Journal Asri



Saya pertama kali membaca buku ini ketika masih kuliah. Saya ingat sekali waktu itu saya membajak file pdf dari internet karena penasaran dengan kisah Dan Brown setelah The Da Vinci Code (🙏 mohon maafkan saya yang saat itu tak begitu paham kalau membajak buku dari internet itu salah dan ilegal). Kurang lebih 10-11 tahun lalu. Saya lupa kisah dalam buku ini dan tentu detailnya seperti apa saya tak tahu. Hanya ada 3 hal yang saya ingat: Ada sosok perempuan scientist yang menemani Langdon dalam petualangannya kali ini. Mengambil setting di Washington DC, dan berkisah tentang persaudaraan Mason (Freemason). 

Tahun ini, setelah sekian lama tidak membaca karya-karya Dan Brown, saya mau cicil baca-baca lagi nih. Kebetulan bulan Agustus lalu saya membeli preloved buku-buku Dan Brown untuk serial Langdon dengan harga yang oke banget, cuma 120.000 untuk 4 buku :') dan buku pertama yang saya pilih buat baca adalah The Lost Symbol karya Dan Brown!

Blurb

Robert Langdon, professor ahli simbol ditipu oleh orang yang mengaku sebagai Peter Solomon, sahabat karibnya sekaligus pemilik level tertinggi di organisasi freemason. Ia diminta untuk datang ke Washington DC dalam rangka memberikan ceramah di gedung Capitol. Ketika sampai disana, Langdon tidak menemukan ada pertemuan yang dimaksud. Ruangan kosong. Tak jauh dari situ, teriakan anak terdengar, Langdon menghampiri dan menemukan potongan tangan manusia yang ia kenali sebagai tangan sahabatnya, Peter. 

Sang penipu, kemudian menghubungi Langdon dan meminta Langdon menyelesaikan sebuah symbol kuno dari organisasi Freemason. Ia diminta untuk mencari keberadaan piramid yang dianggap memiliki power yang besar, dilain pihak, Direktur Sato dari CIA menganggap kalau kebenaran terkait hal ini tidak boleh terungkap karena bisa membahayakan dunia. 

Mengenal Freemason

Seperti halnya buku Dan Brown lainnya, kita akan diajak mengenal organisasi tua yang cukup terkenal. Kalau di The Da Vinci Code ada Knight Templar, Opus Dei dan Priory of Sion, di buku ini fokus organisasi Freemason. Sebuah organisasi yang cukup terkenal karena kemisteriusannya. Organisasi disebut sebagai organisasi yang cukup ketat dalam menerima anggota baru. 

Saya tidak pertama kali mendengar Freemason lewat buku ini, namun bukan berarti punya banyak pengetahuan juga tentang Freemason. Uniknya The Lost Symbol memberikan banyak kisah yang cukup rinci dari sisi akademis tentang kesalah pahaman kebanyakan orang terkait ritual Freemason. Oh iya, buat orang awam seperti saya sebetulnya ritual mereka memang agak unik sih hihi, melibatkan tengkorak-tengkorak, yang dibuku ini membuat Director Sato dan semua orang terkejut ketika menemukan ruangan ritual Freemason di Capitol, kecuali Langdon, ia tidak terkejut dan justru menjelaskan dengan rinci mengenai ritual ini. 

Hooo iya, walaupun di buku ini banyak sekali tokoh-tokoh keren yang namanya tidak asing buat kita sebagai anggota Freemason (seperti George Washington, Isaac Newton dll), sebetulnya di Indonesia juga ada beberapa anggota Mason yang cukup terkenal loh. Detailnya bisa kamu baca disini ya.

Sains dan Agama atau kepercayaan

Sepertinya Dan Brown cukup konsisten membawa tema ini di buku-buku serial Langdon yaa, saya tuh sudah baca semua bukunya tapi agak lupa-lupa ingat, tapi ya di buku-buku ini kita bisa melihat kalau ada loh orang yang gak suka sama kemajuan science karena nilai-nilai agama atau kepercayaan religius yang ia pertahankan dengan teguh. Tapi disisi lain Dan Brown juga mau kasih tau kalau dua hal ini tuh bisa berjalan beriringan.

Kalau di Angel and Demons yang jadi highlight adalah God Particle, disini ada Neotic Science. [semoga saya gak salah nangkap artinya] tapi kurang lebih dijelaskan kalau lewat Neotic science ini, ada keterhubungan antara kemampuan intelektual dan spiritual kita. Terus dibuku ini dijelaskan kalau pikiran kita tuh bisa kalau ditimbang ada massa/beratnya. Menarik sekali bukan? 

Salah satu tokoh yang merupakan scientist top tier di bidang ini adalah Katherine Solomon. Adik dari Peter Solomon, sahabat Langdon yang tangannya ditemukan di ruangan tadi. Di buku ini akan diceritakan petualangan Katherin dan Langdon memecahkan satu demi satu simbol untuk memastikan Peter bisa ditemukan dalam keadaan hidup.

Review Asri

Jujur, saya suka buku ini tapi gak yang suka-suka banget seperti Angel and Demons atau The Da Vinci Code. Tapi cara bercerita Dan Brown di buku ini tetap asyik kok! ritmenya cepat banget, bikin kita ikut cepat-cepat bacanya karena penasaran dengan beragam teka-teki yang ada di buku ini. 

Dari semua hal yang bikin aku merasa buku ini gak se-exciting dua buku yang aku sebutkan diatas tadi adalah kenyataan kalau aku bisa menebak siapa pelaku utama dari kasus di buku ini. Walaupun uniknya, setelah teka-teki 'dalang'nya terpenuhi, kita masih akan menemukan penjelasan dari tiap symbol yang diselesaikan Langdon dan Katherine. Ini juga agak mengecewakan sih buatku hehe [dan buat Langdon jugaaa]. Karena aku [seperti halnya Langdon] expect something grande, nah ketika disebutkan dan penjelasannya terbuka, aku [seperti Langdon] merasa buku ini tidak seepic pendahulu-pendahulunya. 

Aku memberikan rating 3 di Goodreads untuk buku ini! Sekarang tersisa 3 bulan di 2022 aku berencana untuk membaca ulang serial Langdon lainnya! Semoga bisaaa semoga bisaaa. Amiin.


Salam,

Asri

What fascinates you about life and people around you?

Another tough prompt to answer. 

---


Sejujurnya ada banyak hal yang membuat saya terpesona dalam kehidupan ini. Ada banyak hal juga yang memesona dari orang-orang di sekitar saya. Tapi kalau semuanya bermuara pada satu: rezeki yang selalu dicukupkan Tuhan.

Saya dan keluarga saya adalah korban krisis moneter 1998. it was a dark period for our family. Tapi orang tua saya gak banyak menceritakan ini pada anak-anaknya, karena saya masih amat kecil, adik saya baru lahir, kami baru ber-4 saat itu. Belum ber-6 (dua adik saya lahir di era 2000an). Kehidupan kami berubah drastis, pindah sana sini, Bapak dan Ibu saya ganti usaha berkali-kali. Ada masa dimana saya harus ditinggal di satu kota bersama nenek saya selama dua tahun. Sampai akhirnya kami bersama tinggal di satu rumah yang sama lagi ketika saya SMP. Ada banyak sekali masa-masa dimana saya tidak bisa mendapat apa yang sama mau. Let's say, buku misalnya. Buku adalah barang mahal buat keluarga kami saat itu. Beberapa kali Ibu harus meminjam uang untuk sekedar membayar sekolah kami, karena saat itu sekolah belum benar-benar gratis. 

Tapi kalau saya tarik lagi mundur kebelakang, walaupun kami berada dalam masa-masa suram, rezeki kami selalu dicukupkan Tuhan. Saya dan keluarga lebih sering sehatnya dari pada sakitnya, kami tidak pernah kelaparan walaupun tidak punya uang, sekolah saya terbilang lancar, ada beragam rezeki yang datang walau bentuknya bukan uang. 

Seringkali ketika saya sedang berjalan keluar rumah, diatas motor bareng suami dan anak saya, saya melihat beberapa orang yang mungkin bagi saya terlihat tidak beruntung. Ada pemulung di jalanan, ada pedagang yang mukanya lusuh karena barangnya belum terjual, ada bapak supir angkot yang menunggu penumpang dengan wajah merana, ada juga penjaja batu cobek yang memikul dagangannya dengan berat.

Saya sering bertanya-tanya "Mereka dapat uang gak ya hari ini? keluarganya bagaimana di rumah?"

Saya ternyata lupa: Tuhan akan bagikan rezekinya dengan adil, dan kadang rezeki itu tak datang dalam bentuk uang. Mungkin rezeki itu berupa prestasi anak mereka di rumah, mungkin itu datang dengan tetangga yang baik hati dan sering berbagi, mungkin mereka mendapatkan support dari keluarga mereka, mungkin rezeki itu datang dalam bentuk tertutupnya kesempatan untuk korupsi dan berbuat curang ditempat kerja. Siapa yang tahu kan.

Seringkali ketika melihat orang-orang ini dijalan, saya seperti diajak melihat Bapak saya dulu yang pada satu kesempatan bahkan pernah menjajal menjadi supir angkot di jam pulang kantor. Apakah itu membuat Bapak saya menyedihkan? Tidak. Apakah Bapak menjadi orang yang amat sangat kami sayangi karena usahanya untuk membahagiakan keluarga? Iya. Sangat.

Mungkin rezeki Bapak juga hadir dalam bentuk Istri & anak-anak yang amat menyayanginya. Kerja keras Bapak saat itu memberikan dampak besar bagi saya agar bisa membahagiakan keluarga saya ketika saya bisa bekerja nanti. 

Saat melihat pedagang keliling sedang menjajakan dagangannya, saya jarang lagi merasa kasihan dan mempertanyakan apakah mereka bisa makan hari itu. Saya yakin Tuhan akan mencukupkan.

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary.
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini. 

Hai! Saya absen nulis #30WDC lama sekali nih :'). Qadarullah beberapa hari ini Mas Har sakit, dan Senin kemarin harus di rawat karena Demam Berdarah. Hari ini saya menuliskan ini sambil menemani Mas Har di Rumah Sakit. Saya mau membunuh waktu dengan menulis atau membaca, karena sama sekali tidak fokus bekerja. Hari pertama masih bisa bekerja, hari kedua masih bisa, hari ketiga saya setengah tepar :'), datang ke RS hanya untuk numpang tidur. Semoga teman-teman yang membaca ini semuanya dalam keadaan sehat ya! Dan yang sedang kurang enak badan, semoga lekas disembuhkan.

---

Bicara tentang sebuah foto lawas yang menyimpan banyak cerita tuh membuat saya agak mikir lama nih, saya punya banyak foto ketika kecil dulu tapi saya merasa tidak benar-benar bisa bercerita tentang foto tersebut karena sudah banyak sekali detail yang saya lupa. Jadi saya memilih foto yang tidak lawas-lawas amat. Tapi saya bisa menceritakan foto ini dengan penuh sparks, because I can remember the feeling, I can remember the sensation, I can remember the happiness and happen in this photograph. 




Ini foto saya 9 tahun lalu. 2013, saya masih mahasiswa semester 6 di sebuah Universitas di Sumatera. Tahun 2013, saya mencoba ikut sebuah program pertukaran pelajar yang fully funded by kampus. Alhamdulillah saya terpilih. 

Saya menjalani dua bulan penuh di negeri orang, gak jauh-jauh banget sebetulnya hehe, ini ada di Songkhla, Thailand Selatan. Saya mengikuti program magang yang bikin saya benar-benar happy. Saya juga punya teman-teman yang sampai sekarang masih terhubung lewat Facebook. Foto ini diambil diatas sebuah bukit di Songkhla, saya lupa tanggalnya, tapi seingat saya, ada beberapa arsip cerita perjalanannya di blog ini. 

Sebagai seorang anak kampung yang baru pertama kali ke negeri orang, saya gugup tapi excited. Walaupun perbedaan bahasanya lumayan extreme dan saya sama sekali gak bisa Bahasa Thailand, terus teman-teman saya sama sekali gak bisa Bahasa Inggris (malah ada yg lebih jago Bahasa Melayu), jadi agak kagok berkomunikasi. But I live my life to the fullest there.

Kampus pertukaran saya punya dorm, mahasiswa wajib tidur di asrama ini, tapi karena ini saya jadi punya teman-teman. Oh iya, yang menyenangkan sekali, kampus mereka punya penyewaan sepeda, dan saya hampir setiap hari pinjam sepeda untuk keliling kota. 

Karena bukan pusat Ibukota, jauh banget dari Bangkok, Songkhla tuh malah ramah sekali untuk pejalan kaki dan bersepeda. Pagi magang sampai sore, sore keliling kota sampai malam (karena pasar malamnya selalu menarik!), pilihan makanan yang banyak dan enak! Huwaaa saya betah banget disana. Rasanya saya bisa menikmati beragam hal kecil yang saya temui disana! Dan sensasi tersebut, menurut saya akan sulit lagi saya temui kalau saya travelling sekarang :'))). Mungkin nanti kali ya, kalau anak saya sudah lebih besar, saya baru bisa menikmati travelling lagi. Atau kalau anak saya sudah benar-benar bisa ditinggal ketika Ibunya jalan-jalan (tapi gak yakin deh, hehe. Sekarang aja, terpisah beberapa jam rasanya udah kangen banget). 

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.


Prompt Day-5: Write about your most interesting day of the past year.

Ok, ralat untuk postingan sebelumnya tentang pertanyaan paling mudah, buat saya justru ini prompt termudah. Karena 2021 adalah tahun dimana saya menjadi seorang Ibu. Jadi jawaban dari pertanyaan ini adalah: Hari dimana anak saya lahir. 

Apa yang menarik dari hari itu?

1. Proses Melahirkan

To be honest. Gak banyak hal menarik dari proses kelahiran seorang anak, bagi seorang Ibu yang melahirkan [bagi saya deng, saya gak tau Ibu lain gimana], melahirkan seorang anak adalah proses yang menyakitkan [still remember the contractions stings :')], proses yang melelahkan [took hours for me from the first opening to complete opening], dan proses yang aneh [karena ini pertama buatku]. 

It was not dramatic like what you guys watch at movies :') I mean teriakan dan jambak-jambak rambut suami, itu tidak terjadi pada pagi itu. Yang aku ingat hanyalah aku mencoba mempraktekkan latihan napas yang sudah aku pelajari sebelum-sebelumnya, tapi gagal dan berakhir aku menangis karena kelelahan. Rana akhirnya lahir setelah beberapa asisten Bidan masuk ikut membantu proses kelahiran. 

Pyuff. What a messy and chaotic day.

2. Proses Menjadi Ibu

Hal lain yang menarik dari hari tersebut adalah sebuah kesadaran yang akhirnya tak bisa dihindari. Oh wow, hari ini aku jadi Ibu, hari ini ada seorang anak lahir dari rahimku. Dan sejak hari ini sampai seterusnya ada kewajiban-kewajiban yang melekat padaku, ada hak anakku yang harus kuberikan kepadanya. Juga sejak saat itu aku yakin ada banyak kebahagiaan, ketakutan, kekhawatiran, kebanggaan dan beragam emosi lainnya yang akan menyertai perjalananku dan pasanganku. 

3. Melahirkan di Klinik Bidan

Ini juga seru rasanya kalau aku ceritakan disini. Aku dan pasanganku memilih untuk melahirkan di klinik bidan, bukan di Rumah Sakit. Ada beberapa alasan kenapa kami memilih hal ini. 

Saat aku melahirkan, kasus covid varian delta sedang cukup tinggi, aku ingin menghindari rumah sakit dan memilih klinik bidan yang yaa memang yang datang yang mau melahirkan saja, bukan yang sedang sakit. 

Kedua karena setelah pemeriksanaan terakhir, bidan dan obgyn ku sama-sama menyatakan kalau aku seharusnya aman-aman saja kalau melahirkan di klinik bidan [asal ada kontraksi di pekan tersebut, lewat dari pekan tersebut tidak ada kontraksi, harus di rumah sakit]. Kami juga menyiapkan beberapa plan jika ternyata dalam proses kelahiran aku harus dilarikan ke RS, aku akan ke RS mana, naik apa, dokter siapa yang dihubungi, semuanya ku koordinasikan dengan pihak klinik. 

Hingga tradaaaa, akhirnya aku benar-benar melahirkan disana :'), rasanya ternyata menyenangkan sekali kalau diingat-ingat lagi sekarang. Karena aku tidak yakin bisa senyaman itu jika harus melahirkan di RS dengan kondisi covid yang tinggi sekali kasusnya. Aku bisa berjalan-jalan di luar kamar, berjemur bareng bayiku dua jam setelah melahirkan, dan pasanganku gak kagok kemana-mana. 




Hai! Postingan terlambat karena kemarin saya terlalu lelah untuk menulis :'), Jumat tuh jadwal WFO saya dan seperti biasa, sepulang WFO sudah tidak ada energi yang tersisa untuk melakukan hal apapun.

Prompt hari ke-4: Are You Early or Nocturnal? Write The Pros & Cons of Being One.

Cukup mudah dijawab kalau kita benar-benar tahu kita tipe yang mana ya, tapi sejujurnya saya mengalami fase yang berubah-ubah. Gak selamanya Early tapi berada di fase nocturnal cukup lama. Tapi sekarang saya sedang di fase semangat-semangatnya bangetttt membangun kebiasaan bangun pagi. So, I'm a nocturnal who aspired to be an early risers. 

Kenapa ingin jadi Early Risers? 

1. Selama berada di fase bangun pagi, saya selalu lebih tenang, fokus dan produktif (terutama untuk pekerjaan kantor). 

2. Ketika bangun lebih pagi, ada banyak pekerjaan domestik yang bisa saya lakukan sebelum anak saya bangun. 

3. Bangun pagi memberikan saya kesempatan lebih lowong untuk masak, sejak menikah dan punya anak, masak bisa jadi satu kegiatan yang menenangkan buat saya, bisa bikin saya lebih calm, fokus juga (karena di dapur emang gak bisa melakukan banyak hal sekaligus, ada bahaya-bahaya mengintai kalau masak sambil pegang HP misalnya). 

4. I love the smell of morning air. It's different and calming for me, you should try to open your windows at 5 (or after pray subuh for me), fill the lungs with those air, huaaaah, it will totally give me some power to face the day.

PR saat ini

Nah, tapi saya memang masih sering banget tidur sampai tengah malam :'). Jadi memang list keuntungan yang saya tulis diatas itu tidak selamanya saya bisa rasakan tiap hari, karena kalau tidur lewat jam 12, susah buat saya bangun lebih pagi. 

Kebiasaan tidur sampai tengah malam ini sepertinya melekat sejak waktu kuliah dulu, bisa nonton drakor sampai tengah malam, bahkan pagi, ngedit skripsi juga merasa dapat wasiatnya tengah malam :'), jadinya kebawa sampai ketika kerja dan sampai sekarang. Tapi dalam kasus saya pribadi, ini berkurang perlahan ketika saya akhirnya jadi Ibu, mungkin karena capek aja yaaa seharian kerja + ada kegiatan-kegiatan tambahan yang melekat ketika menjadi Ibu. 

Tapi saya sedang berusaha banget kok! hehe. Doakan berhasil ya!

Ini pertanyaan yang agak unik karena awalnya saya kira saya akan menjawab dengan posession. Entah itu barang atau orang-orang yang saya sayangi dan saya merasa memiliki mereka. 

Tapi setelah memikirkan baik-baik, rasanya bukan itu tiga hal penting yang tanpanya saya tak bisa hidup. Saya cukup percaya dengan sebuah konsep kepemilikan dalam Islam. Bahwasanya semua hal yang kita miliki saat ini, sesungguhnya adalah titipan, Tuhan bisa ambil itu kapan saja. Ini menjadikan seseorang yang mempercayai konsep ini kemudian memiliki sikap untuk tidak mencintai sesuatu secara berlebihan, tidak menimbun kekayaan secara berlebihan, tidak berlarut-larut dalam bersedih ketika kehilangan. 

Saya tentu saja belum sepenuhnya menjalani sikap hidup tersebut 100% dalam hidup saya. Ada kalanya saya menimbun barang berlebihan (biasanya buku), ada kalanya saya bersedih ketika barang saya hilang (atau buku saya tak dikembalikan), tapi saya percaya bahwa semua hal yang ada di Bumi, yang melekat pada diri saya atau tidak, itu milik Tuhan. 

Jadi tiga hal yang tanpanya aku gak bisa hidup, rasanya adalah tiga hal berikut:

Mind

Kemarin sebelum tidur, saya membaca sebuah Novella karya Fredrick Backman berjudul And Every Morning The Way Home Gets Longer and Longer. Bercerita tentang seorang kakek yang mengalami demensia dan kehilangan ingatan-ingatan pentingnya. Ia banyak bercerita tentang ketakutannya kehilangan beberapa ingatan berharga kepada sang cucu yang masih kecil. 

Novella ini pendek sekali tapi berhasil menyentuh hati saya. Saya juga berpikir, bagaimana rasanya hidup tanpa ingatan yang kita anggap penting ya? tentunya kita akan tetap bisa bertahan hidup, masih ada tubuh yang menopang. Namun hidup seperti apa yang akan kita jalani?

Ini satu hal yang sering saya lupakan, bahwa kemampuan berpikir, memampuan merasakan, kemampuan mengingat, kemampuan untuk berambisi, kemampuan mendefinisikan suatu emosi, semua hal yang diatur di otak kita, adalah hal yang amat-amat berharga dan tak ternilai harganya. Saya tidak yakin bisa berfungsi dengan normal ketika kehilangan ini.

Body

Tubuh saya, secara fisik adalah benda yang menopang saya sejak lahir hingga saat ini. Tanpa tubuh ini, keterpaduan antar organ dan jaringannya, kekuatan tiap otot dan tulangnnya, saya tak akan bisa hidup. 

Ada yang bilang, kita baru tahu nikmatnya sehat ketika kita sakit. Saya gak bisa membantah hal itu. Sakit yang paling sering saya rasakan adalah sakit gigi, tiap kali sakit gigi barulah saya sadar betapa nikmat memiliki gigi yang sehat :'). 

Harusnya ini ada dilist pertama, karena tak memiliki tubuh berarti mati, tapi ya saya sepertinya tipe orang yang lebih mudah mati kalau mind-nya hilang dibanding bodynya yang hilang lebih dulu.

Soul

Kalau mind & body bisa dengan mudah saya jelaskan apa alasan yang membuat itu penting buat saya, soul ini agak sulit ya. Karena saya sendiri sulit mendeskripsikan soul itu apa sih pengertiannya. Ketika membicarakan soul itu apa, kita akan ditawarkan beragam pengertian harfiah, pandangan tiap agama, dan juga puluhan referensi pengertian apa itu soul dari para filusuf. 

Saya lebih senang menyederhanakan soul dengan arti ruh, atau jiwa atau nyawa. Meskipun kalian akan menemukan beragam referensi yang menyebutkan keduanya berbeda. 

Sejak kecil saya terlalu sering mendengarkan ceramah guru agama [yang saya yakini hingga sekarang], bahwa Tuhan meniupkan ruh kepada Adam yang membuatnya hidup. Tuhan juga meniupkan ruh seluruh manusia kepada janin yang dikandung seorang ibu yang membuatnya hidup, tumbuh dan berkembang. Ketika kita akhirnya mati, ruh kita lah yang dicabut oleh Tuhan dan membuat kita tiada. 

Tulisan kali ini agak dalam dan membuat saya berpikir, serta membaca kembali. 
Mungkin ini juga cara saya menjaga diri dari ketakutan dan ketidak siapan diri ketika suatu saat Tuhan mengambil orang-orang atau benda-benda yang saya cintai. Ada jenis ketakutan klasik yang saya rasakan: ketika saya menuliskan mereka atau apa yang saya cintai, Tuhan bisa saja mengambilnya. Padahal tanpa dituliskanpun, saya yakin Tuhan tahu siapa mereka dan apa bentuk mereka. 

Jadi saya tawar ketakutan itu dengan menuliskan tiga hal yang melekat pada diri saya, yang sesuai judulnya; tanpanya saya tak bisa hidup.

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.

Wah! menjawab pertanyaan ini lewat tulisan rasanya bisa amat-amat panjang :') Di tulisan saya sebelumnya, saya menuliskan kalau salah satu hal yang saya syukuri adalah kemampuan menemukan kebahagiaan di hal-hal sederhana. Mungkin karena saya sudah lebih dewasa  tua, apa yang membuah saya bahagia bukanlah hal-hal yang grande, tapi saya gak mau menapikan satu kenyataan kalau saya masih sering bahagia karena hal-hal yang untuk bisa memilikinya, saya perlu punya uang. 

Daftar dibawah ini juga sebetulnya bukan daftar konstan, membaca buku gak selamanya bikin saya happy, makan gak selamanya bikin saya happy, dan seterusnya. Ada kondisi dimana apapun yang saya lakukan, apapun yang saya beli ya ga bikin happy karena kondisi saya sedang gak baik. Tapi, kalau tetap diminta untuk menuliskan list tersebut, ini hal-hal yang bikin saya happy, hampir setiap waktu:

Menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga


Kadang kala waktu berkualitas adalah menghabiskan Sabtu tanpa melakukan hal produktif apapun di rumah, hanya nonton, pesan makan, tidur-tiduran depan TV. 

Kadang menghabiskan waktu berkualitas adalah pergi ke lapangan yang jaraknya 10 menit naik motor dari rumah untuk menggelar kain dan membiarkan Rana main di rerumputan. 

Kadang menghabiskan waktu berkualitas artinya pergi ke salah satu taman atau museum di Bandung.

Kadang menghabiskannya dalam perjalanan belasan jam di kereta dari Bandung ke Jombang.

Kadang dengan membaca buku sebelum tidur.

Kadang dengan makan enak bersama bertiga.

Kadang dengan mengajak keluarga besar lainnya main keluar rumah.

Sejak tahun ini, saya melepaskan beberapa kegiatan dan hanya menyisakan tiga hal sebagai prioritas agar saya tetap waras, salah satunya adalah keluarga. Sebelumnya saya sulit membuat batasan dan berujung sulit menemukan waktu berkualitas bersama keluarga, weekend juga jadi banyak capeknya aja, tapi sekarang, saya rasa saya dan pasangan saya sedang menabung banyak kenangan berharga bersama Rana, dan saya ingin tetap melakukan itu, karena itu membuat saya bahagia.

Buku 

[Baca Buku, Review Buku, Jajan Buku, Baca buku bareng Rana, main ke toko Buku, main ke kafe buku, pinjem buku, minjemin buku, beliin buku buat temen, jualan buku preloved, beberes buku]

Partner saya tahu sekali satu hal yang bisa ia tawarkan ketika saya sedang bad mood. Menawarkan untuk pergi ke toko buku. Dia tahu benar kalau buku bisa mengangkat mood saya. 

Saya suka sekali membaca, tapi agak susah juga mendeskripsikan apa yang bikin saya suka baca haha! kalau nemu buku bagus tuh rasanya saya bisa berjam-jam baca buku sampai gak tidur buat menamatkan baca buku, saking serunya. Efeknya sama kaya orang main game sebenernya hehe, suka lupa diri. 

Saya gak baca buku dengan tujuan biar tambah pinter (kalau pun akhirnya iya bakal seneng banget sih), tapi most of the time saya suka banget baca karena baca buku bagus itu bener-bener bikin saya happy. Mungkin karena saya sesayang itu sama buku, akhirnya semua kegiatan apapun yang berkaitan sama buku bisa bikin saya happy. 

Menulis


Saya bukan penulis. 

Tapi saya suka sekali menulis. Menulis di blog, menulis di jurnal, menulis review buku di sosial media. Menulis jadi salah satu media bagi saya untuk mengekspresikan diri, mengenal diri, refleksi. Setelah menulis ada dua perasaan yang sering saya rasakan: bahagia dan lega.


Minum kopi

Saya suka banget kopi! saya hampir tiap hari ngopi dan kopi saya harus manis :').
Kalau dirumah, saya sering bikin kopi hitam pakai gula. Kalau beli kopi diluar, saya selalu memilih beli es kopi [bisa hitam atau kopi susu]. Mau panas mau hujan, saya pasti akan beli es kopi. Ngopi bikin saya happy. Baunya, rasanya, dan sugesti kalau saya akan lebih produktif menjalani hari setelah minum kopi tuh seringan terbuktinya buat saya. 

Buat urusan kopi, saya gak rewel. Saya hampir tidak bisa membedakan kopi arabika dan robusta, saya gak tau secara spesifik bedanya kopi mahal dan kopi murah, saya cuma punya empat level rasa kopi versi saya sendiri. Kopi enak banget [ini pasti beli], kopi enak [pernah berhasil bikin sendiri pakai kopi kiriman teman, tapi kebanyakan beli juga], kopi biasa aja [kopi susu yang rasanya gak enak-enak banget tapi masih bisa diminum] dan kopi gak enak [karena ga ada gulanya]. Bahkan kopi ga enak pun bisa bikin happy sih, karena baunya tetap menyenangkan buat saya.

Melihat sinar matahari sore


Ada rasa bahagia aneh yang tidak bisa saya deskripsikan tiap saya melihat matahari sore. Saya menyadari ini ketika saya kerja di Jakarta beberapa tahun lalu, saya kita ini pertanda wajar karena kerja di ibukota susah sekali pulang ketika matahari belum terbenam. Namun sekarang, ketika saya bekerja dari rumah, saya seringkali melihat matahari sore masuk melalui jendela dan saya pasti mengambil waktu sejenak untuk melihat indahnya. 

Sampai sekarang saya belum tahu pasti perasaan bahagia ini dari mana datangnya, apakah datang dari masa lalu, sore-sore main ketika kecil sampai dipanggil pulang untuk mandi, atau mungkin karena matahari sore mengingatkan saya kalau hari yang saya lewati sudah hampir usai! sebentar lagi bisa matikan laptop, As! 

Entahlah, tapi matahari sore selalu membuat saya bahagia.

Makan!!


Standart 'makanan enak' versi saya tuh gak tinggi-tinggi banget :') literally semua makanan bisa jadi makanan enak buat saya, asal nasinya gak keras dan lauknya gak keasinan aja. Jadi saya hampir bisa makan makanan apa aja dan saya [hampir] selalu happy tiap habis makan. Mungkin saya ini masuk ke golongan manusia yang gak bisa mikir dan gak bisa tenang kalau perutnya gak keisi, kalau kerja ngantor, saya lebih sering cabut duluan setengah 12 buat makan biar bisa mikir, daripada dipaksain nunggu jam 12 tapi akhirnya gak produktif depan laptop karena kelaparan. 

Hal-hal lainnya yang juga membuat saya bahagia:

- Jalan kaki
- Naik transportasi umum
- Masak
- Bangun pagi
- Melukis
- Merangkai bunga
- Pay Day
- Membersihkan rumah
- Punya tabungan :')
- Barefoot/ nyeker

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.


 


Beberapa hari lalu, saya membaca doa dari seorang teman (yang bisa-bisanya saya lupa siapa!), anaknya baru saja berulang tahun dan ia menuliskan sebuah doa yang sangat indah untuk anaknya, doa agar anaknya selalu merasa cukup, selalu tahu caranya bersyukur pada nikmat yang ia dapat tiap harinya, tiap waktunya. Doa ini adalah doa yang sangat membekas, saya rasa salah satu hal yang ingin saya terus miliki dan saya ingin anak saya miliki di masa depan adalah kemampuan agar selalu bisa bersyukur.

Sejak bulan Juli lalu saya mencoba membuat gratitude list yang formatnya saya perpendek, tiap hari saya menuliskan satu baris saja, tidak banyak, tapi isinya hanya hal-hal yang saya syukuri hari itu. Agak berbeda dengan format sebelumnya, kali ini saya hanya benar-benar menuliskan hal-hal yang saya syukuri. Tidak boleh ranting di buku tersebut. Sebelumnya, selama belasan tahun saya menulis diary, catatan syukur dan catatan curhat yang kebanyakan mengeluhnya saya jadikan satu. 

Saya membuat format baru tersebut karena lama kelamaan, defaultnya menulis diary malah jadi banyakan mengeluh, akhirnya saya rutin menulis catatan syukur (tidak berat karena hanya sebaris per hari), dan menulis panjang di jurnal (kebanyakan keluhan, pros-cons dari keputusan yang saya ambil atau perubahan besar yang terjadi), ini biasanya sesekali dalam seminggu bahkan dalam sebulan. 

Hari ini saya melihat lagi catatan syukur saya dan menemukan tiga hal yang berulang kali saya tuliskan di buku catatan saya. 

1. Derana


Rana makannya enak, Rana jalannya makin lancar, main sama Rana, ke Jakarta sama Rana, Rana anteng di Jakarta, Rana sehat, Rana mau makan lagi. 

Sepertinya sejak jadi Ibu hal pertama yang selalu saya syukuri ketika bangun pagi adalah Rana sehat, dan saya bersyukur bisa melihat Rana tumbuh dan berkembang dari dekat. Ada satu buku yang pernah saya baca yang bilang, jadi orang tua tuh melelahkan sekali, tapi bahagianya sederhana banget, disenyumin anak happy, anak peluk kita happy, anak dengerin kita waktu kita baca buku juga happy. 

Kehadiran Derana sepertinya akan jadi satu hal yang akan selalu saya syukuri. 

2. Kesempatan untuk Bekerja


Interview Mitra, reportku excellent, talk to my manager, kerja sendirian di cafe, visit mitra, WFH, feeling productive at work, ngobrol sama temen kerja, kerja bareng Fitri.

Satu hal lagi yang saya sadari dari catatan syukur saya: saya suka sekali bekerja :'), bukan dalam artian workaholic ya :'). Tapi ya saya senang sekali berproses dan belajar di tempat kerja. Kesempatan untuk bisa tetap bekerja, aktualisasi diri, dan merasakan 'kesenangan' ini dengan kondisi saya sebagai seorang Ibu dengan anak 1,5 tahun rasanya adalah pengalaman yang luar biasa. 

Ridho dari suami, support dari Ibu dan adik-adik untuk membantu saya mengurus Rana, Atasan dan teman kerja yang pengertian dengan peran saya sebagai Ibu, rasanya saya angkuh sekali kalau tidak menjadikan hal ini sebagai hal yang aku syukuri.

3. Kemampuan menemukan hal-hal sederhana yang membuat saya bahagia


Hari ini beli bunga, tamat baca buku, dapat buku harganya murah banget, nonton film bagus, minum kopi, hari ini masak!, bangun lebih pagi, jalan pagi, masak pisang goreng.

Ada banyak sekali hal-hal sederhana yang bisa membuat saya (dan saya yakin kamu juga!) bahagia, tapi sering saya lupakan kalau tidak benar-benar saya tulis. 

Sekarang kadar bahagia saya lebih besar ketika bisa memiliki waktu untuk hal-hal sederhana diatas, dibanding misalnya berpergian keluar kota (karena traveling with a child is a different level of traveling), saya juga sangat senang ketika bisa masak pagi-pagi lalu makanan saya lahap dimakan Rana dan suami saya, tapi ya memang hal itu jadi benar-benar menyenangkan karena sepertinya tidak saya lakukan setiap hari :'), gak setiap hari sempat. 

Hal lainnya yang rasanya sederhana tapi seringnya bikin happy: baca buku, nonton film, beli bunga dan merangkai bunga ini di vas kecil. Nyatanya memang banyak sekali hal-hal yang membuat saya bahagia ya, mencatat hal-hal kecil yang saya syukuri setiap hari, sebaris saja, ternyata membantu saya menyadari satu hal: kalau menemukan kebahagiaan di hal-hal sederhana yang saya lakukan setiap hari, adalah satu hal yang juga akan saya syukuri.

---

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.

Hai!

Kemarin saya kerja dari kantor. Kantor saya memberikan pengaturan untuk kerja dari mana saja selama tiga hari dan kerja dari kantor dua hari dalam seminggu. Karena saya tinggal di Cimahi dan kantor saya ada di pusat kota Bandung, saya sering berangkat naik kereta KRD lalu disambung angkot dari Stasiun Bandung sampai kantor. Sebetulnya akan lebih cepat kalau naik motor atau ojek, tapi saya lebih suka naik kendaraan umum karena saya bisa melakukan banyak hal sambil commuting. Salah satunya: baca buku. 

baca di angkot

baca di bis kota

baca di Kereta Lokal Bandung Raya

Di motor saya ga mungkin bisa baca buku :'), selain itu tentu bisa lebih irit pengeluaran karena naik transportasi umum, walaupun bedanya gak jauh sih kalau Cimahi Bandung hehe, tapi tetap lumayan!

Nah, kemarin saya ngantor, pulangnya sudah siap-siap mau naik gojek ke Alun-Alun Bandung lalu sambung naik Bis Kota (Teman Bus yang gratis itu! hehe). Eh gataunya Mas Har bilang mau jemput. Kayanya sedang sangat penat di rumah, jadi selesai kerja, dia jemput ke Bandung dan kami berakhir pergi ngedate bentar kamis sore :').

Kami makan ke Kayya Kopitiam di Jalan Banda. Sebelumnya saya makan disini bareng seorang teman kerja, makanannya enak dan saya yakin Mas Har suka nasi gorengnya (which is true!). Di jalan kami banyak ngobrol santai dan ketawa-tawa, sudah lama sekali gak ngedate berdua, jadi kejutan dijemput hari ini rasanya menyenangkan sekali buat saya. 

Kayya Kopitiam, Jalan Banda

Pergi berdua sama Mas Har gini bikin saya refleksi ke beberapa buku yang saya baca, terutama tentang relationship after having children. Dalam kasus kami, saya dan Mas Har, kami selalu menghabiskan waktu bertiga setiap weekend. Jarang sekali pergi kencan berdua, susah cari waktunya dan ada perasaan bersalah ketika di hari bebas meninggalkan Rana sendirian (padahal gak sendirian sih) di rumah bersama embah, om dan tantenya. 

Mungkin kencan-kencan pendek pulang kerja seperti ini bisa jadi opsi pasangan seperti kami, yang sama-sama bekerja full time serta terlalu gak enak kalau ninggalin anak di weekend karena sudah terlalu sibuk di weekend. Karena bagaimanapun, hubungan kita dan pasangan harus tetap dipupuk bahkan setelah menikah bukan? :).

Uniknya, cuaca dan kondisi jalanan di Bandung kemarin juga seperti mendukung kencan dadakan ini. Dingin dari pagi, musisi di jalanan yang memainkan lagu-lagu favorit Mas Har, dan karena keluar di jam pulang kerja, kami menyusuri jalanan Bandung yang sudah mulai gelap namun lampu-lampu jalanan jadi terlihat benderang. 

Kemarin jadi hari yang berkesan buat saya. Sederhana namun berkesan. 
Semoga saya semakin pandai mengambil kesan dari hal-hal sederhana yang saya lewati sehari-hari ya :)

04.48 AM

Hi, I'm trying to build a new habit!

I've always been trying to write at night because I always have assumption that the only free time I have is at night, when my baby is sleeping. Now I know that was wrong. At least for me. My 1.5 year old daughter couldn't sleep really well when I wasn't around her. Every time I went to my desk and start reading or writing or doing things, there would be any interruption from her room, and most of the time, once I come to bed and start nursing her, I forgot what I want to write, I lost my mood for reading or doing things at my desk, or (this is what happened most of the time), I'm going sleepy and went sleeping too. The only thing left for me at night is reading. 

Now I'm starting a build new habit: waking up early. Because Derana is in deep sleep at this hour, she usually start looking for milk at 6AM, but continue her sleep and wake up at 7AM or 8AM. 

So here I am, writing in the dining room after doing dishes and prep some food to cook in the morning. 

Building a new habit is not easy, I know, but among all habit I want to have once I turn 29. it's the habit to wake up early, to start the day early, and to sleep early. I guess I could start with wake up early. I don't want to be ambitious to be always wake up at this hours every morning. 6AM is a good start, at least Warung near my home is already open and I could buy some fresh food to cook, and I also would be on time to work at 9AM. 

05.00 AM

So, yesterday was super exhausting for me. Derana is not really well since last week, we've been going to her doctor twice, I think ---- (interrupted by Rana :')) and I continue to take a bath and pray. 

Now it's 05.40AM

Bid Bad Wolf Bandung 2022

So here's what I think earlier: I think everyone is sick at August and the effect continue to September, at least everyone around me :'( saad actually but August was very packed, so many activities and campaign at work, I even took Rana to Jakarta to work for some days, even if everyone not sick, everyone is tired. I hope September will be more loose and everyone health battery back okay or even better. 

I start September by rearrange my reading list-- that was absolutely in a mess in August, it's actually okay for me since I have no reading target, but I do really want to finished some books that I've been reading for weeks. Most of them are non-fiction. 

I also went to Big Bad Wolf last weekend, bought some books for Rana, got none for me since I've been bought some online. It's fun actually but I also spot the difference between going to BBW before Rana and after Rana. If before Rana I could go for hours looking for only 1-2 books, after Rana I could only spend 1 or 2 hours max inside the hall, bought some books without hesitating for too many times like what I did when I choosing some books for my own. Also, we're hungry and there are not so many food stall at the venue, so we went to nearest KFC (10 minutes from the venue). It was still fun! and I got 100K voucher from challenge on Instagram, so I will probably go back on weekend to redeem the voucher. 



Ah, this week I'm reading some books: Hook, Line & Sinker by Tessa Bailey, The Read Aloud Handbook by Jim Trelease and continue to read Conversation on Love by Natasha Lunn.

05.52AM
I wish you have a wonderful Wednesday,
--Asri!

Malam ini saya harus menamatkan menulis review Buku terakhir yang saya baca :') Karena sudah lama sekali saya tidak menulis review buku di blog, sampai gemes sendiri Juli Agustus ini saking hecticnya ngaruh ke ritme membaca dan menulis. 

Beberapa pembaca ada yang tipenya semakin stress semakin ingin membaca untuk mengalihkan diri dari keadaan. Nah kebetulan saya tipe sebaliknya, kalau stress atau banyak kerjaan malah gak bisa baca karena pikirannya gak tenang. Sebetulnya ada trik supaya bisa tetap baca di kondisi yang stressful: berhenti baca nonfiksi terlebih dahulu. Setidaknya ini berhasil beberapa kali buat saya. Biasanya saya malah mengalihkan diri baca romance atau general fiction yang ringan dan bisa satu atau dua kali duduk habis. 

Kemarin saya melakukan itu. Saya membaca buku yang cukup ramai dibicarakan di sosial media; sepertinya sama hypenya dengan Book Lover, The Love Hypothesis dan The Spanish Love Deception. Setidaknya fotonya nongol dimana-mana hehe, ketiga buku diatas sudah saya baca dan saya suka ketiganya, terutama yang kedua hihi ngefans sama Adam soalnya. 

Nah, buku yang saya baca adalah It Happens One Summer karya Tessa Bailey. 

Blurb

Tokoh utama dalam buku ini adalah Piper, seorang influencer dengan jutaan pengikut di Instagram. Ia sejak kecil tinggal di L.A, circlenya adalah orang-orang ternama di dunia hiburan, Ibunya menikah dengan seorang penulis naskah terkenal di L.A ketika ia kecil, sejak itu ia terbiasa hidup dalam kemakmuran, gak pernah tau rasanya susah sama sekali. 

Satu hari, ia melakukan kesalahan fatal yang membuat ayah tirinya hampir kehilangan kontrak penting dengan partner kerjanya. Sang ayah, Daniel, akhirnya memberikan misi pada Piper agar ia bisa hidup dengan lebih mawas diri dan paham susahnya cari uang, ia dikirim ke desa kota ayah kandungnya, Westport, tempat ia pernah tinggal ketika kecil. 

Disana ia bertemu seorang nelayan lokal, Brendan yang sejak awal nampak tak suka dengan kehadiran tiba-tiba Piper di Westport dan mengambil alih tempat No Name, bar peninggalan ayah Piper yang sebenarnya masih seringkali dikunjungi oleh orang-orang lokal. 

Piper yang awalnya ingin cepat-cepat cabut dari Westport dan kembali ke L.A, malah dekat dengan orang-orang di Wesport, ia berkenalan dengan seorang kakek yang manis, Abe, juga menjalin hubungan dengan neneknya; ibu dari mendiang Ayahnya, Opal. Ia dan Hannah, adiknya juga punya misi untuk membangun kembali No Name, dan puncaknya tentu saja hubungan antara Piper dan Brendan yang awalnya semacam kucing dan anjing malah jadi semakin dekat dan saling tertarik satu sama lain. 

Hubungan Piper dan Brendan

Jujur saja hubungan Piper dan Brendan ini menarik sekali buat saya. Ketika Piper bertemu Brendan, Brendan mengenakan cincin kawin di jarinya, ternyata istri Brendan sudah berpulang 7 tahun lamanya dan Brendan masih setia mengenakan cincin di jarinya sebagai caranya untuk menepati janji sehidup semati. Brendan adalah tipe lelaki yang setia, maskulin, rigid dan konsisten dengan apa yang ia lakukan.

Di sisi lain, Piper mengakui pada Brendan kalau hubungan paling lama yang ia punya adalah 3 minggu. Hidupnya penuh dengan banyak drama, ia tak yakin siapa yang benar-benar temannya di LA. 

Mereka berdua bertemu disaat yang unik, namun yang saya suka dari novel ini adalah perkembangan hubungan mereka berdua yang gak ujug-ujug ada spark di awal, well tentu ada spark dari sisi Brendan ketika melihat Piper, karena Piper di gambarkan cantik, seksi dan amat modis. Namun itu tidak terlalu menonjol. 

Keterbukaan satu sama lain, lalu cara Brendan membangun kepercayaan Piper sebelum mengajak kencan pertama kali, rasanya sweet sekali. Bahkan buat saya, laki-laki yang bisa melakukan handy-work seperti Brendan tuh super cool sih! Disaat sekarang kita hidup di jaman yang serba mudah dan instan (walalupun gak selamanya berlaku; terutama kalau gak ada uang hehe), ada pasangan yang gesturenya act of service tuh yaa bikin melting hehe. 

Masalah yang mereka hadapi juga gak yang cuma sekali lalu selesai, ada rangkaian kejadian yang membuat keduanya sama-sama meragukan hubungan mereka, namun tetap mau berusaha untuk melakukan yang terbaik agar bisa tetap bersama, itu seru sih hehe. Dan mungkin itu juga yang membuat buku ini agak lumayan tebal dibanding buku-buku contemporary romance lain yang pernah saya baca. 

Dan jujur, Brendan ini agak too good to be true ya hehe, too perfect, tapi ya saya sih gak masalah hehe. 

Sisterhood!

Nah, buku ini mengingatkan saya pada Book Lovernya Emily Henry. Bedanya di Book Lover, Nora dan Libby, adiknya, tidak saling terbuka satu sama lain, yang menurut saya amat wajar juga terjadi di antar siblings. Di buku ini sebaliknya, Piper dan Hannah ini kompak sekali dan sister bondingnya kuat sekali, mereka berdua membuat saya ingat hubungan persaudaraan di buku To All The Boys I've love Before (gara-gara ini saya nonton lagi filmnya), yang ceriwis ceria dan sering ngapa-ngapain barengan walaupun karakter dan kepribadiannya amat berbeda. 


Hannah sangat supportive pada Piper, mungkin karena ada faktor merasa memiliki satu sama lain, mengingat mereka berdua sama-sama anak tiri Daniel, dan Piper akan datang ke tempat ayah mereka berdua dulu hidup.

Sosial Media! Again!

Buku ini punya highlight yang seru, efek sosial media yang gak sehat untuk Piper, hidup sebagai seseorang dengan jutaan pengikut, ia jadi amat memperhatikan apa kata followersnya, juga seringkali mengecek jumlah likes. Hannah juara banget ngingetin Piper kalau dia perlu hati-hati sama medsos.

Piper juga cerita tentang insekuritinya sebagai seorang influencer ke Brendan, ia seperti mencari validasi ketika bercerita sekaligus bertanya tentang kehidupannya sebagai seorang yang suka pesta dan foto-foto untuk di post di medsos. 

Part Brendan akhirnya bikin Instagram demi lihat foto-foto Piper juga seru banget, lucu dan bikin melt ketika kejadian dia post foto untuk pertama kalinya.

Review Asri:

Saya personally suka sekali novel ini karena bisa menarik saya dari reading slump saya. Novel ini panjang banget, tebel banget pasti bukunya (saya baca dari ebook), tapi setiap naik turun drama dan penyelesaiannya menurut saya pas dan berlebihan dan gak bikin boring. 

4/5 bintang untuk buku ini! gak sabar mau baca buku seri keduanya untuk lihat kisah cinta Hannah!

Akhir Juli dan Akhir Agustus ini saya dua kali bolak balik ke Jakarta! Hihi kunjungan pertama karena kondangan, tapi seru bisa sekalian main ke tempat seorang teman, balik lagi naik KRL dan balik lagi main ke Taman Suropati. Bahkan kali ini lebih seru karena bisa bareng Rana. 

Kunjungan kedua, urusan pekerjaan. Berangkat dan pulang dihantui ketakutan karena kasus Covid sedang naik lagi, alhamdulillah sebelum berangkat dan sebelum balik ke Cimahi tes Covid keduanya negatif. 

Dua kunjungan ini membuat saya merefleksikan lagi hubungan saya dengan Jakarta! Ibukota Indonesia; yang sering disebut tempat cuan-cuan ngumpul, dan saya sedikit banyak setuju. 

Kunjungan pertama saya setelah pandemi, akhir Juli lalu, saya lebih mirip turis. Datang naik kereta Argo Parahiyangan, turun di Gambir, langsung istirahat di hotel, main ke tempat teman naik KRL di akhir pekan (yang sepii banget). Keesokannya kembali naik KRL sampai Stasiun Cikini dan lanjut jalan kaki ke Taman Suropati. It was really fun! Saya dan suami senang sekali mengajak Rana ke Jakarta dan saya sendiri ingin balik lagi untuk exploring Jakarta, karena ada banyak atraksi menarik (baca: museum, perpustakaan dan galeri! +tempat jajan buku), serta transportasi umum yang menyenangkan sekali. Murah, mudah!





Kunjungan kedua, akhir bulan Agustus, saya datang untuk bekerja. Damn! setelah sebelumnya di love mode, saya kembali ke hate mode. Padahal kali ini kantor benar-benar memfasilitasi saya agar bisa bekerja lebih mudah. Ada mobil yang stand by untuk antar kemana-mana, hotel, makan, tapi tetap saja. Datang ke Jakarta untuk bekerja rasanya benar-benar bikin penat. Saya datang Rabu, pulang Sabtu, hanya 3 hari. Tapi ya pulang-pulang langsung bersyukur benar manager saya selama ini memberikan kebebasan untuk WFO dari Bandung (saya sudah mulai hybrid seminggu 2x), padahal harusnya saya ngantor di Jakarta. 




Terlepas dari semua itu, menarik sekali rasanya kalau melihat lebih jauh relasi saya dan Jakarta. Jakarta punya magnet yang sangat sangat sangat kuat menarik saya kembali kesana. Sejujurnya sebelum punya anak, saya merasa saya lebih cocok tinggal di Jakarta, saya suka pacenya yang cepat, saya suka integrasi transportasi umumnya yang membuat saya tidak bergantung pada kendaraan pribadi, saya suka beragam kegiatan terbuka yang diadakan di Jakarta. Namun setelah punya anak, semuanya berubah.

Saya tidak merasa Jakarta akan menjadi kota yang ramah bagi saya, suami dan anak saya. Bukan berarti Cimahi (atau Bandung) jauh lebih ramah, tidak juga sebetulnya, masih banyak PR dari kota tempat saya tinggal sekarang ini. Tapi setidaknya, saya punya keluarga disini, apapun yang terjadi saya bisa punya back up, di Jakarta, saya dan suami tak punya siapapun. Gak kebayang kalau weekend lelah gak bisa nitip Rana dua atau tiga jam sama embahnya sehingga saya bisa baca buku atau tidur siang. Selama ini saya sering lupa menyadari kalau itu adalah hal yang sangat mahal. 

Tapi ya, saya dan suami tidak akan pernah tahu bagaimana Allah mengatur hidup kami kedepannya, bahkan hingga hari ini, rejeki kami dibukakan Allah dari kantor-kantor yang ada di Jakarta, yang para pemimpinnya memberikan kebebasan untuk berkarya dari mana saja, termasuk dari Cimahi seperti kami saat ini. Semoga kedepannya saya, suami dan kamu yang membaca tulisan saya juga diberikan kemudahan itu untuk seterusnya ya! 

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • Review Buku Angsa dan Kelelawar karya Keigo Higashino
  • Sabtu yang Menyenangkan dan kenapa saya suka membeli bunga
  • Main ke Toko Buku Pelagia Bandung
  • Review Asri: Manabeshima Island Japan karya Florent Chavouet
  • Review Asri - the house of my mother karya Shari Franke

Arsip Blog

  • ▼  2025 (16)
    • ▼  Mei 2025 (3)
      • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yu...
      • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim ...
      • Tiap Anak Berbeda, Termasuk Proses Melahirkannya; ...
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes