Journal Asri

 


Halo! 

Saya bertanya-tanya kapan bisa kembali menulis blog setelah terakhir menulis sebulan lalu. Sebabnya: Saya sedang dug dig dug menunggu persalinan anak pertama. Hufff, setelah drama HPL yang maju jauuuuh sekali ke 21 April (sebelumnya 8 Mei!) makin dag dig dug lagi lah saya karena baru mengajukan cuti di bulan Mei. Untungnya semua sudah saya komunikasikan ke atasan dan rekan kerja, kalau si kecil tiba-tiba ingin keluar di April, saya langsung cuti hari itu. 

Sebetulnya, saya malah bersyukur masih bekerja sampai sebelum melahirkan hihi, karena kayanya kalau gabut dan ga ada kerjaan malah makin kelenger mikirin anak di perut yang gak keluar-keluar di hari HPL, lewat beberapa hari HPL saya datang kontrol USG ke obgyn dan bidan. Obgyn udah wanti-wanti kalau sampai minggu depan gak keluar juga, tindakan akan segera diambil, minimal induksi, sebelum akhirnya nanti operasi jadi opsi satu-satunya untuk paksa si bayi keluar dalam keadaan sehat dan selamat. Makin dag dig dug, tapi terus berusaha memasrahkan segalanya ke Allah sambil coba beragam tips agar si anak kecik mau keluar di tanggal-tanggal aman. 

Sempat saya berpikir, ini anak bayi ga mau keluar jangan-jangan karena ingin Ibunya menyelesaikan tanggung jawabnya dulu di tempat kerja. Saya dan Mas Har "sampai coba ngobrol malam-malam sambil elus-elus perut dan bilang, "Dek, gak apa loh keluar di tanggal Ibu belum cuti, nanti diganti kok, ibu masuk lebih awal, gak zolim ke tempat kerja Ibu. Wkkkkk, Apakah Rana akan jadi kaya Ibunya yang rada-rada workaholic, gak tau tah haha. 

Tapi ternyata cukup berhasil, dua hari doang sebelum tanggal beneran cuti, lewat seminggu lebih dari HPL tapi belum sampai tenggat obgyn bilang harus induksi, Rana lahir ke dunia. Membawa beragam perasaan di badan dan raga Ibunya, Ayahnya, Neneknya dan semua orang-orang yang mengenalnya pertama kali. 

---

Melahirkan seorang anak, rasanya seperti terlahir kembali sebagai manusia baru. Pernah dalam satu sesi wawancara kerja saya ditanya, "Bu Asri pernah punya pengalaman spiritual tak terlupakan gak?", waktu itu saya gak bisa jawab apa-apa, rasanya sholat terkhusuk saya aja belum masuk katergori pengalaman spiritual yang tak terlupakan, atau ibadah-ibadah lainnya. Tapi berada di klinik bidan selama beberapa jam, menyaksikan dan merasakan seonggok daging bergerak jadi manusia baru, menangis dan meminta makanan pertamanya pada saya, saya gak yakin akan dapat pengalaman yang lebih magis dan spiritual lagi dari hal tersebut. 

Hari ini, seminggu lewat sejak Rana lahir, saya masih merasakan banyak macam emosi dan rasa di badan dan jiwa saya. Gak semuanya pelangi seperti yang dilihat di Instagram ibu-ibu baru kok haha! Lima malam pertama kayanya saya gak berhenti nangis nahan sakit. Saya melahirkan dengan persalinan pervaginam (normal), proses kontraksinya, seperti kontraksi pada umumnya, menyakitkan dan bikin buka tutup mata sambil terus  berdzikir karena takut banget mati di tengah proses ini (sungguh sebuah alasan berdzikir yang amat Asri ya!), proses persalinan saya, sayangnya gak smooth sama sekali haha. Penuh perjuangan, sampai bidan-bidan yang menangani saya nyerah dan panggil bidan senior, setelah lemes setengah mati (literally setengah hidup dan mati), saya di infus dan dipandu ngejan sekali lagi. Alhamdulillah, Rana keluar beneran kali ini, saya, secara ajaib jadi kuat lagi setelah dengar tangis Rana, walaupun sambil nangis-nangis terus-terusan, emang dasar cengeng yaaa. 

Baru sekarang semuanya terasa lebih enak dan lebih menyenangkan sampai saya punya mood buat nulis di jurnal dan nulis di blog sekarang. Badan saya lebih terasa enak, perut juga udah lebih menyenangkan dibawa berkegiatan, saya mulai terbiasa dengan kehadiran Rana dan mulai memikirkan dengan serius untuk belajar mengurus semua kebutuhan Rana sendiri biar gak terus menerus repotin Ibu (neneknya Rana).

--

Selamat terlahir kembali, Asri! dan semua Ibu baru lainnya! Bukan hanya karena tanggung jawab baru sebagai Ibu tapi juga perjalanan yang pastinya aduhai naik turunnya!


 


Bacaan penutup Maret yang baru sempat ditulis reviewnya hari ini. Saya menutup Maret dengan membaca dua buku nonfiksi, salah satunya buku ini: No Hard Feelings - The Secret Power of Embracing Emotions at Work karya Liz Fosslien & Mollie West Duffy.

Buku ini saya baca di Google Playbook. Oiya OOT dikit! Kalau teman-teman langganan Google One, coba cek email teman-teman deh, bulan Maret lalu saya dapat credit Google sampai 65.000IDR, lumayan buat tambahan beli buku, atau kalau teman-teman ga mau beli buku juga bisa dipakai belanja di playstore untuk aplikasi atau games hihi! 

Okay balik lagi ke buku ini, saya baca buku ini karenaa treng treng treeeeng: Follow IG penulisnya haha, terus lihat dia repost followersnya yang baca buku ini. Ampun ya saya gampang banget kena racun baca dari Instagram, ga kehitung lagi buku yang saya beli atau baca gara-gara lihat postingan orang di IG, which is good sih haha! makanya sampai hari ini saya belum quit instagram, karena yang saya follow akun-akun buku wkkkk. 

Nah, buku ini sendiri mengambil tema yang cukup unik tentang bagaimana mengelola perasaan atau emosi di tempat kerja. Berisi 8 chapters menarik berikut:

Chapter 1: The Future is Emontional
Chapter 2: Health - Be Less Passionate about your job: Why taking a chill pill makes you healthier
Chapter 3: Motivation - Inspire Yourself: Why you're stuck and how to get moving
Chapter 4: Decision Making - Emotion is part of the equation; Why good decision rely on examining your emotions
Chapter 5: Teams - Psychological safety first: Why the how matters more than the who
Chapter 6: Communication - Your feelings aren't facts: Why you shouldn't get emotional about you emotions
Chapter 7: Culture - Emotional culture cascades from you; Why small actions make a big difference
Chapter 8: Leadership - Be selectively vulnerable: Why how you share matters

Kenapa saya sampai ketik satu-satu isi chapternya! karena dari judul chapter-chapternya saja buat saya sudah menarik parah! Favorit saya adalah chapter 5~ dari dulu saya selalu tertarik tentang beragam bacaan yang berkaitan dengan team, karena mengalami beragam dinamika tim baik yang sumber dinamikanya adalah saya sendiri sampai berusaha sok pahlawan menyelesaikan masalah dinamika tim yang bukan tanggung jawab saya~ yang tentu berakhir menyakiti perasaan saya sendiri! haha jadi cape hati. Tapi pembahasan tentang tim selalu menarik hati saya. Dan apa yang dibahas di buku ini di chapter 5 kurang lebih menekankan pentingnya seluruh anggota tim merasa 'aman' secara psikologi untuk menyampaikan pendapat atau bahkan ketika tidak menyampaikan pendapat (hehe). 

Chapter 5 mengingatkan saya pada project Aristotle nya Google yang pernah saya bawakan sebagai materi tambahan fasilitasi tim di awal tahun 2019. Kamu bisa baca lebih lanjut riset Google tentang tempat kerja yang aman secara psikologi disini ya. 

Nah kenapa saya tertarik dengan bagian ini, karena jadi diingetin lagi, sebenarnya tim-tim hebat isinya justru bukan orang hebat semua hihi, tapi ya berisi tim dengan beragam background tapi tiap anggotanya paham tentang gimana bikin semua orang merasa aman secara psikologis di tim. 

Tapi ya teman-teman, selain chapter 5 yang menarik, saya juga seperti diingatkan untuk 'slow down' di chapter chapter awal, ada kalanya ketika baca hmmmm, duh saya gini gak yaaa hahaa. This 'saya gini gak ya' terutama sering terpikirkan kalau ada bahasan tentang karyawan yang being in to it sampai lupa diri. Nah, terkait hal ini saya pernah diskusi sama Mas Har. 

Sebagai seorang karyawan (sejak tamat kuliah sampai sekarang haha), saya merasa selalu memberikan 100% saya ketika bekerja, kerja ngikutin passion buat saya bukan ketika saya bisa kerja sambil gambar-gambar atau nulis atau hal-hal yang 'menyenangkan' karena itu hobi saya selama ini. NOPE. Buat saya ketika saya terima satu kerjaan, ya I'm gonna do it passionately, walaupun tetap akan ada masa-masa demotivated, masa-masa kecewa karena satu dan lain hal, tapi mostly saya selalu mencoba memberikan yang terbaik yang saya bisa. Saya menganggap ini sebagai sikap bertanggung jawab dan amanah pada tugas, biar gajinya berkaaah ciiiin~. Tapiiiii, saya juga set boundaries yang cukup jelas, tertutama ketika masuk ke JAM KERJA. Weekend kerja??? Kalau kesepakatan di awal ada hayu, kalo ga ada NO! Pernah di tempat kerja sebelumnya saya diminta bekerja di weekend tanpa kesepakatan sebelumnya, hmmmm dateng-dateng merengut lah hahaa itu waktu istirahat saya. Mana gak dapet uang lembur pulak! wkkk (Asriiii Asriii mau maunya~). 

Makanya baca buku ini disatu sisi saya refleksi ulang apakah saya overwork? terlalu memberikan banyak untuk pekerjaan? Ya, tentu bias sih menilai diri sendiri, tapi kalau saya sendiri gak bisa nilai makin kacau lah dunia persilatan haha. Untuk sekarang sih gak kok, alhamdulillah~ habis magrib dah bisa leyeh-leyeh. 

---

Karena bukunya tentang tempat kerja, jadi campur-campur curhat yaa manteman mohon maaf! 
Saya merekomendasikan teman-teman membaca buku ini, pelan-pelan saja bacanya, kecuali kalau kalian emang fast reader untuk buku nonfiksi, saya sendiri termasuk lambat sekali baca nonfiksi, buku ini saya selesaikan seminggu lebih. Padahal banyak ilustrasinya! Hampir di tiap lembar ada ilustrasinya. 

Ah, sepertinya versi Bahasa Indonesianya belum ada nih. Semoga kedepannya ada penerbit Indonesia yang beli lisensi untuk terjemahkan buku ini! Versi Bahasa Inggris buku ini diterbitkan oleh Penguin Random House, jumlah halamannya 313. Harganya di Google Playbook (lupaa, tapi gak sampai 200K ditambah diskon pula), kurang tahu versi fisiknya bisa dibeli dimana tapi bisa cek di onlineshop favorit teman-teman ya!

Selamat membaca!!!!!

 



Kemarin saya ikut kelas webinar berjudul Belajar Mengkurasi Buku Bacaan Anak #2 bersama Ibu Sofie Dewayani, Ketua Yayasan Litara Foundation san Ketua Satgas Gerakan Literasi Sekolah Kemdikbud. Kegiatan ini diselenggarakan oleh komunitas Read Aloud Yuk! 

Saya sudah mendaftar kelas ini sejak seminggu sebelumnya dan cukup bersemangat menunggu webinarnya. Kenapaaaa? Karena sejak hamil saya banyak membaca buku anak, selama hamil saya banyak membaca buku-buku digital dari Gramedia Digital, Literacycloud.org atau Let's Read. Namun mulai menyiapkan diri juga menabung buku-buku fisik untuk anak. Nah, buku fisik ini terutama buku anak! seperti yang teman-teman semua tau sungguh tidak murah harganya haha. Menurut saya jadi penting sekali memiliki bekal pengetahuan buku anak apa saja sih yang bagus yang baiknya dimiliki di rumah?, namun selain kebutuhan pribadi pun, saya dan teman-teman di Hayu Maca sedang merancang sebuah program baru di tahun ini yang harapannya bisa menyasar pustakawan dan pengurus perpustakaan sekolah di Cimahi agar bisa memiliki kemampuan yang lebih mantapppp jelang Tahun Ajaran baru (yang katanya sudah mulai sekolah tatap muka lagi ya), jadi saya memilih ikut agar bisa belajar lebih dulu dan ikut memilah materi mana yang dirasa cocok untuk guru-guru ini. 

--

Kelasnya sendiri berdurasi dua jam saja, namun jangan khawatir, panitia akan membagikan materi untuk kita pelajari beberapa hari sebelumnya (berbentuk ppt paparan Bu Sofie), selain bisa baca materinya lebih awal, kita bisa bertanya dan pertanyaan-pertanyaan ini nanti akan dijawab Bu Sofie setelah kelas usai dalam bentuk voicenote. Oh iya, satu lagi, walaupun ini judulnya Belajar Mengkurasi Buku Bacaan Anak #2, tidak berarti kita harus ikut yang pertama kok! Karena sebenarnya (kalo menurut panitia di IGS) ini materi yang sama tapi ada tambahan materi yang lebih kaya + ada doorprizenya aja, sebelumnya kelas #1 sudah dilaksanakan (dan saya ketinggalan infonya). 

Lalu belajar apa saja di kelas ini? 

Banyaaaaak!

Disini alih-alih 'buku anak', Bu Sofie mengenalkan istilah sastra anak dan mengapa penting memilih sastra anak sebagai sumber bacaan untuk anak. Tapi Sastra Anak yang dimaksud disini bukan berarti bacaan klasik seperti buku Ernest Hemmingway dan lain lainnya yaaa hehe. 

Jadi kenapa Sastra Anak?

- Mengandung elemen estetika
- Memiliki daya gugah
- Mengembangkan kemampuan berpikir, mengembangkan ruang imajinasi dan interfensi
- Menjadi cermin kehidupan; media untuk mendiskusikan permasalahan sehari-hari
- Tidak terbatas ruang dan waktu
- Menyenangkan

Ini hanya ringkasan saja sebetulnya, saya amat menyarankan teman-teman yang tertarik mengetahui lebih lanjut tentang sastra anak untuk ikut kelasnya langsung jika ada lagi hihi, kenapa? karena dari satu bagian penjelasan saja, Bu Sofie bisa cerita banyak hal termasuk dari pergeseran tren sastra anak dulu dan sekarang yang dipengaruhi oleh media lainnya!

Peran Sastra Anak

Nah lewat kelas ini juga saya jadi tahu tentang sastra anak sebetulnya diharapkan untuk bisa menghubungkan antara anak (dirinya sendiri) -- teks (buku yang ia baca) -- dan dunia. 

Jadi membaca berperan penting disini untuk menyiapkan anak sebagai penduduk global. 

Lalu, Bagaimana memilih sastra anak? apa yang perlu kita perhatikan dalam memilih buku untuk anak. 

Disclaimer dulu: 

1. Bu Sofie sendiri menegaskan, gak ada buku anak atau ilustrator anak yang membuat buku dengan tujuan yang buruk/ingin menjerumuskan anak ke hal negatif misalnya, jadi se 'tidak' oke tidak okenya Buku Anak, pasti tetap ada nilai yang bisa anak pelajari lewat buku. 

2. Buku anak tetap harus diperhatikan dari usia anak ya! Usia bayi dan balita misalnya perlu mengenal konsep terlebih dahulu (buku nama-nama binatang dan suaranya, buku tentang warna, bentuk, buku dengan banyak gambar dan bahkan tidak ada teks sama sekali)! Gak ujug-ujug dibacakan buku sastra anak. Pun tingkat selanjutnya, anak-anak PAUD, gak apa dikenalkan pada buku yang bisa memberikan anak konsep 'membedakan mana yang baik dan yang buruk', nantinya ketika di SD baru dikenalkan pada buku dimana anak bisa menyimpulkan sendiri. 

Jadi, poin-poin apa nih yang perlu kita pegang untuk tahu kalau buku itu buku sastra anak yang bagus?

1. Tokoh yang dinamis dan berkembang secara natural
2. Tema yang dekat dengan kehidupan anak
3. Alur cerita yang membangun keingintahuan
4. Mengandung journey/perjalanan (baik fisik, emosi maupun psikologis)
5. Anak terlibat aktif menemukan sesuatu (discovery)
6. Memiliki konflik/drama yang menarik bagi anak
7. Mengandung Optimisme 

Adakah cara paling mudah menentukan buku tersebut cocok untuk anak usia berapa tahun?

Ada! Lihat perkiraan usia tokoh utamanya! jika di buku tersebut tokohnya berusia bayi, maka itu buku yang cocok untuk anak bayi, kalau tokoh utama dibuku itu adalah anak SD, ya berarti itu akan cocok untuk anak usia SD. Bagaimana jika tokohnya bukan manusia? Yaaa kita baca dulu untuk perkirakan usianya.

Bu Sofie juga menambahkan rambu khusus dalam memilih buku anak. Kalau kita orang dewasa saja suka melihat bukunya, senang dengan ilustrasi dan ceritanya maka anak mungkin akan suka. Tapi jadi penting juga berikan anak pilihan ketika berada di Toko Buku misalnya, biarkan aank memilih buku pilihannya dan jangan dibatasi ya!

Apalagi yang didapat di Kelas ini?

Banyak sekali nih, saya tidak mungkin bisa menuliskan semuanya disini, pasti akan lebih asyik kelau teman-teman ikut langsung kelasnya, apalagi jika teman-teman adalah guru atau pustakawan sekolah. Rasanya ini ilmu penting sekali! saya ingat dulu waktu kuliah gak pernah dapat paparan apalagi mata kuliah tentang sastra anak, padahal buat calon guru PAUD/SD, yang sehari-hari berinteraksi sama anak, penting banget bisa kasih rekomendasi buku-buku bagus buat di kelas kan!

Nah hal-hal lain yang mungkin bisa teman-teman dapatkan di kelas ini, tapi tak bisa saja jelaskan di blog adalah: Fungsi sastra anak sebagai jendela, cermin dan pintu geser. Kemudian kita akan dikenalkan dengan beberapa genre di sastra anak juga, bagaimana cara menggunakan buku sebagai alat pemantik diskusi + Bu Sofie banyak sharing tentang alat ukur pendidikan terbaru, namanya AKM yang menggantikan UN, nah AKM ini banyak mengacu pada kemampuan literasi. Kayanya kejaran pemerintah sekarang sedang ingin berbenah memperbaiki skor literasi PISA yaa sekarang sampai UNnya diganti gini hehe. 

Apakah setelah ikut kelas ini saya jadi bisa dengan mudah menentukan buku apa yang mau saya beli untuk anak nanti?

Saya pribadi gak juga sih, tetap masih harus belajar, tapi banyak tercerahkan juga! Yang pasti jadi makin semangat membekali anak dengan skill mencintai buku dan bacaan sejak kecil hihi!

Karena buat saya kemampuan yang bisa dinilai seperti AKM, PISA dan lain-lain adalah bonus. Sekarang goals utamanya adalah: Bagaimana membuat anak saya nantinya bisa mencintai membaca, bisa menghargai buku, bisa menjadikan buku sebagai teman bermain sehari-hari. 

Dan tugas saya sebagai orang tua juga membekali diri dengan kemampuan mengkurasi buku, tidak mudah menghakimi buku-buku dan tentu yang paling penting: MEMBEKALI DIRI DENGAN KECINTAAN PADA MEMBACA juga hehe! 



Maret ini banyak membaca tapi malah absen menulis. Maklum yaa blogger amatir yang tidak taat pada jadwal menulis yang dibuat sendiri (haha) mencoba disiplin menulis ini berat betul! Jadi mari kita mulai lagi. Hari ini saya membaca buku tentang hidup minimalis ala orang Jepang. Buku yang cukup terkenal dan rasanya sudah dibaca banyak orang, saya termasuk yang ketinggalan kereta baru baca di 2021! Tentu bacanya dilandasi kebutuhan berbenah rumah kontrakan menjelang kedatangan penghuni baru di rumah. 

Buku ini saya baca di Gramedia Digital, sebuah langkah yang selaras dengan misi bukunya: membaca tanpa harus memiliki hihi. Berisi catatan perjalanan hidup minimalis penulis yang tidak terlalu detail secara personal, namun memberikan gambaran apa yang ia lakukan hingga sampai pada gaya hidup seperti saat ini. Penulisnya membagi buku ini jadi lima bagian:

1. Mengapa Minimalisme?
2. Mengapa Kita Mengumpulkan Barang Begitu Banyak?
3. 55 Kiat berpisah dengan barang, 15 kiat tambahan untuk tahap selanjutnya dalam perjalanan menuju minimalisme
4. 12 Hal yang berubah sejak saya berpisah dari barang-barang kepemilikan
5. "Merasa" bahagia alih alih "Menjadi" bahagia

---
Buku ini diawali dengan lampiran visual contoh 'tempat/hunian' hidup minimalis dan gaya hidup minimalis. Di awal bagian penulis mengajak kita merenung "Tak seorang pun yang lahir ke dunia dengan membawa suatu benda", semua orang mengawali hidup sebagai seorang minimalis dan 'nilai' kita tidak ditentukan berdasarkan seberapa banyak barang yang kita punya. Ia menceritakan hari-harinya sebelum menjadi minimalis hingga akhirnya memutuskan untuk 'membuang' barang-barang yang sebetulnya amat ia sayangi. 

Yang membuat saya tertegun adalah refleksi penulis tentang ia dan buku-buku koleksinya. Dibuku ini ia mempertanyakan, "sebenarnya, beli banyak buku, disusun banyak di rak, tujuannya apa sih?" beneran untuk dibaca dan menambah ilmu pengetahuan atau ingin 'pamer' doang ke orang kalau ia orang yang suka membaca, punya beragam buku dari beragam genre dan sebagainya. Ini jadi pertanyaan menarik buat saya pribadi yang sampai sekarang, walaupun sudah melepas setengah koleksi buku saya, masih punya cukup banyak buku koleksi di rumah! Yang debunya naudzubillah tiap dibersihkan pasti bikin bersin-bersin. Haha. 

Ia juga menceritakan barang-barang apa saja yang ia buang beserta harganya dan bagaimana perasaannya setelah membuang barang-barang tersebut. Wow! cukup ekstrim yaaa! Saya sendiri walau ingin belajar menjadi minimalis rasanya tidak akan langsung 'membuang' barang-barang saya begitu saya. Sebenarnya dibanding menjadi seorang minimalis, saya lebih ingin belajar untuk berhenti menjadi seorang hoarder, penimbun segala rupa barang-barang di rumah! Sekali lagi, debunya itu loh! ingin juga mulai mengganti furnitur di rumah dengan yang lebih sederhana namun bisa menampung banyak barang sehingga rumah tidak terasa sempit. Namun sebagai kontraktor (alias masih ngontrak) bisa apaa hahaa, apalagi masih ada beberapa furnitur besar & lawas punya pemilik rumah yang akhirnya saya gunakan agar fungsional dan tidak malah menuh-menuhin tempat. 

--

Ah, yang saya suka dari buku ini (selain 55 tips yang sepertinya beberapa bisa dipraktekkan buat saya) adalah tujuan akhir dari gaya hidup minimalisme ini. Minimalisme, tidak seperti apa yang kita lihat di medsos, bukan tentang pamer seberapa sedikit barang yang kita punya, atau yang sangat salah: menghakimi orang-orang yang memiliki banyak barang. Hidup minimalisme justru untuk mencari ketenangan (dengan sedikit barang yang dimiliki, sedikit tanggung jawab dan kekhawatiran yang kita punya) juga untuk merasakan kebahagiaan. 

Adapun biaya hidup yang lebih murah, gaya hidup yang lebih ramah alam, itu bonus yang mengikuti gaya hidup ini. Pada akhirnya kebahagiaan yang dicari. Ini malah membuat saya berpikir, yaa memang tak semua orang cocok dengan gaya hidup ini yaa, kalau kita bisa bahagia dengan hidup minimalis then do it, perlahan lahan. Tapi kalau tidak ya sudah tak apa. Selama itu bikin kamu bahagia! 

Banyak sekali orang-orang penganut hidup minalisme akhisnya merasakan kebahagiaan karena mindset luar biasa yang bekerja: tidak takut pada apa kata orang, tidak takut disangka miskin, menjadi diri sendiri, tidak terbebani dengan barang-barang yang dimiliki, lebih sedikit beban. 

Justru mindset penting ini yang harus dimiliki. Kalau kita masih takut dengan penghakiman orang, boro-boro hidup minimalis hehe tidur pun tak tenang karena kebanyakan berpikir. 

--

Buku ini asyik dibaca tapi lebih asyik lagi kalau dipraktekkan hehe! so far saya lebih suka baca buku ini dibanding buku serupa yang ditulis Marie Kondo. Selamat membaca teman-teman semua!

---
Informasi Buku

Judul Buku: 
Bokutachini, Mou Mono Wa Hitsuyou Nai 
Goodbye, Things Hidup Minimalis Ala Orang Jepang
Penulis: Fumio Sasaki
Pertama kali diterbitkan: 2015 (Jepang), 2018 (Indonesia)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Annisa Cinantya Putri
Tersedia di Gramedia Digital

 



Meskipun jadi pengantar pesanan ayam goreng, meskipun jadi pemintal benang di pabrik, yang namanya hidup, memang bisa begini dan bisa begitu. Tak ada yang salah dengan kehidupan kita.

Terserah kamu mau kerja keras atau belajar dengan mati-matian. Yang penting, janganlah kamu hina hidup orang lain.  

Kita punya hak
untuk saling menghormati
kehidupan masing-masing.

--

Akhir pekan lalu, saya menemani Mas Har ke Bandung menjadi bahan ajar untuk muridnya. Karena yang dicari buku pelajaran dan tidak harus baru, pergilah kami ke Palasari, wagelaseh ke Palasari naik motor dari Cimahi haha, mayan bikin pantat panas kaki keram-keram. Sampai sanapun kami tak banyak hunting atau coba sok-sokan cari-cari sendiri, langsung minta seorang bapak mencarikan buku, saya sendiri sudah lama kehilangan rasa senang berkeliling di Palasari. It's not spark joy anymore,bukan hanya karena harganya di UP jadi super tinggi (padahal kan serunya hunting buku bekas karena harga murahnya yaaa), belum lagi banyak 'jebakan' batman buku bajakan yang super duper mirip buku aslinya. Duh, kalau mau hunting buku bekas mending ke Dewi Sartika deh, pedagangnya gak kasih harga aneh-aneh. 

Anyway, karena saya malas cari-cari buku di Palasari, Mas Har bawa saya ke surga kecil lain buat saya. Tetap toko buku dooong hahaa: Togamas Buah Batu, habis makan siang, kami melipir kesana. Jujur ini pertama kalinya saya ke Togamas Bubat, (kejauhaaaan anak Cimahi mah ke Gramedia ajah biar bisa keretaan :')). Nah, menurut Mas Har Togamas lebih ramah buat buibu hamil kaya saya haha, ga harus naik-turun tangga, satu lantai dah nemu semua buku. Dan bener siiih, asyik sekali tempatnya. 

Saya menghabiskan waktu sejam lebih, pilih-pilih buku dan berakhir memilih buku HIDUP APA ADANYA karya Kim Sohyun. Kenapa beli buku ini? haha, karena ada buku yang sudah terbuka dan saya membaca beberapa halaman terlebih dahulu sebelum memutuskan membeli. 

--

Sekilas, ini terlihat seperti buku self-help biasa yang dilengkapi dengan ilustrasi sederhana tapi dalam maknanya. Ditulis oleh penulis Korea Selatan yang sedang hype belakangan ini. Sejujurnya terlepas dari hype Koreanya sendiri, saya beberapa kali membeli buku dan komik karangan penulis Korea Selatan dan menikmati sekali membacanya hehe, tidak berat tapi rasanya pas dan relatable dengan kehidupan sehari-hari atau apa yang mungkin dirasakan banyak orang (terutama di Indonesia). 

Buku inipun sama. Bedanya tema yang diangkat "gak sereceh" komik dan buku Korea Selatan yang pernah saya beli sebelumnya. Di covernya tertulis buku ini jadi buku Best-Seller di Korea Selatan, terjual lebih dari 800.000 eksemplar di Korsel, 700.000 eksemplar di Jepang dan dicetak ulang lebih dari 200 kali. Sebuah cap yang uwaaaaw tapiiiiii tapiiii setelah membaca buku ini sampai selesai, saya jadi paham kenapa buku ini banyak dibaca orang (dan direkomendasikan banyak orang). Di Indonesia sendiri, buku ini diterbitkan oleh penerbit Transmedia dan yang saya pegang sudah cetakan ke-5. 



HIDUP APA ADANYA (I decided to live as myself) berisi enam bagian:

1. To-Do List Agar bisa hidup dengan menghormati diri sendiri
2. To-Do List Agar bisa hidup sebagai diriku sendiri
3. To-Do List Agar tidak tenggelam dalam rasa cemas
4. To-Do List Agar bisa hidup bersama dengan yang lainnya
5. To-Do List Untuk dunia yang lebih baik
6. To-Do List Untuk kehidupan yang lebih berarti dan juga lebih baik

Di bagian prolog, Suhyun menuliskan alasan mengapa ia menulis buku ini. 

Aku pun penasaran, kenapa aku begitu merasa buruk meski tidak melakukan kesalahan apapun. 
Aku banyak membaca buku saat itu. 
Bukan karena hobi, tetapi karena aku benar-benar ingin tahu jawabannya.


Buku ini berisi kumpulan alasan dan pencarian penulis atas pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan.

Sejujurnya apa yang membuat saya sangat tertarik membaca buku ini adalah sudut pandang penulis dalam mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kehidupan tadi. Di banyak buku-buku pengembangan diri, kita akan dengan sering membaca tips agar diri kita lebih baik dalam bentuk list, apa yang harus dilakukan, kesalahan-kesalahan kita, tapi dibuku ini penulis menyampaikan sebuah gagasan mendasar kenapa ada orang yang terlihat sukses dan kenapa kita biasa-biasa saja. Suhyun menuliskan tentang privilege, budaya Meritokrasi, kesenjangan sosial yang tinggi dan sulit dikejar di Korea Selatan, dan membuat kesimpulan di salah satu sub-bab bukunya, kalau ya, gapapa kalau hidup kita kek gini-gini aja, selama gak hina orang lain, gak nyusahin orang lain ya mau gimana yaaa sukses kalau dari startnya aja udah beda. Untuk sebagian orang, survive bertahan hidup aja sudah jadi pencapaian luar biasa. 

Suhyun juga beberapa kali membahas tentang budaya kolektivitas orang Korea Selatan yang malah membuat warganya tidak bahagia, karena justru di kolektivitas tersebut, kebiasaan ingin tau urusan orang lain, malah membuat orang berlomba-lomba menjadi lebih dari tetangganya, temannya, orang-orang di sekitarnya. Hmmmm sungguh mirip ya dengan disini. Ini bisa jadi alasan kenapa buku ini laris manis di Korsel, Jepang bahkan di Indonesia. Apa yang disampaikan ya memang yang kita rasakan sehari-hari.

Walaupun tetap ada poin penting yang dihighlight oleh penulis, bahwa setinggi apapun kita menjunjung nilai 'individualitas', gak perlu tahu banyak urusan orang lain, membatasi lingkaran-lingkaran terdekat, gak bisa di bohongin kalau di DNA kita, kita justru merasa bahagia ketika berinteraksi sama orang lain, makanya alih-alih nyuruh kita menyendiri, penulis malah minta kita mikir ulang, emang perlu sebanyak itu teman dekat? emang nyaman kalau ditanya hal-hal private sama banyak orang? kalau gak mau diperlakukan kaya gitu sama orang, mulai dengan kita juga gak perlakukan orang kek gitu. 


Sesungguhnya akan panjang sekali menceritakan apa yang jadi pikiran-pikiran penulis dalam buku ini. Untuk ukuran buku yang terlihat ringan dengan ukuran asyik dan ilustrasi yang super, saya butuh waktu lima hari membaca buku ini karena beneran harus dikunyah pelan-pelan. Malah gak seru kalau bacanya buru-buku. Inipun saya berencana membaca ulang lebih pelan-pelan lagi. Tiap babnya rasanya bisa jadi refleksi sendiri atas apa yang saya lewati disepanjang usia 20an ini.

Ada banyaaaaaak hal yang pada akhirnya bikin kita mikir, sebenarnya apa yang kita cari dalam hidup, dan sungguh gak apa kok untuk hidup biasa-biasa saja :)

--

Informasi buku

Judul: Hidup Apa Adanya, I Decided to live as myself
Penulis: Kim Suhyun
Alih Bahasa: Presillia Prihastuti
Jumlah Halaman: 296
Penerbit: Transmedia 
Gramedia Digital: Belum Tersedia
Google Playbook : Belum Tersedia (Bahasa Indonesia) kurang tau kalau Bahasa Korea/Lainnya
iPusnas: Belum Tersedia
Harga P. Jawa: 99.000 (diskon 10% di Togamas)




Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Jalan Panjang untuk Pulang karya Agustinus Wibowo
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim Ho-yeon
  • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, Bacaan untuk Memahami Pembantaian Massal 1965 dalam Konteks Global

Arsip Blog

  • ▼  2025 (20)
    • ▼  Juni 2025 (2)
      • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, ...
      • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes