Journal Asri

 


Pernah membayangkan menjadi seorang anak perempuan yang terlahir di keluarga ekstrimis? 
Saya tidak. Tapi membaca kisah Tara di buku Educated membuat saya tau bagaimana rasanya. 

Educated a Memoir adalah buku auto biografi Tara Westover, seorang Doktor yang lahir di keluarga ekstrimis kental, tidak pecaya pemerintah, tidak pernah membawa anak-anak atau keluarganya yang sakit ke rumah sakit, dan tidak membiarkan anak-anaknya pergi ke sekolah. 

Kisah Tara berlatar di Idaho, Amerika Serikat. Ayah Tara, bisa dibilang jadi sumber derita keluarga ini karena memakan mentah-mentah ayat suci begitu saja tanpa mencari tafsiran-tafsiran dari ayat tersebut. 

Buku ini sempat hits sekali di tahun 2018, menjadi buku yang di rekomendasikan Bill Gates untuk dibaca + jadi Goodreads Choice 2018 Winner. Saya pinjam buku ini tahun 2019 dan baru tamat baca di 2020 😅.

Buku ini cukup berat buat saya, sedikit tidak tega membaca bagaimana Sang Ayah memperlakukan Tara, Ibunya dan saudara-saudaranya yang lain. Belakangan ketahuan kalau sang Ayah punya penyakit mental. 

Kenapa buku ini jadi amat hits? Atau kenapa pada akhirnya Tara bisa menginspirasi banyak orang?

Karena setelah belasan tahun tinggal di keluarga ekstimis seperti itu, ia memperjuangkan sendiri 'kemerdekaannya'. Ia pelajari sendiri pelajaran-pelajaran di sekolah umum untuk ikut ujian paket dan akhirnya bisa diterma di jurusan sejarah Brigham Young University. Berada di 'Sekolah' formal untuk pertama kalinya, membawa banyak perspektif baru di hidup Tara, dia tahu untuk pertama kalinya tentang tragedi Holocaust di kampus, Tara yang hanya pernah mendengar doktrin dari Ayahnya, melakukan risetnya sendiri tentang peristiwa ini, mencoba memisahkan apa yang ia dengar untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi. 

Bisa dibilang proses Tara memisahkan apa yang pernah ia dengar dan tau sebelumnya, 'mengosongkan kepala dan mencoba mencari perspektif baru' ini menarik sekali. Kita seringkali terjebak pada bias dan kepercayaan sampai-sampai merasa benar dan enggan mencari tahu. Proses 'edukasi' dan pencarian jati diri melalui belajar dari ia dibesarkan oleh orang tuanya yang ekstrimis hingga menempuh pendidikan menjadi seorang Doktor ini yang Tara sebut sebagai proses 'Educated' di bab terakhir di bukunya. 


Membaca buku ini membuat saya juga tersadar, keluarga ekstrimis gak hanya ada di Indonesia saja, gak hanya di Timur Tengah saja. Di tempat yang katanya jadi The Land of Dream and Freedom saja ada loh keluarga seperti keluarga Tara. Tara juga jadi representasi bagaimana kita pendidikan bisa membebaskan. 

Layak dibaca namun jujur memang cukup berat untuk penyuka fiksi seperti saya (hehe)!

Nah, sayangnya belum ada versi Bahasa Indonesia dari buku ini. Semoga kedepannya ada sehingga banyak yang bisa baca ya!

 


2020 is almost over. 

All people been bragging about how 2020 is their worst year ever because of the pandemic, lost of a lot of things from job to people they loved, the super duper quite in real life but so noisy on social media, and so many things to blame on 2020. 

As for me, it is the year of me become the best version and worst version at the same time. 

From the needs to be adaptive to a new roles as a housewife, the being jobless and unproductive for months, new jobs, new roles, a lot of new things from professional to personal things. 2020 is a roller coaster journey for me. 

Yesterday I took my time to read my journals from 2015 to 2019, wow, I grow up, I notice that I had a lot of differences on how to deal with problem in 2020. In 2016 I had the urgency to quit my job and I did it the safest way to get the permission without hurting a lot of people (2016 me is a people pleaser YES!). In 2019 I feel I learn enough from my workplace and having problem with its ecosystem. So I quit, roughly, super rough and bit selfish. I consider that as a winning. Was it? I don't think so. But I never regret that decision. But to sum up, 2019 probably was my worst year full of heartbreaks and mental issues. I cried a lot, I read my journal and still feel the heartbreak from the way I write it. 2020 is my savior. Even if it come up with global pandemic that don't have the cure yet. I'm still think 2020 is better than 2019. 

2021 is still blurry. 



Sebagai pengagum buku-buku yang visually pleasing, saya tak mau ketinggalan mengoleksi buku-buku Keri Smith. Walau melewatkan koleksi bukunya yang paling hits -- Wreck this Journal, tapi saya cukup senang memiliki tiga buku ini dirumah.

Buku-buku Keri Smith punya ciri khas mengajak kita sebagai pemilik sekaligus creator utama di dalam buku-buku ini. Tidak berisi motivasi, tidak berisi aturan baku, tidak berisi karya-karyanya yang fenomenal. Keri Smith mengajak kita, berkarya di buku ini. Saya sendiri tak kunjung tamat berkarya di ketiga buku ini. Bahkan masih banyak bagian buku yang belum terisi. Mengisi lembar demi lembar tantangan dalam buku ini, rasanya butuh waktu khusus, tapi sangat membantu ketika saya sedang stuck dalam berkarya dan berpikir.

Berikut tiga buku Keri Smith koleksi saya di rumah:

1. The Imaginary World of ________



Lewat The Imaginari World of (Me), saya diajak untuk membuat dunia imajiner saya. Jalanan, penghuni, aturan, republik, tempat liburan, yang absurd sekalipun tak apa. Mengisinya rasanya seru, tapi juga tidak bisa instan.

2. The Pocket Scavenger


Buku ini cocok untuk hoarder dan pemulung seperti saya yang sering mengoleksi semua barang, serta mengambil barang-barang unik di jalanan.

3. How to be an explorer of the world



Kalau dua buku diatas adalah versi Bahasa Indonesia dari buku-buku Keri Smith, buku ini versi asli Bahasa Inggrisnya, nemu di BBW tahun 2018, ada perbedaan juga antara buku ini dengan buku lainnya, jika buku lainnya fokus mengajak berkarya dan bepikir bebas, buku ini banyak mengajak saya untuk mengobservasi hal-hal sederhana yang saya temukan, saya konsumsi dan saya lewati setiap hari.



Karena banyak sekali yang belum terisi, saya belum bisa sharing karya dan coret-coret di Buku ini. hihi, semoga kedepannya bisa post isi buku yang sudah saya isi juga ya.

Saya punya kebiasaan yang tidak baik untuk ditiru kalau sedang jatuh: merasa kecil dan tidak berharga.

Gejalanya dimulai dengan menghilang perlahan dari teman-teman, tidak membalas pesan-pesan, memilih berdiam dirumah saja atau keluar rumah tapi sendirian.

Ini tidak berlangsung sering tapi beberapa kali saya sendiri sampai kesal dengan betapa ciut-nya saya menghadapi tantangan-tantangan yang ada.

Baru belakangan saya belajar untuk menerima perasaan saya. Kalau memang sedang butuh break dan ingin rehat dari semuanya, tak apa. Ada banyak hal yang tidak bisa kita kontrol, tapi kita bisa pilih agar hal tersebut tidak membuat kita merasa kecil.

Bukan tubuh saja yang butuh istirahat kan ya. Kadang hati dan otak kita juga butuh istirahat agar bisa kembali dengan lebih baik.

Hehe, siklus jatuh kemarin berhasil saya lewati lebih baik dengan tidak benar-benar hilang, saya tetap balas pesan-pesan dari teman-teman, masih bisa ketawa-ketawa nonton drama dan punya banyak waktu untuk gambar-gambar.

Yah, ada progress lah.
Untuk siapapun yang sedang merasa tidak baik-baik saja, it's okay to not be okay ya. Kita gak harus selalu okay 24/7.

Love,
Asri

Halo!
Ingin sekali menulis refleksi 27 Tahun sebenarnya, tapi lebih ingin post ini duluan di Blog hari ini.
ADA APA AJA DI MEJA KERJA SAYA?

Karena sejak awal tahun, hampir semua pekerjaan saya kerjakan dari rumah. Saya minta izin  ke Mas Har menggunakan satu ruangan di rumah kontrakan kami untuk dijadikan kantor. Isinya semua perlengkapan kerja saya hehe.

Ngomong-ngomong tentang meja kerja, karena belum punya budget untuk beli meja kerja impian yang tahun lalu saya lihat di IKEA, saya pakai meja TV punya pemilik rumah. Tingginya pas dan lumayan lebar, jadi bisa tetap nyaman dipakai kerja. Hihiii semoga bisa lekas kebeli meja impiannya amiiiin.

Gambar diatas kurang lebih adalah pemandangan sehari-hari di meja keja sekarang. Kalau mau dilengkapi sebenarnya meja kerja ini arahnya ke tembok yang isinya tempelan gambar, kerjaan, tagihan, to do list dan sebagainya hehe. Emang dasarnya suka nempel-nempel jadi dimana aja ditempel-tempel.

kalau teman-teman bagaimana?
Benda-benda apa saja yang menemani teman-teman bekerja setiap hari?





Hai! Tulisan ini adalah refleksi kami selama berkebun di atas rooftop sejak Januari 2020 hingga sekarang. Kalau dihitung banyakan panen atau gagalnya, tentu banyak gagalnya. Apalagi diawal masa memulai huaduuuuh, sumber pengetahuan terbatas, youtube dan instagram pun biasanya jadi kunci. Namun tetap ada banyak hal yang baru kami ketahui setelah bertanya pada ahli dan mencoba sendiri di rooftop kami. 

Kami selalu yakin, tiap kebun perlu perlakuan yang berbeda, seperti halnya manusia yang punya ciri khas dan keunikan masing-masing, begitu juga kebun dan tanaman. Kondisi matahari, tanah, bibit, benih, air dan banyak hal-hal yang amat membutuhkan perlakuan berbeda walaupun pada dasarnya semua kebun (terutama rooftop) kebutuhan dasarnya sama.

Jadi berikut beberapa hal yang kami harap kami ketahui sebelum memulai sebuah kebun:

1. Media tanam yang bagus adalah kunci



Kebanyakan pekebun pemula! Kami salah satunya memulai dari bibit haha! jika ingin berkebun berarti harus beli bibitnya, harus punya benihnya, well gak salah sih. Tapi beberapa bulan mencoba berkebun kami paham betul bahwa sesungguhnya penentu keberhasilan kebun kami adalah media tanam yang baik. 

Jadi ceritanya ada garden bed kami yang tanahnya semuanya berasal dari kompos kami (ditambah sekam bakar & pupuk kandang). Padahal tinggi bedeng ini tidak sampai 10 cm! tapi tanaman tumbuh amat subur dan berbuah. Ada satu lagi garden bed yang lebih tinggi, lebih lebar, tapi pertumbuhan tanamannya tak lebih baik dari bedeng yang isinya hanya tanah tanpa kompos padahal kami tambah sekam bakar dan pupuk kandang juga. 

Semenjak menyadari perbedaan ini, kami makin rajin mengkompos di rooftop, bisa dibilang kami tak pernah lagi membuang sampai organik yang bisa masuk komposter. Butuh setidaknya tiga bulan berkebun bagi kami untuk menyadari hal ini hehe. 

2. Ada tanaman yang butuh sinar matahari penuh dan ada yang tidak.



Nah kalau bagian ini baru saya sadari setelah banyak ngobrol sama Bu Nana dari Bandung Permaculture. Kuncinya simple, tanaman yang berbuah dari bunganya (contoh kacang panjang, tomat, jagung) butuh banyak sinar matahari. Seharian kena sinar matahari pun mereka gak akan kebakar. 

Tapi ada beberapa tanaman yang tidak butuh sinar matahari banyak-banyak, terutama tanama yang dikonsumsi daunya saja, tidak melalui proses pembuahan. Jadi awalnya kami menanam bayam di bed yang sinar mataharinya penuh hahaaa, ga ada yang jadi. wkkk bisa jadi ada pengaruh lain juga, tapi ya dari awal salah penempatan lokasi tanam. 

3. Menanam Tanaman Perenial/Bienial terlebih dahulu



Nah ini juga ilmu dari Bandung Permaculture. Saya baru tahu istilah perenial, Bienial dan Anual waktu recording podcast untuk Hayu Maca.

Apa sih Perenial, Bienial & Anual ini:

Perenial: Tanaman yang sekali ditanam bisa dinikmati terus menerus, sampai tanamannya yang mati. Bisa berpuluh-puluh tahun. Contoh Tanaman Buah, dan beberapa jenis tanaman sayur: Binahong, Ginseng Jawa dan Kenikir

Bienial: Tanaman yang sekali ditanam bisa dipanen beberapa kali. Ada yang beberapa kali masa panen, ada yang beberapa tahun. Contoh: Cabai, tomat, kacang-kacangan.

Anual: Tanaman yang sekali ditanam, langsung di panen daaaan that's it. Ini adalah semua tanaman yang kami tanam di awal mencoba berkebun. Mulai dari Bayam, kangkung, pakcoy, caisim, selada, lobak hihiiii

Nah, ternyata menanam perenial/bienial terlebih dahulu ini multi fungsi. Satu agar kebun kita tidak dihinggapi bayak hama. Kalaupun ada hama, mereka akan bingung karena banyak tanaman tersedia di kebun. 

Tapi tentu tujuan menananm perenial/bienial ini berfungsi mengurangi sakit hati hahaaa. 
Nanam anual sekali, ditunggu tiap hari, panen dan hufff harus mengulang dari awal. 

Jadi ga boleh nanam anual ?

Boleh dong. Sekarang kami menanam kangkung, tapi ya itu, diselingi sama perenial dan bienial, jadi gak hanya menunggu satu jenis tanaman untuk tumbuh dan kebun gak langsung kosong. 

Kebetulan di rooftop aplikasi perenial agak susah karena kami sulit menanam tanaman buah. Jadinya kami tanam sayur perenial seperti kelor, ginseng jawa dan binahong. Kemarin baru coba minta bibit marqisa siapa tau bisa jadi perenial tambahan di rooftop kami.

4. Coba aja dulu, Coba aja terus!


Berkebun ini proses. And process is always messy. 
Beneran deh, berkebun itu banyakan gagalnya daripada suksesnya. Apalagi awal-awal gini. 
Tapi balik lagi ke tujuan kita berkebun untuk apa.
Saya dan Mas Har menganggap berkebun sebagai kegiatan therapeutic. Kami tidak membuat banyak target tentang panen dan keberhasilan. Target kami adalah kebun bisa jadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi ketika kami amat lelah seharian bekerja. Jadinya kami belajar banyak hal agar kebun semakin meyenangkan juga. 

Coba hal B ketika A tidak berhasil, jangan lupa belajar dan bertanya ke orang yang lebih berpengalaman. Semenjak pandemi, makin banyak sarana belajar berkebun di internet. Instagram, youtube makin ramai semua.

Kami harap ini tidak berakhir setelah pandemi ini usai. :)



Itu 4 hal yang kami harap kami ketahui ketika memulai berkebun teman-teman!
Kalian punya versi kalian sendiri?

Yuk share!
Semangat berkebun!!

Cimahi, 26 Juni 2020
Asri <3

Foto oleh: Asri

Tulisan ini saya tulis untuk blog kolaborasi saya dan Hari di http://hariyangasri.blogspot.com
Silakan mampir teman-teman


Berani nulis ini karena akhirnya mengalami jadi pendamping belajar Dimas di rumah selama hampir seminggu. Dimas sekarang naik ke kelas enam. Awal masa pandemi kemarin belajar dari rumah ibu full. Jarak rumah Ibu - rumah saya berjarak sekitar 10 rumah hihi. Tetangga satu RT. 

Nah, kemarin belajar di rumah Ibu salah satunya juga karena mau masuk bulan puasa, selain Dimas beradaptasi dengan jam tidur, pandemi dan rasa lapar haus selama Ramadan, saya pun cukup sibuk selama Ramadan. Sibuk beradaptasi karena harus masak sahur wkkk. 

Singkat cerita, sekarang setelah jam tidur mulai kembali normal. Ujian Dimas di sekolah semuanya selesai, saya dan Dimas membuat komitmen untuk belajar di rumah saya sekitar satu sampai dua jam per hari. Sekarang sudah jalan hampir seminggu. 

Sebelum saya menuliskan tipsnya, saya mau kasih gambaran tentang Dimas dan sekolahnya terlebih dahulu. Dimas sekolah di SD Negeri yang dekat dari rumah, tinggal jalan kaki. Gurunya di kelas V kemarin gak punya whatsapp untuk berkomunikasi sama orang tua murid. Bahkan Dimas bilang harusnya sudah pensiun sejak Januari, tapi karena belum ada guru pengganti, masih lanjut teroooos. 

Beruntung ada satu orang tua murid yang inisiatif ngambilin soal-soal buat dikerjain di rumah, soalnya difoto dan dikirim lewat whatsapp di grup orang tua murid. 

Jadi kalau ada yang ribut-ribut kemarin, gak semua anak dan gak semua sekolah bisa School from Home (SFH), gak usah jauh-jauh ke daerah perbatasan Indonesia. Di Cimahi adaaaa. Kota Cimahi, yang tinggal ngangkot 15 menit sudah sampai ke pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat. 

Dari Seminggu ini, saya ngajar Dimas pakai gaya ngajar di sekolah swasta dulu, skimming materi di buku paketnya, jelasin bentar, print worksheet dari internet, kerjain bareng dan banyakin hands-on learning material biar Dimas gak bosan. Dimasnya ya senang senang aja sih, kemarin kita bikin ASEAN project, semacam bikin klipping tentang ASEAN tapi dia cari sendiri referensinya dari google, buka atlas gede yang ada di rumah dan bandingin sama google maps, gunting-gunting bendera, mewarnai batas tiap negara dsb. Tiga hari ini dia bisa ceritain banyak hal tentang ASEAN dari hasil belajar yang sebenarnya dia cari sendiri. Saya sedikit banget jelasin. 












Halo teman-teman!
Beberapa hari lalu saya selesai membaca buku The Danish Way of Parenting: What The Happiest People in The World Know About Raising Confident, Capable Kids. 
Buku ini sesungguhnya sudah lama berseliweran di timeline haha, sepertinya teman-teman saya banyak yang baca, tapi saya baru sempat baca kemarin. Beli diskonan di google playbook.

Saya ga akan terlalu banyak ceritain kontennya yak, karena sudah ada di gambar-gambar diatas. Tapi mengapa saya memilih membaca buku parenting lagi (setelah sekian lama break dari baca buku-buku parenting) adalah pengantar buku ini yang amat menarik. 

Denmark selalu konsisten menjadi Negara yang warga negaranya paling bahagia di dunia. Entah urutan satu, dua, tiga, tapi tak pernah lepas dari lima besar ranking OECD. Bagaimana bisa ? Hmmm tentunya banyak faktor yang menentukan, tapi dua orang penulis buku ini punya perspektif yang sama kalau cara mereka membesarkan anak-anak disana, memainkan peranan penting sampai Denmark bisa konsisten jadi Negara dengan warga negara bahagia tadi. 

Oiya versi terjemahan Bahasa Indonesia buku ini diterbitkan oleh penerbit B First. Kalau boleh jujur, versi terjemahannya masih agak kaku, perlu dibaca berkali-kali untuk memahami maksudnya. Bagian satu buku ini, tentang bermain, saya baca keras-keras supaya Mas Har juga bisa dengar dan supaya mudah dipahami, saya baca dulu sendiri baru jelaskan pakai bahasa yang mudah dimengerti. Hehe. 
Habis versi Bahasa Inggrisnya lebih mahal hiks, jadi cari versi ekonomis. 

Terlepas dari terjemahannya yang kaku tadi, isinya lumayan bagus. Memberikan perspektif baru tentang pengasuhan, kalau saya impressed sekali sama penjelasan tentang bermain. Buku ini kasih banyak sekali riset dan bukti bagaimana bermain bisa membuat anak jadi lebih resilient ketika dewasa nanti. Anak-anak dengan jam bermain yang banyak ketika kecil, terbukti lebih less stress dibanding sama anak-anak yang jam bermainnya lebih sedikit. Ini penting sekali sih menurut saya haha. Sebagai orang yang masa kecilnya mainnya lebih banyak dari pada belajar akademisnya. Saya sepakat! hihi. 
Masa SD saya bisa dibilang kacau sekali. Ga pernah belajar dirumah, gak pernah kerjain PR, tinggal jauh dari orang tua, serumah sama Nenek yang ga bisa baca tulis, seeeepanjang SD saya habiskan untuk bermain. Jaman dulu masih ada ranking-ranking ya, ranking saya biasanya selalu masuk 10 besar .... dari bawah.

Waktu SMP semuanya berubah karena saya pindah ke Cimahi, ada om dan tante yang bisa bantu belajar matematika dan Bahasa Inggris. Bahasa Inggris saya yang tadinya 0 ga ngerti apa-apa sama sekali, perlahan mulai membaik. Bapak dan Ibu juga support beragam hal agar saya bisa belajar dengan baik. Kalau di tarik mundur, masa kecil yang penuh dengan bermain ya memang semenyenangkan itu. Tapi gak akan membuat kita ketinggalan jauh sama orang-orang yang terus menerus belajar. 

(ah kan jadi curhat)

Saya merekomendasikan teman-teman yang mau belajar parenting/ sedang cari referensi untuk baca-baca buku ini. Dan gak perlu terburu-buru. Pelan-pelan aja bacanya sambil refleksi ke diri sendiri. 
Asyiknya baca buku parenting gitu loh teman-teman, hihi setiap baca satu hal, kita akan refleksi ke bagaimana kita dibesarkan dulu dan memikirkan kedepannya kalau punya anak bisa benar-benar menerapkan ini gak hihi. 

Selamat membaca teman-teman!





Sungguh Ramadan yang uyeay.

---
Mari bercerita tentang sebuah Ramadan yang tidak biasa.
Tidak ada berburu takjil.
Tidak ada tarawih di Masjid.
Tidak ada nyekar ke makam.
Tidak ada buka bersama dari angkatan TK, kuliah sampai kerja.
Tidak ada heboh belanja.
Semua karena Corona.
--

Alhamdulillah saya bahagia melewatinya. Ramadan memang baru empat hari saja dan selama empat hari tersebut saya tidak berpuasa, besok baru mulai puasa. Tapi pandemi covid-19 yang berlangsung hebohnya sejak awal Maret lalu membuat kami semua akhirnya terbiasa dengan keadaan ini.

Syukurnya, rumah kontrakan saya berjarak beberapa meter saja dari rumah Ibu, jadi hari pertama puasa masih bisa buka bersama keluarga, bisa tarawih berjamaah (walau saya nonton aja).
Kondisi kemana-mana susah juga dimudahkan dengan dekatnya rumah ibu. Saya dan Mas Har gak pernah jajan takjil alhamdulillah, tinggal minta ke Ibu hehe.

Nah, ini Ramadan pertama kami berdua sebagai pasangan suami istri. Ada bedanya gak Ramadan sebagai istri? hiks ada dan berat haha.
Mesti bangun lebih pagi untuk nyiapin makanan. Sejauh ini masih aman terkendali nih saya gak pernah ngeluh dan selama ini memang terbukti saya bisa lebih diandalkan kalau urusan bangun lebih awal (juga tidur lebih larut). Kalau hari-hari biasa saya banyak menyediakan alasan untuk tidak memasak: Kerja lah, cape lah, mager lah. Puasa ini saya ga tega kalau malas-malasan masak. Yah semoga konsisten. Kalaupun memang suatu hari tugas bangun lebih awal untuk masak ini melelahkan, tinggal bagi tugas sama Mas Har.

Udah itu doang kok bedanya, hehe. Oiya karena pandemi coivd-19 juga akhirnya mau ga mau tarawih di rumah. cuma berdua. Rasanya lebih intimate dan khusuk sih, tapi tetep kangen tarawih di Masjid!

--
Selama masa Pandemi covid-19 saya jadi makin rajin ngurus kebun ala-ala di rooftop rumah kontrakan. Beli beberapa bibit eceran, regrow tanaman-tanaman dari dapur, adopsi tanaman-tanaman ibu. Sekarang sudah lumayan penuh di atas. Saya dan Mas Har sekarang menurus delapan bedeng tanaman mini yang tidak memenuhi standar tinggi bedeng tanaman, tapi ya udah lah gapapa hehe tanamannya juga tumbuh walau mungkin lebih lambat. Tapi beberapa tanaman ada yang subur sekali sampai kami terus-terus panen (si kacang panjang).

Bedeng kami juga tidak menggunakan bata atau genteng, kami malah menggunakan bahan yg ga boleh sebenanya dijadikan bedeng: Kayu.
Kayu-kayu bekas biar ga beli.
Sayang uangnya buat bikin bedeng yang ideal.
Hehe, sebagai petani urban pemula, kami mau bersenang-senang saja dulu di rooftop kami, serius ala kami. Sambil belajar mengenali si tanaman-tanaman ini, jadi nanti suatu saat punya tanah dan lahan sendiri (AMIIIIIEEEEN) sudah bisa lebih militan lagi hehe.

Berkebun di rooftop sejak Januari, alhamdulillah sekarang rooftop lebih hijau. Oh iya, kami juga pelihara seekor ayam yang bertelur kalau lagi mood aja hehe, kadang bertelur setiap hari, kadang stop berhari-hari juga.

Niat hati ingin menuliskan perjalanan sebagai seorang petani urban.
Tapi mari kita lihat nanti yaa hehehe.

Bedeng pertama kami di Januari 2020

Hei Yo!

Sebuah usaha regrow-regrow-an


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • Review Buku Angsa dan Kelelawar karya Keigo Higashino
  • Sabtu yang Menyenangkan dan kenapa saya suka membeli bunga
  • Review Asri: Manabeshima Island Japan karya Florent Chavouet
  • Main ke Toko Buku Pelagia Bandung
  • Review Asri - the house of my mother karya Shari Franke

Arsip Blog

  • ▼  2025 (16)
    • ▼  Mei 2025 (3)
      • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yu...
      • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim ...
      • Tiap Anak Berbeda, Termasuk Proses Melahirkannya; ...
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes