saya. Hingga tulisan ini diposting saya telah berkunjung dua kali, dan keduanya free. 
Masih dari atas Tangkuan Hill
Suuai Mak
Kunjungan pertama saya ditemani acan Fon, ia memberi tahu saya sedikit tentang tangkuan hill. Bukit tersebut merupakan bukit tempat kita bisa memandang Songkhla dari atas, beberapa murid nursing college sering mendaki ke tempat tersebut untuk berolahraga, tapi ada lift yang disediakan dengan biaya 30 Bath atau sekitar 12.000 rupiah untuk naik dan turun. Kami pergi jam dua siang, dan itu bukan waktu yang direkomendasikan untuk pergi, meskipun cerah sekali dan bisa melihat kota dengan jernih, tapi panasnya ampun. Lebih baik datang pagi atau sore sekalian. 
Gembok cinta di Tangkuan Hill
Dari atas kita bisa melihat pulau-pulau kecil, pantai, laut, dan kota Songkhla. Pulau-pulau kecil tersebut dipercaya sebagai pulau Tikus dan pulau kucing, sedangkan tangkuan hill adalah pulau anjing, ada cerita rakyat songkhla yang berkisah tentang kucing, anjing dan tikus yang berebut mutiara, karena tidak bisa berenang, kucing dan tikus mati ditengah laut, bentuk dua pulau tersebut pun agak mirip dengan kucing dan tikus. Sedangkan di Tangkuan Hill dipercaya sebagai tempat matinya di Anjing yang telah sampai ke darat. Kami hanya melihat-lihat dan berbincang setelahnya di bawah pohon, bukan tentang Songkhla malah, tapi tentang bola.
Nimbrung seremoni
Beberapa hari berselang, tepatnya hari sabtu, ajakan ke Tangkuan Hill datang mendadak, pagi-pagi di telfon ada festival di tangkuan hill yang cuma setahun sekali. Teman saya akan datang menjemput di depan college, jadilah saya buru-buru datang. Setelah sampai disana barulah tau kalau itu Sebenarnya bukan festival :) tapi ritual penggantian kain yang menutupi wat di tangkuan, tapi tak apa lah, ramai sekali, dan betul tebakan saya lebih asyik pergi di pagi hari :). Ritual ini sebetulnya ritual Budha, jadi mereka mungkin agak aneh melihat saya (yang memakai jilbab) ada diantara mereka, tapi beberapa cuek saja, mungkin sudah tau ini salah satu potensi wisata mereka sehingga siapa saja bisa melihat. :D

Wat yang diganti kainnya
Berapa detik usai ritual : makannya habis, semua berebut T.T saya cuma nyicip buah naga

Ini edisi narsis :) keren foto di atas tangkuan
Songkhla Diary No.4 
Thai traditional games : Mother Snake
Saya sudah seminggu mulai magang jadi teacher assistance di Sebuah Daycare. Rasanya aneh mengajar anak-anak dimana mereka tidak mengerti apa yang kita ucapkan dan begitu pula sebaliknya. Tapi toh saya tida memegang materi utama, tetap sebagai asisten, tugas saya tiap pagi adalah mengecek kesehatan semua anak dan membantu menyiapkan materi dan media. Di hari pertama magang, anak-anak hanya sekedarnya melihat saya, mungkin mereka pikir saya hanya sedang melakukan observasi sehari lalu pergi, di hari berikutnya mereka mulai menyadari kehadiran saya, beberapa bahkan mengajak saya mengobrol, dan saya hanya bisa bengong karena tidak bisa menjawab pertanyaan mereka.
Guru di Carp Fish Group, kelas saya mengajar, adalah Acan Tip. Sebenarnya ia tak begitu fasih bahasa Inggris, tapi mengerti beberapa bahasa Inggris dasar dengan vocab seadanya, yang membantu adalah kemampuannya berbahasa Melayu :) Jadi kami bisa saling mengerti saat merencanakan pembelajaran di kelas.
Magang di TK memang paket komplit, bukan hanya dapat ilmu pedagogik tapi juga budaya lokal.

Di Hari berikutnya saya telah prepare dengan beberapa kata yang pasti selalu digunakan di setiap PAUD di seluruh dunia, hanya bahasanya yang berbeda. Kata-kata tersebut adalah warna :). Malamnya saya telah menghafal beberapa warna dalam bahasa Thai. serta sebuah kalimat tanya 'ini warna apa' dalam bahasa Thai. Saya coba bertanya kepada anak-anak tersebut dan mereka mengerti :) menjawab, bahkan bertanya balik, kami mulai dekat semenjak saya bisa basa-basi bertanya ini warna apa.
Semenjak itu saya jadi rajin menghafal beberapa kata, menanyakannya kepada mereka, walaupun ketika mereka bertanya balik saya masih tak bisa menjawab. Tapi anak-anak juga mengerti, biasanya ketika mereka minta tolong kepada saya, mereka sertai dengan gerakan tangan dan bahasa tubuh yang ikut bicara.
Ping
Saya hanya berharap dalam dua minggu ini saya bisa belajar banyak kata baru yang bisa saya gunakan dikelas. Pasti menyenangkan bisa mengobrol dengan anak-anak yang super imut itu dengan bahasa yang saling dimengerti.
Songkhla Diary No. 3
Mnora Show
Saya baru seminggu di Songkhla, sebuah provinsi di Selatan Thailand. Tapi saya tahu dalam beberapa hal Songkhla lebih maju dari Indonesia. Terutama Bengkulu. Salah satu hal yang ingin saya share dalam posting ini adalah perhatian pemerintahnya terhadap kebudayaan daerah.
Jadi ceritanya sabtu lalu saya kembali diajak acan Kae dan Acan Fon mengunjungi sebuah taman di Songkhla, saya lupa nama thailandnya, tapi acan Kae selalu menyebut Songkhla Park, tempatnya di sebelah Songkhla Hospital. Saya kira kami hanya sekedar sight seeing (baca : belanja). Soalnya tempat ini juga agak mirip pasar malam dari luar. Waktu masuk ke taman ini, ternyata ada pagelaran budaya yang dengan panggung yang sangat megah yang akan digelar, pangungnya super. Maksud saya untuk pagelaran budaya gratis yang bisa ditonton oleh semua masyarakat ini benar super.
Mnora show
Kami datang tepat waktu sebelum pertunjukan pertama dimulai, namanya Mnora, sebuah tarian khas Thailand selatan. Penarinya adalah anak-anak usia SD, acan fon bilang mereka memang anak SD, dan semua yang akan tampil adalah pelajar. SD, SMP atau SMA. Jadi pemerintah memberdayakan pelajar supaya anak-anak muda Thailand juga mengerti kebudayaannya sendiri.
Nangtalung role
Tarian kedua adalah tari kipas, disini disebut Rong Nggong. Agak kurang seru sih kalau dibandingkan dengan Tari Kipasnya Indonesia :). Setelah itu ada Penampilan Nangtalung (wayang hitam Thailand) yang diperankan oleh dua anak SD, mereka melucu dan walaupun saya tidak mengerti bahasanya, sepertinya benar-benar lucu, soalnya penonton tertawa lepas sekali. Mereka berdua merupakan dua orang siswa disekolah muslim yang membuka penampilan tarian melayu teman-teman mereka. Tari Melayunya juga keren :) Mirip tarian di Indonesia, dan melihat puluhan siswa muslim diatas panggung, dengan jilbab dan sarung khasnya, saya jadi salut dengan masyarakat Thailand (yang mayoritas Budha : 93%) tapi masih menghargai dan menerima perbedaan.
Malayu Dance
sebenarnya masih banyak penampilan yang akan ditayangkan. Tapi saya harus pulang lebih awal :) maklum nebeng. Kami juga sempat berputar dipasarnya, ternyata yang dijuala adalah makanan khas thailand, jajanan ringan dan produk OVOP. yap. one village one product. semuanya handmade. Harganya memang agak sedikit mahal, tapi kualitasnyanya top dan kemasannya sangat kreatif.
Semacam wayang kalau di Indonesia
Karena keterbatasan bahasa Inggris acan Fon dan acan Kae, saya kurang mengerti berapa kali pagelaran ini digelar, mereka hanya menyebut 3 kali, entah dalam seminggu, atau sebulah. Yang pasti pagelarannya gratis. Dan jika kita membawa kendaraan pun bayarnya gratis :) itu kenapa saya bilang untuk urusan ini Indonesia perlu belajar. di Indonesia, tak banyak ruang publik untuk pertunjukan daerah, disini tak hanya di songkhla park, di beberapa pasar malam pun ada panggung pagelaran budaya. Padahal budaya Indonesia jauh lebih kaya dan melimpah dari budaya disini.
Seorang anak yang dibawa berjualan Ibunya, bermain Nangtalung. Apresiasi budaya sejak dini :)

Songkhla Diary no. 2
Kalau dipikir-pikir, program pertukaran pelajar saya tidak sesimple yang saya kira. Di Awal dulu saya hanya membayangkan akan ditempatkan di sebuah TK di Penang, Malaysia. Ternyata setelah berbulan-bulan menunggu dan menganggur dua bulan lebih karena saya juga terlambat mengambil program KKN, programnya pupus, saya dipindah ke Songkhla di Thailand. Dulu, waktu kami semua masih bisa memilih Universitas exchange saat seleksi saya menghindari Songkhla sebagai destinasi saya. Why ?
Dari semua alumni sejak bertahun-tahun lalu, hanya dua orang alumni yang exchange di kota selain Songkhla, sisanya disini. Saya sudah bosan mendengar ceritanya, rasanya tak 'wah' lagi datang ke tempat yang sudah didatangi banyak orang. well itu dulu.
Sekarang setelah di Songkhla semuanya berubah. Saya banyak menikmati hal baru yang tidak didapat para alumni atau teman angkatan 2013 karena ditempatkan di tempat yang benar-benar baru. MoU exchange saya sebenarnya dengan sebuah kampus teknik yang cukup besar dan tenar di kota ini, tapi karena jurusan saya PAUD (dan lucu sekali kalau kampus teknik punya jurusan PAUD), saya dipindahkan lagi ke kampus lain, Boromarajonani College of Nursing, Songkhla. Akademi keperawatan yang mempunyai Lab PAUD. di Lab tersebut saya ditempatkan. Mereka lebih sering menyebutnya daycare.
My Name Card :) and my desk.
Di Kampus ini, saya menjadi mahasiswa exchange pertama mereka. Sambutan yang diberikan sangat baik, walaupun sangat sedikit acan (guru) yang bisa berbahasa Inggris. Walaupun magang di daycare, saya diminta supervisor saya untuk tetap ngantor di kampus, satu ruangan dengan semua dosen bagian kesehatan anak.
Salah satu spot didekat asrama
Selain pindah kampus, saya juga pindah Asrama, jujur asrama yang lama lebih asyik fasilitasnya, semacam flat dengan dua kamar, meja makan, sofa, TV, kulkas dan saya bisa masak serta mencuci di asrama tersebut. Di tempat baru, Saya dilarang mencuci dan masak, aturannya memang seperti itu, jadi untuk mencuci saya harus membayar laundry kampus, sekitar 350 bhat perbulan (1 bhat : 425 rupiah). Saya manggut untuk urusan nyuci, tapi untuk masak, karena dilarang disini, saya berencana masak di dorm diogi dkk yang hanya berjarak 15 menit dengan jalan kaki. Biar lebih irit :). Satu hal yang saya suka dari kampus ini, mereka menyewakan sepeda untuk mahasiswa yang ingin keluar kampus, harganya yang istimewa, cma 2 bhat sehari. Makanya pulang pergi ke tempat diogi dkk terasa mudah saja.
Sepeda 2 bhat / hari
Hari Jumat kemarin, Acan Kae, pimpinan di bagian pediatric mengajak saya pergi ke Greenway, pasar malam yang sangat ramai di Hat Yai, sebuah daerah yang jadi 'kota' nya Songkhla, jaraknya sekitar 40 menit naik mobil. Tadinya saya pikir kami hanya akan berjalan, melihat-lihat dan belanja. Ternyata salah :). dari kampus kami pulang terlebih dahulu ke rumah Acan Kae mengambil kedua anaknya yang biasa dititip dirumah neneknya, dan pergi bersama-sama ke Hat Yai. Di sana sudah ada mahasiswa acan kae yang menunggu. Ternyata bukannya belanja, kami malah akan jualan. Bukan jualan seperti diogi dan windy, kami berjualan boneka kecil seharga 20 bhat untuk dana yang akan disumbangkan pada Nursing Day tanggal 21 Oktober mendatang. Jadi semacam bakti sosial :).
Rencananya hari ini kami akan kembali menjual boneka-boneka it di Songkhla Park. So excited. Padahal baru dua hari disini.

Acan Kae and Acan Fon

Anaknya acan Kae : Go Pai

Greenway, Hat Yai

20 bhat / boneka untuk kegiatan amal




Songkhla diary no.1 
Sebelum berangkat ke Thailand, saya berjanji untuk menulis tentang berbagai hal yang saya temui di sini. Terutama tentang destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Dan banyak sekali memang yang bisa saya tulis tentang Songkhla. Tapi di diary No. 1 ini, saya memberikan special tribute untuk dua teman yang senantiasa membantu saya di hari-hari pertama di Thailand. Siapa ? Ini lah mereka The CEO wannabe : Diogi dan Windy.
The CEO Wannabe
Diogi dan Windy, yang sudah tiga bulan lebih dahulu berada disini, mengikuti course selama setahun penuh di Faculty of Business and Administration RMUTSV, mereka berdua yang menjemput saya di Stasiun Hatyai, memberi semua info tentang hal-hal dasar tentang budaya dan kebutuhan sehari-hari juga guide yang selalu memberi petunjuk tentang rute dan tempat di Kota ini.
Karya Diogi di Thailand :)
Pengalaman jajan pertama ditemani mereka : Nasi Kuning
Kenapa saya memberikan tribute pertama saya kepada mereka ?
Well, I'm really proud of them :) tiga bulan disini, mereka sudah bisa menguasai percakapan dasar berbahasa Thailand, bisa berinteraksi dengan para tetangga, benar-benar serius belajar, mendapat nilai tinggi dikelas yang mereka ambil, and another thing : Mereka bukan cuma belajar di kampus, tapi belajar hidup di negeri orang. Bukan sekedar hidup ! mereka melakukan sesuatu untuk hidup, yup mereka membantu seorang teman berjualan di sebuah pasar malam tiap senin, selasa dan rabu. Usai kuliah, jam lima hingga setengah sepuluh malam, mereka mempersiapkan semua hal untuk berjualan baju dan menjajakannya, dalam bahasa thailand !!
Preparation

Preparation
Saya kaget, mereka berkembang jauh sekali, kisah mereka sangat jauh dengan kisah para alumni program exchange yang kadang terdengar membanggakan bagi mereka. Saya sendiri yakin dari seluruh alumni program exchange, baru mereka berdua yang pertama kali melakukan kegiatan ini, berjualan, berinteraksi langsung dengan warga, menjajakan dagangan tanpa malu. Dan ini jauh lebih membanggakan dari pada mendengar cerita seorang alumni yang bisa mengibarkan bendera saat 17-an di konsulat, atau pergi jalan-jalan ke Banyak tempat and spend much money selama program exchange.
They Speak in Thai !!
Jualan baju di pasar malam. Mungkin terdengar biasa malah rendah bagi sebagian orang, tapi toh tidak buat saya, apalagi melihat mereka berdua mendapat banyak sekali pelajaran dari kegiatan ini, Pertama  kegiatan ini juga benar-benar membuat bahasa Thailand mereka terupgrade sangat cepat. Mereka bisa menjajakan dengan bahasa Thailand, serta menjawab pertanyaan berbahasa Thailand yang diajukan pembeli. Kedua mereka jadi terinspirasi dengan banyaknya wirausaha muda di Thailand. Jay, teman yang mereka bantu, sudah bisa kredit mobil di tahun ketiga kuliahnya. Jadilah mereka berdua pun memasang mimpi bisa membeli mobil dari usahanya. Semua mimpi mereka tulis dan tempel di atas meja belajar kamar mereka. Cita-cita terbesarnya menjadi CEO diperusahaan masing-masing.
Kalau lagi laris, bisa sampai 40 baju terjual dalam semalam
Selain mimpi-mimpi tersebut, mereka juga punya rencana besar untuk Bengkulu dari hasil riset selama menjalankan usaha di Songkhla, Rencana itu benar-benar mereka rancang dengan serius. Saya tak bisa memberi tahu rencana tersebut, walaupun mereka menceritakannya dengan suka hati, hak mereka untuk memberi tahu dunia tentang rencana tersebut.
Waktu Ramai :) Ada aura CEO yang terpancar nih :P
Malam ini, saat menulis diary pertama di Kota ini, saya menyelipkan sebuah doa untuk mereka : sukseslah dan jadilah CEO di perusahaan masing-masing !
Amien
Welcome to Malaysia
Hari minggu tanggal 6 oktober lalu saya berangkat ke dari Bengkulu ke Thailand untuk program exchange saya selama dua bulan. Karena ongkos pesawat ke Thailand yang sangat mahal, saya dan seorang teman memutuskan untuk transit ke Kuala Lumpur dan melanjutkan perjalanan ke Hat Yai naik kereta, costnya tentu jauh lebih murah. Kami naik pesawat siang dari Bengkulu, dan menunggu pesawat malam ke Kuala Lumpur.
Stt, ini perjalanan pertama saya ke negeri orang. Saya bukan anak orang kaya yang biasa mengajak anaknya liburan ke luar negeri, atau bukan pekerja kantor yang bolak-balik ditugaskan keluar negeri Jadi saya sangat excited :) apalagi waktu lewat bagian imigrasi dan paspor saya dicap pertama kali, sesuatu.
Menunggu kereta di KLIA
Karena kereta ke Thailand baru berangkat jam 9 malam keesokan harinya, jadi saya memilih menginap di Bandara, teman yang pergi bersama saya sudah pernah numpang tidur di Bandara ini, katanya aman. Saya tentu saja mengiyakan, kan gratis :). Tapi bandara KLIA, Kuala Lumpur International Airport memang berbeda ya dengan Soetta, mungkin sama besarnya, yang membedakan adalah bangunan dan fasilitasnya. Rasanya baru datang ke Bandaranya saja sudah seperti datang ke satu tempat wisata sendiri di Malaysia. dan fasilitasnya juga super, untuk mengambil bagasi saja kita diantar naik kereta ke gedung yang berbeda.
The Tea, enakan Teh ! lebih murah -,-
Keesokan harinya kami naik bus ke LCCT, semacam bandara domestiknya Kuala lumpur, naik bis RM 2.5 sekalian sarapan disini, saya yang tak pernah kesini cuma bisa manut ketika teman saya memilih McDonnald sebagai tempat makan. Memesan Hotcakes + Teh Hangat yang harganya sampai RM 13, ga cocok sama niat hemat dari awal :). Dari LCCT lanjut naik bis KLC, Stasiun Kereta pusatnya Kuala Lumpur, disini kami akan naik kereta jam 9 malam nanti, planning yang sudah direncanakan dari jauh hari adalah menghabiskan sehari penuh keliling Kuala Lumpur.
Keychain RM 9.9 each
Kami menitipkan barang-barang di Loker Stasiun, untuk barang kecil seperti tas jinjing dan ransel saya, cukup 1 loker kecil yang sewanya RM 5 per malam, untuk koper besar RM 20 permalam. Setelah menyimpan beban dan hanya membawa tas dengan barang penting seperti paspor, uang dan (tentu saja) kamera. Kami mulai berpetualang.
Disini saya kagum, sangat kagum malah dengan sistem transpotrasi umum di Malaysia. Dengan fasilitas kereta yang datang tiap lima menit sekali dengan kondisi sangat bersih dan full AC, kita hanya perlu mengeluarkan RM 1.6, sekitar 5.000 dalam rupiah, tentu saja ini bisa mengurangi kemacetan dengan efektif. Ditambah lagi rute yang diberikan benar-benar dari ujung ke ujung.
Suria KLCC
Tempat pertama yang kami datangi adalah KLCC, tempat si duo gedung pencakar langit yang menjadi ciri khas kota ini, tadinya saya mau langsung kedepan gedung, mengambil foto. Tapi partner saya mengajak untuk masuk ke Suria terlebih dahulu, dia memang punya niat belanja :) satu hal yang saya hindari sejak awal merencanakan perjalanan program ini. Suria memang mentereng dengan jejeran butik ternama mulai dari Chanel sampai Louis Vuitton, brand kegemaran anak muda Uniqlo, supermarket dari jepang Isetan, tapi namanya Mall, dimana-mana menurut saya sama, Suria tak ada bedanya dengan Trans Studio Mall di Bandung, yang beda ya bangunannya, tapi untuk masalah bangunan Mall, sampai sekarang saya masih ngefans sama Paris Van Java dan Cihampelas Walknya Bandung, sorry Suria ! kalaupun ada hal menarik di Suria, the one and only is Kunakuniya, gramedianya jepang yang nongkrong di Malaysia, keren kan rasanya masuk ke toko buku yang setengahnya diisi buku berbahasa dan abjad jepang :).
The Twin Tower : Normal Mode
The Twin Tower : another mode
The Twin tower : another mode
The Twin Tower : Last Mode
Selesai melihat-lihat Suria, baru saya bisa berjalan ke depan petronas. Memang keren sih :) Secara ada di 10besar gedung pencakar langit dunia. Saya sendiri mencoba memotretnya dari sisi lain, bosan dengan gaya dua tower dengan jembatan ditengahnya.
Masjid Jamik Kuala Lumpur
Masjid di Tengah Kota
Setelah puas dengan Tower tersebut, kami lanjut ke Masjid Jamik, masjid besarnya Malaysia, sayang bagian museum disamping masjid sedang di renov, jadi saya hanya bisa masuk untuk melihat dan numpang mengambil foto, setelah itu kami kembali ke Suria. Kenapa ? karena disekitaran Masjid Jamik ada poster besar Lunch Treat KFC yang hanya RM5.5 dan KFC terdekat yang kami tau adanya di Suria. Usai makan dan kembali ke KLC, ternyata ada juga KFC disana ! buang-buang uang RM 1.6 dah !
Tapi setelah semuanya, gapapa lah, hitung-hitung pengalaman. Lain kali kalau ada kesempatan kembali ke Kuala Lumpur, ada beberapa tempat yang sangat ingin saya kunjungi, seperti Istana kerajaan mereka dan Kampung Cina. Semoga akan ada kesempatan berikutnya. Amien
jalan kecil dengan bangunan tinggi dan traffic padat : berasa New York


disebelah stasuin Masjid Jamik : Tempat belanja jalanan dengan harga terjangkau
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • Review Buku Angsa dan Kelelawar karya Keigo Higashino
  • Sabtu yang Menyenangkan dan kenapa saya suka membeli bunga
  • Review Asri: Manabeshima Island Japan karya Florent Chavouet
  • Main ke Toko Buku Pelagia Bandung
  • Review Asri - the house of my mother karya Shari Franke

Arsip Blog

  • ▼  2025 (16)
    • ▼  Mei 2025 (3)
      • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yu...
      • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim ...
      • Tiap Anak Berbeda, Termasuk Proses Melahirkannya; ...
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes