Journal Asri
Selamat Tahun Baru!

Tulisan ini sejatinya saya niatkan untuk dipos ke Instagram lepas perjalanan 7 hari 6 malam menjelajahi Jawa Timur. Saya membuat 5 bagian agar tak terlalu panjang dan enak dibaca, tapi ternyata bahkan 1 bagian tulisan ini tak cukup jika semuanya dipos dalam satu postingan, akhirnya saya memosting semuanya di blog.
Selamat membaca teman-teman.

---------
(2/5)

Beberapa waktu lalu, ketika saya terjangkit insomnia parah, baru bisa tidur lepas jam tiga atau bahkan tak tidur sama sekali, pagi-pagi langsung pergi bekerja, saya iseng membuka-buka kelas daring yang ditawarkan EdX, sebuah aplikasi/Web penyedia kelas-kelas dari Universitas terkemuka di seluruh dunia, seluruh kelasnya gratis dan kita hanya perlu membayar saat kita ingin mendapatkan sertifikat dari kelas tersebut.

Saya tertarik pada satu kelas yang ditawarkan Universitas Michigan, judulnya amat menarik, "Storytelling for Social Change". Video pengantar kelas ini menjelaskan tentang otak kita yang cenderung "tidak mudah" dirubah begitu saja melalui perintah dan himbauan. Namun, melalui cerita dan penyampaiannya yang menarik, otak dan perasaan kita cenderung tergerak dan ingin terlibat lebih jauh. Agak sulit untuk menjelaskan secara rinci karena sayapun belum tuntas menghabiskan semua tugas dan bahan kelas ini :).

Namun saya tau persis satu orang yang amat menguasai materi ini walaupun mungkin belum pernah mengambil kelas ini di EdX, yup dia adalah Kak @gadingaulia.
--

Kampung Warna Warni Malang dilihat dari dalam kereta 

Saya punya pengalaman menjadi anak fasil Kak Gading selama 6 minggu saja di pelatihan Indonesia Mengajar di Jatiluhur akhir 2016 lalu, tapi impresi tentang saya tentang kejeniusan Kak Gading dalam merangkai cerita tak hilang begitu saja, saya ingat betul bagaimana menariknya kak Gading memberikan pengantar sebelum menari mengikuti lagu 'pom-pom' atau menceritakan kisah guru Jepang di perang dunia ke-2 sebelum main 'Ha-Ka-Sho'. Juga bagaimana baik Kak Gading dalam mendengarkan dan menanggapi kisah-kisah teman-teman CPM13 kala itu.

Saya ingat Kak Gading pernah bilang bahwa kemampuan mendengarkan itu perlu dilatih terus menerus, saya masih terus dalam proses latihan mendengarkan setiap harinya :)

Untuk dua siang menyenangkan di rumah Tidar, terima kasih, Kak Gading dan Keluarga.


Perintilan Kak Gading di rumah! Super Artsy



--
Teman-teman pernah membaca buku John Green berjudul Paper Town?

Ada sebuah quotes yang terus berulang muncul di feed pinterest saya dari buku ini, saking seringnya muncul saya sampai hapal.

I'm in love with a city I've never been and people I've never met

Belakangan saya baca sebuah artikel ternyata ini bukan quotes original John Green, bahkan tak ada di buku Paper Town, tapi viral karena orang menyebarkan ini dimana-mana.

Nah, Malang bagi saya adalah kota yang seperti ini. Bahkan sebelum datang kesini saya sering excited sendiri mendengarkan cerita teman-teman yang baru pulang dari Malang.

Sampai disana ternyata saya benar-benar cinta Kota ini! Hawanya sejuk dan kotanya ramai tapi tak sampai kacau, itupun tak disemua bagian kota.

Di Malang, saya dan Mas Har tak punya banyak waktu untuk berkeliling atau mampir ke satu tempatpun selain rumah Kak Gading, tapi saya bersyukur, bisa datang berkenalan dengan keluarga Kak Gading, mendapatkan inspirasi hunian yang amat kaya cahaya matahari, merasakan suasana keluarga yang hangat dan tempat yang bisa membuat saya ingin kembali lagi untuk ngobrol-ngobrol dengan penghuninya.

Saya yakin akan kembali lagi ke Malang suatu hari nanti. Saat itu saya berjanji pada diri saya untuk menyempatkan diri menjelajah seluruh kota.
--
Selamat Tahun Baru!

Tulisan ini sejatinya saya niatkan untuk dipos ke Instagram lepas perjalanan 7 hari 6 malam menjelajahi Jawa Timur. Saya membuat 5 bagian agar tak terlalu panjang dan enak dibaca, tapi ternyata bahkan 1 bagian tulisan ini tak cukup jika semuanya dipos dalam satu postingan, akhirnya saya memosting semuanya di blog.

Selamat membaca teman-teman.
------

(1/5)
Malam ini, di perjalanan pulang ke Bandung, saya akan bercerita tentang perjalanan singkat selama 5 hari di timur Jawa. Sebuah tempat yang beberapa tahun belakangan amat ingin saya kunjungi karena kisah - kisah masa lalu di seri Novel Fiksi sejarah.

Walaupun akhirnya saya tak benar-benar datang ke banyak tempat bersejarah, karena tak pergi sendiri, yang artinya ada kompromi untuk mengakomodir kemauan melangkahkan kaki bagi saya dan partner perjalanan saya kali ini, namun saya tetap senang menjalani perjalanan kali ini.


Saya pergi dan merencanakan semua perjalanan ini bersama @hariantosetiawan, memulai perjalanan dari Malang, singgah di Kabupaten Malang, melintasi Batu, bermalam dan merasakan kembali suasana pedesaan di Jombang, menjelajahi peninggalan Majapahit di Trowulan, Mojokerto, berpanas-panasan diatas motor menuju Surabaya, kembali ke Jombang ditemani hujan petir dan jalanan banjir Sidoarjo hingga akhirnya kembali pulang ke Bandung dari Stasiun Jombang.



---
Banyak teman-teman atau mungkin orang-orang yang hanya saya kenal selintas lalu yang amat senang melakukan perjalanan, masing-masing menjalani cara berbeda pada setiap perjalanan.

Ada yang hanya meninggalkan cerita tanpa gambar (ya, saya kenal seorang teman yang mendaki gunung berpuluh-puluh kali tanpa swafoto sama sekali).

Ada yang amat harus mengambil swafoto di depan ikon wisata (yang juga tak salah, beberapa orang toh merasakan senangnya berpergian dari foto yang diambil, makin elok fotonya, makin senanglah ia).

Juga ada yang berjalan untuk mengambil foto indah yang bisa bercerita, walaupun tanpa ia didalamnya (biasanya banyak dari kita akan amat senang mendapat teman perjalanan seperti ini bukan? Serasa membawa tukang potret pribadi dengan hasil yang tentunya mumpung)

Ada yang selalu bisa berkenalan dengan warga lokal, mendapatkan kisah tentang tempat yang ia datangi dan mampu menyatu dengan tempat tersebut. (Ini kemampuan luar biasa bagi saya, saya sendiri secara natural merasa bukan tipikal pejalan jenis ini, namun selalu ingin belajar untuk bisa menjadi seperti ini)

Ada juga yang selalu bisa mengambil makna dari perjalanan yang ia ambil, ada yang kemudian menuliskannya dalam jurnal terbuka yang bisa dibaca dan dipelajari siapa saja. Ada juga yang menyimpannya dalam-dalam, menuliskan dalam diri hingga ketika ia butuh kekuatan, ia tinggal membuka kembali jurnal tersebut dan jadi semangat menjalani hari.
---

Saya merasa amat sangat senang membaca atau mendengar cerita pejalan yang senang berinteraksi dengan orang lokal disekitarnya dan tentu yang bisa selalu mengambil pelajaran dari setiap perjalanannya. Lebih hebat lagi jika ia bisa menuliskan kisah tersebut dan memperbolehkan orang lain ikut belajar.


Mungkin karena itu juga, saya sejak awal amat ingin singgah ke rumah kak @gadingaulia di Malang.



Here's a fact: I never been to Jogjakarta before. 
Sebenarnya pernah tapi waktu kecil sekali dan tak ada ingatan sedikitpun dalam otak saya tentang Jogja, jadi ketika tawaran jalan singkat ke Jogja sekaligus datang ke acara ngunduh mantu sahabat di kantor, tentu saya bilang iya!

Saya dan beberapa teman pergi ke Jogja naik pesawat. Kami pergi tak lama setelah berita kecelakaan pesawat Lion Air, jadi bahkan saya yang biasanya gak banyak tingkah diatas pesawat pun gemetaran waktu pesawat kami goyang-goyang dikit.

Ternyata Jakarta - Jogja via pesawat ini lebih cepat dari Jakarta - Depok naik KRL ya haha.
I mean! saya baru mau memejamkan mata ketika pilot mengabarkan pesawat akan segera landing. Yaaah...

Saya cukup semangat pergi, karena banyak orang yang bilang kalau Jogja adalah kota yang romantis, kota bisa meninggalkan banyak kenangan.Yah, ekspektasi saya Jogja belum seramai Bandung lah setidaknya.

Tapi nyatanya Jogja mayan ramee uga yaaa...

Sampai di Jogja sore, malamnya saya dan teman-teman main ke Malioboro, melewati tugu Jogjakarta (yang replikanya di Menteng setiap hari saya lewati tiap berangkat kerja), jalan-jalan di sekitar 0 kilometer dan makan di tempat hitz murah SS dekat kampus UIN, pulangnya malam sekali kami makan sate klatak, sate daging kambing muda yang juga ramai dikunjungi orang. (I don't like it anyway! enakan sate maranggi).

Jujur, saya membayangkan jalanan Jogja yang lebih lengang, tapi seorang teman yang lulus dari UGM bilang Jogja kota sudah sangat ramai, kalau mau merasakan yang lebih sepi harus ke pinggiran. Malioboro apalagi, saya kira akan seperti Braga-nya Bandung, ramai tapi masih menyenangkan untuk tempat berjalan kaki. Iyeu mah euy, siga Pasar Baru, tujuan orang kesini bukan jalan kaki sepertinya, tapi untuk belanja. Saya juga belanja celana dan rok batik di Malioboro.
Kami juga menyaksikan pengamen jalanan legendaris di Malioboro.

Besoknya, habis kondangan, kami main ke Taman Sari, tempat pemandian orang-orang keraton jaman dulu kala. Kebetulan berbarengan dengan hari Maulid, liburan dan baaaah, banyak sekali orang dimana-mana. Saya menyesal gak pakai jasa pemandu yang bisa menjelaskan banyak hal bersejarah ditempat ini, jadinya ya hanya foto-foto. Yang menyenangkan dari Taman Sari menurutku, ya kita bisa masuk ke gang-gang rumah-rumah warga, disana saya baru merasakan 'Jogja' nya, mungkin karena melihat interaksi warga lokal kali ya :)



Pulang dari Taman Sari, kami main ke Filosofi Kopi Jogja.
Nah teman-teman, karena saya tak mengurus itenerary dan jadwal, saya sendiri tak tahu lokasi-lokasi ini berada dimana. Tapi yang pasti, di Jogja kita sudah bisa pakai GOJEK dan GRAB untuk pemesanan transportasi online. Jadi lebih mudah.



Filosofi Kopi Jogja tempatnya bagus! Tenang walaupun agak ramai, tempatnya luas, tidak seperti Filosofi Kopi blok-M, duduk-duduk disini rasanya menyenangkan, mungkin lebih menyenangkan ketika sendiri atau berdua. :D

Nah, menurut saya saya beruntung sekali ketika di Jogja. Jadi saat kelaparan malam-malam, saya minta teman saya yang sudah ngelotok pengetahuan tentang jalanan jogjanya untuk ajak saya jalan makan malam, saya minta dibawa ke tempat bakmi yang enak. Dia bawa saya ke Bakmi Pele di alun-alun.



Kebetulan sedang ada acara Sekatenan, memperingati Maulid Nabi. Di Alun-alun ada pasar malam dengan beragam wahana permainan pasar malam tradisional dan jajan-jajanan malam yang menggugah perut. Tapi yang lebih seru lagi, halaman keraton dibuka untuk pameran benda-benda keraton. Yaaaay! Setelah craving for museums dari hari sebelumnya! ya kan ga enak ya datang ke satu daerah ga datang ke Museum nya! Pameran ini cukup membuat saya merasa berada di Jogja sepenuhnya. Ditambah lagi menjelang tengah malam, ada tradisi pemindahan gamelan dari masjid diujung keraton ke keraton, semacam arak-arakan pemindahan alat musik keraton yang dipanggul oleh abdi dalem keraton.




Melihat para Abdi Dalem keraton ini, jadi ingat video clip Teman Hidup - Tulus ya! :')
Gambaran saya tentang mereka: Nrimo dan setia.

Terakhir, menjelang jam 12 malam, saya jalan kaki dari alun-alun selatan ke alun-alun utara (eh apa kebalik ya), untuk tes kejernihan hati haha! Jadi ada dua pohon beringin besar ditengah Alun-Alun, kabarnya, dulu seorang puteri di Jogja hendak dipinang oleh seorang pemuda, untuk mengetes kejernihan hatinya, pemuda tersebut diminta berjalan tutup mata melewati dua pohon tersebut.


Saya coba dong! 2 kali. satu hampir nabrak tukang balon, satu lagi hampir sampai tiba-tiba belok kiri hampir nabrak tembok pagar pohon. As! belum jernih-jernih kali hatimu!
Setelah itu saya makan sekoteng hangat di Alun-alun. Enaaak!


Hari terakhir di Jogja kami gunakan untuk makan makanan khas Jogja di sekitaran Kota, eh malah masuk Tempo Gelato dan Yoshinoya! macam di Jakarta ga ada Yoshinoya ya! haha

3 hari 2 malam di Jogja, singkat, tak berkesan diawal tapi amat sangat berkesan dikeesokan harinya!
Saya berharap mendapat kesempatan lebih panjang untuk jalan di daerah pinggiran Jogja, yang lebih banyak sawah dan pemandangan hijaunya! Atau malah main benar ke sekitaran gunung merapi, gak harus ndaki sih! hehe, sekedar jalan-jalan aja

Terima kasih Jogja!





 

Hari ini nangis sampai sesenggukan tengah hari di kantor. Alasannya: tak sengaja memutar musik Tulus & Waldjinah di Youtube.

---

Setahun di Banggai lalu, saya banyak mengunduh dan menyimpan lagu di handphone saya. Saya tau saya akan sering merasa bosan saat berada di desa, tak ada sinyal dan akses internet disana. Tentunya saya unduh dan dengarkan secara ilegal, saya baru kenalan dengan spotify usai pulang tugas.

Salah satu musisi yang lagunya selalu saya dengarkan adalah Tulus, saya mengunduh banyak lagu Tulus, jatuh cinta pada semua lagunya, terutama seluruh lagu di album Monokrom. Semenjak itu, setelah pulang ke Bandung, kemanapun pergi, dimanapun berada, setiap mendengarkan lagu Tulus, rasanya saya dibawa kembali ke Banggai, mengingat waktu-waktu baik saat saya mendengarkan lagu-lagu tersebut.

Saya ingat sekali mendengarkan dan amat meresapi lagu Ruang Sendiri ketika saya pergi mengajar Ferdi dan Yudi pergi dari Luwuk, menginap di bukit semalam saja untuk melepas sejenak semua beban dan penat. Tak mengajak satupun teman sepenempatan.

Saya juga ingat mendengarkan lagu 1000 tahun lamanya bersama Emak diatas kapal yang membawa kami dari Pulau Tinalapu ke Pagimana, ketika Mas Har setiap pagi selalu memutar lagu Monokrom di SKB -Mess tempat kami menginap, atau tentu yang paling sulit dilupakan ketika berdua dengan Mas Har diatas motor mendengar lagu lewat satu headset, hampir semua lagu Tulus.

Kemarin saya mencoba melihat review Spotify saya, Musisi nomor 1 yang paling saya dengarkan adalah Tulus, lagu yang paling saya dengarkan adalah Cahaya. Lagu yang tiap mendengarnya saya langsung ingat Camp Penggerak bersama teman-teman di Banggai.

Saya amat suka suara Tulus, rasanya amat bersyukur berada di generasi yang sama dan bisa menjalani hari ditemani musik Tulus.

--
Sore ini, saya tak sengaja mendengar lagu dari video diatas. Tulus dan Waldjinah menyanyikan lagu Chrisye - Semusim.

Kalau Tulus adalah penyanyi favorit saya, Waldjinah adalah musisi kesukaan Bapak saya.
Mendengar lagu ini rasanya seperti ingin memperlihatkan kepada Bapak, "Lihat Pak, Waldjinah dan Tulus!" Bapak pasti akan sangat suka, bahkan mungkin menontonnya sambil menangis seperti saya,
I got this from my father anyway, this too emotional at everything thing.

Jadi menontonnya berkali-kali, menangis berkali-kali, bukan hanya karena mendengar suara Tulus dan Bu Waldjinah yang amat menghayati lagu ini, tapi juga karena saya teringat Bapak. Teringat lagu-lagu keroncong dan campur sari yang sering bapak nyanyikan, atau bahkan lagu-lagu sunda yang kami tak terlalu suka, Bapak memutarnya tiap pagi di acara TV lokal. Kami selalu protes tiap bapak memutar lagu yang sama berulang-ulang, tapi Bapak tak pernah bosan memutar dan menyanyikannya. Sekarang, rasanya ingin membayar berapapun harganya agar tiap pagi Bapak memutar acara tersebut dan ikut bernyanyi, sambil melihat Ibu bersiap untuk jualan di dapur.


Pak, kapan lagi kita dengar lagu bersama? 
Asri rindu!


Semalam pulang dari penyambutan Pengajar Muda 15 yang baru saja pulang dari penempatan. Ada perasaaan sedikit sesak, mengingat setahun telah berlalu sejak pulang dari Banggai.

Setahun di Banggai bisa jadi adalah setahun paling berharga dalam hidup saya, bahagia, sedih, bangga, bosan, semangat, semua emosi keluar dengan amat menggebu di tahun tersebut.

Entah kapan saya bisa merasakan kembali setahun penuh cerita, kenangan akan tempat indah, orang-orang baik, anak-anak, semuanya masih tak lepas dari hati dan pikiran saya hingga hari ini.

Tentu ada hari-hari buruk datang, tapi tak mengalahkan indahnya hari-hari lain yang berisi pelajaran-pelajaran berguna.

-
Saya selalu janji untuk kembali, entah kapan.
Tapi saya pasti kembali.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Jalan Panjang untuk Pulang karya Agustinus Wibowo
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim Ho-yeon
  • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, Bacaan untuk Memahami Pembantaian Massal 1965 dalam Konteks Global

Arsip Blog

  • ▼  2025 (20)
    • ▼  Juni 2025 (2)
      • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, ...
      • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes