Journal Asri

Klub buku offline pertama yang saya ikuti! +kami (@hayumacaofficial) inisiasi. 

Sepanjang 2021 saya cukup sering ikut beberapa klub buku atau klub baca secara virtual, rasanya seru sekali bisa dengar rekomendasi bacaan dari orang lain atau juga baca barengan satu buku yang sama tiap bulannya. 

Hari Minggu kemarin, saya dan empat orang lainnya kumpul barengan di Perpustakaan Hayu Maca untuk berbagi pengalaman membaca di Bulan Januari. 

Ada Afie yang membaca novel Janji karya Tere Liye, Husna yang membaca 21 days to Master Affirmation karya Louise Hay, ada Tante Imas yang membaca buku Chairul Tanjung si Anak Singkong, Fitri yang membaca Keajaiban di Toko Kelontong Namiya karya Keigo Higashino dan saya yang membaca Black Showman dan Pembunuhan di Kota Tak Bernama yang juga karya Keigo Higashino. 

Selain sharing kisah buku yang dibaca, pengalaman membaca bukunya, kami juga saling bertanya satu sama lain terkait buku tersebut! seru banget, semoga di Februari gak kalah seru nih baca barengnya. Teman-teman yang mau ikutan bisa kunjungi Instagram Hayu Maca ya, untuk melihat langsung jadwal baca dan temu di bulan Februari. 

 


Bulan ini, kami merayakan sedikit kenangan tentang pernikahan dan segala kebahagiaan yang menyertai setelahnya, juga kerusuhan yang menghinggapi di sepanjang prosesnya. 

Kami menikah dua tahun lalu, rasanya sudah lama sekali padahal baru dua tahun saja ya. Seringkali teman-teman saya bertanya. "Apa yang membuat saya memutuskan menikah?" Oh, biasanya yang bertanya seperti itu cukup memahami mimpi-mimpi saya akan banyak hal yang justru terlihat sulit diraih ketika memutuskan menikah. Dan sampai hari ini saya masih agak kesulitan menemukan kalimat atau paragraf yang tepat untuk mejelaskan hal tersebut. Satu yang pasti: Saya bertemu seseorang yang saya yakin akan mendukung mimpi-mimpi saya. Sehingga saya sama sekali tidak takut akan kehilangan mimpi-mimpi tersebut.

Bicara tentang pernikahan, kita di Indonesia seringkali menjadikan satu 'Marriage' dan ' Wedding' ya. Tapi saya cukup strict tentang dua hal ini. Bagi saya keduanya amat sangat berbeda. Saya sama sekali tak ingin saya hanya fokus pada 'pesta pernikahan' atau wedding. Saya bahkan bisa dibilang tak terlalu peduli tentang hal ini. Tapi saya sangat amat peduli pada makna pernikahan as a marriage. Proses panjang menjalani kehidupan berdua itu sendiri di awal sudah sangat menakutkan bagi saya. Bahkan ketika menemukan orang yang kita anggap tepat. Sama sekali tak membuat pernikahan jadi seperti pelangi sepanjang waktu. Tetap saja banyak rusuhnya, banyak hebohnya, banyak tangisnya. Tapi tak saya pungkiri, ada banyak kebahagiaan juga yang saya rasakan setelah menikah, beberapa kebahagiaan ini bahkan belum pernah saya temukan sebelum menikah, atau sebelum bertemu suami saya.

Mengenang Masa-Masa Berjuang

Sebetulnya hari ini saya sedang ingin menceritakan proses pesta pernikahan kami yang (bagi saya) sederhana dan memang tak terlalu peduli apa kata orang. Seorang teman pernah berkata pada saya "Mau sebagus apapun pesta nikahnya, tetap saja ada gak sempurnanya di mata orang lain, jadi yang penting kitanya happy waktu acara". Ucapan itu membekas sekali bagi saya. Sampai-sampai benar-benar saya lakukan di pernikahan saya sendiri. 

Dua tahun lalu, saya dan suami harus berjuang menabung sepanjang tahun untuk persiapan pernikahan. Kami tidak berasal dari keluarga dengan finansial yang melimpah. Dan seperti yang kami dan kita semua tahu, pesta pernikahan sebelum covid-19, biayanya sangat-sangat-sangat mahal. [mahal ini sebenarnya subjektif, but I think we can agree when it comes to a wedding, it'll be costly]. Setelah menabung sepanjang tahun, saya bicara pada Ibu, [Bapak saya sudah berpulang di tahun 2018]. Menyampaikan keinginan saya tentang acara pernikahan ini. 

Saya ingin memisahkan acara akad dan resepsi. Yup, walaupun saya tahu membuat dua acara akan makan biaya lebih, saya tetap ingin memisahkannya sejak awal. Alasannya, saya tahu Ibu ingin keluarga dan tetangga hadir di acara pernikahan saya, tapi saya juga ingin teman-teman saya hadir dan bisa ngobrol leluasa di acara pernikahan saya. Tapi kan lingkaran pertemanan saya dan Ibu beda :'). Saya ingin melangsungkan akad di rumah, ini permintaan Bapak dulu, dan ingin membuat satu acara santai bersama teman-teman di kedai kopi. 

Untungnya, Ibu tak terlalu sibuk dan komentar A, B,C. Ibu saya bahkan bilang "ya, yang mau nikah kamu, yang punya uang kamu, silakan bikin acaranya asal disampaikan ke kelaurga besar baik-baik". Yes! I Know I'm a lucky daughter karena punya Ibu seperti Ibu saya. Tapi, tentu tak ada pernikahan yang tanpa drama. Pada akhirnya, saya tidak melangsungkan akad di rumah, tapi di rumah eyang, ada banyak pertimbangan teknis yang rasanya benar juga, tapi kalau ditanya alasan sebenarnya kenapa saya nurut: saya malas ribut, setidaknya untuk akad nikah, saya malas ribut. Malas berdebat, malas misuh-misuh dan malah stress sendiri. Jadi saya bertekad: gak apa di atur-atur waktu akad, tapi acara saya dan teman-teman, saya gak mau di atur-atur. 

Dan ini kejadian sih.

Saya bahkan meminta dengan hormat pada keluarga besar saya untuk tidak hadir di acara santai akhir pekan bersama teman-teman saya, hanya sepupu-sepupu yang hadir. Walaupun tetap ada keluarga besar yang hadir untuk alasan yang saya kurang mengerti apa, tapi saya tetap senang karena jumlahnya terkendali. Saya mengenal seluruh wajah yang hadir di hari itu, malamnya beberapa dari mereka bahkan menginap di rumah dan ngobrol sampai larut malam. 

Acara resepsi, di kedai kopi, dengan menu makanan nasi timbel ayam bakar, gorengan, kopi dan teh (literally because that's the only things we two could afford at that time), tapi saya bahagia karena apa yang saya mau bisa terlaksana. 

Semuanya terjadi juga karena dibantu Fitri--, Sahabat, adik, rekan komunitas, support sistem saya yang membuat semuanya lancar terkendali. Belum lagi dukungan dari semua teman-teman yang hadir dan membantu acara terlaksana dengan baik. 

Apakah sesempurna itu? ahaa, tentu saja tidak, tapi sejak hari itu saya berusaha mengingat hal yang baik dari acara tersebut alih-alih sebaliknya. Oh iya, ada lagi, saking broke-nya kami saat itu, saya bahkan tidak pakai MuA (Saya dibantu sepupu saya urusan make up), saya juga tidak menyewa photographer, tapi dibantu adik saya dan teman-temannya mengabadikan kenangan di hari itu. Untuk MC, saya dibantu Nico dan Faisol, dua sahabat saya dari program mengajar. Ah kalian semua yang membantu hari itu! Terima kasih!!

--

Sekarang kalau mengingat semuanya, saya sama sekali tidak menyesal menyelenggarakan acara pernikahan yang apa adanya dan semampunya kami. Semampunya dan tidak berlebihan, karena setelah menikahlah kehidupan yang sesungguhnya dimulai, bukan? 

--

Setiap orang pasti punya impian pernikahan sendiri-sendiri. Saya sangat beruntung bisa melangsungkan pernikahan, setidaknya seperti yang saya mau saat saya berumur 27 tahun. Saya tidak tahu apa jadinya pesta pernikahan saya kalau saya menikah lebih muda atau lebih tua dari itu, hihi, bisa jadi gambaran ideal saya tentang pesta pernikahan ya berubah lagi. 

Tapi melalui tulisan ini, saya ingin memberikan apresiasi untuk diri saya sendiri. "Selamat As! Sudah berjuang melewati masa-masa itu!". 

Untuk teman-teman yang membaca ini dan mungkin belum menikah atau sedang bimbang ingin seperti apa ketika menikah nanti, semangat ya!

 


Halo! Selamat Tahun Baru 2022 semuanya!
Bagaimana list resolusi tahun ini? sudaaah buat kah? ☺

Tahun ini saya absen membuat resolusi dan target apapun. Tidak ada lagi target ingin bangun pagi seperti tahun lalu, tidak ada lagi target membaca dan membuat konten-konten buku seperti tahun lalu, tidak ada resolusi ingin olahraga atau apapun itu. Sebetulnya saya ingin mencoba bedanya absen membuat resolusi tahunan seperti biasanya. Apakah jangan-jalan bisa lebih baik menjalani hari karena tidak dikejar-kejar target dan tantangan untuk diri sendiri? 

Padahal sebenarnya saya amat suka tantangan hehe. Jadi anggap saja tahun ini adalah tantangan untuk tidak membuat dan menyelesaikan tantangan apapun. 

--

Awal tahun 2022 diawali dengan kesibukan yang cukup seru di tempat kerja. Setelah agak berleha-leha di akhir 2021, sempat merasakan cuti dua hari pulak sebelum akhir pekan (jadii bisa libur panjaaang). Awal tahun malah dikejar-kejar target. Tidak di kejar target pribadi malah ganti dikejar target di tempat kerja. 

Awal tahun 2022 juga diawali dengan keinginan membaca untuk kembali ke dapur, setelah absen delapan bulan masak!! Sejak Rana lahir, saya sama sekali gak ke dapur. Jadi ibu baru dan bekerja penuh waktu membuat saya harus punya prioritas. Mana mana yang duluan. 

Pioritasnya tentu: Mengurus Rana (walaupun porsi ini dapat bantuan besar dari banyak pihak), Waktu bersama Suami, bekerja, membaca, bersenang-senang dengan diri sendiri (baca:leyeh-leyeh), istirahat yang cukup, Hayu Maca, baru RUMAH (masak, beberes dan lainnya). 

Selama ini Mas Har sangat bertanggung jawab mengurus rumah mulai dari beres-beres sampai cuci baju (yang walaupun cuma mutar mesin cuci, ogaah sekali saya lakukan. Berat rasanya huuhu). Makan pun beli diluar atau nebeng Ibu (privilese rumah ke Ibu tinggal jalan 5 menit). 

Akhir tahun kemarin, tumben-tumben saya nonton YouTube. Saya gak terlalu suka nonton YouTube sebetulnya. Lalu muncul rekomendasi video seorang ibu-ibu di Korea yang melakukan aktivitas sehari-hari, beres-beres rumah, main sama anaknya, masak, aduh benar-benar full time di rumah, tapi asyik sekali dilihat. Videonya diiringi lagu yang asik pula ambiencenya. Jadi akhir tahun kemarin saya jadi rajin lagi beres-beres rumah dan menyempatkan waktu untuk setidaknya masak satu menu di pagi hari untuk Mas Har. 

Motivasi kadang datang dari hal-hal yang gak terduga ya. Kok bisa-bisanya saya yang gak pernah dapat tekanan eksternal dari siapapun untuk masak, eh malah mau masak gara-gara nonton video estetik di YouTube. :)

Singkat cerita, sekarang saya beneran berprogress di dapur, juga semakin rajin beberes debu. Peningkatan ini sayangnya juga diiringi dengan satu hal gak sehat yang jadi kebiasaan saya kalau punya hobi baru: beli barang-barang baru :'). Kali ini wishlist saya agak aneh-aneh. Dari Apron kotak-kotak, pan granit baru (karena pan di rumah juga sudah rusak dan agak bahaya karena bahannya mulai ngeletek), lap-lap dapur!, sampai perintilan untuk bikin kue bolu. 

Gak semuanya langsung dibeli sih, satu-satu karena mau lihat seberapa konsisten ini semua berlangsung. Ah iya, ada satu hal yang saya suka dengan kembali ke dapur. Mungkin karena akhirnya pagi saya tidak dimulai dengan scrolling HP, baca WA atau medsos, pagi saya justru lebih mengasyikan. Ketika memulai kerja jadi lebih tenang dan siap memulai hari. 

Walau masih riweuh banget karena patokan pagi yang idealnya masih 'pagi before Rana', sekarang mulai terbiasa untuk bangun (sedikit) lebih pagi supaya bisa masak. 

---

Kalau kamu, memulai 2022 dengan semangat baru ngapaiiiin?


Membaca buku klasik kedua

Pengalaman membaca buku klasik saya diawali dengan membaca The Railway Children karya E. Nesbit di tahun ini. Menutup akhir tahun, saya mencoba menantang diri membaca karya klasik yang hampir tidak pernah jadi minat saya. Saya bertanya rekomendasi bacaan klasik ringan pada Kak Rezki, seorang kawan bookstagram, dan sampai pada rekomendasi ini: The Call of The Wild (Panggilan Alam Liar) karya Jack London. 

Blurb

Buku ini bercerita tentang Buck, anjing ras campuran St. Bernard dan Scotch Shepard yang awalnya tinggal di daerah 'selatan' yg hangat. Ia tinggal sebagai anjing peliharaan keluarga hakim yang kaya raya, disayang keluarga majikannya dan tak pernah sekalipun ia dibuat kelaparan atau bekerja keras. Anjing rumahan istilahnya.

Suatu hari, ia 'diculik' dan dijual oleh salah satu pelayan keluarga hakim, seorang penjudi yang membutuhkan uang. Kala itu, daerah utara (arah Kanada) sedang membutuhkan anjing yang kuat dan gagah perkasa, serta berbulu tebal untuk melindungi diri dari tebalnya cuaca. Anjing-anjing ini nantinya akan menarik kereta seluncur, menyelesaikan misi-misi besar majikannya. 


Buck dikirim menggunakan kereta dan sampai di sebuah tempat penampungan dimana anjing-anjing tersebut dijual bebas. Awal petualangan Buck dimulai dengan bekerja untuk Perreault & François, pasangan pengemban misi pemerintah Kanada. Buck belajar bagaimana untuk terus bertahan hidup di tengah kerasnya cuaca dan adaptasi 'tim' barunya yang berisi beberapa anjing dengan jenis  dan kepribadian yang sangat berbeda.

Perjalanan ini rupanya menhidupkan kembali insting Buck sebagai seekor hewan, atau sering disebut dalam buku sebagai 'insting hewan purba', yang bukan hanya tangguh dalam bertahan hidup, namun juga amat mendambakan kebebasan untuk hidup di alam liar

Review Asri

Membaca buku setebal 158 lembar ini rasanya nano-nano, saya hampir menangis ketika Dave, salah seekor anjing rekan tim Buck tak sanggup melanjutkan perjalanan karena terlalu lelah. Juga menahan kengerian sekaligus penasaran melihat perubahan karakter Buck dari bab ke bab.

Ketika berdiskusi dengan Kak Rezki via DM Instagram, kak Rezki sempat menyarankan untuk mencoba untuk membayangkan Buck sebagai manusia. Hal ini sebetulnya sudah saya lakukan sejak baca di pertengahan, perkembangan karakter Buck, mirip sekali dengan perkembangan karakter manusia :').
Rasanya kadang semengerikan itu ya jalan untuk mengejar kebebasan, dan memang butuh sebuah momentum untuk sadar kalau diluar hidup aman nyaman seperti biasa, ada petualangan seru yang menanti di luar sana. Dan petualangan tersebut bisa apa saja bentuknya.

Ada juga hal menarik buat saya ketika Buck bertemu majikan terakhirnya, yang justru kebalikan dari semua majikannya sebelumnya: bisa memberikan cinta dan kasih sayang untuk Buck. Hal ini membuat Buck dilema memilih antara majikannya atau kebebasan yang selalu ia impikan. Mirip sekali bukan dengan keadaan banyak dari kita atau teman-teman kita?

Ada yang ingin mengejar karier dan sekolah tinggi namun bertahan untuk tetap tinggal di kampung demi baktinya pada orang tua, ada yang menanggalkan impiannya demi berkompromi untuk keluarga, apapun bentuknya, rasa cinta memang satu hal unik yang sering kali menahan kita dari impian dan cita-cita, namun bukan berarti buruk. Pada banyak kasus, pilihan untuk tetap bertahan pada rasa cinta justru jadi hal yang membuat perasaan lega, walau akhirnya tak selalu berujung bahagia. 

Ah, baca fabel sependek itu saja jadi panjang sekali pikiran saya. Tapi pengalaman membaca buku klasik ternyata menyenangkan ya! Jadi ingin membaca lebih banyak buku klasik di 2022!

Seminggu sebelum tahun ini berakhir, saya mengambil rehat sejenak dari kantor. Cuti! Yeay! Sengaja ambil Kamis dan Jumat agar bisa sambung Sabtu Minggu. 4 hari cuti, kemana tuh? Tentunya tidak kemana-mana :), saya memang ingin rehat saja. Leyeh-leyeh di rumah tanpa ada keharusan buka laptop pagi-pagi atau cek email sebelum tidur. 

Sebagai wargi Cimahi, Saya, Mas Har dan Rana jarang sekali berkontribusi pada kepadatan kendaraan di kota Bandung. Ha! Alias gak pernah kemana-mana bund! kehitung jari keluar ke Bandung selama 2021 ini. Mumpung cuti akhirnya kami jalan-jalan ke Bandung. Ada dua destinasi yang ditentukannya baru diatas motor menuju ke Bandung: Eiger Store jalan Sumatera dan makan siang di Jalan Braga. 

Beberapa waktu lalu saya sempat membaca sebuah thread di Twitter, berisi review makanan di Toko Kue Sumber Hidangan, Braga. Pas sekali kami parkir motor di depan Sumber Hidangan, langsunglah saya mampir masuk. 

Suasana di Sumber Hidangan memang persis seperti yang diceritakan pemilik thread di twitter. Gelap dan agak usang, seperti toko kelontong lama yang memiliki banyak etalase tapi hanya sedikit yang terisi. 

Sebagai pendatang baru, yang datangnya gara-gara tren sosial media pula, saya gak mau sok tau hehe, daripada kecewa saya tanya ke Ibu yang melayani saya, apa yang enak, saya mau yang manis satu dan yang asin satu. Lalu saya dapat rekomendasi Soes dan Risoles isi ayam. Masing-masing harganya 12.000, cukup mahal untuk level jajanan pasar di Bandung sekalipun, atau mungkin saya jarang jajan mahal ya biasa beli jajanan pasar yang harganya 2.000-3.000an. Tapi karena penasaran saya tetap beli hehe. Oiya, gedung tempat toko ini berada, termasuk gedung cagar budaya yang dilindungi pemerintah. Stempel di depan toko yang mengatakan seperti itu, mungkin itu alasan bagian dalam gedung tua ini tak banyak dipugar. Dibiarkan apa adanya. 

Bagaimana rasanya Soes dan Risoles 12.000 per pcs? 

Soesnya: ENAK! fla-nya lumer dan enak sekali deh pokoknya dibanding soes-soes lain yang pernah saya coba. Sementara untuk Risolesnya, juga enak tapi saya pernah cicip yang lebih enak, jadi gak seberapa berkesan. Soesnya mauuu sih, beli lagi kalau lagi main ke Braga. Nah, karena saya biasanya mereview buku, bukan makanan, ini patut sekali dipertanyakan seleranya hehe. Ini penilaian subjektif ya teman-teman! Tapi lebih dari sekedar rasa makanan, jajan disini bisa memberikan sensasi jajan jaman doeloe. Apalagi kalau dine in kali ya. Ini kebetulan saya take-out karena mau cari tempat makan siang untuk Saya dan Rana. 

Penasaran mau coba? silakan mampir sendiri kalau lagi main ke Braga ya. 



Akhir tahun ini, belanja buku malah makin tak terkendali! Desember ini saya belanja buku lumayan banyak. Buku Rana dan Buku saya. Semuanya kalau ditotal-total lumayan bikin kantong menjerit. Apalagi Buku Rana yang harganya seringkali 2x lipat harga buku saya. Anehnya, saya tetap terus membeli buku. Jajan buku rasanya satisfying sekali! Periode akhir bulan ini saya akali dengan jajan buku preloved saja agar kantong tak terus-terus menjerit. Sungguh salah satu alasan yang cukup besar kenapa saya bekerja sampai hari ini salah satunya adalah agar bisa jajan buku tanpa merasa berdosa ambil jatah tabungan pendidikan Rana :').

Hari ini ada tiga buku baru yang masuk. Garis Batas, Selimut Debu dan Rumah Kaca. Dua buku pertama adalah buku bergenre perjalanan! Bacaan yang saya amat nikmati waktu kuliah dulu dan sudah lama tidak mengulang membaca buku-buku tersebut. Dulu saya senang membaca buku traveling yang dibawakan dengan narasi ciamik karena saya juga suka jalan-jalan. Bukan jalan-jalan ke tempat jauh hihi, apalagi bolak-balik keluar negeri. Jalan-jalan saya biasanya keliling sudut kota, naik angkot sendirian ke tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Tapi semua berubah sejak saya mulai pindah kembali ke Cimahi. Saya sadar setelah melihat tulisan-tulisan saya. Bahkan ketika di Banggai, saya cenderung menulis tentang perjalanan ya karena kebetulan sedang jalan-jalan dengan teman-teman saya. Bukan karena saya menginisiasi jalan-jalan tersebut.

Sekarang apalagi setelah punya anak. Jalan-jalan malah jadi sesuatu yang kadang mengerikan buat saya :) banyakan repotnya daripada senangnya. +Pandemi, yah sudah deh. Kebanyakan di rumah. Tapi 2021 keluarga kami dapat banyak kesempatan untuk berkelana ke tempat-tempat baru bersama Rana. Sesuatu yang bahkan tidak kami rasakan di tahun-tahun sebelumnya. Karenanya saya ingin kembali menulis tentang perjalanan. Setidaknya di blog ini, hitung-hitung kenang-kenangan untuk Rana. Supaya suatu saat ketika ia sudah pandai membaca, ia tahu kemana saja ia berkelana bersama Ayah Ibunya. Dan karena hal itu saya ingin kembali membaca cerita perjalanan. Agustinus Wibowo bukan nama sembarangan di dunia tulisan perjalanan. Semoga setelah membaca bukunya, saya bisa kembali semangat menulis kisah kami melangkahkan kaki! 


Rana di Argo Wilis, Desember 2021



Sepertinya semua buku dari @rabbitholeid gak perlu dipertanyakan lagi kualitas konten, ilustrasi dan kualitas bahannya ya. Kami hampir punya semua buku Rabbithole di rumah sejak ada Rana. Salah satu buku Rabbithole favorit Rana dan Ibunya juga judulnya "Papa". Buku ini cocok sekali buat bayi karena tidak ada tulisan kecuali tulisan papa dan dada di setiap lembarnya.

Seperti buku anak pada umumnya, buku ini amat mengutamakan ilustrasi. Di buku ini digambarkan kehangatan ayah dan anak baik ketika ayah ada di rumah ataupun harus kerja dan ga di rumah karena urusan tertentu.

Saya juga suka lembar dimana sang Ayah ajak anak perempuannya keluar untuk main dan Ibu digambarkan bekerja/berkarya depan laptopnya. Rasanya seperti Ayah sedang memberikan Ibu 'Me Time', walau gak lama.

Walaupun hal-hal yg tergambar disini amat konvensionaal sekali hihi: ibu masak, ayah bekerja, ibu dirumah, anak punya ibu ayah lengkap. Rasanya pas buat saya untuk mengenalkan kalau ayah dan ibu sama2 melakukan hal terbaik untuk anaknya. Juga pas untuk pengenalan anggota keluarga buat Rana yang digambarkan persis seperti dibuku tersebut, tidak punya kakak dan adik di keluarga.

Tapi tentu perlu juga mengenalkan bacaan lainnya pada anak agar ia tahu gak semua anak dan keluarga gambarannya sempurna seperti yg ada di buku ini.

Seperti judulnya, yang paling sering bacakan buku ini buat Derana adalah ayahnya. ❤️

Konten:4/5
Ilustrasi: 5/5
Cocok untuk usia: 0 - 3 tahun
Bahan: Board book
Penerbit: Rabbithole


 


Hai! Setelah memutuskan beli eReader di Agustus lalu, baru kali ini saya mau review produknya dan menyampaikan pros-cons dari eReader yang saya miliki. Sebelumnya saya mau disclaimer dulu kalau review ini tidak disponsori pihak manapun ya hehe dan tentu saja bersifat subjektif.

Memutuskan membeli eReader


Saya cukup lama mikir-mikir mau beli eReader, setidaknya sejak awal tahun 2021  maju mundur mau beli Kindle waktu itu, tapi mundur karena mau lihat konsistensi baca terlebih dahulu. Terutama baca eBook, gataunya record baca saya di 2021 mantap betul hahaa setidaknya dibanding tahun sebelumnya. Dan salah satu faktor besar yang bantu saya baca dengan bringas adalah ebook subscription. Setelah lama mikir, akhirnya saya minta hadiah ulang tahun eReader ke Mas Har hihi (gamau rugi), dan saya memang mencari eReader yang android, jadi bisa baca dari beragam platform gak hanya jajan dari kindle. Berjodohlah dengan Onyx Boox Poke 3! ini racun nonton video Sophia Kanaya (Kak Aya) juga sih di YouTube hehe.

Review Asri setelah 4 bulan pemakaian




Nah, saya gak terlalu berani nulis ketika baru banget punya eReader karena ingin merasakan dulu sensasi bacanya setelah beberapa bulan. Sejujurnya saya sempat berada di fase mempertanyakan "ini worth it gak sih?" hehe mana harganya lumayan mahal kan ya (buat saya wkkk). terutama di dua bulan pertama. Ini karena saya punya Samsung Tab yang sebelumnya saya gunakan sebagai eReader saya. Tapi setelah 4 bulan saya benar-benar sayang banget sama eReader mungil ini. Faktor yang paling mempengaruhi adalah pengalaman traveling minggu lalu. Duh! sebagai yang tiap traveling wajib bawa minimal 2 buku untuk dibaca, punya eReader ngurangin sekali beban bawaan!!! Menghindari drama basah-ketumpahan-lecek dan sebagainya juga. eReader kalau basah sebenarnya repot juga tapi karena barang elektronik kali ya, jadinya saya lebih aware dan hati-hati, kaya HP lah memperlakukannya. 

Pros Onyx Boox Poke 3 

- Ringan sekali! :')
- Karena sistemnya android, bisa punya beragam platform baca. Saya punya Kindle, Google Playbook, Gramedia Digital, Rakata, iPusnas dan Scribd
- Baterainya cukup awet (ini saya ga pernah pakai ereader lain ya jadi ga bisa bandingin). Saya biasa matikan wifi kalau sedang baca, dan untuk jam baca satu jam sehari, boox saya bisa bertahan satu minggu tanpa di charge
- Layarnya gak menusuk-nusuk mata lagi, ga kaya tab :') sejujurnya saya bukan tipe yang terganggu loh baca dari device biasa seperti tab atau HP, bisa kuat beratus-ratus halaman. Tapi kok setelah punya boox lihat HP mata jadi cepat perih hehe.
- Enak dibawa traveling! gak perlu lagi bawa buku banyak dan berat
- Nyaman dibaca sambil tiduran
- Enaknya punya eReader kalau punya anak seperti saya: anak tau kapan ibu baca kapan ibu main HP, jadi nantinya Rana tau kalau Ibunya pegang Boox berarti sedang baca

Cons Onyx Boox Poke 3

- Layarnya kecil! 6 inci saja, buat yang biasa baca di tab 10 inc seperti saya, aduh pas awal-awal terus meragukan keputusan beli eReader
- Harganya sedikit lebih mahal dibanding kindle
- Kalau highlight jadi ga kelihatan warnanya (karena hitam putih)

Nah, itu kalau dilihat banyakan prosnya setelah 4 bulan pakai, kalau dua bulan lalu nulisnya mungkin kebalik sih hihi. Kalau teman-teman ada rencana beli atau cari eReader, lebih baik kenali sesuai kebutuhan ya. 




Walau sekarang punya eReader, saya masih cukup rajin jajan buku fisik. Karena sensasi bau buku fisik dan rasa menyenangkan membalikkan lembar buku menurut saya gak pernah tergantikan. Ditambah lagi dengan membeli buku fisik, kita bisa bantu industri perbukuan di Indonesia terutama, bisa tetap bertahan di masa sulit. Oiya, ada satu hal lagi: sebelum memutuskan membeli eReader, pastikan sudah tahu kalau akan tetap ada uang keluar buat beli buku digital ya! jangan download buku bajakan. Makanya saya pilih eReader yang android base, supaya bisa cari harga paling murah +kalo bisa gratis di iPusnas hehe. 

Sekian teman-teman! Terima kasih sudah mampir.
Aku beli di toko ini ya: https://tokopedia.link/8s3OG2CMMob  Ini tokonya dijamin terpercaya karena booxku sempat bermasalah di awal, tapi langsung diganti dan respon penjual amat cepat!

We somehow managed to make a trip from Cimahi, our hometown to Bengkalis, an island in Riau Province that only 2 hours away by ship from Malacca, Malaysia. 

Istana Siak


Pekan lalu saya, Mas Har dan Rana melakukan perjalanan jauh pertama kami dari rumah ke tempat projek kerja Mas Har saat ini di Pulau Bengkalis, Riau. Ada satu alasan berat kenapa saya ingin ikut pergi, bukan karena ingin liburan atau ingin jalan-jalan, tapi karena ingin bertemu Emak! Emak Ilin, sahabat saya dan Mas Har, rekan satu penempatan waktu Indonesia Mengajar di Banggai dulu. 

Karena sedang pegang project kerjaan yang cukup menyita waktu, saya sampai gak melakukan riset sama sekali perjalanan kesana akan bagaimana, hotelnya gimana, tempatnya gimana bla bla bla semua saya skip dan saya percayakan pada Mas Har. Jelang hari H, baru saya sadar kalau perjalanan kesana lumayan berat dan Ya Allah lumayan banget ke Bengkalis bawa bayi haha. 

Sebetulnya saya gak banyak jalan-jalan di Bengkalis, jadi ga bisa banyak cerita juga ada apa aja disana hehe. Karena saya sama sekali gak ambil cuti, saya ajak adik saya untuk bantu gantian jaga Rana di kamar hotel. Kami keluar hanya waktu cari makan. Ada beberapa hari juga bisa jalan-jalan sore sih sama Mas Har Naik motor keliling kotanya. Tapi part paling seru dari perjalanan ini ya emang ketemu Emak dan nyicip perjalanan pertama yang cukup jauh buat Rana. +Makan Seafood haha!

Pengalaman terbang pertama Rana

Bertemu Emak setelah terakhir temu 2019 di Jakarta


Jauh-jauh ke Bengkali, tetap nemenin Ibu kerja di Hotel


View restoran di hotel tempat menginap: pohon dan rawa-rawa mangrove

Di Pantai Selat Baru, Bengkalis

Nyebrang dari Bengkalis ke Sumatera


Jujur saya agak gak siap untuk perjalanan ini, plus pergi dimasa peralihan cuaca ini agak ngerepotin karena: berangkat semua fit, pulang kami berempat sakit. 

Mumpung masih hangat sekali perjalanannya, saya mau kasih beberapa tips untuk teman-teman yang ingin melakukan traveling bersama bayi di masa covid. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan kalau teman-teman juga ingin melakukan perjalanan serupa:

1. Pastikan tahu level PPKM di lokasi kamu dan lokasi yang akan didatangi, ini akan mempengaruhi persiapan tes covid yang perlu dilakukan. 
2. Pastikan tahu kebijakan COVID Test di Masing-masing Bandara! INI PENTING sekali karena ternyata kebijakan di Soetta berbeda dengan bandara lainnya di Indonesia. Di Soetta bayi boleh pakai surat antigen, di Bandara Pekanbaru bayi wajib PCR. 
3. Siapkan dokumen-dokumen keluarga seperti KK (ini jadi verifikasi waktu bawa bayi di bandara), bawa salinan copynya aja cukup!
4. Bawa semua perlengkapan bayi essential! perlak (yg bisa dilipat), popok, baju ganti, minyak telon (kalau pakai) disiapkan di satu tas sendiri. +mainan kalau bayinya sebesar Rana sudah mulai asyik pegang-pegang benda. 
5. Kesiapan makan! ini yang saya merasa banyak miss nya karena Rana baru banget MPASI :'(, saya menyiapkan makanan instan (bubur dan biskuit) bawa termos air panas untuk seduh makanannya, bawa mangkuk dan alat saring makanan, sendok dan beli alat cucinya di dekat hotel. 
6. Jika memungkinkan, pilih penerbangan yang jamnya lebih baby friendly. Misal kalau dikasus saya, penerbangan jam 8.00 pagi malah agak bikin Rana gak nyaman karena harus nyubuh dari Bandung. Tapi pas pulang enak banget, penerbangan jam 1.45 siang, gak rusuh pagi-pagi dan gak bikin Rana Cranky.

Sekian catatan jalan-jalan yang cukup berantakan kali ini, nanti kalau sedang mood saya rapikan ya :').
Atau bikin deep review lainnya di postingan lain! 

 



Bulan September kemarin saya cukup intense baca buku-buku misteri, membaca dua karya Keigo Higashino lainnya yang sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, mengenal karya Minato Kanae dan berkenalan dengan Robert Galbraith, a.k.a J.K. Rowling. Ah iya saya membaca satu buku non-fiksi di bulan September, buku yang saya beli di BBW akhir bulan Agustus lalu, seri The School of Life judulnya: How to Worry Less about Money. Buku terkhir berjudul Seribu Wajah Ayah, buku ang diulas di sesi #SelasaBahasBuku - nya Hayu Maca.

1. Penance - Minato Kanae

Blurb: Lima orang anak perempuan kelas 5 SD main bareng di halaman sekolah waktu hari libur, salah satu dari mereka meninggal dibunuh seorang laki-laki yg mengaku sedang mereparasi sesuatu di sekolah. Waktu interogasi, gak satupun dari ke4 temannya ingat sama Wajah atau ciri pembunuh. Sang ibu dendam dan menuntut ganti rugi.

Aku sudah membaca Confession & Penance, personally aku merasa level 'sadis'nya penance tuh dibawah Confession. Tapi background cerita Penance tentang apa yg terjadi sebelum Emily dibunuh benar-benar bikin aku mual dan gak nyaman. Somehow aku merasa perlu ada TW atau tulisan trigger warning setidaknya dibagian belakang buku, untuk kasih tau kalau buku ini akan bikin ga nyaman penyintas pelecehan seksual.

Ada satu hal yang bikin buku ini amat menarik buatku. Gimana cara penulis menggambarkan perasaan jujur anak-anak ketika ada anak lain yg 'lebih' dari mereka. Ada anak yg merasa terancam posisinya karena ada anak baru yg lebih OK, ada yg merasa iri, level gak nyaman yg biasa aja tp lama-lama jadi bete juga. Ini natural banget kejadian di anak-anak tapi jarang keangkat ke permukaan. Makanya buatku cara penulis menyampaikan perasaan-perasaan ini menarik dan sempurna sekali.


2. Confession karya Minato Kanae


Blurb ceritanya cukup jelas dibelakang buku: seorang guru kimia yg Mengajar di sebuah SMP, baru saja kehilangan anak perempuan berusia 4 tahun yang meninggal di sekolah tempat ia bekerja. Walau ditemukan tenggelam dan ditetapkan sebagai kecelakaan, Ia tak percaya dan yakin kalau anaknya dibunuh oleh dua orang muridnya.

Aku menuliskan review lengkapnya disini ya: Review Asri: Buku Confession karya Minato Kanae | Asri Swear

3. Malice  karya Keigo Higashino

Blurb: Malice bercerita tentang seorang penulis terkenal, Kunihiko Hidaka yang ditemukan meninggal di rumahnya, sahabat penulis tersebut, Osamu Nonoguchi kemudian menjadi salah satu tersangka.

Ini karya Keigo Higashino yang cukup lawas, pertama terbit di 1996. Awalnya saya agak bingung karena belum lihat tahun terbitnya buku ini. Ternyata settingnya 'jaman awal internet'. Ada beragam tema yang diambil di buku kali ini, tapi buat saya yang paling mencolok adalah Bullying.

Buku ini menggambarkan bagaimana bullying menyebabkan perilaku yang gak kita bayangkan sebelumnya, juga bagaimana kita dibuat kesal dengan alasan beberapa orang yang melakukan bullying: "kalau lihat dia kesal aja" ga ada alasan khusus. Iyuuuh! Dan ya seperti banyak kasus pada umumnya: Bullying terjadi di sekolah.

Buku seri Detektif Kaga yang pertama yang saya baca. Buku Keigo keempat yang saya baca. Dan seperti buku Keigo Higashino lainnya: SERU!

4. The Newcomers - Pembunuhan di Nihonbasi karya Keigo Higashino

Kali kedua bertemu Detective Kaga setelah Malice :') saya sepertinya naksir Kaga di The Newcomers nih hihi. Blurb: Kaga baru saja pindah ke kantor kepolisian wilayah baru. Ada kasus pembunuhan seorang wanita di apartmentnya, Kaga kemudian mendatangi orang-orang yg berkaitan dengan kasus ini.

Bedanya buku ini sama Malice, aku merasakan kehangatan di tiap cerita di buku ini. Cara Kaga ngobrol sama orang, mengungkapkan misteri-misteri kecil di kehidupan orang2 yg ia jumpai, duh ini vibe-nya mirip Namiya.  Poin bagus dibuku ini adalah tentang fatherhood. Hubungan tiga ayah - anak yang menarik sekali untuk dipahami lebih lanjut.

Saya berencana menulis lebih lanjut terkait buku ini di blog hehe jadi saya tulis sedikit saja ya tentang buku ini di sini

5. The Cuckoos' Calling / Dekut Burung Kukut karya Robert Galbraith / J.K. Rowling



Sudah lama sekali ga baca buku tebal & gede gini haha, sebetulnya ada beberwpw buku seperti Second Sisters nya Chan Ho Kei, tapi karena baca buku digitalnya, ga kerasa tebalnya.

Ini saking tebal & beratnya, akhirnya justru setengah bagian buku ini saya baca digitalnya, karena ada di Gramedia Digital.

Tokoh utama di buku ini adalah Cormoran Strike, detektif yang hampir bangkrut, baru putus dari tunangannya yang udah barengan 16 tahun, yang tinggal di London. Ah iya, Strike juga mantan tentara gitu, dia pernah ikut perang di Afghanistan dan bawa oleh-oleh berupa salah satu kakinya mesti diamputasi.

Kasus dibuku pertama ini, Strike, yg lagi broke banget dimintai bantuan oleh kakak seorang model terkenal yg baru aja diberitakan mati bunuh diri, melompat dari flatnya. Kakaknya ga percaya kalau adiknya bunuh diri, dia yakin ada orang yg bunuh adiknya. Saya cukup senang baca cerita detektif yang detektifnya digambarkan gak sempurna haha. Kebanyakan baca Sinichi/Conan atau detectif lainnya yg keknya ga mikirin uang buat makan tuh rasanya too good to be true banget ya haha.

Sejujurnya aku merasa ritme di buku ini agak lambat gitu hihi, kita gam melulu baca penyelidikan Strike saja, tapi juga masa lalu & hubungan Strike dengan ayahnya, ibunya, banyak deh hehe. Seru tapi gak yg seru banget kaya Harry Potter (lah, As!!) haha, seru sih aku menamatkan bukunya dan cukup terkejut sama plottwistnya. 🤗

6. The Silkworm / Ulat Sutra karya Robert Galbraith / J.K. Rowling



Seri kedua dari bukunya Robert Galbraith yang menceritakan kisah Cormoran Strike sebagai seorang Detektif Partikelir bersama partnernya Robin. Kali ini kasus yang menjadi inti cerita dari buku
532 halaman ini fokus pada pencarian seorang penulis yang menghilang. Penulisnya tidak terlalu terkenal sebetulnya sampai bisa bikin geger seantero London, seperti saat Strike memecahkan kasus Lula Laundry di buku pertama, tapi ketika menemukan sang penulis dengan kondisi mengenaskan dan sama persis dengan deskripsi di buku yang ditulis penulis terakhir kali, kasus ini jadi kasus yang kontroversial.

Di buku ini Strike digambarkan sebagai detective yang mulai melejit dan punya banyak klien, efek dari ketenaran di kasus pertama yang luar biasa. Tapi kita juga masih melihat Strike yang penuh perhitungan, ngirit haha dan aku suka karena lebih manusiawi. Sisi manusiawi yang agak emosional juga ditunjukkan dengan keberpihakan Strike pada istri sang penulis yang sebenarnya banyakan main instingnya.

Robin mulai diberi peran untuk naik kelas dari awalnya bekerja dibelakang meja, mulai melakukan sesuatu di lapangan, bahkan tanpa Strike. Dibanding buku kedua ini, cerita di buku pertama masih lebih menggigit sih buatku pribadi. Tapi tetap bikin penasaran siapa sih pelakunya 😂

7. How to Worry Less about Money karya John Armstrong

How to worry less about money, buku dari tiga buku seri The School of Life yang saya baca pertama.

Penulis membuka awal bagian buku ini dengan bedanya money worry dengan money troubles. Kebanyakan dari kita punya masalah di 'money worry' ini. Bingung dan punya ketakutan kalau gak punya uang bakal gimana. Nah, dibagian awal, penulis bantu kasih guidance dengan beberapa pertanyaan, seperti, sebetulnya kita butuh uangnya buat apa? Dan apakah itu penting buat saya? Penulis secara spesifik minta kita menuliskan jawaban dari pertanyaan2 di slide dua supaya jelas, kita khawatir gak punya uang karena apa.

Selain bantu kita untuk mengurai kekhawatiran, penulis juga menegaskan kalau pada banyak pengalaman, cara kita berinteraksi dengan uang tuh lebih banyak mainin aspen psikologi-nya, dibanding aspek ekonomi hihi. Jadi inget buku psychology of money yaa (yg sampai skrg belum Tamat saya baca hehe).

Ada Bagian menarik di buku ini tentang gimana uang sebetulnya gak se begitu increase happiness, kalau kita udah 'punya' uang sebelumnya. Beda sama kalau sebelumnya ga punya uang, ga punya penghasilan, money does increase happiness.

Buku ini juga mengulas keterkaitan antara uang & pernikahan. Hehe. Sebuah bacaan ringan yang berat, atau berat yg ringan ya wkk, karena ga pake bahasa yg susah banget bamuat dipahami, tapi tetap butuh waktu beberapa hari buat saya baca buku ini. Ini pun kayanya belom paham betul semuanya :')

8. Seribu Wajah Ayah karya Nurun Ala


Blurb: Buku ini berkisah tentang seorang anak yg pulang ke rumah setelah Ayahnya meninggal, kemudian ia throwback ke masa-masa sejak lahir hinggal saat ini melalui sebuah album dengan 10 foto berisi kenangan penting di dalamnya.

Sebagai seorang anak yg udah ditinggal bapak lebih dulu menghadap Tuhan, berada diposisi yg sama dengan tokoh 'aku' di buku ini yg juga ga ada disamping Ayahnya ketika berpulang, bab-bab awal benar-benar menguras emosiku. Aku sampai ikut meneteskan air mata.

Saya cukup menikmati membaca buku ini tapi juga agak kurang nyaman dg kutipan-kutipan dari penulis, tokoh, nabi atau sahabat nabi, bahkan quran yg ada di buku ini. Jadinya menurutku agak ngagokin menikmati cerita yg udah dibangun dengan oke sama penulis. Padahal bisa banget diisi dengan pendalaman kejadian-kejadian yg bikin saya sebagai pembaca makin-makin merasakan penyesalan tokoh utama karena agak terlambat memahami ayahnya.

Konflik dibuku ini juga dibangun dengan agak terburu-buru di akhir, kalau dari tengah alur konflik ini dibangun, mungkin aku bisa cukup memahami 'perang dingin' yg terjadi antara anak & ayahnya ini. Tapi karena terkesan buru-buru, aku jadi merasa 'yg penting ada moment benturan' yg bikin tokoh utama & ayah gak saling bicara.

Aku suka sekali tokoh aku yg dibuat tanpa nama dan tanpa gender, jadinya berasa tokoh utamanya adalah aku sendiri. Ini beneran! Sebelum masuk baca konfliknya, aku bahkan membayangkan tokoh utamanya pas SD rambutnya dikucir dua. Tapi membaca 'petuah' sejak sang anak mulai jatuh cinta, cara anak & ayah ini berseteru juga, langsung bikin aku mikir, aduh ini mah konflik ayah & (biasanya) anak lelakinya hihi. (ini generalisasi tapi ya menurutku begitu).
--

⭐⭐⭐
Cukup ok untuk dibaca. Ringan, gak terlalu tebal dan bikin hati hangat 🤗 tersedia di @gramediadigital


----

Sekian rangkuman bacaanku di bulan September ini! hihi agak telat bikin rangkumannya dan sudah mulai baca beberapa buku di bulan Oktober ini yang masih amat sangat didominasi buku-buku misteri :)

 


Sebab ayahmu sudah berjanji untuk mencintaimu hingga akhir hayatnya. ia paham betul konsekuensi yang harus dihadapi sebagai seorang pecinta sejati. Pecinta sejati dituntut untuk memiliki ketulusan memberi tanpa harap kembali. Dan pecinta sejati harus  belajar untuk membebaskan-- merelakan orang-orang yang dicintainya melakukan kebaikan-kebaikan yang akan menumbuhkannya 
-- Hal. 42 - Seribu Wajah Ayah, Nurun Ala.

--
Blurb: 
Buku ini berkisah tentang seorang anak yang pulang kembali ke rumah setelah ayahnya meninggal. Ia kemudian diajak kembali ke masa lalu sejak ia lahir hingga saat ini melalui sebuah album yang berisi 10 foto kenangan-kenangan penting dirinya dan sang ayah.

Sebagai seorang anak yang sudah ditinggal Bapak lebih dulu menghadap Tuhan, berada diposisi yang sama dengan tokoh 'aku' di buku ini, yang juga tidak ada disamping ayahnya ketika berpulang, aku merasa sangat nyambung dengan si tokoh Aku. Makanya bab-bab awal betul-betul menguras emosiku. Aku sampai meneteskan air mata dan agak sesenggukan waktu tahu perjuangan awal ayahnya ini.

Sesuai jumlah foto dalam album tersebut, penulis membagi buku ini dalam 10 bab yang menjelaskan tentang foto-foto tersebut. Oh iya, akan ada ilustrasi yang menggambarkan beberapa foto di tiap babnya, dan ilustrasinya bagus sekali, membuat kita makin mudah memvisualisasikan isi buku. 

Ada yang menarik juga dibuku ini, hingga awal sampai akhir, si tokoh aku ini dibuat tak bernama bahkan tak ada juga keterangan gender si aku yang membuat kita sebagai pembaca baik laki-laki ataupun perempuan bisa tetap relate dengan isi buku. Aku suka sekali tokoh aku yg dibuat tanpa nama dan tanpa gender, jadinya berasa tokoh utamanya adalah aku sendiri. Ini beneran! Sebelum masuk baca konfliknya, aku bahkan membayangkan tokoh utamanya pas SD rambutnya dikucir dua. Tapi membaca 'petuah' sejak sang anak mulai jatuh cinta, cara anak & ayah ini berseteru juga, langsung bikin aku mikir, aduh ini mah konflik ayah & (biasanya) anak lelakinya hihi. (ini generalisasi tapi ya menurutku begitu).
--

📝 Aku cukup menikmati membaca buku ini tapi juga agak kurang nyaman dg kutipan-kutipan dari penulis, tokoh, nabi atau sahabat nabi, bahkan quran yg ada di buku ini. Jadinya menurutku agak ngagokin menikmati cerita yg udah dibangun dengan oke sama penulis. Padahal bisa banget diisi dengan pendalaman kejadian-kejadian yg bikin saya sebagai pembaca makin-makin merasakan penyesalan tokoh utama karena agak terlambat memahami ayahnya.

📝 Konflik dibuku ini juga dibangun dengan agak terburu-buru di akhir, kalau dari tengah alur konflik ini dibangun, mungkin aku bisa cukup memahami 'perang dingin' yg terjadi antara anak & ayahnya ini. Tapi karena terkesan buru-buru, aku jadi merasa 'yg penting ada moment benturan' yg bikin tokoh utama & ayah gak saling bicara.


⭐⭐⭐ 3/5
Cukup ok untuk dibaca. Ringan, gak terlalu tebal dan bikin hati hangat 🤗 tersedia di Gramedia Digital, Dan Oiyaaa ilustrasinya jempol sekali. Bagus!

 


Buku dengan genre misteri - iyamisu pertama yang saya baca: Confession. 

Saya cukup suka cerita-cerita misteri, waktu SMP saya banyak membaca Detective Conan dan Petualangan Lima Sekawan karya Enid Blyton, berikutnya membaca buku-buku dan komik detective dan yaa, yang saya pikirkan genre misteri itu berkisaran disitu-situ aja. Paling yang lainnya lebih ke misteri - horror, seperti Jurnal Risa kali ya, yang sama sekali gak pernah mau saya baca karena: Saya penakut. 

Eh kali ini kenalan lah saya dengan genre iyamisu ini, genre misteri yang lebih ke psikologi thriller, disebut iyamisu karena katanya kalau baca bikin kita berucap 'ewww' atau 'iyuh' dalam bahasa Jepang. Makanya disebut Iyamisu, dan kali ini saya baca karya Ratu Iyamisunya langsung: Minato Kanae. 

--

Blurb ceritanya: Seorang guru kimia yang mengajar di SMP, yang juga walikelas, baru saja kehilangan anak satu-satunya yang baru berusia 4 tahun. Penyelidikan memutuskan kalau ini adalah kecelakaan yang terjadi karena anak terpeleset di kolam renang sekolah tempat sang ibu mengajar, tapi ibunya gak percaya dan dia yakin sekali kalau anaknya dibunuh oleh dua orang muridnya.

Setelah membaca satu bab pertama di buku ini, saya langsung paham kenapa bisa ada genre iyamisu, karena baca ini benar-benar kasih sensasi gak nyaman ke saya, apalagi ditambah konteks saya baru aja punya anak perempuan usia 4 bulan, baca buku ini disamping anak saya akhirnya bikin saya stop baca dulu dan ganti bacaan lain yang lebih manis. YA! Dampaknya bikin se gak nyaman itu.

Walaupun begitu, saya tetap gak tahan dan baca bukunya sampai tamat. 


Di tiap babnya, kita akan diajak untuk lihat point of view dari masing-masing orang yang terlibat dalam kasus ini. Sang guru, murid-murid tertuduh pelaku, orang tua murid, ketua kelas dan kakak pelaku. Sepertinya dari semua point of view ini, yang aman ya membaca POV kakak pelaku saja :'), sisanya kita dibikin mikir "waduh, bisa ya manusia punya pikiran kaya gini. 

Sesungguhnya, ketika saya baca buku fiksi, saya lebih memilih ingin menikmati saja, gak mau ambil 'pelajaran' atau 'nilai-nilai' terlalu serius, lebih ingin mendalami emosi dan perasaan tiap tokoh dan mengikuti alur yang disajikan penulis. 

Tapi baca buku ini, mau ga mau bikin saya mencatat beberapa point pelajaran yang menurut saya penting dan ini sebetulnya amat sangat kontekstual dengan kondisi sosial masyarakat Asia. 

It takes village to raise children

Jadi Ibu itu tugas yang berat. Kasus siswa A dan siswa B keduanya menceritakan hubungan rumit antara siswa tersebut dengan ibu mereka. Pada siswa A, ia mencari penerimaan sang ibu akan dirinya yang biasa-biasa saja. Siswa B, mencari perhatian yang tidak ia dapatkan setelah ayah dan ibunya berpisah. Walaupun tak ada satu kalimatpun yang menyalahkan Ibu mereka dibuku ini, tapi secara eksplisit saya rasa itulah yang akhirnya muncul. Berat sekali membayangkan penghakiman semua orang karena kita dianggap 'gagal' mendidik anak, padahal faktor seorang anak melakukan hal-hal diluar norma juga bisa jadi bukan hanya dari sosok ibu, tapi juga hilangnya sosok ayah (yang juga digambarkan disini), lingkungan-- gak hanya orang tua, semua punya peran penting dalam pembentukan karakter anak. 

So it's true ya, lewat buku ini aku belajar kalau it takes village to raise children. 

Aku harap teman-teman yang baca gak menitikberatkan kesalahan hanya karena hilangnya sosok ibu. 

Jadi guru adalah tugas berat

Aku cukup kaget ketika siswa A, yang dituduh melakukan pembunuhan oleh guru, punya kekecewaan hanya karena ia merasa sang guru gak datang langsung ke tempat dia waktu sedang ada masalah, dan merasa si guru lebih memilih anaknya dibanding siswa A!

I mean!!! huuuhah, entah ini hormon anak SMP awal puber yang selalu merasa dirinya adalah center of the world atau gimana ya! tapi kan ya emang seharusnya dia mikir kalaupun gurunya pilih anaknya, itu adalah hal wajar toh! Agak kurang tepat rasanya ia mengharapkan ini dari gurunya, alih-alih keluarganya. Dan lagi, dia sebenarnya udah dijemput sama guru dari kelas lain. (di Bab 1 akan dijelaskan alasannya kenapa).

Jadi guru, mau di Jepang mau di Indonesia. Capek :'), terlalu banyak tuntutan sana sini. Nah tapi lebih capek lagi jadi guru SMP yang harus menghadapi emosi anak-anak baru puber. Ini alasan saya gak pernah mau ngajar anak SMP selama 5 tahun ngajar dan beberapa kali berkesempatan buat 'ngajar' anak-anak SMP.

--

Pada akhirnya saya malah mengulas ini dari sisi parenting dan pendidikan yaa :') tapi rasanya gak bisa enggak. Malam tadi saya tamat membaca buku kedua Minato Kanae yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia: PENANCE dan rasanya ulasan saya pada akhirnya juga akan kembali ke pendidikan dan parenting, karena itu relevan sekali dengan buku buku yang selama ini saya baca, plus pengalaman saya sebagai guru dan orang tua baru. 

Bagi saya, buku ini bukan buku untuk semua orang, terutama orang tua yang mungkin punya balita ya. Gak semua orang sanggup membaca cerita-cerita seperti ini. Tapi kalau teman-teman cukup suka cerita misteri, boleh nih dicoba!

Oiya, saya juga membuat ulasan dalam bentuk video yang bisa teman-teman saksikan disini ya: 



Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • Review Buku Angsa dan Kelelawar karya Keigo Higashino
  • Sabtu yang Menyenangkan dan kenapa saya suka membeli bunga
  • Review Asri: Manabeshima Island Japan karya Florent Chavouet
  • Main ke Toko Buku Pelagia Bandung
  • Review Asri - the house of my mother karya Shari Franke

Arsip Blog

  • ▼  2025 (16)
    • ▼  Mei 2025 (3)
      • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yu...
      • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim ...
      • Tiap Anak Berbeda, Termasuk Proses Melahirkannya; ...
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes