Journal Asri
Little Bee - Chris Cleave
“We must see all scars as beauty. Okay? This will be our secret. Because take it from me, a scar does not form on the dying. A scar means, 'I survived'.”  

Saya pertama kali membaca review buku ini dari 20 buku yang direkomendasikan TIME untuk dibaca, saya lupa kategorinya entah tentang perempuan atau tentang keberagaman, namun saya ingat sekali judul dan cover buku ini. Beberapa waktu lalu saya membeli buku ini di Gramedia, buku ini versi terjemahannya kok :) di Indonesia buku ini diterbitkan oleh penerbit GagasMedia.

Saya akan jujur : Saya belum selesai membaca buku ini, saya selalu membaca buku ini didalam ransel saya dan mencoba membacanya di perjalanan berangkat dan perjalanan pulang kerja. Saya tidak akan menuliskan review buku ini nantinya, namun saya rasa jika buku ini sampai direkomendasikan oleh situs semacam TIME, buku ini layak dibaca disela-sela perjalanan bekerja saya.

Belakangan ini beberapa orang selalu menyarankan saya untuk mulai mencoba menggunakan motor untuk bekerja, supaya saya lebih mobile dan ongkos lebih irit. Namun berat sekali bagi saya untuk mulai mencicil beli motor, bukan karena biaya, T.T dengan pekerjaan saya sekarang mungkin saya bisa mengambil cicilan motor tanpa harus merepotkan ibu, namun saya nyaman sekali naik angkot untuk mobilitas bekerja, walaupun jaraknya lumayan jauh, saya hanya perlu naik angkot sekali pergi dan sekali pulang, ongkosnya pun hanya 6.000 PP, plus saya bisa tetap berjalan kaki sehingga saya tetap bisa berolah raga tiap kerja dan yang paling menyenangkan, saya bisa baca buku di angkot, saya bisa mengamati ibu-ibu yang berbelanja di pinggiran pasar Antri tiap pagi, saya bisa mendengarkan musik sambil memikirkan rencana belajar yang menyenangkan bagi anak-anak dikelas, saya juga membantu menyelamatkan bumi karena mengurangi polusi udara dengan menggunakan angkutan umum.

Intinya, saya sangat nyaman menjadi pelanggan supir angkot dan angkutan umum lainnya.

Jadi saya akan tetap naik angkot, sampai suatu hari, kebutuhan untuk berkendara dengan motor lebih banyak manfaatnya, maka saya akan berganti, namun jika tidak, saya rasa saya akan tetap jadi angkoters :D


Dimas adalah bungsu dikeluarga kami, jarak usia Dimas dengan saya amat sangat jauh, 16 tahun. Dulu tiap kali memposting foto saya dengan Dimas ketika bayi, saya selalu disangka ibu muda yang belum tamat SMA tapi sudah punya anak, sekarang pun tiap kali kami jalan-jalan berdua atau bertiga bersama Bayu, saya selalu disangka sebagai Ibu, namun terkadang orang-orang yang memperhatikan tingkah kami bisa langsung menebak kalau Dimas adalah adik saya. Setua apapun saya (eh, bulan depan saya 23!) saya selalu hobi bertengkar dengan adik-adik saya.

Dua hari lalu saya mengajak Dimas main ke gramedia, jalan-jalan paska lebaran sambil belanja buku, sebenarnya saya sudah menahan diri dari rumah untuk tidak membeli buku lagi, karena banyak sekali buku yang belum saya baca di rumah, namun saya tidak tahan ketika membaca beberapa lembar buku Babad Tanah Jawi, yang memang sudah sejak lama ingin saya baca. Akhirnya, dengan perasaan bersalah namun senang, guilty pleasure orang menyebutnya, saya membeli buku ini. Harganya sedang di diskon 55 ribu saja karena kondisinya memang sudah tidak terlalu bagus luarnya.

Sampai rumah saya membaca bab-bab pertama, tentang Asal Muasal Tanah Jawa, Prabu Watu-Gunung dari Negeri Giling Wesi dan Siyung Wanara, baru 24 dari 780an lembar isi buku ini. Saya tak pernah bisa membaca kilat buku-buku nonfiksi, padahal kalau membaca buku fiksi, setebal apapun biasanya tidak akan berhenti sampai saya membaca endingnya T.T. Saya pasti ketiduran ketika membaca buku-buku genre ini.

Sore tadi saya bercerita tentang Siyung Wanara kepada Dimas, ia mendengarkan sambil bermain lego, semakin lama, ia semakin tertarik dan 100% menyimak apa yang saya sampaikan, sayangnya saya banyak sekali lupa nama-nama penting dalam cerita Siyung Wanara, sampai saya selesai bercerita, Dimas mengambil buku Babad Tanah Jawi yang ingin saya lanjutkan baca, dia bertanya halaman berapa cerita tentang Siung Wanara dan membaca sendiri ceritanya.

Awalnya saya kira ia hanya ingin melihat nama-nama yang saya lupakan, namun ternyata ia membaca betul cerita tersebut, ketika sampai di bagian Siyung Wanara harus dibuang ke sungai, ia berkomentar, "Seru geuning mba, tapi sedih juga, kasian bayinya dibuang".

Wah.

Dimas betul-betul membaca, saya sampai kaget dibuatnya, baru sampai lembaran ketiga, ia menyimpan buku dan buru-buru lari ke masjid untuk sholat berjamaah, sampai rumah ia lanjutkan lagi membaca cerita tentang Siyung Wanara. Tentu ada beberapa kata yang tidak ia mengerti, ia bertanya dan saya mencoba menjelaskan arti kata tersebut.

Sebetulnya Dimas tidak terlalu suka membaca, namun ia selalu semangat membaca cerita dari dongeng yang saya ceritakan, begitu juga cerita nabi, kisah 1001 malam, ia membaca buku-buku kisah tersebut setelah ia tertarik mendengarkan dongengnya.

---

Melihat Dimas mampu memahami sepenggal cerita dari buku Babad Tanah Jawi membuat perasaan saya sedikit campur aduk, bangga karena adik saya yang amat lucu dan menyebalkan ini baru masuk kelas 2 minggu depan namun tidak malas membaca buku hanya karena melihat tebalnya isi buku, juga malu karena saya dulu boro-boro baca buku seperti ini, memegang buku pun ogah.




Halo ! Selamat lebaran teman - teman. Beberapa hari ini saya tidak membuka PC, tidak menulis dan sedikit membaca, sebagian waktu libur lebaran saya habiskan untuk menonton drama korea secara maraton, sesuatu yang sudah saya nantikan sebelum libur panjang sekolah. 

Lebaran kali ini saya tidak pergi kemana-mana, bahkan untuk sekedar main dengan teman-teman atau kerabat pun malas sekali rasanya. Hari pertama lebaran seperti biasa digunakan untuk halal bi halal di rumah eyang saya, seharian penuh kami menerima tamu, siangnya tradisi utama dikeluarga kami adalah tiduuurr ! (yap tidur siang), entah mengapa tiap siang lebaran kami semua selalu tertidur ditempat manapun yang nyaman untuk ditiduri, tapi kebanyakan cucu eyang tertidur di kursi atau sofa dari ruang depan hingga belakang. 

Hari kedua lebaran saya malah pergi ke dewi sartika (lagi!) saya pergi bersama sepupu saya yang sepertinya sedang suntuk berdiam diri di rumah, huaaah baru kali itu saya naik motor di Bandung tanpa macet ! kami mencari kafe buku dan toko buku yang buka di hari raya kedua, tapi semuanya tutup sehingga saya malah mengajak pergi ke Dewi Sartika.

Hari ketiga saya seharian di rumah, melanjutkan drama korea yang sedang saya tonton. 

Hari keempat kembali bertemu keluarga besar eyang sebelum akhirnya berpisah kembali ke rutinitas di hari senin. 

Sekarang hari kelima, rasanya rugi sekali kalau tidak menulis atau membaca, sebentar lagi masuk kerja dan masih banyak target liburan yang belum tercapai, kebanyakan target menulis dan membaca. 

Oh iya, teman-teman blogger, saya minta maaf dari hati yang terdalam jika pernah terucap dan tertulis kata-kata yang tidak menyenangkan dan juga candaan yang berlebihan yaa, selamat lebaran !
Bagir
Ini adalah salah satu posting terlambat hehe, saya pernah memberikan tugas anak-anak untuk mendongeng menggunakan panggung boneka. Sebenarnya seluruh pertunjukan anak-anak saya rekam dalam bentuk video, namun hingga hari ini belum sempat di edit dan di unggah ke youtube, jadi saya akan share foto-foto mereka ketika mendalang didepan kelas. Mereka keren sekali loh, hehe tugas membuat panggungnya saya jadikan tugas akhir pekan, jadi mereka bisa memikirkan properti dan cerita bersama orang tua :)

Hansa
Rio
Rafif
Nur
Abin
Faris



Belakangan ini ada sebuah kasus yang sedang sangat ramai diperbincangkan di dunia maya dan ribut diberitakan di media mainstream Indonesia : Kasus seorang anak yang melaporkan gurunya karena dicubit hingga membekas. 

Awalnya saya tidak mau banyak berkomentar, atau bahkan sharing berita, jujur saya tidak terlalu mengikuti berita ini, mengapa si anak dicubit, mengapa si guru mencubit dan saya tidak berusaha mencari tahu dimana sekolah si anak. Hingga belakangan teman-teman saya yang juga lulus dari jurusan pendidikan membagi tulisan memaki si anak, menyebutkan ia lemah karena dicubit sedikit lapor polisi, membagikan gambar perilaku buruk si anak dan sebagainya, intinya ia kesal dengan perbuatan si anak dan membenarkan perbuatan sang guru mencubit muridnya demi apa yang ia anggap sebagai pendidikan karakter.

Ada banyak kasus serupa yang sebenarnya terjadi beberapa tahun belakangan, menjadi guru membuat saya menyadari beratnya godaan untuk tidak (setidaknya) mencubit anak-anak ketika mereka sedang bertingkah dan mood saya tidak terlalu baik, tapi setahun saya mengajar di SD, setahun pula saya berhasil menahan diri untuk tidak melakukan hukuman fisik apapun terhadap anak-anak. 

Dicubit itu sakit, jadi saya tidak akan mencubit anak-anak saya dikelas, apalagi memukul dan menampar.

Saya ingat benar pengalaman saya mendapat hukuman fisik ketika SMP, dua orang guru saya hobi sekali melakukan hukuman fisik untuk membuat kami jera. Yes we were wrong, saya dan beberapa teman tidak mengerjakan tugas yang diberikan, guru biologi saya waktu itu mencubit sesuai dengan jumlah soal yang tidak saya kerjakan. Cubitannya tidak berbekas, namun tetap saja sakit. Yang kedua guru seni rupa saya yang membuat saya mengangis didepan kelas karena mengancam akan memukul saya dengan tongkat (yang sudah ia pegang dan todong didepan wajah saya). Itu untuk pertama kalinya saya menangis didepan teman-teman yang lain. Hari itu tidak pernah saya lupakan, rasa sakitnya pun masih terasa hingga saat ini, padahal waktu itu saya masih kelas VII. Saya akhirnya dipukul dibagian betis, rasanya sakit dan walaupun tidak berbekas luka, perasaan sakit dipermalukan dan dipukul didepan kelas masih amat membekas.

Sejak saat itu saya berikrar untuk tidak menjadi guru yang menggunakan kekerasan fisik untuk menghukum anak-anak. Rasanya sakit, malu dan tidak ada karakter apapun yang dibangun dari hukuman fisik.

Saya tidak sedang membela si anak yang dicubit, ia dan orang tua nya entah mengapa mengikuti lajur logika aneh yang merasa semua masalah bisa dengan mudah diselesaikan lewat jalur hukum, sayapun tidak menutup mata dengan apa yang dilakukan sang anak kemudian, fotonya memegang rokok berseliweran di timeline saya, namun untuk menghakimi seseorang hanya berdasarkan sebuah foto kok rasanya juga salah, itu bentuk bullying yang selama ini saya ajarkan kepada anak-anak untuk dihindari, hanya tempatnya yang berbeda, bully ini terjadi di internet, cyberbullying. 

Semakin miris ketika teman-teman yang berprofesi guru sibuk membagi peraturan resmi tentang izin menghukum anak secara fisik atau membully si anak secara nyata, mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya dikeluarkan seorang pendidik. Sedih. 

Saya kira pendidikan kita sedikit demi sedikit terus melaju ke arah perubahan yang lebih baik, saya berteman dengan banyak teman guru yang amat kreatif dan amat saya kagumi idenya, namun ternyata masih banyak pula guru yang berpikir bahwa hukuman fisik bisa membuat anak-anak terbentuk karakternya. Padahal hukuman fisik hanya meninggalkan dua hal, 1. pemikiran sang anak bahwa hukuman fisik bisa membuat orang lain menurut, yang membuat si anak tumbuh menjadi tukang ancam atau 2. trauma, seperti yang saya rasakan hingga saat ini.

*tulisan ini merupakan pandangan pribadi saya sebagai guru, jika suatu saat saya memiliki seorang anak yang juga mendapatkan kasus hukuman fisik, saya rasa saya tidak akan tinggal diam dan akan meminta konfirmasi dari sekolah, jika ternyata visi sekolah tidak sesuai saya mungkin akan memilih mundur, namun tidak akan semudah itu melaporkan kejadian seperti ini ke polisi :)


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Jalan Panjang untuk Pulang karya Agustinus Wibowo
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim Ho-yeon
  • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, Bacaan untuk Memahami Pembantaian Massal 1965 dalam Konteks Global

Arsip Blog

  • ▼  2025 (20)
    • ▼  Juni 2025 (2)
      • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, ...
      • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes