Journal Asri




Isoman hari ke-4 buat saya (dihitung dari hari tes PCR), tapi kalau menghitung sejak sakit, ini hari ke-7.

Hari ini saya mulai agak gabut. Karena gejala flu saya sudah hilang, tinggal batuk yang terasa menyesakkan sekali. Oiya, hasil tes PCR Mas Har dan Rana juga keluar hari ini, keduanya positif, besok harusnya hasil tes Ibu dan adik-adik saya keluar juga, yang saya rasa juga positif :').

Saya masih meminum obat anti-virus COVID-19 yang diberikan kemenkes dan meminum mulitvitamin secara rutin, tapi tidak lagi minum obat demam dan flu. Tentu juga tidak pergi keluar rumah selama isolasi ini. 

Hari ini saya tamat membaca (ulang) Buku Romance yang saya baca dulu seklai waktu kuliah. Buku Ilana Tan judulnya Spring in London. Teman-teman pasti banyak yang sudah pernah baca ya? Saya lupa deh dulu baca buku siapa, tapi ini dapat boxsetnya harga miring dari Akang langganan buku bekas di Dewi Sartika, lumayan untuk menemani Isolasi. 

Selain baca buku Ilana Tan, saya juga baca-baca tipis buku baru kiriman dari Penerbit Mizan: The Lost Art of Scripture karya Karen Armstrong. Karena ini bacaan non-fiksi dan cukup berat, saya agak pelan-pelan bacanya hehe. Tapi lumayan hari ini sudah sampai halaman 60, walaupun beberapa halaman perlu diulang-ulang sepertinya. 

Saya juga masih doodling-doodling dari buku How to Doodle Everywhere-nya Kamo. Sekalian jurnaling hari ini, jadi gambarnya di jurnal bukan di tab. 

Satu highlight lagi adalah nonton dokumenter yang agak bikin hati panas di akhir: The Tinder Swindler. 

The Tinder Swindler ini dokumenter yang sedang cukup trending ya di Twitter, menceritakan pengalaman perempuan-perempuan yang tertipu oleh seorang laki-laki bernama Simon Liviev lewat aplikasi Tinder. Simon ini ngaku-ngaku anak pemilik perusahaan berlian Israel dan penampilannya memang meyakinkan sekali sebagai orang tajir melintir. Di awal kenalan sampai sebulan pertama mereka komunikasi, dia selalu treat cewek-cewek ini super mewah dan ga kaleng-kaleng deh, bajunya juga baju desainer ternama. 

Nonton ini tuh bikin geram banget karena urusannya gak cuma ngerusak mental cewek-cewek yang dia tipu sih, tapi juga gimana cewek-cewek ini struggling (sampai sekarang) sama urusan keuangan mereka. 

Nonton ini juga bikin saya inget video Prof. Rhenald Khasali yang bilang kalau the real rich gak akan pamer-pamer di medsos, mereka akan mendahulukan privasi dibanding pamer-pamer ini. 

Tapi yang pasti, internet emang makin ngeri ya kesini kalau gak hati-hati pakainya. Urusan data kita dipakai pinjol-pinjol gak jelas lah, dapat kenalan yang tau-tau ngutang atau pinjam uang :'), apapun bisa kita temui sejak ada internet. Cuma gak hanya hal buruk sebenrnya datang, hal baiknya juga banyak banget. Saya sendiri masih lebih merasakan banyakan benefit dari pada mudhorotnya. Tapi ya tetap saja membatasi diri gak sampai berlebihan di internet, apalagi di Instagram. Karena saya mainnya disana :') Bukan di Tinder hehe. 

Stay safe teman-teman, baik di dunia nyata maupun di dunia maya! 

Sehat-sehat juga teman-teman semua! 

Saya sempat cerita di Medsos kalau masa setelah melahirkan saya agak sulit menggambar lagi. Pertama karena menggambar beda sama baca, effortnya luar biasa: menginggalkan anak untuk waktu fokus yang lumayan lama + kalau disambi/diganggu siapa saja, belum tentu moodnya balik buat kembali menggambar. Saya sampai menonaktifkan Instagram saya yang isinya khusus gambar-gambar :'). Jadinya akun pribadi saya, saya jadikan akun gambar + curhat saja. Sekarang masih di kunci sih karena saya sempat krisis kepercayaan diri di awal 2022 hehe. Ada-ada saja ya penyakitnya Asri. 

Tapiiii, hari ini saya mau sharing sesuatu, saya mulai gambar lagi! sayang banget pas lagi semangat-semangatnya malah sakit hehe :'), awal tahun kemarin saya bantuin teman bikin undangan pakai model ala-ala ilustrasi seperti undangan pernikahan saya dulu. Senang sekali dilibatkan dan gambar-gambar lagi!!! Walaupun mengerjakannya super duper lama. Sudah lah lama tidak menggambar, eh langsung project yang lumayan serius. Nah asyiknya karena challenge itu, saya jadi mulai gambar dan doodle lagi. 

Gambar ini kumpulan doodle kucing yang asal-asalan saya buat sambil berlatih dari buku How To Doodle Year-Round karya Illustrator Kamo. Habis coret-coret di Tab, saya rapikan sedikit di laptop dan saya print-out di kertas sticker. Hihi gemes sendiri karena sudah lama sekali tidak bikin perintilan seperti ini. Walaupun hasilnya masih ala kadarnya, but it's still a progress!



Oh iya, saya beli dua buku Kamo, biasanya sering lihat sneak peak how to draw nya Kamo di Pinterest yang pakai Bahasa Jepang, gataunya ada versi Bahasa Inggrisnya. Yang satu lagi judulnya How to Doodle Everywhere. Buku ini bisa dibeli di Periplus. Satu bukunya harganya sekitar 210ribuan. 



Saya gak yakin bisa gambar-gambar lagi dimasa karantina dengan gejala flu yang cukup berat hehe, tapi mari kita lihat siapa tau sempat ya gambar-gambar singkat ketika gejalanya sudah jauh lebih baik.
Kamu bisa download gambarnya untuk di print jadi sticker juga ya! Silakan download untuk pemakaian pribadi bukan untuk di perjual-belikan ok!


Terima kasih sudah membaca!!
Sehat-sehat kalian semua!




Awal Cerita

Jadi, setelah dua tahun sejak COVID-19 masuk Indonesia, melewati gelombang awal dengan lockdown yang menegangkan, suami hampir kehilangan pekerjaan, melewati persalinan di masa COVID gelombang Delta sedang cukup tinggi... Kami (Saya, Mas Har dan Derana) pekan ini merasakan virus ini bersemayam di tubuh kami. (Setidaknya saya, karena hasil tes Mas Har dan Derana belum keluar).

Saya pertama kali mengalami gejala meriang, panas dingin dan agak pusing serta sempoyongan di hari Rabu sore. Sebelumnya, Ibu dan ketiga adik saya lebih dulu sakit. Rumah kami dekat dan saya setiap hari bolak-balik rumah-rumah Ibu supaya Rana banyak yang ngasuh selama saya kerja. Tapi sejak Senin ketika semuanya sakit, saya mulai bekerja dari rumah saya.

Kamis dan Jumat saya izin kerja, gejala saya makin mirip gejala COVID-19, pusing, demam tinggi, meriang, diare, muntah, batuk berdahak, hwadaw deh semua jadi satu. Satu hal yang saya syukuri: Mas Har dan Rana baik-baik saja. 

Kamis saya sempat ke RS untuk tes PCR di Rumah Sakit terdekat dari rumah, sayangnya pelayanannya kacau sekali. Saya diminta menunggu di ujung Rumah Sakit (di area luar), padahal hujan, saya bawa Rana pula, 2x saya dan Mas Har bolak balik ke tempat screening petugas tak kunjung datang, akhirnya saya pergi, tidak jadi tes. Padahal niatnya kan mau bayar cashless pakai kartu asuransi kantor, hiks- ada-ada saja drama RS baru ini. Sudah dua kali saya dibuat menunggu, yang pertama gak tanggung-tanggung sampai 2 jam, waktu Rana masih berumur 3 hari. 

Jumat, saya pesan layanan PCR ke rumah, tes dengan gejala yang tidak berkurang, malah menjadi, saya mulai masuk Flu berat. Sayangnya hasil tes tidak bisa keluar di hari yang sama, karena yang tes sedang banyaaaak sekali. 

Saya membatalkan agenda datang ke pernikahan seorang sepupu, saya dan keluarga lebih tepatnya. Kami takut kami positif dan menularkan virus ini ke semua orang. Pukul tiga sore, hasil saya keluar: Positif, seperti yang saya duga. Saya langsung membuat status di WA dan medsos, mengingatkan beberapa orang yang kontak erat dengan saya, jika memiliki gejala, untuk segera tes juga. 

Apa yang harus dilakukan Jika kamu terkena COVID-19 varian Omicron?

1. Berkabar pada orang-orang yang kontak erat dengan kita. Saya langsung mengabarkan keluarga saya yang memang kontak erat setiap hari dengan saya, dan karena mereka duluan yang sakit, saya yakin ada dari mereka juga yang positif.

2. Lapor RT! Ini penting! Kalau konteksnya tinggal di kampung seperti saya, bukan apartment atau komplek besar, lapor RT bisa membuat Bapak/Ibu RT aware terhadap kondisi warga, kondisi saya dan bisa memberi alert untuk warga lain juga agar berhati-hati.

3. Lapor Satgas COVID-19 Kecamatan. Coba cari lewat instagram puskesmas kecamatanmu! saya juga dibantu adik saya menemukan kontaknya lewat Instagram, nantinya Hotline akan mengarahkan ke petugas. Petugas saya baik dan sangat komunikatif, amat membantu pokoknya. Namanya Bu Wiwin. Bu Wiwin mendata kontak erat dan KK kami, serta meminta kontak erat untuk Swab PCR di Puskesmas di hari Senin (Saya lapor Sabtu sore, dan puskesmas libur). Selain satgas, ada juga petugas lainnya yang jadi health assistance saya, saya mendapat seorang Bidan dari Puskesmas, ia nanti akan bertanya gejala, obat yang kita konsumsi dan akan menyiapkan obat yang dibutuhkan dari Puskesmas. 

4. Konsultasi Tele-Medicine. Bisa pakai aplikasi apa saja, saya pakai Halo-Doc, nanti pilih dokter Covid-19, Dokter akan memberikan resep sesuai keluhan kita. Dan mengarahkan kita untuk mengupload resep tersebut di platform kemenkes: https://isoman.kemkes.go.id/tebusresep. Tebus resep di kemenkes hanya bisa dilakukan kalau hasil tes PCR/Antigen kamu terintegrasi dengan aplikasi Peduli-Lindungi. Jadi pastikan tempat tesnya sudah terintegrasi ya!

5. Lakukan tebus resep di website kemenkes. Dari 5 resep saya, 3 diantaranya bisa di tebus gratis (sudah paket di box). Saya upload Sabtu Malam, Minggu jam 10 datang diantar SiCepat. Khusus layanan tebus resep ini hanya berlaku di Jawa dan Bali ya. Nanti obat akan diantar dari Kimia Farma yang ditunjuk Kemenkes. 

6. Jangan lepas masker. Minum obat sesuai anjuran. Dalam kasus saya yang masih menyusui dan harus menyusui lebih intense agar anak saya imunnya lebih kuat, saya pakai masker 24 jam termasuk ketika tidur (dilepas hanya ketika makan), begitu juga dengan suami saya. 

7. Istirahat yang cukup. Berlebih juga boleh kayanya. Saya sendiri percaya kalau masa ini adalah masa Allah nyuruh saya untuk full istirahat. Jadi saya juga akan lanjut cuti sampai benar-benar sembuh dan gejala hilang. 

8. [Untuk Ibu Menyusui] TETAP SUSUI ANAK! Ini anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia ya, ada lebih banyak manfaat tetap menyusui daripada mudhorotnya, kecuali mungkin pada kasus-kasus tertentu.

9. Tetap tenang! Kebanyakan kasus Omicron tidak seberat Delta kecuali memiliki penyakit lainnya (comorbid) atau lansia. Nah untuk yang tidak kena, jaga diri jangan keluar dulu kalau ga perlu ya, terutama jika di rumahmu ada comorbid atau lansia!

Doakan kami semua lekas pulih ya! Doakan juga kami sabar melewatinya.

Saat ini Rana melewati fase Demamnya (Kamis Malam - Sabtu Siang). Tapi Mas Har baru masuk fase menjelang flu berat (meriang dan pegal-pegal. Saya sendiri di fase flu berat, batuk sangat-sangat-sangat berdahak, ingus tak berhenti mengalir dan mampet terus terusan. 


Halo semua! kali ini aku ingin menuliskan review buku pertama yang berhasil ku selesaikan di Februari 2022. Sejujurnya ada banyak sekali buku yang ingin aku baca di Februari ini, tapi mari kita lihat yaa, berapa yang selesai. ✨

Aku amat tertarik membaca buku ini setelah buku ini masuk radar pilihan Sofa Literasi di akhir Januari kemarin, walaupun tidak terpilih karena kalah vote sama buku Keigo Higashino (yang sudah kubaca tapi belum sempat aku tulis di blog reviewnya!).

Buku ini berjudul Happiness Battle (Haengbok Battle), ditulis oleh Joo Youngha dan dialih bahasakan oleh lingliana. 


Blurb:

Buku ini bercerita tentang kasus pembunuhan misterius seorang ibu dua anak yang sedang mengandung anak ketiganya, bernama Oh Yoo Jin. Yoo Jin yang keseharian hidupnya bisa dilihat di media sosial terlihat sebagai seorang Ibu dan Istri yang bahagia, disayang anak dan disayang suaminya, kehidupannya adalah goals untuk para Ibu atau Istri yang berkunjung ke akun sosial medianya. Ia ditemukan tewas dengan posisi aneh di balkon apartemen mewahnya. Ah Iya, lokasi rumah mereka ini juga lokasi paling prestisius di Seoul.

Kasus ini amat menarik buat Mi-Ho, tokoh utama di buku ini yang awalnya menemukan foto Yoo Jin dan keluarganya di kompetisi foto keluarga bahagia untuk perusahaannya, di foto itu Yoo Jin dan keluarganya tampak sangat bahagia. Yoo Jin ternyata adalah Rekan SMA Mi-Ho. Mi-Ho terkejut mengetahui kenyataan memilukan terkait sahabatnya tersebut. Tak percaya begitu saja dengan temuan polisi, akhirnya Mi Ho menyelidiki sendiri semuanya.

Review Asri:

Alih-alih buku misteri, aku malah merasa ini seperti buku yang sedang memperlihatkan gaya hidup ala beberapa orang di zaman sekarang, yang semuanya "kebahagiaan" nya nampak di medsos mereka. 

Buku ini spesifik menyorot Yoo Jin dan para Ibu high-class di TK Internasional tempat anak-anak mereka bersekolah yang saling bersaing memamerkan kebahagiaan versi mereka. Mereka berlomba-lomba mencari perhatian warganet+saling pandir akan kemewahan yg mereka punya. Kita seperti diajak refleksi (aku yakin sudah banyak yang bilang ini, tapi aku selalu mencamkan ini juga sebagai self-reminder) kalau kehidupan di medsos tidak bisa memberikan gambaran kehidupan seseorang orang.

Sebenarnya aku kurang relate sama case Ibu-Ibu pandir disini ya, karena mungkin belum faseku menemukan Ibu-ibu berlomba memamerkan anak mereka atau harta mereka di medsosku, atau memang circle-ku alhamdulillah isinya tidak seperti itu. Tapi di kasusku yang baru mau memasuki usia 30-an, aku menemukan gejala ini pada beberapa orang yang senang membagikan pencapaian terkait karier mereka. (Yang mana gak salah juga ya, namanya juga sedang membangun personal branding), tapi uniknya seperti halnya Yoo Jin yang begitu megah di sosial media tapi rapuh di dunia nyata, aku juga menemukan persamaan antara teman-temanku yang berlebihan membagikan pencapaian karier tapi aku tau kerjanya tidak sebagus itu. (oh! Asri mode menghakimi!). Sekali lagi personal branding tidak salah, aku sendiri membranding diriku sebagai seorang pembaca, sampai membuat medsos isinya buku semua :'), tapi alangkah baiknya bagi kita untuk memahami betul kalau selain sisi yang diperlihatkan di medsos, ada sisi lainnya juga yang tidak sempurna dalam diri seseorang.

Meskipin jadi banyak refleksi seperti tadi, aku juga mereasa buku ini cukup seru bagian 'misteri/thriller' nya, pencarian Mi-Ho dan petunjuk-petunjuk yang membawanya ke tersangka, seru sekali meskipun rasanya agak lambat. Ah, aku juga suka sekali plot-twist di akhir buku ini!

Banyak yang bilang buku ini mirip Drama Korea Sky Castle, kebetulan aku sudah menonton dan memang ada kemiripan di bagian pertarungan "kebahagiaan"nya, tapi buku ini lebih mencekam karena juga mengangkat isu pelecehan seksual yang buatku cukup trigering. Aku sendiri merasa buku ini harusnya dapat label TW (trigger warning) mengingat ada bagian-bagian yang terlalu detail untuk dibaca.

Seru! Aku memberikan bintang 4,5 dari 5 bintang untuk buku ini!
Aku baca di Gramedia Digital, kebetulan versinya sudah flowing text jadi cukup nyaman dibaca. 


Klub buku offline pertama yang saya ikuti! +kami (@hayumacaofficial) inisiasi. 

Sepanjang 2021 saya cukup sering ikut beberapa klub buku atau klub baca secara virtual, rasanya seru sekali bisa dengar rekomendasi bacaan dari orang lain atau juga baca barengan satu buku yang sama tiap bulannya. 

Hari Minggu kemarin, saya dan empat orang lainnya kumpul barengan di Perpustakaan Hayu Maca untuk berbagi pengalaman membaca di Bulan Januari. 

Ada Afie yang membaca novel Janji karya Tere Liye, Husna yang membaca 21 days to Master Affirmation karya Louise Hay, ada Tante Imas yang membaca buku Chairul Tanjung si Anak Singkong, Fitri yang membaca Keajaiban di Toko Kelontong Namiya karya Keigo Higashino dan saya yang membaca Black Showman dan Pembunuhan di Kota Tak Bernama yang juga karya Keigo Higashino. 

Selain sharing kisah buku yang dibaca, pengalaman membaca bukunya, kami juga saling bertanya satu sama lain terkait buku tersebut! seru banget, semoga di Februari gak kalah seru nih baca barengnya. Teman-teman yang mau ikutan bisa kunjungi Instagram Hayu Maca ya, untuk melihat langsung jadwal baca dan temu di bulan Februari. 

 


Bulan ini, kami merayakan sedikit kenangan tentang pernikahan dan segala kebahagiaan yang menyertai setelahnya, juga kerusuhan yang menghinggapi di sepanjang prosesnya. 

Kami menikah dua tahun lalu, rasanya sudah lama sekali padahal baru dua tahun saja ya. Seringkali teman-teman saya bertanya. "Apa yang membuat saya memutuskan menikah?" Oh, biasanya yang bertanya seperti itu cukup memahami mimpi-mimpi saya akan banyak hal yang justru terlihat sulit diraih ketika memutuskan menikah. Dan sampai hari ini saya masih agak kesulitan menemukan kalimat atau paragraf yang tepat untuk mejelaskan hal tersebut. Satu yang pasti: Saya bertemu seseorang yang saya yakin akan mendukung mimpi-mimpi saya. Sehingga saya sama sekali tidak takut akan kehilangan mimpi-mimpi tersebut.

Bicara tentang pernikahan, kita di Indonesia seringkali menjadikan satu 'Marriage' dan ' Wedding' ya. Tapi saya cukup strict tentang dua hal ini. Bagi saya keduanya amat sangat berbeda. Saya sama sekali tak ingin saya hanya fokus pada 'pesta pernikahan' atau wedding. Saya bahkan bisa dibilang tak terlalu peduli tentang hal ini. Tapi saya sangat amat peduli pada makna pernikahan as a marriage. Proses panjang menjalani kehidupan berdua itu sendiri di awal sudah sangat menakutkan bagi saya. Bahkan ketika menemukan orang yang kita anggap tepat. Sama sekali tak membuat pernikahan jadi seperti pelangi sepanjang waktu. Tetap saja banyak rusuhnya, banyak hebohnya, banyak tangisnya. Tapi tak saya pungkiri, ada banyak kebahagiaan juga yang saya rasakan setelah menikah, beberapa kebahagiaan ini bahkan belum pernah saya temukan sebelum menikah, atau sebelum bertemu suami saya.

Mengenang Masa-Masa Berjuang

Sebetulnya hari ini saya sedang ingin menceritakan proses pesta pernikahan kami yang (bagi saya) sederhana dan memang tak terlalu peduli apa kata orang. Seorang teman pernah berkata pada saya "Mau sebagus apapun pesta nikahnya, tetap saja ada gak sempurnanya di mata orang lain, jadi yang penting kitanya happy waktu acara". Ucapan itu membekas sekali bagi saya. Sampai-sampai benar-benar saya lakukan di pernikahan saya sendiri. 

Dua tahun lalu, saya dan suami harus berjuang menabung sepanjang tahun untuk persiapan pernikahan. Kami tidak berasal dari keluarga dengan finansial yang melimpah. Dan seperti yang kami dan kita semua tahu, pesta pernikahan sebelum covid-19, biayanya sangat-sangat-sangat mahal. [mahal ini sebenarnya subjektif, but I think we can agree when it comes to a wedding, it'll be costly]. Setelah menabung sepanjang tahun, saya bicara pada Ibu, [Bapak saya sudah berpulang di tahun 2018]. Menyampaikan keinginan saya tentang acara pernikahan ini. 

Saya ingin memisahkan acara akad dan resepsi. Yup, walaupun saya tahu membuat dua acara akan makan biaya lebih, saya tetap ingin memisahkannya sejak awal. Alasannya, saya tahu Ibu ingin keluarga dan tetangga hadir di acara pernikahan saya, tapi saya juga ingin teman-teman saya hadir dan bisa ngobrol leluasa di acara pernikahan saya. Tapi kan lingkaran pertemanan saya dan Ibu beda :'). Saya ingin melangsungkan akad di rumah, ini permintaan Bapak dulu, dan ingin membuat satu acara santai bersama teman-teman di kedai kopi. 

Untungnya, Ibu tak terlalu sibuk dan komentar A, B,C. Ibu saya bahkan bilang "ya, yang mau nikah kamu, yang punya uang kamu, silakan bikin acaranya asal disampaikan ke kelaurga besar baik-baik". Yes! I Know I'm a lucky daughter karena punya Ibu seperti Ibu saya. Tapi, tentu tak ada pernikahan yang tanpa drama. Pada akhirnya, saya tidak melangsungkan akad di rumah, tapi di rumah eyang, ada banyak pertimbangan teknis yang rasanya benar juga, tapi kalau ditanya alasan sebenarnya kenapa saya nurut: saya malas ribut, setidaknya untuk akad nikah, saya malas ribut. Malas berdebat, malas misuh-misuh dan malah stress sendiri. Jadi saya bertekad: gak apa di atur-atur waktu akad, tapi acara saya dan teman-teman, saya gak mau di atur-atur. 

Dan ini kejadian sih.

Saya bahkan meminta dengan hormat pada keluarga besar saya untuk tidak hadir di acara santai akhir pekan bersama teman-teman saya, hanya sepupu-sepupu yang hadir. Walaupun tetap ada keluarga besar yang hadir untuk alasan yang saya kurang mengerti apa, tapi saya tetap senang karena jumlahnya terkendali. Saya mengenal seluruh wajah yang hadir di hari itu, malamnya beberapa dari mereka bahkan menginap di rumah dan ngobrol sampai larut malam. 

Acara resepsi, di kedai kopi, dengan menu makanan nasi timbel ayam bakar, gorengan, kopi dan teh (literally because that's the only things we two could afford at that time), tapi saya bahagia karena apa yang saya mau bisa terlaksana. 

Semuanya terjadi juga karena dibantu Fitri--, Sahabat, adik, rekan komunitas, support sistem saya yang membuat semuanya lancar terkendali. Belum lagi dukungan dari semua teman-teman yang hadir dan membantu acara terlaksana dengan baik. 

Apakah sesempurna itu? ahaa, tentu saja tidak, tapi sejak hari itu saya berusaha mengingat hal yang baik dari acara tersebut alih-alih sebaliknya. Oh iya, ada lagi, saking broke-nya kami saat itu, saya bahkan tidak pakai MuA (Saya dibantu sepupu saya urusan make up), saya juga tidak menyewa photographer, tapi dibantu adik saya dan teman-temannya mengabadikan kenangan di hari itu. Untuk MC, saya dibantu Nico dan Faisol, dua sahabat saya dari program mengajar. Ah kalian semua yang membantu hari itu! Terima kasih!!

--

Sekarang kalau mengingat semuanya, saya sama sekali tidak menyesal menyelenggarakan acara pernikahan yang apa adanya dan semampunya kami. Semampunya dan tidak berlebihan, karena setelah menikahlah kehidupan yang sesungguhnya dimulai, bukan? 

--

Setiap orang pasti punya impian pernikahan sendiri-sendiri. Saya sangat beruntung bisa melangsungkan pernikahan, setidaknya seperti yang saya mau saat saya berumur 27 tahun. Saya tidak tahu apa jadinya pesta pernikahan saya kalau saya menikah lebih muda atau lebih tua dari itu, hihi, bisa jadi gambaran ideal saya tentang pesta pernikahan ya berubah lagi. 

Tapi melalui tulisan ini, saya ingin memberikan apresiasi untuk diri saya sendiri. "Selamat As! Sudah berjuang melewati masa-masa itu!". 

Untuk teman-teman yang membaca ini dan mungkin belum menikah atau sedang bimbang ingin seperti apa ketika menikah nanti, semangat ya!

 


Halo! Selamat Tahun Baru 2022 semuanya!
Bagaimana list resolusi tahun ini? sudaaah buat kah? ☺

Tahun ini saya absen membuat resolusi dan target apapun. Tidak ada lagi target ingin bangun pagi seperti tahun lalu, tidak ada lagi target membaca dan membuat konten-konten buku seperti tahun lalu, tidak ada resolusi ingin olahraga atau apapun itu. Sebetulnya saya ingin mencoba bedanya absen membuat resolusi tahunan seperti biasanya. Apakah jangan-jalan bisa lebih baik menjalani hari karena tidak dikejar-kejar target dan tantangan untuk diri sendiri? 

Padahal sebenarnya saya amat suka tantangan hehe. Jadi anggap saja tahun ini adalah tantangan untuk tidak membuat dan menyelesaikan tantangan apapun. 

--

Awal tahun 2022 diawali dengan kesibukan yang cukup seru di tempat kerja. Setelah agak berleha-leha di akhir 2021, sempat merasakan cuti dua hari pulak sebelum akhir pekan (jadii bisa libur panjaaang). Awal tahun malah dikejar-kejar target. Tidak di kejar target pribadi malah ganti dikejar target di tempat kerja. 

Awal tahun 2022 juga diawali dengan keinginan membaca untuk kembali ke dapur, setelah absen delapan bulan masak!! Sejak Rana lahir, saya sama sekali gak ke dapur. Jadi ibu baru dan bekerja penuh waktu membuat saya harus punya prioritas. Mana mana yang duluan. 

Pioritasnya tentu: Mengurus Rana (walaupun porsi ini dapat bantuan besar dari banyak pihak), Waktu bersama Suami, bekerja, membaca, bersenang-senang dengan diri sendiri (baca:leyeh-leyeh), istirahat yang cukup, Hayu Maca, baru RUMAH (masak, beberes dan lainnya). 

Selama ini Mas Har sangat bertanggung jawab mengurus rumah mulai dari beres-beres sampai cuci baju (yang walaupun cuma mutar mesin cuci, ogaah sekali saya lakukan. Berat rasanya huuhu). Makan pun beli diluar atau nebeng Ibu (privilese rumah ke Ibu tinggal jalan 5 menit). 

Akhir tahun kemarin, tumben-tumben saya nonton YouTube. Saya gak terlalu suka nonton YouTube sebetulnya. Lalu muncul rekomendasi video seorang ibu-ibu di Korea yang melakukan aktivitas sehari-hari, beres-beres rumah, main sama anaknya, masak, aduh benar-benar full time di rumah, tapi asyik sekali dilihat. Videonya diiringi lagu yang asik pula ambiencenya. Jadi akhir tahun kemarin saya jadi rajin lagi beres-beres rumah dan menyempatkan waktu untuk setidaknya masak satu menu di pagi hari untuk Mas Har. 

Motivasi kadang datang dari hal-hal yang gak terduga ya. Kok bisa-bisanya saya yang gak pernah dapat tekanan eksternal dari siapapun untuk masak, eh malah mau masak gara-gara nonton video estetik di YouTube. :)

Singkat cerita, sekarang saya beneran berprogress di dapur, juga semakin rajin beberes debu. Peningkatan ini sayangnya juga diiringi dengan satu hal gak sehat yang jadi kebiasaan saya kalau punya hobi baru: beli barang-barang baru :'). Kali ini wishlist saya agak aneh-aneh. Dari Apron kotak-kotak, pan granit baru (karena pan di rumah juga sudah rusak dan agak bahaya karena bahannya mulai ngeletek), lap-lap dapur!, sampai perintilan untuk bikin kue bolu. 

Gak semuanya langsung dibeli sih, satu-satu karena mau lihat seberapa konsisten ini semua berlangsung. Ah iya, ada satu hal yang saya suka dengan kembali ke dapur. Mungkin karena akhirnya pagi saya tidak dimulai dengan scrolling HP, baca WA atau medsos, pagi saya justru lebih mengasyikan. Ketika memulai kerja jadi lebih tenang dan siap memulai hari. 

Walau masih riweuh banget karena patokan pagi yang idealnya masih 'pagi before Rana', sekarang mulai terbiasa untuk bangun (sedikit) lebih pagi supaya bisa masak. 

---

Kalau kamu, memulai 2022 dengan semangat baru ngapaiiiin?


Membaca buku klasik kedua

Pengalaman membaca buku klasik saya diawali dengan membaca The Railway Children karya E. Nesbit di tahun ini. Menutup akhir tahun, saya mencoba menantang diri membaca karya klasik yang hampir tidak pernah jadi minat saya. Saya bertanya rekomendasi bacaan klasik ringan pada Kak Rezki, seorang kawan bookstagram, dan sampai pada rekomendasi ini: The Call of The Wild (Panggilan Alam Liar) karya Jack London. 

Blurb

Buku ini bercerita tentang Buck, anjing ras campuran St. Bernard dan Scotch Shepard yang awalnya tinggal di daerah 'selatan' yg hangat. Ia tinggal sebagai anjing peliharaan keluarga hakim yang kaya raya, disayang keluarga majikannya dan tak pernah sekalipun ia dibuat kelaparan atau bekerja keras. Anjing rumahan istilahnya.

Suatu hari, ia 'diculik' dan dijual oleh salah satu pelayan keluarga hakim, seorang penjudi yang membutuhkan uang. Kala itu, daerah utara (arah Kanada) sedang membutuhkan anjing yang kuat dan gagah perkasa, serta berbulu tebal untuk melindungi diri dari tebalnya cuaca. Anjing-anjing ini nantinya akan menarik kereta seluncur, menyelesaikan misi-misi besar majikannya. 


Buck dikirim menggunakan kereta dan sampai di sebuah tempat penampungan dimana anjing-anjing tersebut dijual bebas. Awal petualangan Buck dimulai dengan bekerja untuk Perreault & François, pasangan pengemban misi pemerintah Kanada. Buck belajar bagaimana untuk terus bertahan hidup di tengah kerasnya cuaca dan adaptasi 'tim' barunya yang berisi beberapa anjing dengan jenis  dan kepribadian yang sangat berbeda.

Perjalanan ini rupanya menhidupkan kembali insting Buck sebagai seekor hewan, atau sering disebut dalam buku sebagai 'insting hewan purba', yang bukan hanya tangguh dalam bertahan hidup, namun juga amat mendambakan kebebasan untuk hidup di alam liar

Review Asri

Membaca buku setebal 158 lembar ini rasanya nano-nano, saya hampir menangis ketika Dave, salah seekor anjing rekan tim Buck tak sanggup melanjutkan perjalanan karena terlalu lelah. Juga menahan kengerian sekaligus penasaran melihat perubahan karakter Buck dari bab ke bab.

Ketika berdiskusi dengan Kak Rezki via DM Instagram, kak Rezki sempat menyarankan untuk mencoba untuk membayangkan Buck sebagai manusia. Hal ini sebetulnya sudah saya lakukan sejak baca di pertengahan, perkembangan karakter Buck, mirip sekali dengan perkembangan karakter manusia :').
Rasanya kadang semengerikan itu ya jalan untuk mengejar kebebasan, dan memang butuh sebuah momentum untuk sadar kalau diluar hidup aman nyaman seperti biasa, ada petualangan seru yang menanti di luar sana. Dan petualangan tersebut bisa apa saja bentuknya.

Ada juga hal menarik buat saya ketika Buck bertemu majikan terakhirnya, yang justru kebalikan dari semua majikannya sebelumnya: bisa memberikan cinta dan kasih sayang untuk Buck. Hal ini membuat Buck dilema memilih antara majikannya atau kebebasan yang selalu ia impikan. Mirip sekali bukan dengan keadaan banyak dari kita atau teman-teman kita?

Ada yang ingin mengejar karier dan sekolah tinggi namun bertahan untuk tetap tinggal di kampung demi baktinya pada orang tua, ada yang menanggalkan impiannya demi berkompromi untuk keluarga, apapun bentuknya, rasa cinta memang satu hal unik yang sering kali menahan kita dari impian dan cita-cita, namun bukan berarti buruk. Pada banyak kasus, pilihan untuk tetap bertahan pada rasa cinta justru jadi hal yang membuat perasaan lega, walau akhirnya tak selalu berujung bahagia. 

Ah, baca fabel sependek itu saja jadi panjang sekali pikiran saya. Tapi pengalaman membaca buku klasik ternyata menyenangkan ya! Jadi ingin membaca lebih banyak buku klasik di 2022!

Seminggu sebelum tahun ini berakhir, saya mengambil rehat sejenak dari kantor. Cuti! Yeay! Sengaja ambil Kamis dan Jumat agar bisa sambung Sabtu Minggu. 4 hari cuti, kemana tuh? Tentunya tidak kemana-mana :), saya memang ingin rehat saja. Leyeh-leyeh di rumah tanpa ada keharusan buka laptop pagi-pagi atau cek email sebelum tidur. 

Sebagai wargi Cimahi, Saya, Mas Har dan Rana jarang sekali berkontribusi pada kepadatan kendaraan di kota Bandung. Ha! Alias gak pernah kemana-mana bund! kehitung jari keluar ke Bandung selama 2021 ini. Mumpung cuti akhirnya kami jalan-jalan ke Bandung. Ada dua destinasi yang ditentukannya baru diatas motor menuju ke Bandung: Eiger Store jalan Sumatera dan makan siang di Jalan Braga. 

Beberapa waktu lalu saya sempat membaca sebuah thread di Twitter, berisi review makanan di Toko Kue Sumber Hidangan, Braga. Pas sekali kami parkir motor di depan Sumber Hidangan, langsunglah saya mampir masuk. 

Suasana di Sumber Hidangan memang persis seperti yang diceritakan pemilik thread di twitter. Gelap dan agak usang, seperti toko kelontong lama yang memiliki banyak etalase tapi hanya sedikit yang terisi. 

Sebagai pendatang baru, yang datangnya gara-gara tren sosial media pula, saya gak mau sok tau hehe, daripada kecewa saya tanya ke Ibu yang melayani saya, apa yang enak, saya mau yang manis satu dan yang asin satu. Lalu saya dapat rekomendasi Soes dan Risoles isi ayam. Masing-masing harganya 12.000, cukup mahal untuk level jajanan pasar di Bandung sekalipun, atau mungkin saya jarang jajan mahal ya biasa beli jajanan pasar yang harganya 2.000-3.000an. Tapi karena penasaran saya tetap beli hehe. Oiya, gedung tempat toko ini berada, termasuk gedung cagar budaya yang dilindungi pemerintah. Stempel di depan toko yang mengatakan seperti itu, mungkin itu alasan bagian dalam gedung tua ini tak banyak dipugar. Dibiarkan apa adanya. 

Bagaimana rasanya Soes dan Risoles 12.000 per pcs? 

Soesnya: ENAK! fla-nya lumer dan enak sekali deh pokoknya dibanding soes-soes lain yang pernah saya coba. Sementara untuk Risolesnya, juga enak tapi saya pernah cicip yang lebih enak, jadi gak seberapa berkesan. Soesnya mauuu sih, beli lagi kalau lagi main ke Braga. Nah, karena saya biasanya mereview buku, bukan makanan, ini patut sekali dipertanyakan seleranya hehe. Ini penilaian subjektif ya teman-teman! Tapi lebih dari sekedar rasa makanan, jajan disini bisa memberikan sensasi jajan jaman doeloe. Apalagi kalau dine in kali ya. Ini kebetulan saya take-out karena mau cari tempat makan siang untuk Saya dan Rana. 

Penasaran mau coba? silakan mampir sendiri kalau lagi main ke Braga ya. 



Akhir tahun ini, belanja buku malah makin tak terkendali! Desember ini saya belanja buku lumayan banyak. Buku Rana dan Buku saya. Semuanya kalau ditotal-total lumayan bikin kantong menjerit. Apalagi Buku Rana yang harganya seringkali 2x lipat harga buku saya. Anehnya, saya tetap terus membeli buku. Jajan buku rasanya satisfying sekali! Periode akhir bulan ini saya akali dengan jajan buku preloved saja agar kantong tak terus-terus menjerit. Sungguh salah satu alasan yang cukup besar kenapa saya bekerja sampai hari ini salah satunya adalah agar bisa jajan buku tanpa merasa berdosa ambil jatah tabungan pendidikan Rana :').

Hari ini ada tiga buku baru yang masuk. Garis Batas, Selimut Debu dan Rumah Kaca. Dua buku pertama adalah buku bergenre perjalanan! Bacaan yang saya amat nikmati waktu kuliah dulu dan sudah lama tidak mengulang membaca buku-buku tersebut. Dulu saya senang membaca buku traveling yang dibawakan dengan narasi ciamik karena saya juga suka jalan-jalan. Bukan jalan-jalan ke tempat jauh hihi, apalagi bolak-balik keluar negeri. Jalan-jalan saya biasanya keliling sudut kota, naik angkot sendirian ke tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Tapi semua berubah sejak saya mulai pindah kembali ke Cimahi. Saya sadar setelah melihat tulisan-tulisan saya. Bahkan ketika di Banggai, saya cenderung menulis tentang perjalanan ya karena kebetulan sedang jalan-jalan dengan teman-teman saya. Bukan karena saya menginisiasi jalan-jalan tersebut.

Sekarang apalagi setelah punya anak. Jalan-jalan malah jadi sesuatu yang kadang mengerikan buat saya :) banyakan repotnya daripada senangnya. +Pandemi, yah sudah deh. Kebanyakan di rumah. Tapi 2021 keluarga kami dapat banyak kesempatan untuk berkelana ke tempat-tempat baru bersama Rana. Sesuatu yang bahkan tidak kami rasakan di tahun-tahun sebelumnya. Karenanya saya ingin kembali menulis tentang perjalanan. Setidaknya di blog ini, hitung-hitung kenang-kenangan untuk Rana. Supaya suatu saat ketika ia sudah pandai membaca, ia tahu kemana saja ia berkelana bersama Ayah Ibunya. Dan karena hal itu saya ingin kembali membaca cerita perjalanan. Agustinus Wibowo bukan nama sembarangan di dunia tulisan perjalanan. Semoga setelah membaca bukunya, saya bisa kembali semangat menulis kisah kami melangkahkan kaki! 


Rana di Argo Wilis, Desember 2021



Sepertinya semua buku dari @rabbitholeid gak perlu dipertanyakan lagi kualitas konten, ilustrasi dan kualitas bahannya ya. Kami hampir punya semua buku Rabbithole di rumah sejak ada Rana. Salah satu buku Rabbithole favorit Rana dan Ibunya juga judulnya "Papa". Buku ini cocok sekali buat bayi karena tidak ada tulisan kecuali tulisan papa dan dada di setiap lembarnya.

Seperti buku anak pada umumnya, buku ini amat mengutamakan ilustrasi. Di buku ini digambarkan kehangatan ayah dan anak baik ketika ayah ada di rumah ataupun harus kerja dan ga di rumah karena urusan tertentu.

Saya juga suka lembar dimana sang Ayah ajak anak perempuannya keluar untuk main dan Ibu digambarkan bekerja/berkarya depan laptopnya. Rasanya seperti Ayah sedang memberikan Ibu 'Me Time', walau gak lama.

Walaupun hal-hal yg tergambar disini amat konvensionaal sekali hihi: ibu masak, ayah bekerja, ibu dirumah, anak punya ibu ayah lengkap. Rasanya pas buat saya untuk mengenalkan kalau ayah dan ibu sama2 melakukan hal terbaik untuk anaknya. Juga pas untuk pengenalan anggota keluarga buat Rana yang digambarkan persis seperti dibuku tersebut, tidak punya kakak dan adik di keluarga.

Tapi tentu perlu juga mengenalkan bacaan lainnya pada anak agar ia tahu gak semua anak dan keluarga gambarannya sempurna seperti yg ada di buku ini.

Seperti judulnya, yang paling sering bacakan buku ini buat Derana adalah ayahnya. ❤️

Konten:4/5
Ilustrasi: 5/5
Cocok untuk usia: 0 - 3 tahun
Bahan: Board book
Penerbit: Rabbithole


 


Hai! Setelah memutuskan beli eReader di Agustus lalu, baru kali ini saya mau review produknya dan menyampaikan pros-cons dari eReader yang saya miliki. Sebelumnya saya mau disclaimer dulu kalau review ini tidak disponsori pihak manapun ya hehe dan tentu saja bersifat subjektif.

Memutuskan membeli eReader


Saya cukup lama mikir-mikir mau beli eReader, setidaknya sejak awal tahun 2021  maju mundur mau beli Kindle waktu itu, tapi mundur karena mau lihat konsistensi baca terlebih dahulu. Terutama baca eBook, gataunya record baca saya di 2021 mantap betul hahaa setidaknya dibanding tahun sebelumnya. Dan salah satu faktor besar yang bantu saya baca dengan bringas adalah ebook subscription. Setelah lama mikir, akhirnya saya minta hadiah ulang tahun eReader ke Mas Har hihi (gamau rugi), dan saya memang mencari eReader yang android, jadi bisa baca dari beragam platform gak hanya jajan dari kindle. Berjodohlah dengan Onyx Boox Poke 3! ini racun nonton video Sophia Kanaya (Kak Aya) juga sih di YouTube hehe.

Review Asri setelah 4 bulan pemakaian




Nah, saya gak terlalu berani nulis ketika baru banget punya eReader karena ingin merasakan dulu sensasi bacanya setelah beberapa bulan. Sejujurnya saya sempat berada di fase mempertanyakan "ini worth it gak sih?" hehe mana harganya lumayan mahal kan ya (buat saya wkkk). terutama di dua bulan pertama. Ini karena saya punya Samsung Tab yang sebelumnya saya gunakan sebagai eReader saya. Tapi setelah 4 bulan saya benar-benar sayang banget sama eReader mungil ini. Faktor yang paling mempengaruhi adalah pengalaman traveling minggu lalu. Duh! sebagai yang tiap traveling wajib bawa minimal 2 buku untuk dibaca, punya eReader ngurangin sekali beban bawaan!!! Menghindari drama basah-ketumpahan-lecek dan sebagainya juga. eReader kalau basah sebenarnya repot juga tapi karena barang elektronik kali ya, jadinya saya lebih aware dan hati-hati, kaya HP lah memperlakukannya. 

Pros Onyx Boox Poke 3 

- Ringan sekali! :')
- Karena sistemnya android, bisa punya beragam platform baca. Saya punya Kindle, Google Playbook, Gramedia Digital, Rakata, iPusnas dan Scribd
- Baterainya cukup awet (ini saya ga pernah pakai ereader lain ya jadi ga bisa bandingin). Saya biasa matikan wifi kalau sedang baca, dan untuk jam baca satu jam sehari, boox saya bisa bertahan satu minggu tanpa di charge
- Layarnya gak menusuk-nusuk mata lagi, ga kaya tab :') sejujurnya saya bukan tipe yang terganggu loh baca dari device biasa seperti tab atau HP, bisa kuat beratus-ratus halaman. Tapi kok setelah punya boox lihat HP mata jadi cepat perih hehe.
- Enak dibawa traveling! gak perlu lagi bawa buku banyak dan berat
- Nyaman dibaca sambil tiduran
- Enaknya punya eReader kalau punya anak seperti saya: anak tau kapan ibu baca kapan ibu main HP, jadi nantinya Rana tau kalau Ibunya pegang Boox berarti sedang baca

Cons Onyx Boox Poke 3

- Layarnya kecil! 6 inci saja, buat yang biasa baca di tab 10 inc seperti saya, aduh pas awal-awal terus meragukan keputusan beli eReader
- Harganya sedikit lebih mahal dibanding kindle
- Kalau highlight jadi ga kelihatan warnanya (karena hitam putih)

Nah, itu kalau dilihat banyakan prosnya setelah 4 bulan pakai, kalau dua bulan lalu nulisnya mungkin kebalik sih hihi. Kalau teman-teman ada rencana beli atau cari eReader, lebih baik kenali sesuai kebutuhan ya. 




Walau sekarang punya eReader, saya masih cukup rajin jajan buku fisik. Karena sensasi bau buku fisik dan rasa menyenangkan membalikkan lembar buku menurut saya gak pernah tergantikan. Ditambah lagi dengan membeli buku fisik, kita bisa bantu industri perbukuan di Indonesia terutama, bisa tetap bertahan di masa sulit. Oiya, ada satu hal lagi: sebelum memutuskan membeli eReader, pastikan sudah tahu kalau akan tetap ada uang keluar buat beli buku digital ya! jangan download buku bajakan. Makanya saya pilih eReader yang android base, supaya bisa cari harga paling murah +kalo bisa gratis di iPusnas hehe. 

Sekian teman-teman! Terima kasih sudah mampir.
Aku beli di toko ini ya: https://tokopedia.link/8s3OG2CMMob  Ini tokonya dijamin terpercaya karena booxku sempat bermasalah di awal, tapi langsung diganti dan respon penjual amat cepat!

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • Review Buku Angsa dan Kelelawar karya Keigo Higashino
  • Sabtu yang Menyenangkan dan kenapa saya suka membeli bunga
  • Review Asri: Manabeshima Island Japan karya Florent Chavouet
  • Main ke Toko Buku Pelagia Bandung
  • Review Asri - the house of my mother karya Shari Franke

Arsip Blog

  • ▼  2025 (16)
    • ▼  Mei 2025 (3)
      • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yu...
      • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim ...
      • Tiap Anak Berbeda, Termasuk Proses Melahirkannya; ...
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes