Journal Asri
Pergilah dari daerahmu, maka kau akan lihat betapa luasnya dunia


Saya pertama kali mendengar kata-kata tersebut dari seorang senior yang sangat saya hormati sekitar satu setengah tahun yang lalu. Sebenarnya istilah itu agak salah sasaran kalau diarahkan kepada saya, mungkin lebih kepada teman-teman saya yang lain yang memang asli orang Bengkulu. Saya memberi anggukan setuju tentang perkataan itu karena memang benar, pergi dari daerah asal memang membuat kita lebih terbuka, bukan hanya mata kita yang terbuka dengan betapa luasnya negeri ini, tapi pikiran kita yang juga terbuka dengan pola pikir setiap orang yang berbeda di daerah lain, hati kita juga ikut terbuka dengan mengingat agungnya ciptaan Tuhan.
Teman-teman saya memang selalu bilang saya aneh, gadis tamatan SMA asal Cimahi yang hanya berjarak beberapa kilo dari Bandung, tapi malah kuliah di kampus yang sangat-sangat tidak terkenal kecuali di daerahnya sendiri. Universitas Bengkulu. Sampai sekarang kalau ditanya kenapa saya masih suka bingung menjawabnya, biasanya saya hanya menjawab 'entahlah', yang pasti hanya satu hal. Saya tak pernah menyesal pergi dari Cimahi untuk kuliah disini.
Di awal tentunya saya sangat sangat merasa tidak betah disini. Jauh dari orang tua, beradaptasi dengan lingkungan baru, budaya baru, bahasa baru dan cara belajar baru. Satu semester lamanya saya masih berpikir bagaimana caranya membuat saya betah dengan kondisi tersebut. Di semester kedua saya menemukan jawabannya, 'Organisasi' yap, rajin berorganisasi dan berdiskusi dengan teman-teman lintas fakultas dan jurusan, membuat pikiran saya lebih terbuka. Saya yang tadinya mahasiswa kuliah pulang kuliah pulang jadi berubah, lebih sering menghabiskan waktu di kampus.
Saya bukan seorang aktivis hebat seperti beberapa orang yang saya temui dikampus, atau debater dan pembicara hebat seperti beberapa teman dekat saya, saya menjadikan organisasi sebagai tempat menyalurkan pikiran juga hobi. Saya sangat suka menulis, walaupun tulisannya berantakan dan tak karuan, makanya saya bergabung di UKM Jurnalistik kampus, dan sebagai pelengkap saya juga mengikuti sekolah kader bangsa yang diadakan BEM Unib, mereka banyak berdiskusi dengan mengundang tokoh-tokoh yang sedang in waktu itu.
Seiring berjalannya waktu saya makin banyak bergabung banyak organisasi, ada yang bertahan, ada yang hanya ikut datang beberapa kali, maklum, saya seperti mencari jati diri waktu mencari organisasi apa yang pas untuk saya. Selain itu saya juga jadi makin sering di kampus, datang pagi pulang magrib, belakangan malah sering pulang malam, hanya karena ingin berkumpul dengan teman-teman. Saya makin mencintai daerah baru saya ini, karena mendapat teman-teman baik dan kegiatan positif disini.
Tapi tak cukup hanya disini bukan ? Dunia bukan hanya Jawa dan Sumatera. Saya juga ingin menjelajah di daerah lain untuk membuktikan betapa luasnya dunia secara langsung. Ingin menimba berbagai pengalaman, menikmati indahnya ciptaan Tuhan, Mungkin traveling jawaban yang tepat untuk keinginan saya, sayangnya kegiatan yang satu itu sangat sulit saya lakukan, biasanya semua persoalannya ada di dana :P.
Karena itu ketika beberapa waktu lalu Universitas saya membuka seleksi untuk pertukaran mahasiswa, saya bergabung, berharap bisa pergi melihat tempat lain walaupun dengan kemampuan bahasa asing pas-pasan. Saya mendaftar untuk pertukaran di Universitas Sains Malaysia, dan saya diterima bersama 14 mahasiswa lainnya di Negara dan Universitas berbeda, tapi beberapa hari yang lalu saya dikabari bahwa program saya akan dipindah ke Thailand karena beberapa masalah dengan universitas di Malaysia. Awalnya saya Shock. karena Thailand benar-benar berbeda dengan Malaysia, beberapa teman yang pernah kesana mengatakan bukannya kita akan mengupgrade bahasa Inggris disana tapi kita harus belajar bahasa thai jika ingin berkominukasi dengan baik dengan warga sana.
Mungkin ini memang jalannya, saya pikir ini cara Tuhan menunjukkan betapa luasnya dunia pada saya, plus plusnya, Tuhan juga akan menunjukkan betapa banyaknya bahasa di Dunia dan Ia tetap mengerti apa yang di ucapkan hambaNya. Saya benar-benar menunggu pengalaman kali ini. Oktober ini saya akan berangkat :)

Just go !

Dua bulan di Cimahi membuat saya benar-benar merindukan pantai. Apalagi sebelum liburan kemarin hampir setiap hari saya berada di pantai untuk melihat matahari tenggelam. Semacam kebiasaan, dan Pantai benar-benar cantik waktu warna-warna jingga menggantung di atasnya. Air laut juga berkilau, dan bukan hanya saya yang menikmati aktifitas rutin matahari tersebut, biasanya di area ramai seperti sport center, cukup banyak orang yang menunggu hal sama. Jika ingin tempat yang sepi saya biasanya menunggu sunset ke arai pantai pasir putih.
Setelah seminggu kembali di Bengkulu, baru sabtu kemarin saya bisa kembali melihat sunset, disini sedang musim hujan, jadi hari-hari belakangan sunset jadi fenomena langka. Karena kebetulan malam minggu, sangat banyak orang di pantai, mulai dari yang jalan-jalan menghabiskan waktu yang berkualitas dengan keluarganya, anak-anak SMP yang dari pulang sekolah masih di pantai dengan seragamnya, beberapa bolak-balik didepan saya sedang jogging, banyak juga yang duduk berdua dengan kekasihnya.
Semuanya menunggu satu peristiwa yang ditunggu-tunggu seminggu belakangan : Sunset






Minggu pertama di kampus, saya bertemu dengan teman Ronald, mahasiswa pertukaran pelajar dari Kamboja yang akan tinggal selama satu semester di Bengkulu. Rasyid namanya.
Here's Rasyid, mirip orang Indonesia kan ?
Agak kagok sih sebenarnya, dia hanya bisa bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan kami, tapi masalahnya bukan komunikasi dalam bahasa inggris, karena wajahnya yang sangat sangat Indonesia orang biasanya langsung menatap ke kami, mungkin disangkanya kami sok-sokan karena berbicara dengan bahasa Inggris, padahal kan . .

Nah Hari minggu kemarin saya, Renti dan Ronald mengajak Rasyid untuk jalan-jalan naik sepeda di Pantai Panjang Bengkulu. Dia kelihatannya lumayan senang sih, soalnya dari ceritanya Kamboja pantai cuma ada di empat provinsi.
By the way, walaupun namanya Rasyid, dia bukan seorang muslim. saya juga kaget ternyata dia seorang atheis, soalnya namanya islam banget. Ternyata namanya dia dapat dari nama teman ayahnya yang seorang muslim.
biking

Reflection

the sweden thingsnya Ronald



Ronald Celebration

Catch some little crabs

The crabs

Main air :)

180 degrees

Basah -,-

Hari Sabtu lalu saya tiba di Bengkulu. Keesokan harinya saya dan teman-teman yang lain pergi ke Curup untuk menghadiri undangan pernikahan seorang senior, ini memang sudah direncanakan jauh hari ketika saya di Cimahi, tapi yang membuat saya sangat semangat pergi ke Curup adalah rencana usai menghadiri pernikahan : Mendaki Gunung Kaba.
Narsis sebelum berangkat

Yappp, akhirnya saya bisa naik gunung :)
Nyatanya semangat diawal yang menggebu-gebu tak berimbang dengan kondisi fisik saya. Saya baru sampai dari Cimahi dengan keadaan yang lelah usai perjalanan dua hari di dalam bus. Tapi perjalanan bersama teman-teman yang lain membuat saya tetap bertahan untuk mendaki.
the fog

Kami berangkat sore sekitar pukul setengah lima, rencananya memang ingin menginap dan melihat sunrise dari puncak. Karena berangkat terlalu sore, kami yang setengahnya newbie mendaki gunung berjalan sangat lamban dan kemalaman, kami beristirahat menjelang magrib dan berangkat kembali usai magrib, sekitar 15 menit, hari sudah sangat gelap dan hanya ada satu senter sisanya menggunakan senter handphone, tapi perjalanan di malam hari malah tak semelelahkan perjalanan di awal tadi. Kami semua sampai di tempat camp sekitar jam delapan, langsung sholat dan merapikan tempat tidur.
Tapi tentunya tak langsung tidur :) Bang Lukman, guide kami langsung masak dan membuat makanan untuk kami. Oky membuat api unggun dan Kak Tedi mulai sibuk genjrang-genjreng memainkan gitar. Kami melingkar dan bernyanyi. Langit gelap sekali, sangat berkabut dan tak ada bintang terlihat, kami sempat kecewa tapi ternyata kabutnya sempat hilang beberapa saat dan terlihatlah taburan bintang yang sangat indah.
menunggu pagi

Kami mulai tidur sekitar pukul sepuluh malam, karena mulai gerimis, tapi tak semuanya tidur karena harus berdesak-desakan, jadi Ronald, kak Tedi dan Oky tidur di luar.
Paginya saya dibangunkan oleh alarm handphone dan terman-teman juga sudah bangun semua, usai sholat subuh kami kembali mendaki ke puncak, yang masih lumayan jauh dari camp kami. Bang Lukman kami tinggal karena masih tidur dan tak bisa dibangunkan :) jadilah kami berangkat bertujuh.
Sampai di atas, kabut malah datang dan kami tak bisa melihat apapun, ketika menuruni tangga kabutnya mulai hilang, yang laki-laki malas naik ke atas lagi, soalnya mereka semua memang sudah pernah kesana. Sedangkan bagi kami yang perempuan, this is our first experience. jadi kami naik lagi dan pemandangannya :) :) Subhanallah.
Kawah hidup

selebrasi anak LMND

Yang ditawarkan gunung kaba di puncak adalah kawah hidup yang sangat hidup.

full team

Gunung kaba memang tak setinggi gunung semeru, tingginya sekitar 2000 mdpl. Tapi pengalaman yang diberikan gunung ini 'sesuatu' sekali untuk saya :D
diakhir perjalanan kami melewati kolam air panas dan berendam disana :)



Pemandangan dari atas



Ekstrim yaaa, hati2 kehirup belerangnya

So Beautiful




best picture buat yang cewek jatuh ke Renti lah :)

Yang cowok buat Oky :)


Saya kira nonton persib kemarin adalah hiburan terakhir sebelum kembali ke Bengkulu, well ternyata salah besar. Hari Sabtu saya kedatangan seorang sahabat yang kehadirannya sangat ditunggu dari awal saya datang ke Cimahi. Yapp, Kinan, BFF saya dari sman 5 cimahi. Ia datang dan menginap seperti biasa, sabtu sore kami merencanakan perjalanan yang agak sulit dilupakan sebelum berpisah dan karena dompet yang semakin tipis kami memutuskan untuk jalan ke Leles, Garut.
Begitu memutuskan akan pergi, kami langsung jalan kaki ke stasiun Cimahi mencari info untuk pergi kesana, kereta lokal purwakarta-cibatu berangkat ke arah cibatu dari stasiun cimahi jam 12.50 siang. kagok sekali waktunya dan tak ada kereta untuk pulang ke Cimahi dalam hari yang sama, kami harus pulang naik kereta lagi jam 5 subuh dari stasiun leles. So, kami memutuskan untuk backpacker singkat, ini pengalaman baru buat kami berdua. Hanya membawa Ransel yang isinya jaket dan bekal dari rumah.
Ongkos kereta lokal ke Leles cuma 3.500, harga ini sebenarnya yang membuat saya sangat ingin pergi ke Leles, murah sekali. Kereta datang tepat waktu, dan pemandangan di sepanjang kereta benar-benar menakjubkan, sayang saya bisa mengambil satu gambarpun, kami kebagian duduk disamping kaca yang sudah sangat buram, tapi pemandangannya masih jelas indah jika dilihat dengan mata.
tiba di stasiun Leles

Why Leles ? ini karena informasi tentang the famous Candi Cangkuang, tetangga saya ada yang orang Leles dan terus bercerita tentang candi ini. Saya jadi sangat penasaran, Kami turun dari stasiun leles  hampir jam 3, kami langsung bertanya ke supir angkot yang ada didepan stasiun untuk menuju ke situs candi, menggunakan angkot nomor trayek 10 dan turun tepat di alun-alun Leles, ongkosnya 2.000. Dari sini menuju situs candi jalannya cukup jauh, ada dua alternatif untuk menuju kesana. Naik ojek dan Naik delman. pilih mana ? tentu delman. Saya merasa lebih rileks naik delman dan ternyata sama sekali tak salah, pemandangan menuju situs candi juga sangat menakjubkan, hamparan sawah dengan background gunung-gunung yang berjejer begitu megah. dalam hari cuma bisa ngucap subhanallah.
Pemandangan di desa Leles 1
pemandangan di desa Leles 2
Pemandangan di desa Leles 3

Maskot perjalanan saya :D namanya Oci
 Untuk masuk ke situs ini kita membayar tiket seharga 3.000 rupiah ditambah ongkos naik rakit, karena candinya berada di daratan di tengah danau. ongkos rakitnya 5.000 rupiah. Ternyata bukan hanya ada candi loh disini, ada juga kampung adat pulo. kampung ini berjumlah 6 rumah dan satu mushola  yang hanya boleh ditempati 6 kepala keluarga, jika ada anggota keluarga yang menikah maka ia harus meninggalkan rumah ini.
Solo rakit

Rakit yang membawa ke Candi

Selain Kampung adat ada juga makam pembawa ajaran islam di samping Candi, dari beberapa sumber yang saya baca awalnya kampung ini adalah kampung dengan penduduk beragama Hindu yang kemudia berpindah ke Islam.
Candi Cangkuang

Sedikit info yang saya tanya kepada penjaga museum kecil disana, candi ini tak ditemukan dalam keadaan seperti sekarang, yang ditemukan hanya fondasinya yang berbenduk segi empat, jadi bangunan candi yang sekarang hanya perkiraan candi dahulu, batu yang asli dan digunakan kembali untuk renovasi candi hanya 40%. dari usia batu yang ditemukan dan bentuknya, candi ini diperkirakan telah ada dari abad ke-8 masehi.
Dokumentasi Museum

Setelah asyik wisata candi kami balik ke alun-alun, disini kami mulai bingung ingin menginap dimana, jelas tak mungkin di penginapan, selain tak tahu dimana, uang kami masing-masing hanya tinggal 20.000 rupiah, jadi kami memutuskan menunggu angkot ke masjid di dekat stasiun yang kami jumpai diperjalanan tadi, tapi angkot yang ditunggu tak kunjung datang, garut ke arah pusat kota macet parah, jadi kami jalan kaki. Disini yang unik, waktu jalan sambil menunggu angkot ada ibu-ibu yang jatuh dari motor dan tak ada yang menolong ditengah jalanan macet, kami berlari membantu ibu tersebut, waktu di ibu sudah pergi kembali karena tak ada luka dan kerusakan pada motornya, ada angkot lewat, kami hanya melongo waktu sadar angkotnya berjalan menjauh. Tapi ternyata ada balasannya loh waktu menolong orang, ini benar-benar terasa ditrip ini, beberapa langkah dari tempat kecelakaan tadi ada pom bensin yang cukup besar lengkap dengan mushola, kami sholat disini dan berpikir ingin menginap disini. kami ngobrol dengan ibu-ibu diwarung yang bilang kalau memang mau tidur disini minta izin dulu aja sama satpamnya.

Kami masih duduk anteng didepan warung di pom bensin itu karena berniat minta izin ke satpam usai isya, ada bapak-bapak yang bertanya "mau keatas juga neng ? macet banget ya ?"  kami jawab jujur kami mau menunggu kereta besok pagi disini, ternyata si Bapak tadi juga mau balik turun ke Bandung dan mengurungkan niatnya ke Tasik. Ia menawari kami tumpangan sampai ITC kebon kelapa. Sebenarnya di awal kami tak berpikir ini hal baik yang datang kepada kami karena menolong ibu tadi. Guys, jujur saya tak menyarankan untuk sembarangan naik ke mobil stranger yang tidak kita kenal, apalagi malam hari. Tapi saya dan kinan naik ke mobil jeep milik pak deden, begitu namanya. Saya duduk didepan dan kinan dibelakang, lumayan banyak mengobrol dan saya sangat kagum ketika melewati terowongan nagrek di malam hari, wow, kaya diluar negeri, tunnel panjang dengan lampu yang benderang saya jadi ingat adegan di film the perks of being a wallflower. Ini untuk pertama kalinya saya lewat lingkar nagrek. Tapi sayang seribu sayang, kami tak bisa turun untuk mengambil foto, padahal cantik sekali tunnelnya.
Masjid Raya di Malam hari
Sampai di ITC kami mengucapkan terimakasih pada pak deden dan kembali berjalan ke Alun-alun Bandung, pemandangannya beda sekali di malam hari di Masjid Raya, masjid ditutup, dan sepanjang pelataran masjid para tunawisma tidur disana. kami yang tadinya sempat berpikir mau tidur disitu jika tak ada angkot langsung ogah dan menggu angkot di halte, 15 menit kemudian angkot datang dan mengantarkan kami kembali ke Cimahi jam 10 malam teng. Waktu masuk rumah ibu saya sempat bertanya "kenapa ga jadi nginep ?" saya hanye menjawab singkat dapat tumpangan pulang dan langsung keatas untuk tidur.

Well, kalau syarat jadi backpacker harus tidur disembarang tempat waktu trip, jelas kami gagal total jadi backpacker, tapi kalau pengertian backpacker itu menggendong ransel dan pergi dengan budget minim, I think we're good enough for the first experience.

Numpang narsis :D

Oci dan Piggy (maskotnya kinan) di Cangkuang



Kapan ya bisa jalan lagi ?:P

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Jalan Panjang untuk Pulang karya Agustinus Wibowo
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim Ho-yeon
  • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, Bacaan untuk Memahami Pembantaian Massal 1965 dalam Konteks Global

Arsip Blog

  • ▼  2025 (20)
    • ▼  Juni 2025 (2)
      • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, ...
      • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes