Journal Asri

 


Beberapa hari lalu, saya membaca doa dari seorang teman (yang bisa-bisanya saya lupa siapa!), anaknya baru saja berulang tahun dan ia menuliskan sebuah doa yang sangat indah untuk anaknya, doa agar anaknya selalu merasa cukup, selalu tahu caranya bersyukur pada nikmat yang ia dapat tiap harinya, tiap waktunya. Doa ini adalah doa yang sangat membekas, saya rasa salah satu hal yang ingin saya terus miliki dan saya ingin anak saya miliki di masa depan adalah kemampuan agar selalu bisa bersyukur.

Sejak bulan Juli lalu saya mencoba membuat gratitude list yang formatnya saya perpendek, tiap hari saya menuliskan satu baris saja, tidak banyak, tapi isinya hanya hal-hal yang saya syukuri hari itu. Agak berbeda dengan format sebelumnya, kali ini saya hanya benar-benar menuliskan hal-hal yang saya syukuri. Tidak boleh ranting di buku tersebut. Sebelumnya, selama belasan tahun saya menulis diary, catatan syukur dan catatan curhat yang kebanyakan mengeluhnya saya jadikan satu. 

Saya membuat format baru tersebut karena lama kelamaan, defaultnya menulis diary malah jadi banyakan mengeluh, akhirnya saya rutin menulis catatan syukur (tidak berat karena hanya sebaris per hari), dan menulis panjang di jurnal (kebanyakan keluhan, pros-cons dari keputusan yang saya ambil atau perubahan besar yang terjadi), ini biasanya sesekali dalam seminggu bahkan dalam sebulan. 

Hari ini saya melihat lagi catatan syukur saya dan menemukan tiga hal yang berulang kali saya tuliskan di buku catatan saya. 

1. Derana


Rana makannya enak, Rana jalannya makin lancar, main sama Rana, ke Jakarta sama Rana, Rana anteng di Jakarta, Rana sehat, Rana mau makan lagi. 

Sepertinya sejak jadi Ibu hal pertama yang selalu saya syukuri ketika bangun pagi adalah Rana sehat, dan saya bersyukur bisa melihat Rana tumbuh dan berkembang dari dekat. Ada satu buku yang pernah saya baca yang bilang, jadi orang tua tuh melelahkan sekali, tapi bahagianya sederhana banget, disenyumin anak happy, anak peluk kita happy, anak dengerin kita waktu kita baca buku juga happy. 

Kehadiran Derana sepertinya akan jadi satu hal yang akan selalu saya syukuri. 

2. Kesempatan untuk Bekerja


Interview Mitra, reportku excellent, talk to my manager, kerja sendirian di cafe, visit mitra, WFH, feeling productive at work, ngobrol sama temen kerja, kerja bareng Fitri.

Satu hal lagi yang saya sadari dari catatan syukur saya: saya suka sekali bekerja :'), bukan dalam artian workaholic ya :'). Tapi ya saya senang sekali berproses dan belajar di tempat kerja. Kesempatan untuk bisa tetap bekerja, aktualisasi diri, dan merasakan 'kesenangan' ini dengan kondisi saya sebagai seorang Ibu dengan anak 1,5 tahun rasanya adalah pengalaman yang luar biasa. 

Ridho dari suami, support dari Ibu dan adik-adik untuk membantu saya mengurus Rana, Atasan dan teman kerja yang pengertian dengan peran saya sebagai Ibu, rasanya saya angkuh sekali kalau tidak menjadikan hal ini sebagai hal yang aku syukuri.

3. Kemampuan menemukan hal-hal sederhana yang membuat saya bahagia


Hari ini beli bunga, tamat baca buku, dapat buku harganya murah banget, nonton film bagus, minum kopi, hari ini masak!, bangun lebih pagi, jalan pagi, masak pisang goreng.

Ada banyak sekali hal-hal sederhana yang bisa membuat saya (dan saya yakin kamu juga!) bahagia, tapi sering saya lupakan kalau tidak benar-benar saya tulis. 

Sekarang kadar bahagia saya lebih besar ketika bisa memiliki waktu untuk hal-hal sederhana diatas, dibanding misalnya berpergian keluar kota (karena traveling with a child is a different level of traveling), saya juga sangat senang ketika bisa masak pagi-pagi lalu makanan saya lahap dimakan Rana dan suami saya, tapi ya memang hal itu jadi benar-benar menyenangkan karena sepertinya tidak saya lakukan setiap hari :'), gak setiap hari sempat. 

Hal lainnya yang rasanya sederhana tapi seringnya bikin happy: baca buku, nonton film, beli bunga dan merangkai bunga ini di vas kecil. Nyatanya memang banyak sekali hal-hal yang membuat saya bahagia ya, mencatat hal-hal kecil yang saya syukuri setiap hari, sebaris saja, ternyata membantu saya menyadari satu hal: kalau menemukan kebahagiaan di hal-hal sederhana yang saya lakukan setiap hari, adalah satu hal yang juga akan saya syukuri.

---

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.

Hai!

Kemarin saya kerja dari kantor. Kantor saya memberikan pengaturan untuk kerja dari mana saja selama tiga hari dan kerja dari kantor dua hari dalam seminggu. Karena saya tinggal di Cimahi dan kantor saya ada di pusat kota Bandung, saya sering berangkat naik kereta KRD lalu disambung angkot dari Stasiun Bandung sampai kantor. Sebetulnya akan lebih cepat kalau naik motor atau ojek, tapi saya lebih suka naik kendaraan umum karena saya bisa melakukan banyak hal sambil commuting. Salah satunya: baca buku. 

baca di angkot

baca di bis kota

baca di Kereta Lokal Bandung Raya

Di motor saya ga mungkin bisa baca buku :'), selain itu tentu bisa lebih irit pengeluaran karena naik transportasi umum, walaupun bedanya gak jauh sih kalau Cimahi Bandung hehe, tapi tetap lumayan!

Nah, kemarin saya ngantor, pulangnya sudah siap-siap mau naik gojek ke Alun-Alun Bandung lalu sambung naik Bis Kota (Teman Bus yang gratis itu! hehe). Eh gataunya Mas Har bilang mau jemput. Kayanya sedang sangat penat di rumah, jadi selesai kerja, dia jemput ke Bandung dan kami berakhir pergi ngedate bentar kamis sore :').

Kami makan ke Kayya Kopitiam di Jalan Banda. Sebelumnya saya makan disini bareng seorang teman kerja, makanannya enak dan saya yakin Mas Har suka nasi gorengnya (which is true!). Di jalan kami banyak ngobrol santai dan ketawa-tawa, sudah lama sekali gak ngedate berdua, jadi kejutan dijemput hari ini rasanya menyenangkan sekali buat saya. 

Kayya Kopitiam, Jalan Banda

Pergi berdua sama Mas Har gini bikin saya refleksi ke beberapa buku yang saya baca, terutama tentang relationship after having children. Dalam kasus kami, saya dan Mas Har, kami selalu menghabiskan waktu bertiga setiap weekend. Jarang sekali pergi kencan berdua, susah cari waktunya dan ada perasaan bersalah ketika di hari bebas meninggalkan Rana sendirian (padahal gak sendirian sih) di rumah bersama embah, om dan tantenya. 

Mungkin kencan-kencan pendek pulang kerja seperti ini bisa jadi opsi pasangan seperti kami, yang sama-sama bekerja full time serta terlalu gak enak kalau ninggalin anak di weekend karena sudah terlalu sibuk di weekend. Karena bagaimanapun, hubungan kita dan pasangan harus tetap dipupuk bahkan setelah menikah bukan? :).

Uniknya, cuaca dan kondisi jalanan di Bandung kemarin juga seperti mendukung kencan dadakan ini. Dingin dari pagi, musisi di jalanan yang memainkan lagu-lagu favorit Mas Har, dan karena keluar di jam pulang kerja, kami menyusuri jalanan Bandung yang sudah mulai gelap namun lampu-lampu jalanan jadi terlihat benderang. 

Kemarin jadi hari yang berkesan buat saya. Sederhana namun berkesan. 
Semoga saya semakin pandai mengambil kesan dari hal-hal sederhana yang saya lewati sehari-hari ya :)

04.48 AM

Hi, I'm trying to build a new habit!

I've always been trying to write at night because I always have assumption that the only free time I have is at night, when my baby is sleeping. Now I know that was wrong. At least for me. My 1.5 year old daughter couldn't sleep really well when I wasn't around her. Every time I went to my desk and start reading or writing or doing things, there would be any interruption from her room, and most of the time, once I come to bed and start nursing her, I forgot what I want to write, I lost my mood for reading or doing things at my desk, or (this is what happened most of the time), I'm going sleepy and went sleeping too. The only thing left for me at night is reading. 

Now I'm starting a build new habit: waking up early. Because Derana is in deep sleep at this hour, she usually start looking for milk at 6AM, but continue her sleep and wake up at 7AM or 8AM. 

So here I am, writing in the dining room after doing dishes and prep some food to cook in the morning. 

Building a new habit is not easy, I know, but among all habit I want to have once I turn 29. it's the habit to wake up early, to start the day early, and to sleep early. I guess I could start with wake up early. I don't want to be ambitious to be always wake up at this hours every morning. 6AM is a good start, at least Warung near my home is already open and I could buy some fresh food to cook, and I also would be on time to work at 9AM. 

05.00 AM

So, yesterday was super exhausting for me. Derana is not really well since last week, we've been going to her doctor twice, I think ---- (interrupted by Rana :')) and I continue to take a bath and pray. 

Now it's 05.40AM

Bid Bad Wolf Bandung 2022

So here's what I think earlier: I think everyone is sick at August and the effect continue to September, at least everyone around me :'( saad actually but August was very packed, so many activities and campaign at work, I even took Rana to Jakarta to work for some days, even if everyone not sick, everyone is tired. I hope September will be more loose and everyone health battery back okay or even better. 

I start September by rearrange my reading list-- that was absolutely in a mess in August, it's actually okay for me since I have no reading target, but I do really want to finished some books that I've been reading for weeks. Most of them are non-fiction. 

I also went to Big Bad Wolf last weekend, bought some books for Rana, got none for me since I've been bought some online. It's fun actually but I also spot the difference between going to BBW before Rana and after Rana. If before Rana I could go for hours looking for only 1-2 books, after Rana I could only spend 1 or 2 hours max inside the hall, bought some books without hesitating for too many times like what I did when I choosing some books for my own. Also, we're hungry and there are not so many food stall at the venue, so we went to nearest KFC (10 minutes from the venue). It was still fun! and I got 100K voucher from challenge on Instagram, so I will probably go back on weekend to redeem the voucher. 



Ah, this week I'm reading some books: Hook, Line & Sinker by Tessa Bailey, The Read Aloud Handbook by Jim Trelease and continue to read Conversation on Love by Natasha Lunn.

05.52AM
I wish you have a wonderful Wednesday,
--Asri!

Malam ini saya harus menamatkan menulis review Buku terakhir yang saya baca :') Karena sudah lama sekali saya tidak menulis review buku di blog, sampai gemes sendiri Juli Agustus ini saking hecticnya ngaruh ke ritme membaca dan menulis. 

Beberapa pembaca ada yang tipenya semakin stress semakin ingin membaca untuk mengalihkan diri dari keadaan. Nah kebetulan saya tipe sebaliknya, kalau stress atau banyak kerjaan malah gak bisa baca karena pikirannya gak tenang. Sebetulnya ada trik supaya bisa tetap baca di kondisi yang stressful: berhenti baca nonfiksi terlebih dahulu. Setidaknya ini berhasil beberapa kali buat saya. Biasanya saya malah mengalihkan diri baca romance atau general fiction yang ringan dan bisa satu atau dua kali duduk habis. 

Kemarin saya melakukan itu. Saya membaca buku yang cukup ramai dibicarakan di sosial media; sepertinya sama hypenya dengan Book Lover, The Love Hypothesis dan The Spanish Love Deception. Setidaknya fotonya nongol dimana-mana hehe, ketiga buku diatas sudah saya baca dan saya suka ketiganya, terutama yang kedua hihi ngefans sama Adam soalnya. 

Nah, buku yang saya baca adalah It Happens One Summer karya Tessa Bailey. 

Blurb

Tokoh utama dalam buku ini adalah Piper, seorang influencer dengan jutaan pengikut di Instagram. Ia sejak kecil tinggal di L.A, circlenya adalah orang-orang ternama di dunia hiburan, Ibunya menikah dengan seorang penulis naskah terkenal di L.A ketika ia kecil, sejak itu ia terbiasa hidup dalam kemakmuran, gak pernah tau rasanya susah sama sekali. 

Satu hari, ia melakukan kesalahan fatal yang membuat ayah tirinya hampir kehilangan kontrak penting dengan partner kerjanya. Sang ayah, Daniel, akhirnya memberikan misi pada Piper agar ia bisa hidup dengan lebih mawas diri dan paham susahnya cari uang, ia dikirim ke desa kota ayah kandungnya, Westport, tempat ia pernah tinggal ketika kecil. 

Disana ia bertemu seorang nelayan lokal, Brendan yang sejak awal nampak tak suka dengan kehadiran tiba-tiba Piper di Westport dan mengambil alih tempat No Name, bar peninggalan ayah Piper yang sebenarnya masih seringkali dikunjungi oleh orang-orang lokal. 

Piper yang awalnya ingin cepat-cepat cabut dari Westport dan kembali ke L.A, malah dekat dengan orang-orang di Wesport, ia berkenalan dengan seorang kakek yang manis, Abe, juga menjalin hubungan dengan neneknya; ibu dari mendiang Ayahnya, Opal. Ia dan Hannah, adiknya juga punya misi untuk membangun kembali No Name, dan puncaknya tentu saja hubungan antara Piper dan Brendan yang awalnya semacam kucing dan anjing malah jadi semakin dekat dan saling tertarik satu sama lain. 

Hubungan Piper dan Brendan

Jujur saja hubungan Piper dan Brendan ini menarik sekali buat saya. Ketika Piper bertemu Brendan, Brendan mengenakan cincin kawin di jarinya, ternyata istri Brendan sudah berpulang 7 tahun lamanya dan Brendan masih setia mengenakan cincin di jarinya sebagai caranya untuk menepati janji sehidup semati. Brendan adalah tipe lelaki yang setia, maskulin, rigid dan konsisten dengan apa yang ia lakukan.

Di sisi lain, Piper mengakui pada Brendan kalau hubungan paling lama yang ia punya adalah 3 minggu. Hidupnya penuh dengan banyak drama, ia tak yakin siapa yang benar-benar temannya di LA. 

Mereka berdua bertemu disaat yang unik, namun yang saya suka dari novel ini adalah perkembangan hubungan mereka berdua yang gak ujug-ujug ada spark di awal, well tentu ada spark dari sisi Brendan ketika melihat Piper, karena Piper di gambarkan cantik, seksi dan amat modis. Namun itu tidak terlalu menonjol. 

Keterbukaan satu sama lain, lalu cara Brendan membangun kepercayaan Piper sebelum mengajak kencan pertama kali, rasanya sweet sekali. Bahkan buat saya, laki-laki yang bisa melakukan handy-work seperti Brendan tuh super cool sih! Disaat sekarang kita hidup di jaman yang serba mudah dan instan (walalupun gak selamanya berlaku; terutama kalau gak ada uang hehe), ada pasangan yang gesturenya act of service tuh yaa bikin melting hehe. 

Masalah yang mereka hadapi juga gak yang cuma sekali lalu selesai, ada rangkaian kejadian yang membuat keduanya sama-sama meragukan hubungan mereka, namun tetap mau berusaha untuk melakukan yang terbaik agar bisa tetap bersama, itu seru sih hehe. Dan mungkin itu juga yang membuat buku ini agak lumayan tebal dibanding buku-buku contemporary romance lain yang pernah saya baca. 

Dan jujur, Brendan ini agak too good to be true ya hehe, too perfect, tapi ya saya sih gak masalah hehe. 

Sisterhood!

Nah, buku ini mengingatkan saya pada Book Lovernya Emily Henry. Bedanya di Book Lover, Nora dan Libby, adiknya, tidak saling terbuka satu sama lain, yang menurut saya amat wajar juga terjadi di antar siblings. Di buku ini sebaliknya, Piper dan Hannah ini kompak sekali dan sister bondingnya kuat sekali, mereka berdua membuat saya ingat hubungan persaudaraan di buku To All The Boys I've love Before (gara-gara ini saya nonton lagi filmnya), yang ceriwis ceria dan sering ngapa-ngapain barengan walaupun karakter dan kepribadiannya amat berbeda. 


Hannah sangat supportive pada Piper, mungkin karena ada faktor merasa memiliki satu sama lain, mengingat mereka berdua sama-sama anak tiri Daniel, dan Piper akan datang ke tempat ayah mereka berdua dulu hidup.

Sosial Media! Again!

Buku ini punya highlight yang seru, efek sosial media yang gak sehat untuk Piper, hidup sebagai seseorang dengan jutaan pengikut, ia jadi amat memperhatikan apa kata followersnya, juga seringkali mengecek jumlah likes. Hannah juara banget ngingetin Piper kalau dia perlu hati-hati sama medsos.

Piper juga cerita tentang insekuritinya sebagai seorang influencer ke Brendan, ia seperti mencari validasi ketika bercerita sekaligus bertanya tentang kehidupannya sebagai seorang yang suka pesta dan foto-foto untuk di post di medsos. 

Part Brendan akhirnya bikin Instagram demi lihat foto-foto Piper juga seru banget, lucu dan bikin melt ketika kejadian dia post foto untuk pertama kalinya.

Review Asri:

Saya personally suka sekali novel ini karena bisa menarik saya dari reading slump saya. Novel ini panjang banget, tebel banget pasti bukunya (saya baca dari ebook), tapi setiap naik turun drama dan penyelesaiannya menurut saya pas dan berlebihan dan gak bikin boring. 

4/5 bintang untuk buku ini! gak sabar mau baca buku seri keduanya untuk lihat kisah cinta Hannah!

Akhir Juli dan Akhir Agustus ini saya dua kali bolak balik ke Jakarta! Hihi kunjungan pertama karena kondangan, tapi seru bisa sekalian main ke tempat seorang teman, balik lagi naik KRL dan balik lagi main ke Taman Suropati. Bahkan kali ini lebih seru karena bisa bareng Rana. 

Kunjungan kedua, urusan pekerjaan. Berangkat dan pulang dihantui ketakutan karena kasus Covid sedang naik lagi, alhamdulillah sebelum berangkat dan sebelum balik ke Cimahi tes Covid keduanya negatif. 

Dua kunjungan ini membuat saya merefleksikan lagi hubungan saya dengan Jakarta! Ibukota Indonesia; yang sering disebut tempat cuan-cuan ngumpul, dan saya sedikit banyak setuju. 

Kunjungan pertama saya setelah pandemi, akhir Juli lalu, saya lebih mirip turis. Datang naik kereta Argo Parahiyangan, turun di Gambir, langsung istirahat di hotel, main ke tempat teman naik KRL di akhir pekan (yang sepii banget). Keesokannya kembali naik KRL sampai Stasiun Cikini dan lanjut jalan kaki ke Taman Suropati. It was really fun! Saya dan suami senang sekali mengajak Rana ke Jakarta dan saya sendiri ingin balik lagi untuk exploring Jakarta, karena ada banyak atraksi menarik (baca: museum, perpustakaan dan galeri! +tempat jajan buku), serta transportasi umum yang menyenangkan sekali. Murah, mudah!





Kunjungan kedua, akhir bulan Agustus, saya datang untuk bekerja. Damn! setelah sebelumnya di love mode, saya kembali ke hate mode. Padahal kali ini kantor benar-benar memfasilitasi saya agar bisa bekerja lebih mudah. Ada mobil yang stand by untuk antar kemana-mana, hotel, makan, tapi tetap saja. Datang ke Jakarta untuk bekerja rasanya benar-benar bikin penat. Saya datang Rabu, pulang Sabtu, hanya 3 hari. Tapi ya pulang-pulang langsung bersyukur benar manager saya selama ini memberikan kebebasan untuk WFO dari Bandung (saya sudah mulai hybrid seminggu 2x), padahal harusnya saya ngantor di Jakarta. 




Terlepas dari semua itu, menarik sekali rasanya kalau melihat lebih jauh relasi saya dan Jakarta. Jakarta punya magnet yang sangat sangat sangat kuat menarik saya kembali kesana. Sejujurnya sebelum punya anak, saya merasa saya lebih cocok tinggal di Jakarta, saya suka pacenya yang cepat, saya suka integrasi transportasi umumnya yang membuat saya tidak bergantung pada kendaraan pribadi, saya suka beragam kegiatan terbuka yang diadakan di Jakarta. Namun setelah punya anak, semuanya berubah.

Saya tidak merasa Jakarta akan menjadi kota yang ramah bagi saya, suami dan anak saya. Bukan berarti Cimahi (atau Bandung) jauh lebih ramah, tidak juga sebetulnya, masih banyak PR dari kota tempat saya tinggal sekarang ini. Tapi setidaknya, saya punya keluarga disini, apapun yang terjadi saya bisa punya back up, di Jakarta, saya dan suami tak punya siapapun. Gak kebayang kalau weekend lelah gak bisa nitip Rana dua atau tiga jam sama embahnya sehingga saya bisa baca buku atau tidur siang. Selama ini saya sering lupa menyadari kalau itu adalah hal yang sangat mahal. 

Tapi ya, saya dan suami tidak akan pernah tahu bagaimana Allah mengatur hidup kami kedepannya, bahkan hingga hari ini, rejeki kami dibukakan Allah dari kantor-kantor yang ada di Jakarta, yang para pemimpinnya memberikan kebebasan untuk berkarya dari mana saja, termasuk dari Cimahi seperti kami saat ini. Semoga kedepannya saya, suami dan kamu yang membaca tulisan saya juga diberikan kemudahan itu untuk seterusnya ya! 


Wow! beberapa hari lalu saya berulang tahun. Usia saya bertambah satu, setahun lagi saya masuk kepala tiga, suatu hal yang rasanya sama surealnya seperti menikah dan punya anak. Usia 20an adalah usia yang unik, ada terlalu banyak hal yang terjadi. Dari kuliah, lulus kuliah, bekerja, bekerja, bekerja, menikah, punya anak dan tetap bekerja. Semuanya terjadi di usia 20tahunan. Now that it might be over, I'm quite sad but also happy! haha, awalnya saya merasa agak sedih karena akan meninggalkan periode 20snya saya, but being 30 might be fun too! dan anyway, itu masih setahun lagi haha jadi ya mari lebih banyak berefleksi tentang usia 30 di tahun depan. 
Tahun ini ulang tahun saya rasanya lumayan spesial karena saya punya wishlist barang yang ingin sekali saya beli dan beneran dibeli di hari ulang tahun. We don't even bought a cake or blow some candles at home because I want only 2 things: flowers and my wishlist. Mas Har being romantic by buying me those two things, well actually for my wishlist he contribute 40% wkkkk, but it totally fine, because I know how costly it was. 

Yah anyway, baru kali ini saya ingin sekali beli barang, dan karena tahun ini saya sudah lumayan bekerja keras nabung, rasanya gapapa deh beli. Untuk beli barang yang saya mau, saya gak sepenuhnya pakai uang tabungan sih haha, saya menjual beberapa items yang tidak lagi terpakai dan dengan tambahan hadiah dari mas har jadi cukup untuk beli hadiahnya hihi. 




Tidak ada tiup lilin tapi tetap dinner bareng Mas Har dan Rana, dan rasanya menyenangkan sekali. 

Keesokan harinya malah baru tiup lilin dan makan kue dibeliin Fitri, kami berdua kerja bareng dari kedai Kopi. Setelah tiga hari sebelumnya lumayan padat merintil dan harus kerja dari rumah sambil ngasuh Rana juga karena embahnya ada perlu ke luar kota, ga bisa nitip pas jam-jam tertentu, pergi kerja keluar bentar gini rasanya menyenangkan sekali! Refreshing. 

Walaupun belakangan kami gak terlalu punya banyak waktu buat saling cerita panjang tentang update-update kehidupan, beneran banyakan kerja dan meetingnya aja tiap ketemu, tapi lumayan banget bisa saling cerita dikit-dikit :'))).





Sebelum menutup pekan kerja, Jumat saya kerja ke kantor. Kali ini saya berangkat sendirian naik KRD dari Cimahi ke Bandung dan sambung angkot. Karena berangkat sendirian, bisa ngisi waktu commuting sambil lanjut baca buku. (Biasanya kalau bareng fitri pasti ngobrol sepanjang jalan :'))). Senang sekali kembali membaca buku Conversations on Love dan mendapatkan beberapa paragraf yang kok rasanya pas sekali dengan apa yang sedang saya rasakan sekarang. 



Masih on going baca buku ini dan ingin menyelesaikan baca di akhir pekan :) tapi bahkan belum tamat bacapun, saya amat sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca semua orang!

Sekarang, sambil menulis ini, saya sedang sendirian di rumah (senang sekali akhirnya bisa weekend santai di rumah~ belakangan susah banget, weekendnya terisi buat agenda di luar atau menerima tamu), duduk di meja kerja, memandang bunga yang dibelikan Mas Har beberapa hari lalu, minum kopi yang juga dibelikan Mas Har, dengerin lagu yang saya suka dan dikelilingi buku-buku yang menunggu dibaca dan diulas. 



Saya bisa bilang ini ulang tahun terbaik saya, karena saya punya semua yang saya butuhkan dan saya bisa semakin dan semakin mudah terhibur dan bahagia dengan hal-hal kecil yang terjadi dalam kehidupan saya sehari-hari. Alhamdulillah. 

Melewati Juli dengan tidak membaca dan menulis terlalu banyak :')).
Agustus sepertinya akan menjadi bulan yang penuh tantangan jua. 

Baru tiga hari, tapi rasanya tak henti-henti mengeluh. Kemarin saya membaca kutipan di media sosial, kalau semua hal yang kita cari, kita lindungi, kita kejar, kita sayangi bermuara pada satu hal: bersyukur.
That post hit me hard. Sepertinya saya sedang kurang kurang kurang sekali bersyukur belakangan. 

sources: https://www.instagram.com/p/CgvuO56P4eR/?hl=en


Sebulan lalu saya memulai membuat prompts jurnal yang isinya menuliskan sebaris gratitude list selama 31 hari di Bulan Juli, ada hari-hari dimana saya sulit sekali menuliskan rasa syukur. Apa yaa yang membuat saya bahagia dan bersyukur di hari tersebut. Padahal ada banyak hal-hal kecil, small win yang saya rasakan. Abainya saya pada hal-hal tersebut membuat hari-hari terasa lebih berat. :').

Kalau ditarik mundur, tentunya ada hal-hal lain yang membuat saya punya perasaan seperti ini. Hanya saja, saya sendiri kesulitan untuk menuliskan hal-hal ini, atau mungkin sungkan ya. Karena bukan hal-hal yang bisa dengan mudah saya bagikan kepada semua orang. 
Bisa jadi ini pertanda sudah saatnya konseling lagi nih! :'))). 

Atau bisa jadi saya juga sudah lama tidak membaca dan menulis santai, terlalu sibuk dengan pekerjaan dan urusan-urusan lainnya. Sepertinya saya harus mulai membuat jadwal membaca lagi, mungkin detox sosial media lagi juga haha. 

Siapapun kamu, dimanapun kamu! Semoga Agustus kamu menyenangkan!!




Hi All! Bulan lalu ada satu buku yang tamat saya baca dan saya ingin merekomendasikan buku ini untuk kamu yang suka baca rom-com dan suka baca buku. Karena buku ini temanya tentang buku :'), judulnya Book Lovers karya Emily Henry. Buku ini sedang cukup ramai diperbincangkan di media sosial (setidaknya di Instagram saya, banyak beberapa teman-teman yang sedang membaca buku ini). 


Ini buku Emily Henry pertama yang saya baca. Sebelumnya saya hanya sering melihat buku-buku beliau berseliweran di Instagram, terutama People You Meet on Vacation, tapi belum tergerak untuk baca. Book Lovers ini yang akhirnya bikin saya tertarik untuk baca karyanya, dan membaca buku ini membuat saya sangat terhibur.

Blurb

Buku ini berkisah tentang Nora Stephens, seorang literary agent yang sangat ambisius dan menyukai pekerjaannya. Di prolog buku ini, Nora dikisahkan bertemu Charlie Lastra, seorang eksekutif editor ternama. Nora ingin Charlie menjadi editor untuk buku Once in A Lifetime karya Dusty Fielding, penulis yang ia pegang. Ia merasa buku ini bisa menjadi hit dan Charlie adalah orang yang tepat untuk buku ini. Namun perjumpaan pertama Nora dan Charlie tidak berjalan lancar. Nora diputusin sepihak oleh pacarnya, lewat telfon, yang membuat ia terlambat dan tidak siap bertemu Charlie. Sementara itu Charlie menolak karena alasan ia tidak menyukai setting tempat buku Once in a Lifetime. Menganggap Dusty tidak tahu apa-apa tentang tempat tersebut. Yang jelas pertemuan tersebut bisa dibilang tidak berhasil. Nora dan Charlie tidak bertemu hingga dua tahun kemudian, dan selama dua tahun tersebut, Nora berhasil membuktikan kalau buku Once in a Lifetime menjadi best-seller dimana-mana. 


Nah long story short, dua tahun kemudian Nora dan Libby, adik Nora yang sedang hamil anak ketiga, melakukan perjalanan sebulan lamanya ke Sunshine Falls, North Caroline. Libby sedang meninginkan jarak untuk mempersiapkan diri kembali jadi ibu yang 24 jam harus ngasuh anak bayi, dan anak-anaknya akan tinggal bersama suaminya. 

Sunshine Falls, tempat pilihan Libby, adalah setting novel Once in a Lifetime yang ditulis Dusty. Libby sangat menyukai karya tersebut, bisa dibilang tergila-gila. Ia juga membuat life-changing vacation list untuk Nora; Ia ingin Nora menikmati liburan di kota kecil dan tidak terlalu sibuk dengan pekerjaannya. 

Sampai disana, Nora bertemu dengan sosok yang tidak ia duga: Charlie Lastra. Ia akhirnya mengenal Charlie lebih banyak disini, juga menemukan alasan kenapa ia bertemu dengan Charlie di tempat yang jadi setting novel yang tidak mau Charlie garap dua tahun lalu.

Siblings Relationship

Buat saya pribadi, buku ini amat menarik karena mengulas kehidupan Nora dan Libbi sama banyaknya (bahkan lebih banyak) dibanding porsi cerita Nora dan Charlie. Gak banyak buku bertema romance yang melakukan hal ini. Mood Nora di buku ini bahkan lebih banyak dipengaruhi oleh dinamika kehidupan Nora dan Libby ketika liburan bersama. 

Nora dan Libby memang punya hubungan yang unik. Mereka berdua punya bonding yang amat kuat, karena mereka hanya dua bersaudara; tidak punya ayah, diasuh Ibu sejak kecil dan ditinggal pergi Ibunya untuk selama-lamanya di usia ketika Nora masuk dewasa awal dan Libby masih remaja. Kebayang kan ya bondingnya :)

Ada beberapa hal yang berhasil ditampilkan penulis dengan amat sangat raw terkait hubungan kakak beradik, salah satunya perasaan tersakiti ketika menjadi orang yang tidak tahu apa-apa; merasa ada rahasia atau hal besar yang ia tidak tahu. Ini mirip juga dengan hubungan pertemanan sebetulnya ya, dulu sekali ketika kuliah, saya sering pundung (haha) kalau teman saya menyembunyikan sesuatu yg penting dari saya. Apalagi kalau ada orang lain yang duluan tahu, kesannya seperti kita tidak dipercaya untuk mendengarkan hal tersebut. Tapi uniknya hal ini berubah ketika kita semakin sibuk dengan kehidupan, mau cerita sini aku dengerin, enggak juga gapapa, I just hope you have at least one good person to listen to your story :'). 

Nah tapi hal ini emang bisa jadi gak berlaku kalau kamu deket banget sama adik kamu seperti Nora dan Libby; yang inginnya tetap dapat update terutama kalau ada hal-hal penting yang terjadi di kehidupan masing-masing. 




Ini salah satu kutipan di bukunya. Saya sampai tandain karena ini benar-benar menggambarkan emosi yang terjadi dalam diri saya juga ketika merasa dilewatkan untuk jadi tempat cerita oleh orang-orang yang saya sayang. Apalagi kalau kamu sudah merasa melakukan pengorbanan besar untuk orang tersebut. 

Yah anyway, hubungan Nora dan Libby memang jadi hal yang menurut saya paling menarik dari buku ini!

Nora & Charlie; Hubungan yang Dewasa

Kalau kamu capek baca rom-com yang ceritanya menye-menye, atau merasa "apaan sih tokohnya dramatic banget" nah, buku ini bisa banget kamu baca karena menurut saya hubungan Nora dan Charlie tuh contoh hubungan orang dewasa yang pas dan ideal; dan somehow relatable (unless endingnya mungkin ya). 

Charlie disini juga gak digambarkan sebagai sosok yang sempurna seperti di buku-buku romcom lainnya hehe, sepertinya yang disorot banget sebagai kelebihannya Charlie tuh how smart he is dan how good he is with what he do; dalam hal ini editor buku. Tapi untuk hal lainnya enggak kok; ada sepupunya yang lebih ganteng dan jago ngobrol, dia juga gak kaya raya tajir melintir (he's just a middle class worker; like most of us); karenanya ia harus ada di Sunshine Falls, he's just an ordinary man. 

Nora di buku ini malah digambarkan lebih heroic, dengan kesulitannya kehilangan Ibu di usia muda, dan jadi "Ibu" buat Libby dalam beragam urusan termasuk finansial, membuat ia harus menempatkan kepentingan keluarga dibanding keinginannya sendiri. Seperti biasa, sosok seperti Nora ini, yang terlihat amat 'shark' diluar, memang biasanya punya banyak self-doubt atau kerapuhan yang hanya ia yang tahu, atau hanya bisa ia buka pada orang yang ia percaya. 

Ketika akhirnya Nora menceritakan kisah-kisahnya pada Charlie, Charlie bisa banget memahami 'harus ngapain' untuk membuat Nora jadi Nora yang lebih baik. Dia juga mendukung sekali Nora untuk mengejar mimpi yang selama ini ia pendam. Terus kenapa saya bilang hubungan mereka berdua itu hubungan yang dewasa: karena melihat realita di sekitar mereka berdua; gak maksain ketika emang ga bisa barengan karena hubungan tuh gak bisa makan pakai cinta doang, dan berada berdua tanpa memikirkan matang-matang konsekuensi kedepan, malah bisa bikin mimpi seseorang jadi pupus, atau finansial yang pincang disisi lainnya. Aku suka sekali jarak waktu yang diberikan oleh penulis sebelum endingnya untuk membuat Charlie akhirnya mengambil keputusan penting.

Salah satu kutipan dari buku, pujian Charlie untuk Nora.

Book about Book Lovers

Saya harap kamu gak berharap bisa dapat banyak rekomendasi bacaan baru dari buku ini. Karena jujur saya sendiri gak terlalu ngeh sama buku-buku apa aja yang disebut di buku ini. Gak terlalu berkesan, selain kejujuran Charlie kalau dia juga baca romance. 

Tapi yang bikin saya suka disini adalah obrolan-obrolan Nora dan Libby tentang bagaimana mereka tumbuh di kelilingi buku. Mereka suka sekali baca dan literally tinggal di atas toko buku. Ibu mereka menularkan kecintaan pada buku ke mereka berdua. 

Hal lainnya yang mungkin bikin setiap book lovers (mungkin saya aja--tapi kayanya kamu juga) excited ketika membaca buku ini: pengen banget punya toko buku seperti Charlie dan keluarganya. Tapi ya Alhamdulillahnya buku ini juga ngasih tahu kalau punya toko buku tuh gak mudah, bahkan Charlie struggling banget disini, usahanya Libby untuk bikin toko buku ini keren banget sih! Libby tuh benar-benar gambaran nyata seorang book lover yang dikasih kesempatan buat menangani Toko Buku biar jadi hype harus kaya gimana. Buat saya pribadi, saya lebih banyak relate sama sosok Libby di buku ini dibanding Nora atau Charlie. Terutama bagaimana Libby suka sekali sama buku dan Libby sebagai sosok yang generalist. 


Endingnya Hmmmm

So far, aku suka sekali baca buku ini. Bisa banyak belajar proses lahirnya sebuah buku dari kacamata agen dan editor, bahkan sedikit dari sisi penulis juga ketika Dusty telfon-telfon Nora. Banyak kosakata baru juga yang aku dapat dari buku ini. Buku ini memberikan gambaran yang rasanya pas buat saya ya tentang bagaimana kita mungkin menghadapi kehidupan. That there are people that come and go in our life, we might be sad, disappointed by the events but life goes on. Setidaknya kehidupannya Nora seperti itu, sampai akhirnya agak terlalu giung kalau kata orang sunda (kelewat manis) hehe. Tapi karena ini buku romance ya menurutku wajar lah ya. 

Patut dicoba untuk dibaca! saat ini Book Lovers belum ada versi Bahasa Indonesianya. Versi Bahasa Inggrisnya bisa kamu dapatkan di kindle, Google Playbook, atau beli fisiknya disini. 

Selamat membaca teman-teman!

image from Unsplash.com

Bulan Juni rasanya jadi bulan paling tidak menyenangkan buat saya dibanding bulan-bulan lainnya di awal semester 2022. Saya merasa hilang fokus, mudah terdistraksi, cepat lelah dan mudah marah. Saya yakin ada beberapa hal yang mempengaruhi hal-hal tidak menyenangkan diatas. Walaupun tidak terjadi setiap hari, tapi kalau diingat-ingat, Juni kok tidak menyenangkan sekali :'). 

Beberapa hal yang membuat Juni saya amat melelahkan: 

  • Maag saya kumat, dan parah sekali dampaknya. Kalau biasanya hanya sakit perut dan harus menahan sakit sampai jalan bungkuk-bungkuk, kali ini saya sampai sesak napas. Karena saya merasa kebiasaan makan saya sebetulnya tidak banyak berubah, my self diagnose is: I got it from a negative stress at work. Agak bikin uniik karena hampir dua tahun saya bekerja di tempat saya kerja sekarang, jarang banget saya stress. 
  • Juni ini juga saya bolak-balik ke Rumah Sakit untuk treatment gigi saya yang sudah lama tidak discaling, berlubang pulak, jadi 2x ke RS untuk tambal-tambal. Saya juga cek ke dokter mata karena merasa pandangan saya belakangan semakin memburuk. Turn out, minusnya beneran naik 2x lipat dari sebelumnya. Sekalian bikin kacamata baru.
  • Setelah rehat medsos, saya balik buka medsos pribadi saya, tapi kok dipikir-pikir saya jadi agak susah ngerem waktu saya di medsos. Terlalu lama, beberapa kali bikin overwhelmed juga. Jadi kepikiran untuk kembali deactive atau log out untuk seterusnya dan update secukupnya di Instagram untuk progress buku saja. Tapi gak taulah, nanti ditimbang-timbang dulu. Karena sejujurnya Instagram pribadi ini juga tempat bisa saling berinteraksi dengan teman-teman, yang gak sanggup saya reach kalau lewat WA (udah keburu capek bund).
  • Rana beberapa kali drop: karena imunisasi dan karena emang kecapean aja kayanya. 
  • Saya jarang sekali di dapur huhu, sepertinya memang Juni tuh beneran sibuk sampai susah spend waktu untuk masak. 
  • Mas Har mulai kerja di tempat baru dan tentunya perlu adjustment, ini bikin beberapa tugas-tugas domestik terbengkalai dan emang jujur ngaruh ke mood.



Tapi, Juni juga menyenangkan karena di Bulan ini saya bisa bertemu Renti, sahabat saya. Renti, suami dan anaknya datang ke Cimahi dan menginap di rumah kami. Senang sekali akhirnya bisa bertemu walau hanya 2 hari dan pasti melelahkan sekali buat Renti sekeluarga untuk melakukan perjalanan bersama seorang toodler, tapi senang senang senaaang sekali. Kami berenam pergi ke Lembang Zoo! Saya berencana menuliskan pengalaman main kesana. Nanti ya di post terpisah!

Juli dimulai di hari Jumat, alhamdulillah. Hari yang saya tunggu-tunggu karena saya sepertinya benar-benar butuh waktu untuk rehat. Sempat kepikiran untuk mengambil cuti agak panjang (maybe a week), untuk recharge energi dan berleha-leha :') tapi gak yakin bisa sekarang. 

Anyway, Juni ini saya gak banyak baca buku. Kalau alasan kenapa gak banyak baca buku, sebetulnya bukan karena sibuk, tapi distraksi balik lagi main medsos dan mood yang jelek. Saya jarang bisa baca buku dengan nyaman ketika moodnya sedang buruk. 

Semoga Juli lebih baaaaik yaaa! dan semoga Juli saya lebih banyak bisa bersyukur dibanding rantingnya! haha.


Bulan Juni kali ini diawali dengan teracuni sebuah komik horor klasik, Uzumaki karya Junji Ito yang diterbitkan oleh Penetbit M&C. Komik ini sebelumnya sudah pernah diterbitkan (namun tidak legal) oleh Penerbit Shiteru. Ini pertama kalinya saya membaca karya Junji Ito, walaupun rekomendasinya banyak berseliweran di Instagram, namun saya justru kena racun setelah beberapa waktu kebelakang banyak mengikuti akun penggila komik di Twitter. 

Dari mereka saya jadi tahu kalau edisi ini cukup spesial karena langsung tamat dalam satu buku (edisi ilegal sebelumnya ada tiga buku), namun ini juga yang membuat bukunya amat tebal untuk ukuran komik. Karena tidak ada jumlah halaman dan keterangan halaman di buku, saya juga kurang tahu nih ini berapa halaman. Tapi kalau disejajarkan dengan komik Elex Media ukuran biasa (saya bandingkan dengan Detektif Kindaichi edisi lama) komik ini tebalnya sekitar 5x komik ukuran reguler. Faktor yang membuat komik ini jadi tebal juga salah satunya karena sudah pakai format bookpaper, karenanya jadi terkesan premium + ada jaket covernya juga juga! memang layak koleksi sih :'). 

Nah tapi sebelum mengoleksi komik ini, berikut hal-hal yang perlu teman-teman tahu tentang buku ini:

Cerita tentang Kota Spiral

Komik ini bercerita tentang petulangan Goshima Kirie. Ia tinggal di sebuah kota kecil dan damai dan tentram hingga suatu hari ia bertemu seorang temannya, Saito Shuichi yang merasa kota ini adalah kota yang memuakkan. Beragam hal kecil dari kota ini, lautnya, suara panggilan dari stasiun, hingga mercusuar yang tak lagi digunakan, semuanya nampak amat menyebalkan bagi Shuichi. 

Ternyata, rasa muak ini muncul dari rumah. Ayah Shuichi amat terobsesi dengan segala hal yang berbentuk spiral. Ia merasa semua hal yang berbentuk spiral adalah sesuatu yang indah. Obsesinya berubah jadi parah sampai ia tak bisa makan tanpa uzumaki. Ia juga 'meracuni' kegilaannya pada hal-hal berbentuk spiral pada Ayah Goshima yang merupakan pengrajin keramik. Ia meminta Ayah Goshima membuat keramik berbentuk spiral. 

Uzumaki

Kegilaan ini membuat Ayah Shuichi pada akhirnya mati dalam kondisi spiral di bak kayu pesanannya sendiri. Di hari kematiannya, saat di kremasi, asap dari pemakaman membentuk spiral dan seolah-olah memanggil istrinya untuk ikut mati. Sejak saat itulah wabah spiral tejadi di Kota ini. 

Jalan cerita dari komik ini sebetulnya menarik sekali, walaupun di awal kita dibuat penasaran, sebenarnya Kota ini jadi spiral karena kelakuan Ayah Shinichi kah? atau karena hal lain? kita akan mendapatkan jawaban di akhir buku. Hal ini jugalah yang membuat saya bertahan membaca bukunya hingga akhir walaupun isinya sangat mengerikan dan literally menjijikan. 


Dari awal hingga akhir, kita akan menemukan beragam kisah spiral yang sungguh gila. Kisah manusia keong, nyamuk yang mengganggu ibu-ibu hamil di Kota tersebut, rambut-rambut yang menjadi spiral sendiri dan mencari perhatian, aduh! ampun deh baca dan lihat gambarnya. Saya merasa pusing dan mual sendiri sesudahnya. 

Visual yang mengagumkan, seram dan menjijikan, tapi ya! mengagumkan!

Saya sampai menuliskan kata mengagumkan dua kali karena visual komik ini aduhlah memang bagus sekali, detailnya! ya ampun, saya sampai gak bisa berkata-kata lagi, memang dua jempol deh untuk komikusnya, empat malah saking gila detailnya. Ga kebayang membuat komik setebal itu dan terus menerus mengulang menggambar spiral hanya dalam bentuk dan medium yang berbeda. 

Nah tapi ini menurut saya jadi warning kalau kamu mudah tertrigger ketika melihat gambar-gambar yang menjijikan. Baiknya tidak dibaca ketika hendak atau setelah makan, karena gambarnya benerang dirancang komikusnya untuk bikin jijik yang baca. 

Plus, saya pribadi gak menyarankan buku ini dibaca oleh Ibu hamil :'), ada satu cerita yang cukup mengerikan tentang Ibu hamil disini, dan karena buku ini bergenre horror, saya tahu betul section khusus tentang hal-hal mistis dan Ibu hamil selalu jadi hal seksi untuk dieksplore, gak hanya di Indonesia saja ternyata ya. Kecuali Mba/Ibu sudah biasa baca komik Junji Ito dan sudah paham efeknya akan seperti apa, ya gapapa. hehe tapi kalau newbie seperti saya, lebih baik jangan :)

Hati-hati menyimpan Koleksi ini di rumah

Menurut saya, komik ini memang layak koleksi kalau kamu suka Junji Ito, suka komik horror klasik dan suka manga dengan detail yang ciamik. Tampilannya juga eksklusif sekali, mantap untuk masuk list koleksi. 

Kalau setelah membaca review diatas kamu jadi tertarik untuk mengoleksi komik ini, please be mindful untuk meletakkan buku ini ditempat yang aman dari jangkauan anak-anak. Keterangan "DEWASA" di bagian depan jaket cover buku ini sebetulnya amat bagus, membantu memperjelas supaya anak-anak tidak membaca buku ini. Jadi ayok simpan di rak bagian atas atau disembunyikan jangan sampai mengundang penasaran anak-anak hihi. 







Informasi Buku

Judul Buku: Uzumaki
Penulis: Junji Ito
Terbit pertama kali: 2010
Terbit pertama kali di Indonesia: 2022
Alih Bahasa: Hasina Sari, Martina Rosmawati
Penyunting: Mustika Arum
Artistik: Heru Lesmana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama - M&C
Harga: 128,000 (P. Jawa), saya beli dengan harga diskon 20% disini.
Rating: Dewasa

Saya baru sadar saya tidak pernah menuliskan review dan pengalaman saya membaca buku Am I there Yet karya Mari Andrew empat tahun lalu :') sediih karena ini merupakan salah satu buku nonfiksi favorit saya diusia pertengahan 20an. 

Beberapa pekan lalu, saya kembali membaca buku ini dan kali ini saya ingin menuliskan pengalaman saya membaca buku ini, siapa tahu kamu sedang membutuhkan buku yang bisa menemani perjalanan kamu bertumbuh di usia 20an, terutama jika kamu perempuan dan masih single! saya amat merekomendasikan buku ini. (eits, buku ini tetap relevan dibaca kamu yang tidak lagi single kok!) hehe.

Siapa Mari Andrew?

Buku ini ditulis oleh Mari Andrew, ia merupakan seorang ilustrator yang banyak mengilustrasikan kesehariannya di atas kertas lalu ia bagikan di Instagram. Lewat buku ini, ia banyak menuliskan refleksi perjalanan hidupnya di usia 20 sampai menjelang 30. Maybe that's why I really love this book when I read it at 25! and even when I re-read it at 29 :). 

Bisa dibilang buku ini adalah guide to adulthood berdasarkan pengalaman Mari (---yang adalah orang biasa seperti saya dan orang-orang yang membaca bukunya), yang merasakan kebingungan pergi kencan pertama, yang galau sama pekerjaan, yang merasakan patah hati, yang merasakan kebahagiaan ketika menemukan sesuatu yang ternyata ia cintai. 

Membaca buku ini membuat saya sadar kalau saya suka sekali membaca buku-buku nonfiksi yang perspektifnya banyak diambil dari pengalaman dan kacamata personal penulisnya. This makes the book feel humanist and relatable. 

Di pengantar buku ini, Mari menuliskan: 

Ini bukanlah buku panduan yang akan membantumu mendapatkan pekerjaan atau membuatmu bisa melipat rapi seprai dengan pinggiran berkaret (yang ternyata tetap saja susah). Ini adalah scrapbook tentang perjalanan saya--sejauh ini-- menuju hidup dewasa. Saya berharap buki ini bisa menyenangkan dan kamu enggak sedang tersesat di perjalanan kehidupanmu. Sejalan saya memasuki usia dua puluhan, kisah-kisah orang lain adalah lampu bagi saya. Setiap perasaan yang saya dapatkan ketika mendengar kisah mereka dan bilang. "Eh, gue juga kaya gitu!" telah membantu menyingkap jalan setapak misterius di depan saya. Jalan itu pun tidak lagi terasa menakutkan.

What's on the book?

Buku ini berisi delapan bab yang padat, penuh cerita menarik, penuh refleksi dan penuh ilustrasi. Saya senang sekali Bentang Pustaka (penerbit buku ini dalam versi Bahasa Indonesia) tidak menerjemahkan ilustrasi Mari ke Bahasa Indonesia. Karena entah mengapa saya lebih suka ilustrasi tersebut dalam versi bahasa aslinya :') dan karena dikemas dalam ilustrasi ciamik, tidak terlalu sulit untuk memahami artinya, bahkan kalau kita masih di tahap belajar-belajar Bahasa Inggris, bukan di level advance. 

Karena ada banyak sekali isinya. Saya hanya akan menuliskan dua bab yang membekas buat saya! Bab 1 sebagai bab pembuka yang membuat saya merefleksikan kehidupan saya sekarang. Dan bab 5 tentang patah hati dan kehilangan. Oh iya, saya juga akan menambahkan ilustrasi menarik dari bab 6 ya!

Bab 1: Menaklukkan ketidakpastian

Bagian ini berisi tentang kegalauan pertengahan usia mid 20s, bagaimana penulis (seperti halnya saya HAHA) merasa galau dengan pekerjaan yang ia lakukan di usia pertengahan 20 tahunan. "Sering saya merasa cemas. Saya ingin sekali menjadi mapan, berhenti mencari-cari, dan cukup dengan apa yang sudah saya dapat" Cara yang paling ampuh untuk mengatasi kecemasan ini adalah dengan berpikir bahwa kehidupan merupakan kumpulan musim, bukan anak tangga. Meski memang harus diakui, rasanya puas sekali jika kita bisa menapaki anak-anak tangga dan melengkapi daftar "Hal-hal yang harus dicapai orang dewasa". 

Bab pembuka buku ini benar-benar pas sekali menyentil apa yang sedang saya pikirkan ketika masih berusia 25 tahun. Ketika ada banyak sekali pilihan di depan saya dan saya sendiri tidak benar-benar tahu sebetulnya apa yang terbaik untuk saya. 

Ketika membaca lagi bab ini diusia 29 tahun, ketika saya sudah menikah (yang hingga saat ini merupakan keputusan terbesar yang pernah saya ambil), dan punya anak (keputusan terbesar kedua yang pernah saya ambil juga :')). Rasanya tidak banyak pilihan yang ada didepan saya, atau setidaknya tidak sebanyak ketika saya belum menikah dan punya banyak pertimbangan dibahu saya. 

Apakah ini berarti menikah dan punya anak membuat saya tidak bahagia? Aha, saya akui kehidupan setelah menikah dan punya anak tidak selamanya seperti apa yang terlihat di media sosial, ada banyak tangis dan lelah yang tak tampak. Namun kalau diberikan kesempatan untuk mengulang beberapa tahun kebelakang dan diberikan pilihan untuk menikah dengan partner saya saat ini atau tidak. Saya akan tetap memilih untuk menikah. 


Bab 2: Menciptakan Rumah
Bab 3: Menemukan Tujuan
Bab 4: Kencan dan percintaan

Bab 5: Patah hati dan kehilangan

Bab ini adalah Bab favorit saya.
Alasannya: saya membaca buku ini tepat beberapa bulan setelah Ayah saya berpulang. Meninggalkan saya dan keluarga untuk selama-lamanya. Rasa sakit kehilangan orang yang kita sayangi untuk selama-lamanya itu unik, ia tidak langsung menghancurkan perasaan saya dalam satu waktu, tapi menggerogoti hati saya perlahan-lahan. Ada banyak malam ketika saya sendirian di kamar kos saya di Jakarta empat tahun lalu, ketika saya bertanya-tanya: apakah akan jadi berbeda kalau Bapak masih ada? will you fight this cruel world for me, dad? or if not, will you share your time to listen to my story and told me how proud you are of your daughter. 

Mari menuliskan pengalamannya kehilangan Ayahnya yang kurang lebih sama menyakitkannya, hanya versi ceritanya saja yang berbeda. Ia membuat ilustrasi tentang stages of grief yang merupakan siklus dari feel crazy dan feel less crazy-- yep, dua hal itu saja. 

Bab 6: Menghadapi kekecewaan



Bab 7: Mencari Jati Diri
Bab 8: Menemukan Jati Diri

Review Asri

Saya ingin mengulang sekali lagi: Buku ini akan superduper cocok dibaca: perempuan, single, berada diusia 20an, karena ceritanya relevan sekali dengan apa yang dirasakan Mari. Tapi! ada tapinya dan perlu saya tambahkan tanda seru. Buku ini akan tetap relevan dibaca siapapun. Perempuan atau laki-laki, single atau sudah menikah, berada diusia berapapun karena saya yakin di usia berapapun kamu, siklus hidup yang dituliskan Mari akan terus berulang. I mean, kita akan terus menerus menghadapi hal yang membuat kita kecewa kan walaupun berusia 50 tahun? yang beda tentu penerimaan kita terhadap hal tersebut. 

Saya suka sekali buku ini. It's 5/5 stars! dan ilustrasinya amat-amat-amat mewakili perasaan saya. Saya juga bisa merasakan spirit Mari di usia 20an dimana kita terlihat bisa melakukan perjalanan kemanapun, mengambil banyak pilihan dan itu amat tergambar dari ilustrasinya.

Versi terjemahan Bentang Pustaka juga bagus sekali, penerjemah bisa tetap membuat bahasanya relevan dengan kita sebagai pembaca, bukan terjemahan yang kaku! 

A very reflective yet fun reading! wajib masuk reading list kamu yang sedang ingin banyak merefleksikan hidup!

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • Review Buku Angsa dan Kelelawar karya Keigo Higashino
  • Sabtu yang Menyenangkan dan kenapa saya suka membeli bunga
  • Main ke Toko Buku Pelagia Bandung
  • Review Asri: Manabeshima Island Japan karya Florent Chavouet
  • Review Asri - the house of my mother karya Shari Franke

Arsip Blog

  • ▼  2025 (16)
    • ▼  Mei 2025 (3)
      • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yu...
      • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim ...
      • Tiap Anak Berbeda, Termasuk Proses Melahirkannya; ...
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes