Journal Asri

Agustus ini saya genap berusia 24 tahun. Sudah tua ya hehe banyak teman-teman seusia saya yang sudah menikah dan sudah memiliki momongan, bahkan ada yang sudah mau dua. Itu rejeki mereka, nah rejeki saya di usia 24 tahun ini adalah berada diantara orang-orang yang menyayangi saya. Especially, My Kids here in Ampera.

Pagi hari ketika datang ke sekolah, saya sudah dapat kejutan, anak-anak berkumpul disatu kelas lalu ketika saya buka pintu mereka menyanyikan lagu "Selamat Ulang Tahun", beberapa memeluk saya dan ketua genk yang paling sulit diatur, Iki, membawakan kue buatan Bu Un, Bu Ridha dan Mamak Linda, lengkap dengan lilin 24. Pagi itu saya tersentuh sekali. 

Berenang di Mantul

Sayangnya, ulang tahun tak berarti hari saya akan manis semanis gula merah ampera sepanjang hari. Guru-guru di sekolah tak ada yang naik, hanya ada saya dan Bu Rosma, itu artiya, saya memegang empat kelas sendirian. Belum sejam dari selebrasi 24 tahun tadi, dua anak bertengkar didepan kelas, main jotos-jotosan, ketika saya pisahkan belum juga mereka mau berhenti. Hingga akhirnya DEBUGG, salah satu tinju si anak melayang ke bibir saya. Saya sudah diam, melirik mereka berdua. Mereka berdua berhenti seketika itu juga. Selepas istirahat keduanya datang meminta maaf. (Ah kids, ini untuk pertama kalinya Bu Asri kena jotos di Bibir).

Berenang di pinggir-pinggir saja karena Bu Asri ga mahir berenang
Sepulang sekolah, setelah satu hari yang rasanya panjaaaaaang sekali, anak-anak mengajak saya mandidi Mantul, kuala kebanggaan orang Ampera. Saya mengiyakan dan akhirnya selama tiga jam kami mandi disana. Yap tiga jam! Karena belum makan, saya bilang ke anak-anak kalau saya lapar, mereka kemudian meminta saya menunggu didekat api yang mereka buatkan supaya saya tidak kedinginan (how sweet of them!). 

Menghangatkan diri
Tak lama kemudian, mereka datang membawa bete (talas) dan ubi dari kebun di dekat mantul, mereka bakar makanan tersebut dan mereka berikan kepada saya. Rasanya jangan ditanya, kedinginan + kelaparan membuat umbi-umbian bakar adalah makanan terenak yang pernah saya makan, ditambah beberapa anak mencarikan saya kepiting dan mereka bakar, rasanya enak sekali. 

Setelah kembali berenang, seorang anak membawakan pepaya yang fresh sekali baru dipetik. 
Rasanya hari itu saya sedang dimanja sekali oleh anak-anak. Hari itu saya amat sangat bersyukur merasakan pergantian usia ditengah anak-anak. Terimakasih Tuhan, atas semua kesempatan yang Kau berikan, tak ada banyak hal yang saya inginkan untuk sisa usia kedepan, saya hanya ingin menjadi pribadi yang banyak bersyukur, tak pernah berhenti belajar dan bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. 
Ubi Bakar
Pelampung buatan alam

Bakar Bakar Bakar

Terimakasih 24 !


Terimakasih 24 ! Terimakasih Agustus ! Terimakasih Anak-anak Bu Asri !!

"Suatu ketika, saat saya mengendarai sepeda motor sehabis mengantarkan teman saya dr Desa Baya, saya melanjutkan perjalanan ke Kota Luwuk, mnempuh perjalanan skitar 45 km. Hari pd saat itu sdh mulai gelap, dan matahari mulai meredup. .

Saya berjalan dgn kecepatan stabil, fokus pd pandangan 50 meter ke depan. Tiba di Desa Biak, matahari sudah benar tenggelam, penerangan muncul dr lampu sorot motor saya dan pengendara2 lain. Jalanan itu sudah biasa saya lewati, saya bahkan bisa memperkirakan letak lubangnya dan titik2 keramaiannya. Satu hal yang saya pastikan adalah jalanan itu tidak pernah licin karena tanah basah, semua sudah teraspal dengan baik (jalan lintas provinsi).
.
Tiba-tiba dgn kecepatan stabil itu, sepeda motor saya slip dan keseimbangan saya hilang. Jalanan yg biasa saya lewati itu menjadi licin. Stang motor saya pegang erat, dan bagian belakang motor sudah miring ke kanan. Segera saya jaga keseimbangan, dan menahan kaki ke jalan. Motor segera terhenti dgn saya yg nyaris jatuh.
Tapi Tuhan memang baik, saya tidak jatuh, juga tidak tertabrak pengendara lain. Beberapa orang bersahutan, "hati-hati jalan liciiin!" .
Saya kaget, mengapa tiba-tiba jalanan ini menjadi licin? Saya kaget menemukan banyak pasir di aspal, dan ketika malam warnanya menjadi sama. Secara kasat mata, pasir itu tdk kelihatan. Trnyata ada kendaraan proyek (yang juga sebelumnya tidak ada) mengangkut pasir hingga pasir berceceran krn hujan dan hampir menggunung di aspal.
.
Seketika saya kesal mengeluhkan, mengapa mereka tdk memasang penanda "awas jalanan licin" atau ada "mobil keluar masuk proyek. Berbahaya sekali ini bagi bnyk orang. .
Saat saya refleksikan, tdk bijak jg ketika saya menyalahkan orang lain, lebih baik saya yg teliti dan mengendalikan diri.
.
Tidak semua "perjalanan" sesuai dgn keinginan kita, atau berjalan seperti biasanya kita lalui. Ada kemungkinan hambatan bahkan bahaya. Tinggal kita yg memilih, menjadikan hambatan sbg konsekuensi yg ringan atau berat utk dikeluhkan, ataaau bahkan tidak perlu dikeluhkan sama sekali, tdk mencari alasan utk menyalahkan yg lain, dan lebih memilih mengendalikan diri."

---
Diambil dari Instagram @iinsimangunsong.

---
Banyak orang yang punya kebiasaan banyak bicara, banyak juga orang yang punya kebiasaan hanya diam saja. Dua orang ini terbagi lagi, ada yg banyak bicara dan suka bekerja, ada yang banyak bicara tapi tak suka bekerja. Si pendiampun begitu.

Nantinya orang yang suka bicara, tidak suka bicara, banyak bekerja, tidak suka bekerja pun, terbagi menjadi dua : ada yang suka mengeluh ada yang tidak.
---

Saya, ketika berada dilingkungan yang membuat saya nyaman untuk berbicara, akan menjadi orang yang amat sangat cerewet. Bisa tak berhenti bicara dan ketika bicara atau ketika bekerja seringkali yang keluar adalah keluhan. Saya tak pernah mengaku diri menjadi si pandai intrapersonal, namun saya cukup memahami diri saya sebagai seorang yang cukup sering mengeluh, kadang saya mengeluh kepada orang-orang yang tidak tepat, Ibu, Bayu dan Renti adalah orang-orang yang sering sekali mendapat pesan tiba-tiba dengan emotikon lelah atau kata "capek".
---

8 bulan di penempatan saya masih belum merasa banyak perubahan pada diri saya tentang betapa seringnya saya mengeluh, karena itu diam-diam saya belajar dari teman-teman tentang sikap bekerja tanpa banyak bicara, banyak bekerja tanpa banyak sesumbar, mengurangi sifat jumawa, menyadari bahwa sebenarnya yang lelah bukan kamu saja.
---

Iin sangat benar tentang sikap menahan diri, satu hal yang ketika saya berhasil menguasainya, itu berarti saya berhasil melampaui batas diri saya. Menahan diri ini tentunya menahan diri dari hal-hal yang mungkin sangat sepele namun bisa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. Bukan sekedar menahan diri dari tidak menyebrang ke Gorontalo untuk menonton Dunkirk.
---

4 Bulan tersisa, saya benar-benar berharap ada aplikasi meteran keluhan untuk mengerti berapa seringnya saya mengeluh, atau mungkin aplikasi yang jika membantu saya untuk mengingatkan bahwa sikap saya bisa jadi menyinggung perasaan orang lain. Tapi dua aplikasi itu justru akan terprogram dengan sendirinya pada diri kita jika kita membiasakannya bukan?
---

Jadi, ayo mulai. Berhenti mengeluh, mulai bekerja. Semangat Asri.

Buku Untuk Pagimana

Pukul 9 malam usai rapat desa, seorang muridnya yang baru saja tamat SMP dan sekarang sedang melanjutkan sekolah ke SMA datang menjemputnya ke Balai Desa, ia meminta bantuan mengerjakan tugas sekolah, "Bacari nama ilmiah Banteng bu, dengan keterangannya", sang murid tak memiliki buku sang guru tak punya pengetahuan memadai tentang sains karena memang bukan bidang keilmuannya. Tak bisa pula mereka berdua bertanya pada mesin pencari paling populer di dunia si mbah "Google" karena jangankan untuk berinternet ria, telfon dan SMS saja syukur jika tersambung di desa.
Akhirnya ia bawa sang murid ke perpustakaan SMP, bukan perpustakaan seperti yang kita bayangkan. Ruangan ini adalah kantor SMP berisi buku-buku pelajaran dan buku bantuan dari pemerintah yang diberikan ke SMP N 8 Pagimana di Desa Ampera. Sibuklah mereka mencari, hingga pada buku kesepuluh, ketika mereka mencari ditemani senter karena lampu listrik desa sudah mati sejak jam 10, mereka menemukan si "Bos Javanicus" yang berada di kelas Mammalia dan Filum Chordata. 
Sang murid berterima kasih, pulang dengan hati tenang menuju sekolah berjarak 17 kilometer dari desa esok pagi nanti.


Kisah diatas adalah salah satu dari kisah-kisah menarik lainnya yang kudapatkan ketika mengobrol tentang Desa kami dengan Bu Uni, seorang guru SMP, Guru PAUD juga sekarang mendapatkan amanah menjadi aparat desa Ampera. Kisah Bu Uni dengan anak-anak dan warga di desa kadang membuatku merasa salut, salah sekali jika kita berpikir semua orang-orang di desa tak terlalu peduli pendidikan. Mereka ada, tak terlihat, bekerja tanpa sibuk berkoar sana sini.

Bu Uni juga yang belakangan bersamaku aktif ingin mendirikan rumah baca di Desa Ampera, Desa penempatanku tak punya perpustakaan, SD penempatanku pun tak punya perpustakaan, SMP lebih beruntung karena masih mendapatkan buku-buku dari dinas pendidikan walaupun belum memiliki gedung perpustakaan yang memadai. 

Semangat Bu Uni juga menular kepadaku, ia memintaku untuk menjejaring beliau dengan teman-teman pegiat literasi di tempat lain. Tujuannya, agar ada buku-buku yang masuk untuk rumah baca yang akan dibuka di rumahnya, berita baiknya, teman-teman penggerak literasi di Cimahi siap membantu mengumpulkan buku-buku yang nantinya akan dikirimkan ke Pagimana. 

Illustrasi keren ini dibuat oleh Kak @byputy untuk campaign Buku untuk Pagimana


Jika kamu juga memiliki buku-buku yang bisa didonasikan ke Kecamatan Pagimana khususnya untuk Desa Ampera dan Pakowa, kamu bisa menitipkan lewat lapak baca Hayu Maca di Taman Kartini Cimahi yang buka setiap hari Minggu, atau menghubungi Bu Yukie dan Siwi . 

Selain itu kamu juga bisa mengirimkan sendiri bukumu, secara gratis tanpa ongkos kirim setiap tanggal 17 tiap bulannya.

Alamat Kirim Buku

Mendonasikan buku, bagi saya dan teman-teman di Ampera bisa jadi salah satu cara untuk membantu anak-anak di desa terpencil ini mengenali dunia lain di luar sana. Kamu bisa jadi pahlawan mereka dengan mendonasikan bukumu. 

Yuk, urunan untuk Indonesia yang lebih baik. (Yap, Indonesia!)

Halo.
Memasuki bulan ke-sembilan saya tinggal dan mengajar di Desa Ampera, ada kabar baik yang mungkin bisa saya bagi dengan teman-teman semua. Desa kami, yang tak memiliki perpustakaan desa juga perpustakaan sekolah, akhirnya akan memiliki taman baca.

Adalah Bu Uni, guru PAUD dan SMP di Desa yang menawarkan rumahnya untuk dijadikan tempat anak-anak membaca dan belajar tiap sore hari. Bu Uni adalah satu-satunya partner mengobrol saya jika membahas tentang pendidikan di Desa Ampera. Ia yang menjelaskan dengan fasih kondisi Desa Ampera saat ini, seringkali saya datang malam hari hanya untuk numpang dibuatkan kopi sambil mengobrol memandangi bintang-bintang di Ampera, saat itu biasanya banyak pembicaraan yang membuat saya salut dengan perjuangannya di Desa.

Sepanjang bulan Agustus ini, teman-teman saya di Komunitas Cimahi Membaca/ Hayu Maca akan mengadakan campaign berjudul "BUKU UNTUK PAGIMANA", mereka akan mengelola donasi buku dari teman-teman di Bandung, Cimahi dan sekitarnya untuk kemudian dikirimkan ke Pagimana.

Tunggu kelanjutannya esok ya !
Di Desa Ampera, saya punya teman-teman main yang tak pernah lelah diajak bertualang, tak pernah lelah membuat hari-hari saya menjadi hari yang menyenangkan.

Mereka adalah anak-anak Bu Asri di kelas yang ketika selepas sekolah menjadi teman main yang asyik sekali.

Restu

Restu!!

Bu Asri yang cerewet

Agiil

Agil, Rifky dan Restu

Seluncur hujan

Pemandangan dari atas Bukit Country
Bila kita ingin tahu seberapa besar rasa yang kita punya
Kita butuh ruang . . .

Kita tetap butuh ruang sendiri sendiri
Untuk tetap menghargai oh rasanya sepi . . .


Cukup familiar dengan lirik lagu diatas ? Yippie, lagu keren yang dibawakan oleh salah satu penyanyi favorit saya, Tulus.

Dua minggu lalu. Tepat sebelum tahun ajaran baru di sekolah dimulai, saya merasakan kejenuhan yang amat sangat. Rasanya saya harus cepat me-recharge baterai semangat saya sebelum pulang ke desa kebetulan agenda kunjungan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Banggai waktu itu dilaksanakan hari Jum'at pagi, jadi Jum'at sore saya bisa langsung mencari "Ruang Sendiri" tersebut. 

Saya ditemani teman-teman saya di Banggai. Ferdi dan Yudi, berjalan menyusuri bukit indah di sekitar salodik bersama Bukit Country. 

Awal perjalanan : Hutan Pinus

Perjalanan kami dimulai dari hutan pinus, saya sebelumnya pernah mengunjungi hutan pinus ini namun tak menyusur kedalam. Ternyata pemandangan yang ditawarkan luar biasa indah. Effort yang dikeluarkan juga tak besar, kita hanya perlu berjalan selama sekitar 1 jam 30 menit untuk sampai tempat kemping lalu ditambah sekitar 30 menitan lagi untuk mencapai puncak bukitnya. 

Jalan Kaki :)

Yudi, teman perjalanan yang paling cerewet

Pemandangannya juga luar biasa indah, kita bisa melihat lautan dan kecamatan Bualemo di seberang lautan, pemandangan yang biasanya saya lihat mendatar saja sudah luar biasa indahnya, dari atas bukit ternyata jauh lebih indah lagi.

Pemandangan di tengah pejalanan
Padang Savana
INDAH!
Saya benar-benar merasakan mendapat moment "ruang sendiri" ditempat ini. Tidak ada orang lain selain kami bertiga cuaca juga bagus sekali. Tidak hujan dan tidak panas menyengat ditambah kami ditemani bulan purnama sempurna malam itu. 

Rasanya seperti semesta mendukung hari itu.

Pulang dari sana, energi saya kembali 80%. Saya sangat siap kembali ke sekolah. Rasanya senang sekali bisa kembali jalan kaki di Banggai. 

Kumpulan bunga hutan.

Ferdi dan Yudi, teman perjalanan
 
Yeay, Asri di Banggai



Enam bulan sudah saya tinggal di sebuah Kabupaten indah bernama Banggai. Enam bulan juga pipi saya bertambah tembem, berat badan bertambah beberapa kilogram, kulit makin hitam legam terbakar matahari, ah sudah, tak ada habisnya memikirkan bagaimana perubahan fisik yang terjadi disini. 

Beberapa hari lalu saya dan teman-teman kedatangan site visitor dari Jakarta. Kak Lisa namanya, kak Lisa juga pendamping kami selama enam bulan ini meski hanya lewat whatsapp atau line. Ia datang untung membantu kami merefleksikan apa yang telah kami lakukan di Banggai selama enam bulan.

Enam bulan. 

Pertengahan waktu penempatan, yang katanya akan berjalan sangat cepat. Waktu amat sangat menipu bukan ? Kebanyakan dari kami masih belum melakukan apa-apa di penempatan. Masih dilema dengan tugas sebagai pelari terakhir di kabupaten yang berarti menggadai waktu di Desa, mengurangi waktu dengan anak-anak, sibuk berurusan dengan birokrasi yang pendekatannya tentu berbeda dengan pendekatan pembelajaran. 

Saya salah satunya.

Saya merasa waktu berlalu tanpa ada banyak hal yang saya lakukan. Ada perasaan geram kepada diri sendiri karena bergerak begitu lambat. Karena tak bisa total melakukan hal yang memang ingin saya lakukan.

Disitulah Kak Lisa hadir. 

Ia membantu kami menjalankan suatu hal yang amat sering kami lakukan di pelatihan namun amat jarang di penempatan. "Refleksi". wait, saya harus ralat, bisa jadi banyak teman saya melakukan refleksi mandiri. Tidak seperti saya yang refleksinya harus difasilitasi. 

Nyatanya, meskipun belum merasa 100% (which is good, karena merasa puas berarti merasa tak perlu lagi belajar dan bergerak), telah ada yang saya dan teman-teman lakukan di desa masing-masing dan di Kabupaten. Kak Lisa juga membantu kami menyusun strategi untuk enam bulan yang tersisa di kabupaten.

Dulu, ada seorang senior yang berkata kepada saya, Indonesia Mengajar adalah sekolah kepemimpinan tanpa guru dan ujian tertulis. Sekarang setelah menjadi seorang pengajar muda terpampanglah dengan jelas sekolah tersebut didepan mata. 

Ada begitu banyak hal yang bisa dipelajari. Bisa dari anak-anak di desa, penggerak dan relawan di kecamatan dan kabupaten, keluarga hostfam juga teman-teman sepenempatan. Yang pasti enam bulan kedepan perjuangan waktunya berjuang dengan penuh tenaga untuk diri sendiri, untuk tim dan pastinya untuk Banggai yang lebih membanggakan.

Cheers,
Bu Asri.

Enam bulan lalu, ketika tahu akan ditempatkan di desa tanpa sinyal dan listrik, saya sibuk bertanya-tanya dalam hati. Kira-kira hiburan apa yang akan kudapatkan di desa, apa yang harus kulakukan agar aku sekalu merasa senang di desa. 

Jawaban itu kutemukan setelah tinggal langsung bersama mereka.

"Anak-anak"

Anak-anakku, adalah anak-anak yang selalu sibuk ingin bermain denganku setiap waktu (hal yang sulit kuberikan karena sering bolak-balik ke kabupaten dan kecamatan mengurus forum keberlanjutan Kabupaten Banggai). Tiap aku datang ke Sekolah, anak-anak sibuk menyerbu memintaku masuk mengajar di kelas mereka. Aku sering kali masuk ketika memang tak ada guru di kelas mereka, ada kalanya ketika belum ada satu gurupun hadir, aku minta mereka berkumpul di satu kelas hanya untuk senam, menari atau mendongeng. 

Mereka tak pernah komplain, tak pernah sibuk bertanya walaupun waktuku bersama mereka semakin lama semakin berkurang.

Sekali waktu, datang kabar duka dari Cimahi, eyangku meninggal dunia. Fatima, salah seorang muridku menuliskan sebuah surat ketika aku datang ke sekolah keesokan harinya. Ketika kubaca surat tersebut, aku tersentuh sekali, di desa ini baru aku merasakan bagimana menjadi seorang gur yang gerak gerik sikap dan perkataanku begitu diperhatikan.


Kiddooss, terimakasih telah menemani hari-hari ibu enam bulan kebelakang, mari bermain lebih sering, belajar lebih banyak di enam bulan kedepan :)




FUNVENTUREEEE !
Tahukah kamu apa perbedaan paling mendasar ketika mengajar dan tinggal di desa dengan mengajar dan tinggal di kota ?

Ketika mengajar di Cimahi lalu, kota kecil yang sebenarnya ga kota-kota amat hehe, saya selalu meluangkan satu hari dalam beberapa waktu mengajar anak-anak belajar di luar sekolah. Dulu saya punya series Funventure, biasanya saya mengajak anak-anak keluar ke sawah atau jalan-jalan di perumahan sekitar sekolah. Antusiasme anak-anak setiap keluar huaahhh besar sekali. Biasanya saya kabarkan sehari sebelum funventure, daaan, keesokan harinya anak-anak membawa bekal yang cukup banyak. 

Nah, sekarang, ketika saya tinggal dan mengajar di desa, desa yang letaknya di atas bukit, diapit banyak gunung, dengan letak geografis yang cukup jauh dari desa lainnya dan pusat kecamatan, desa dimana sinyal telefon tidak mudah ditemukan, apalagi sinyal internet!, desa dimana listrik hanya menyala selepas magrib hingga jam sepuluh malam. Hiburan bagi warga desa terutama anak-anak tentunya adalah petualangan mereka di desa. Petualangan mereka di kuala mantul dan petualangan mereka di hutan-hutan yang tak jauh dari tempat keluarga mereka berladang.


Beberapa waktu lalu, saya mengajar anak-anak mengunjungi Air terjun Paka, well, lebih tepatnya saya mengajak, tapi anak-anak yang menunjukkan jalan. Beberapa anak baru pertama kali juga datang ke air terjun ini. Jadi saya ditemani oleh Bu Un, teman guru di desa dan beberapa remaja SMP yang membuka jalan, karena treknya sulit sekali dilewati.

Perjalannya tentu seru sekali. Amat sangat berbeda dengan funventure yang pernah saya lakukan sebelumnya. Saya melihat anak-anak berusaha membunuh ular yang melintas di sungai, saya melewati jalanan hutan yang kalau saya masih mengajar di tempat mengajar dulu, saya tidak akan berani mengajak anak-anak saya kesana. 


Namun skill survival anak-anak saya di desa juga luar biasa, saya merasa aman sepanjang perjalanan. Hampir seluruh anak mampu melindungi dirinya sendiri, saya juga memang hanya mengajak anak-anak laki-laki kelas 4 keatas, masih belum merasa aman mengajar yang kecil-kecil.

Sampai disana, anak-anak langsung berenang mandi di air terjun. Saya ? cuma foto-foto kelakuan ajaib mereka sambil makan cocolatos di bebatuan. (Saya harus bisa berenang di banggaiiiii !!!!). 

Hari itu ajaib sekali deh. Funventure paling menantang yang pernah saya lakukan bersama anak-anak,


15 Januari 2016 mungkin akan menjadi hari yang tak pernah saya lupakan dalam hidup saya. Hari Minggu, selepas membantu dekorasi PAUD yang akan dibuka besok di Desa, saya mengurung diri di kamar mempersiapkan diri untuk mengajar besok. Selepas isya, anak-anak datang memanggil saya.
“Bu Asri, ada banyak bintang!” seru salah satu dari mereka.

Saya segera menyimpan seluruh pekerjaan saya. Saya tinggalkan semuanya dan mengambil ponsel untuk memindai bintang lewat aplikasi sky maps dan star tracker. Benar sekali, langit hari ini sangat indah, ada banyak sekali bintang di langit. Saya sekarang mulai bisa menemukan rasi bintang orion tanpa bantuan aplikasi, saya langsung menemukan sabuk orion yang ditandai dengan tiga bintang yang berjajar rapi di langit.

Namun tahukah teman apa yang membuat malam ini tak akan mungkin saya lupakan ?
Ketika saya dan anak-anak mempelajari rasi bintang canis major yang ditandai dengan Sirius, bintang palling terang di langit, tiba-tiba sebuah bintang bergerak turun secara perlahan. Yap, BINTANG JATUH !! dan saya menyaksikan dengan takjub bersama anak-anak. Itu untuk pertama kalinya dalam hidup saya , saya melihat bintang jatuh. Saking takjubnya, saya melupakan ritual khas ketika orang-orang memandang bintang jatuh. Make a wish, saya terus memandang bintang itu hingga ia menghilang dari permukaan langit.

Takjub.

Rasanya banyak sekali hal baru yang saya temui sejak berada di Desa Ampera. Namun hal baru yang satu ini membuat saya takjub pada kekuasaan Allah. Sungguh besar kekuasaannya dan sungguh kita sebenarnya tak ada apa-apanya.

Melihat bintang-bintang di Ampera juga membuat saya ingin lebih mempelajari tentang astronomi. Saya ingin mempelajari lebih jauh tentang rasi bintang, bintang, planet dan beragam fenomena yang terjadi di langit. Ah, saya berkesempatan melihat tiga planet ketika berada di Ampera. Mars, Venus dan Jupiter.


Rasanya beruntung sekali di tempatkan disini. Saya jadi belajar hal baru, beruntung juga karena anak-anak sama semangatnya dengan saya ketika mempelajari bintang dan rasinya. 
Pulau Dua, Banggai

Halo 2017 !

Pengajar Muda angkatan ganjil dikirim di waktu libur antara semester 1 dan 2, pembelajaran belum dimulai dan waktu tersebut kami manfaatkan untuk berkenalan dengan warga, berkunjung ke desa teman-teman penempatan di Kabupaten yang sama dan yang tak lupa adalah mengunjungi tempat yang menjadi khas wilayah penempatan. Tim Banggai berkesempatan mengunjungi sebuah pulau indah pada tanggal 2 Desember lalu, nama pulaunya adalah Pulau Dua di Balantak, Banggai.

Tim Banggai


Perjalanan ke tempat ini bisa dibilang menguji kekompakan kami sebagai keluarga di Banggai. Kami berangkat sore hari, Destin menjadi ibu supir kece yang kami anggap lulus ujian supir trans sulawesi, perjalanan dari Luwuk ke Balantak memakan waktu sekitar 3-4 jam, namun perjalanan kami tak semulus harapan kami, jam setengah delapan malam, mobil rentalan kami mogok di tengah hutan, beruntung kami ke Balantak di pandu oleh Bang Sandi, teman kami dari Luwuk yang awalnya hanya membawakan kami bekal Nasi Jaha dan daging Bebek untuk bekal perjalanan. Mobil kami tak bisa menyala dan akhirnya harus disambung dengan tali untuk di tarik ke Balantak. 

Bersama Ibu Supir Keceee


Niat awal kami berdelapan untuk tidur di mobil pun gagal, kami dititipkan bang sandi ke rumah mahasiswanya, namanya Ranto, beruntung kami disambut dengan baik dan diizinkan menginap semalam untuk menyeberang keesokan hari.

Tapi syukurnya semua tantangan perjalanan ke Pulau Dua bisa dilalui dengan baik dan seru.


Nic!


Dari desa ke pulau dua kami harus menyeberang menggunakan bodi, istilah warga lokal untuk perahu kayu, butuh waktu 15-20 menit kesana, pagi begitu cerah, ombak juga aman di awal perjalanan.

Sampai Pulau Dua kami disuguhi pemandangan yang luar biasa. Pantai pasir putih yang indah, pulau-pulau di seberangnya yang juga menambah cantik pemandangan sekitar. 

Ramto lalu mengajak kami untuk mendaki puncak bukit di Pulau Dua agar dapat memandang pemandangan di sekitar Pulau Dua secara utuh. and damn, mungkin ini adalah pemandangan terindah yang pernah saya lihat. 

Pulau Dua


Kami menghabiskan waktu untuk memandangi keajaiban Tuhan yang terasa begitu dekat. 

Banggai, kabupaten dengan banyak pesona dan potensi. Rasanya banyak sekali tempat indah yang bisa didatangi disini yang membuat kita begitu bersyukur mendapatkan kesempatan untuk melihat secara langsung karunia Tuhan di Banggai. 

Family !


Jadi, kapan ke Banggai ?
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • Review Buku Angsa dan Kelelawar karya Keigo Higashino
  • Sabtu yang Menyenangkan dan kenapa saya suka membeli bunga
  • Review Asri: Manabeshima Island Japan karya Florent Chavouet
  • Main ke Toko Buku Pelagia Bandung
  • Review Asri - the house of my mother karya Shari Franke

Arsip Blog

  • ▼  2025 (16)
    • ▼  Mei 2025 (3)
      • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yu...
      • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim ...
      • Tiap Anak Berbeda, Termasuk Proses Melahirkannya; ...
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes