Journal Asri
Saya kira nonton persib kemarin adalah hiburan terakhir sebelum kembali ke Bengkulu, well ternyata salah besar. Hari Sabtu saya kedatangan seorang sahabat yang kehadirannya sangat ditunggu dari awal saya datang ke Cimahi. Yapp, Kinan, BFF saya dari sman 5 cimahi. Ia datang dan menginap seperti biasa, sabtu sore kami merencanakan perjalanan yang agak sulit dilupakan sebelum berpisah dan karena dompet yang semakin tipis kami memutuskan untuk jalan ke Leles, Garut.
Begitu memutuskan akan pergi, kami langsung jalan kaki ke stasiun Cimahi mencari info untuk pergi kesana, kereta lokal purwakarta-cibatu berangkat ke arah cibatu dari stasiun cimahi jam 12.50 siang. kagok sekali waktunya dan tak ada kereta untuk pulang ke Cimahi dalam hari yang sama, kami harus pulang naik kereta lagi jam 5 subuh dari stasiun leles. So, kami memutuskan untuk backpacker singkat, ini pengalaman baru buat kami berdua. Hanya membawa Ransel yang isinya jaket dan bekal dari rumah.
Ongkos kereta lokal ke Leles cuma 3.500, harga ini sebenarnya yang membuat saya sangat ingin pergi ke Leles, murah sekali. Kereta datang tepat waktu, dan pemandangan di sepanjang kereta benar-benar menakjubkan, sayang saya bisa mengambil satu gambarpun, kami kebagian duduk disamping kaca yang sudah sangat buram, tapi pemandangannya masih jelas indah jika dilihat dengan mata.
tiba di stasiun Leles

Why Leles ? ini karena informasi tentang the famous Candi Cangkuang, tetangga saya ada yang orang Leles dan terus bercerita tentang candi ini. Saya jadi sangat penasaran, Kami turun dari stasiun leles  hampir jam 3, kami langsung bertanya ke supir angkot yang ada didepan stasiun untuk menuju ke situs candi, menggunakan angkot nomor trayek 10 dan turun tepat di alun-alun Leles, ongkosnya 2.000. Dari sini menuju situs candi jalannya cukup jauh, ada dua alternatif untuk menuju kesana. Naik ojek dan Naik delman. pilih mana ? tentu delman. Saya merasa lebih rileks naik delman dan ternyata sama sekali tak salah, pemandangan menuju situs candi juga sangat menakjubkan, hamparan sawah dengan background gunung-gunung yang berjejer begitu megah. dalam hari cuma bisa ngucap subhanallah.
Pemandangan di desa Leles 1
pemandangan di desa Leles 2
Pemandangan di desa Leles 3

Maskot perjalanan saya :D namanya Oci
 Untuk masuk ke situs ini kita membayar tiket seharga 3.000 rupiah ditambah ongkos naik rakit, karena candinya berada di daratan di tengah danau. ongkos rakitnya 5.000 rupiah. Ternyata bukan hanya ada candi loh disini, ada juga kampung adat pulo. kampung ini berjumlah 6 rumah dan satu mushola  yang hanya boleh ditempati 6 kepala keluarga, jika ada anggota keluarga yang menikah maka ia harus meninggalkan rumah ini.
Solo rakit

Rakit yang membawa ke Candi

Selain Kampung adat ada juga makam pembawa ajaran islam di samping Candi, dari beberapa sumber yang saya baca awalnya kampung ini adalah kampung dengan penduduk beragama Hindu yang kemudia berpindah ke Islam.
Candi Cangkuang

Sedikit info yang saya tanya kepada penjaga museum kecil disana, candi ini tak ditemukan dalam keadaan seperti sekarang, yang ditemukan hanya fondasinya yang berbenduk segi empat, jadi bangunan candi yang sekarang hanya perkiraan candi dahulu, batu yang asli dan digunakan kembali untuk renovasi candi hanya 40%. dari usia batu yang ditemukan dan bentuknya, candi ini diperkirakan telah ada dari abad ke-8 masehi.
Dokumentasi Museum

Setelah asyik wisata candi kami balik ke alun-alun, disini kami mulai bingung ingin menginap dimana, jelas tak mungkin di penginapan, selain tak tahu dimana, uang kami masing-masing hanya tinggal 20.000 rupiah, jadi kami memutuskan menunggu angkot ke masjid di dekat stasiun yang kami jumpai diperjalanan tadi, tapi angkot yang ditunggu tak kunjung datang, garut ke arah pusat kota macet parah, jadi kami jalan kaki. Disini yang unik, waktu jalan sambil menunggu angkot ada ibu-ibu yang jatuh dari motor dan tak ada yang menolong ditengah jalanan macet, kami berlari membantu ibu tersebut, waktu di ibu sudah pergi kembali karena tak ada luka dan kerusakan pada motornya, ada angkot lewat, kami hanya melongo waktu sadar angkotnya berjalan menjauh. Tapi ternyata ada balasannya loh waktu menolong orang, ini benar-benar terasa ditrip ini, beberapa langkah dari tempat kecelakaan tadi ada pom bensin yang cukup besar lengkap dengan mushola, kami sholat disini dan berpikir ingin menginap disini. kami ngobrol dengan ibu-ibu diwarung yang bilang kalau memang mau tidur disini minta izin dulu aja sama satpamnya.

Kami masih duduk anteng didepan warung di pom bensin itu karena berniat minta izin ke satpam usai isya, ada bapak-bapak yang bertanya "mau keatas juga neng ? macet banget ya ?"  kami jawab jujur kami mau menunggu kereta besok pagi disini, ternyata si Bapak tadi juga mau balik turun ke Bandung dan mengurungkan niatnya ke Tasik. Ia menawari kami tumpangan sampai ITC kebon kelapa. Sebenarnya di awal kami tak berpikir ini hal baik yang datang kepada kami karena menolong ibu tadi. Guys, jujur saya tak menyarankan untuk sembarangan naik ke mobil stranger yang tidak kita kenal, apalagi malam hari. Tapi saya dan kinan naik ke mobil jeep milik pak deden, begitu namanya. Saya duduk didepan dan kinan dibelakang, lumayan banyak mengobrol dan saya sangat kagum ketika melewati terowongan nagrek di malam hari, wow, kaya diluar negeri, tunnel panjang dengan lampu yang benderang saya jadi ingat adegan di film the perks of being a wallflower. Ini untuk pertama kalinya saya lewat lingkar nagrek. Tapi sayang seribu sayang, kami tak bisa turun untuk mengambil foto, padahal cantik sekali tunnelnya.
Masjid Raya di Malam hari
Sampai di ITC kami mengucapkan terimakasih pada pak deden dan kembali berjalan ke Alun-alun Bandung, pemandangannya beda sekali di malam hari di Masjid Raya, masjid ditutup, dan sepanjang pelataran masjid para tunawisma tidur disana. kami yang tadinya sempat berpikir mau tidur disitu jika tak ada angkot langsung ogah dan menggu angkot di halte, 15 menit kemudian angkot datang dan mengantarkan kami kembali ke Cimahi jam 10 malam teng. Waktu masuk rumah ibu saya sempat bertanya "kenapa ga jadi nginep ?" saya hanye menjawab singkat dapat tumpangan pulang dan langsung keatas untuk tidur.

Well, kalau syarat jadi backpacker harus tidur disembarang tempat waktu trip, jelas kami gagal total jadi backpacker, tapi kalau pengertian backpacker itu menggendong ransel dan pergi dengan budget minim, I think we're good enough for the first experience.

Numpang narsis :D

Oci dan Piggy (maskotnya kinan) di Cangkuang



Kapan ya bisa jalan lagi ?:P

mode 180, waktu stadion masih sepi

Tanggal 20 kemarin Persib tanding kandang lagi setelah libur lebaran, tempatnya tentu di Stadion Si Jalak Harupat, Persib tanding lawan Persidafon. Saya sengaja mengajak adik saya nonton lagi langsung di stadion, anggap saja hiburan terakhir sebelum kembali ke Bengkulu.
Tapi Bukan persib yang mau saya bicarakan kali ini, di Stadion, walaupun kita sangat fokus menonton pertandingan, tentu ada saja berbagai gangguan yang membuat kita melirik ke kiri, ke kanan, ke atas atau bahkan ke tribun lain. Yang jelas berbagai hal yang tidak kita jumpai saat menonton bola dirumah kita temui disini.Ribuan Supporter ada disini, sebagian bisa jadi seperti saya hanya ingin menonton dengan suasana berbeda tapi sebagian lainnya ingin dilihat, ingin beraksi, untuk menambah semangat para punggawa persib atau sekedar cari perhatian agar disorot kamera TV. Saya kemarin ada menonton di tribun Selatan, tribun yang sangat sangat atraktif. yang ditengah diberi kertas putih dan merah, dengan aba-aba pemandu di bawah ketika mereka semua menaikkan tangannya terbentuklah bendera atau lambang yang diinginkan si pemberi aba-aba.
Tapi tak hanya mereka yang ditengah yang sibuk, lama kelamaan kami yang di tribun selatan disuruh berdiri, jadilah saya dan semua penonton berdiri ikut mengikuti aba-aba, jingkrak ke kanan, ke kiri, loncat-loncat, bernyanyi, bertepuk tangan. Walaupun sangat melelahkan tapi semuanya menyenangkan :)

Latihan sebelum mulai pertandingan
Posisi siap atraksi

Samakan suara . .  aaaa
Pemandangan lain yang sangat umum di stadion selain ribuan supporter adalah para pedagang. Keberadaan mereka sangat membantu, mereka yang berkeliling menawarkan air, nasi, cimol, bacang dan lain sebagainya. Kasihan sekali ketika seorang pedagang nasi yang dagangannya masih sangat banyak menjelang kick off babak kedua akhirnya dengan pasrah berteriak "lima rebu dua" semua yang lapar membelinya. saya lihat hanya beberapa menit dagangannya habis.
Pedagang menawarkan Air, Tahu dan Bacang
Pedagang Es
Gerilya mencari pembeli
Banyak juga yang masih muda dan sama sekali tak malu menjajakan dagangannya.
Satu lagi yang menarik perhatian di tribun kami kemarin adalah empat orang bule yang datang menonton, lucu sih mereka disambut bak pemain persib, para penonton tribun selatan berdiri dan bertepuk tangan untuk mereka, sampai para bule ini dapat tempat duduk banyak sekali para bobotoh yang ingin berfoto, mereka jadi artis dadakan di tribun ini.
ini dia para bule yang sangat menarik perhatian penonton lain

Masih banyak sebenarnya hal lain yang menarik perhatian saya ketika di stadion, seperti fotografer olahraga yang bebas berada didekat lapangan menenteng kamera dengan lensa super panjang, penonton yang tak mau duduk sehingga yang belakang-belakangnya harus ikut berdiri untuk menonton, sampai yang terhebat, waktu awal masuk stadion tidak penuh, mungkin hanya setengahnya terisi tapi setelah sekitar tigapuluh menit stadion jadi penuh, adik saya bilang mereka bisa menerobos tanpa tiket, tapi entahlah. Kami membeli tiket di Calo, karena membeli menjelang kick off jadi harus menambah sekitar lima tibu dari harga yang tertera ditiket dari dua puluh lima ribu menjadi tiga puluh ribu pertiket di tribun selatan.
Untuk yang belum pernah nonton langsung di stadion, saya sarankan untuk menonton langsung, banyak sekali loh yang bisa dilihat, dan kalau dulu saya selalu ditakut-takuti agar tidak pergi menontong dengan kerusuhan yang sering terjadi setelah pertandingan, itu sama sekali tidak ada. asal jangan kitanya yang cari ribut, di Bandung sendiri para bobotohnya saling menghargai bobotoh lain, dijalan kalau melihat kita memakai atribut persib mereka memberi klakson, di stadion, beberapa bobotoh yang datang jauh dari luar kota dan membawa bekal pun sama baiknya membuka lebar-lebar bungkus makanannya dan berbagi makan bersama.

Harusnya bangku ini diduduki, tapi. .



Tak ada yang mau kehilangan moment

Dan ini yang keren, didalam area lapangan sambil menenteng kamera : Wartawan Bola

Bahaya sekali ya, naik-naik ke atas tribun

Sore kemarin saya janjian dengan Ratna, teman kecil saya, minta ditemani keliling cimahi jalan kaki. Tapi kami bingung menentukan destinasi, akhirnya Ratna mengajak saya ke pemkot Cimahi di daerah Cihanjuang. Kami tak benar-benar jalan kaki, dari rumah saya di Kebonsari kami naik angkot jurusan parompong, turun di depan jalan ke arah pemkot. dari sana baru trip sore ini dimulai.
pemandangan dari atas jembatan pemkot


Jalan ke daerah Cihanjuang benar-benar mengingatkan saya pada masa SMA, bukan karena jalan didaerah pemkot, tapi dibawah jembatan terlihat sport centre yang biasa saya datangi bersama Kinan, kadang dengan Opik dan Devi (I miss you guys so much!). Dari atas jembatan pemkot terlihat jelas sawah yang masih tersisa di daerah ini, juga susunan bangunan yang tak beraturan, beberapa rombongan anak SMP lewat mengingatkan saya dan Ratna tentang kehidupan SMP kami yang benar-benar ababil. Tertawa mengingatnya mengingatkan saya tentang usia yang kini telah jauh dari saat-saat itu.
Dari sini kami jalan terus, ada pasar jajanan tiap sore disini, jajanannya beragam mulai dari seblak pedas, surabi, es kelapa ada juga bakso dan mie ayam. Lumayan ramai sore disini, tapi kami memutuskan untuk lanjut, mencari makan ditempat lain. Belok ke kiri sebenarnya kami tak tahu akan berujung dimana, tapi toh masih di Cimahi, senyasar-nyasarnya pasti masih bisa jalan sampai rumah. ternyata kami keluar di tagog, karena sudah kadung disini kami melanjutkan perjalanan ke arah Ramayana Cimahi. Bukan untuk belanja, tapi makan mie ayam di samping Ramayana. By the way Ramayana Cimahi juga menyimpan cerita untuk kami, dulu tempat perbelanjaan terbesar  (baca : mall ) di Cimahi menurut kami adalah Ramayana. Sebelum adanya Cimahi Mall tempat ini ramai sekali. Sekarang juga masih ramai tapi tak seperti dulu.
Monumen (?) sepeda di alun-alun
Gandawijaya disore hari
Dari atas jembatan penyebrangan

Usai makan kami lanjut ke Alun-alun, cuma beberapa meter dari ramayana, sudah gelap karena begitu kami sampai adzan magrib terdengar, banyak yang masih asyik bermain disini, ada komunitas skateboarder yang sedang berlatih, anak-anak SD yang sedang bermain bola. Sayang tak ada lampu yang menyala. Kami melanjutkan city tour kami ke gandawijaya, seperti biasa padat sekali jalan rayanya, susah sekali meyebrang di jalanan ini. Disini yang paling asyik, di ujung jalan kami mencicipi susu murni di dekat toko mainan boy, nama penjualnya pak Ibnu, kami mengobrol banyak, dari yang ia ceritakan kami tahu ia baru beberapa bulan berjualan susu murni asli dari cisarua, ia menceritakan susu murni yang ia jual bukan sekedar susu perasan, "susu yang baru diperas langsung dibawa ke lab, dipastikan layak minum atau tidak, karena belum tentu susu peras semuanya baik" katanya.
Pa Ibnu dan susu murninya

Pak ibnu menjual sekitar 15 - 20 liter susu murni setiap harinya, paginya ia berjualan di sekolah-sekolah, malamnya di gandawijaya. Harga perporsinya cuma tiga ribu rupiah untuk susu murni dan susu murni berasa (strawberry, vanila, durian, melon, dll) ada juga susu murni yang ditambah jahe, madu, atau telur. Ia banyak bercerita tak hanya tentang susu, tapi juga tentang asalnya, pak Ibnu, seperti banyak pendatang di Cimahi, sudah pernah mencoba peruntungan di tempat lain, ia berasal dari Kediri dan pernah menjajal bisnis kayu di Surabaya. Dulu bisnisnya sukses sekali, punya mobil, rumah, bahkan beberapa istri. tapi sayang krisis global pada tahun 2008 membuat bisnisnya bangkrut, semuanya hilang, yang tersisa hanya hutang. Akhirnya ia mencoba peruntungan di Cimahi bersama seorang istrinya yang setia menemani walaupun tak berada di masa jaya lagi, berjualan susu murni. Selain bercerita tentang hidupnya Pak Ibnu juga banyak bercerita tentang sejarah, kebanyakan sejarah Jawa dan Sunda. Favoritnya adalah kisah putri kerajaan sunda yang dikejar tentara kerajaan majapahit dan membuat ia bersumpah tak akan menikahi raja Majapahit setelah akhirnya bunuh diri.
Benar-benar obrolan yang menarik dengan pak Ibnu, tapi waktu beranjak, sudah setengah delapan ketika kami melirik jam, kamipun menyudahi obrolan kami, mungkin nanti kami akan kembali lagi minum susu murni pak Ibnu sambil mengobrol diiringi lalu kendaraan di jalan gandawijaya.
17 Agustus lalu sebenarnya saya ingin sekali pergi ke gasibu, ikut (nonton) upacara di depan gedung sate, tapi karena yang ngantar sedang tidak dalam mood yang bagus, akhirnya seperti biasa tiap tahunnya saya nonton upacara di TV. selesai upacara saya pergi ke lapangan dekat rumah.
Ini untuk pertama kalinya saya menyaksikan acara 17an di kampung saya, kami baru tiga tahun pindah kesini dan ini tahun pertama perayaan kembali 17an kan ? kemarin selalu berbarengan ramadhan.
Jujur acaranya kurang seru, mungkin karena saya tidak mengenal satupun orang dilapangan, atau bisa jadi karena saya tidak terlibat dalam acara tersebut. Dulu seru karena saya ikut main kali ya ? :)
Tidak ada panjat pinang, lapangan di kampung baru saya ini memang kecil sekali, malah beruntung masih ada lapangan, pembangunan di Cimahi sekarang sudah gila-gilaan, tapi saya masih beruntung dapat beberapa foto yang (menurut saya) cantik dan masih punya kesamaan 17an di beberapa kampung.
para penonton



peserta cilik

after show

agak ga imbang ya pesertanya :P


ini dia nih penampakan lapangan kampung saya


Ada lomba ini juga di kampung kalian ?

terlihatkah beberapa tentara dipintu heli ?

Bagaimana rasanya melihat sepuluh helikopter melintas diatas rumah dengan jarak yang begitu dekat ?
Mungkin biasa saja bagi sebagian orang, tapi tidak bagi saya, sudah dua hari beberapa helikopter melintas dalam interval waktu beberapa menit, biasanya tiga helikopter lewat lalu selang sepuluh menit kemudian lima helikopter dan kemarin parade tersebut bahkan berlanjut hingga malam.
Adik saya bilang itu latihan terbang para tentara, Bapak saya bilang itu latihan perang. Entahlah, yang jelas tetap amazing menyaksikan begitu banyak helikopter dengan jarak yang begitu dekat dari jendela rumah.
Hari pertama waktu turun hujan

Gelap sekali ya ?

dari jendela atas rumah !

Terbangnya lebih rendah dari tower


Mungkin yang ini lebih jelas terlihat tentaranya ?

Day 2 : mulai agak mendung

Parade Heli

How close


Susunan Buku khas di hampir seluruh lapak

Salah satu tempat yang wajib saya datangi ketika berada di Bandung adalah Pasar Buku Palasari.
Kemarin saya mengajak adik saya yang memang belum pernah ke Palasari. Saya sendiri tak punya tujuan khusus mencari sebuah judul, tapi teman-teman di Bengkulu menitipkan beberapa buku untuk dicari.
Well, buku yang dicari-cari pun tak kunjung didapat, kami sampai memutari seluruh palasari dan hasilnya nihil. Mungkin memang sedang kosong. Tapi saya mendapat beberapa buku titipan teman, saya sendiri membeli satu majalah national geographic traveler indonesia bekas tahun 2010. Dan membeli buku tentang travel writer karangan yudasmoro yang tulisannya sering saya baca di blognya.
Merdeka !00% Tan Malaka, titipan Ela yang setengah sulit dicari

Saya memang tak pernah sebentar kalau mampir dipalasari, selalu berputar-putar, kadang hanya untuk mengagumi betapa banyak buku disini, kalau beruntung saya bisa menemukan satu atau dua buku lama yang menarik perhatian dan saya beli. Pertama kali saya kesini waktu SMA, sendiri naik angkot, padahal jaraknya jauh sekali dari rumah, tapi saya yang dulu sangat sangat menggilai baca dan buku senang sekali ketika bisa kesini. Sekarang saya tak tahu kenapa minat saya terhadap buku untuk beberapa genre drastis berkurang, sebut saja komik, sekarang hanya conan yang masih rutin saya baca, novel sangat jarang saya sentuh. Saya lebih suka baca majalah, dan belakangan ini tertarik dengan buku-buku traveling, itu sebabnya saya membeli buku travel writer, supaya saya makin rajin menulis dan kualitas tulisan saya semakin baik. Tapi saya tak pernah benar-benar mendedikasikan hidup dan bekerja dengan traveling seperti sang penulis.
Belakangan saya benar-benar terinspirasi dengan quotes dari Kitab Suci Al-Quran yang membuat saya semangat untuk berjalan sejauh kita bisa dan bersyukur atas kebesaranNya.
"Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka berjalanlah disegala penjurunya . ." QS Al-Mulk (67-15)
Kembali lagi ke palasari, saya selalu terkagum-kagum dengan para pedagangnya. Memang banyak dari mereka yang hanya hafal judul, penulis dan penerbitnya. tapi ada juga beberapa pedangan yang saya temui mengetahui isi buku-buku tersebut, artinya mereka juga membaca buku-buku yang mereka jual dan bahkan menyarankan beberapa judul lain. Biasanya jika sudah mengobrol panjang lebar tentang isi buku tersebut dengan sang penjual, potongan harga pun mudah diberikan.
Selain mencari buku langka, banyak juga yang mencari buku sekolah bekas disini, semua buku bekas disini dihargai setengah harga buku barunya, tapi kalau kita bisa menawar biasanya masih bisa lebih murah. Toko disini tutup sebelum magrib, jadi sebaiknya datang disiang hari waktu untuk mencari lebih panjang.

sepuluh ribu untuk terbitan 2010. Fine



WOW !



Masih selalu kagum dengan para pedagannya yang hafal judul dan intisari isinya

Ini yang baru, corner diskon di Toko bandung Book Centre. Semua buku 5.000-25.000
Pelepas Dahaga, favorit kebanyakan pengunjung diujung kios


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • Review Buku Angsa dan Kelelawar karya Keigo Higashino
  • Sabtu yang Menyenangkan dan kenapa saya suka membeli bunga
  • Main ke Toko Buku Pelagia Bandung
  • Review Asri: Manabeshima Island Japan karya Florent Chavouet
  • Review Asri - the house of my mother karya Shari Franke

Arsip Blog

  • ▼  2025 (16)
    • ▼  Mei 2025 (3)
      • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yu...
      • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim ...
      • Tiap Anak Berbeda, Termasuk Proses Melahirkannya; ...
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes