Journal Asri

Malam ini saya harus menamatkan menulis review Buku terakhir yang saya baca :') Karena sudah lama sekali saya tidak menulis review buku di blog, sampai gemes sendiri Juli Agustus ini saking hecticnya ngaruh ke ritme membaca dan menulis. 

Beberapa pembaca ada yang tipenya semakin stress semakin ingin membaca untuk mengalihkan diri dari keadaan. Nah kebetulan saya tipe sebaliknya, kalau stress atau banyak kerjaan malah gak bisa baca karena pikirannya gak tenang. Sebetulnya ada trik supaya bisa tetap baca di kondisi yang stressful: berhenti baca nonfiksi terlebih dahulu. Setidaknya ini berhasil beberapa kali buat saya. Biasanya saya malah mengalihkan diri baca romance atau general fiction yang ringan dan bisa satu atau dua kali duduk habis. 

Kemarin saya melakukan itu. Saya membaca buku yang cukup ramai dibicarakan di sosial media; sepertinya sama hypenya dengan Book Lover, The Love Hypothesis dan The Spanish Love Deception. Setidaknya fotonya nongol dimana-mana hehe, ketiga buku diatas sudah saya baca dan saya suka ketiganya, terutama yang kedua hihi ngefans sama Adam soalnya. 

Nah, buku yang saya baca adalah It Happens One Summer karya Tessa Bailey. 

Blurb

Tokoh utama dalam buku ini adalah Piper, seorang influencer dengan jutaan pengikut di Instagram. Ia sejak kecil tinggal di L.A, circlenya adalah orang-orang ternama di dunia hiburan, Ibunya menikah dengan seorang penulis naskah terkenal di L.A ketika ia kecil, sejak itu ia terbiasa hidup dalam kemakmuran, gak pernah tau rasanya susah sama sekali. 

Satu hari, ia melakukan kesalahan fatal yang membuat ayah tirinya hampir kehilangan kontrak penting dengan partner kerjanya. Sang ayah, Daniel, akhirnya memberikan misi pada Piper agar ia bisa hidup dengan lebih mawas diri dan paham susahnya cari uang, ia dikirim ke desa kota ayah kandungnya, Westport, tempat ia pernah tinggal ketika kecil. 

Disana ia bertemu seorang nelayan lokal, Brendan yang sejak awal nampak tak suka dengan kehadiran tiba-tiba Piper di Westport dan mengambil alih tempat No Name, bar peninggalan ayah Piper yang sebenarnya masih seringkali dikunjungi oleh orang-orang lokal. 

Piper yang awalnya ingin cepat-cepat cabut dari Westport dan kembali ke L.A, malah dekat dengan orang-orang di Wesport, ia berkenalan dengan seorang kakek yang manis, Abe, juga menjalin hubungan dengan neneknya; ibu dari mendiang Ayahnya, Opal. Ia dan Hannah, adiknya juga punya misi untuk membangun kembali No Name, dan puncaknya tentu saja hubungan antara Piper dan Brendan yang awalnya semacam kucing dan anjing malah jadi semakin dekat dan saling tertarik satu sama lain. 

Hubungan Piper dan Brendan

Jujur saja hubungan Piper dan Brendan ini menarik sekali buat saya. Ketika Piper bertemu Brendan, Brendan mengenakan cincin kawin di jarinya, ternyata istri Brendan sudah berpulang 7 tahun lamanya dan Brendan masih setia mengenakan cincin di jarinya sebagai caranya untuk menepati janji sehidup semati. Brendan adalah tipe lelaki yang setia, maskulin, rigid dan konsisten dengan apa yang ia lakukan.

Di sisi lain, Piper mengakui pada Brendan kalau hubungan paling lama yang ia punya adalah 3 minggu. Hidupnya penuh dengan banyak drama, ia tak yakin siapa yang benar-benar temannya di LA. 

Mereka berdua bertemu disaat yang unik, namun yang saya suka dari novel ini adalah perkembangan hubungan mereka berdua yang gak ujug-ujug ada spark di awal, well tentu ada spark dari sisi Brendan ketika melihat Piper, karena Piper di gambarkan cantik, seksi dan amat modis. Namun itu tidak terlalu menonjol. 

Keterbukaan satu sama lain, lalu cara Brendan membangun kepercayaan Piper sebelum mengajak kencan pertama kali, rasanya sweet sekali. Bahkan buat saya, laki-laki yang bisa melakukan handy-work seperti Brendan tuh super cool sih! Disaat sekarang kita hidup di jaman yang serba mudah dan instan (walalupun gak selamanya berlaku; terutama kalau gak ada uang hehe), ada pasangan yang gesturenya act of service tuh yaa bikin melting hehe. 

Masalah yang mereka hadapi juga gak yang cuma sekali lalu selesai, ada rangkaian kejadian yang membuat keduanya sama-sama meragukan hubungan mereka, namun tetap mau berusaha untuk melakukan yang terbaik agar bisa tetap bersama, itu seru sih hehe. Dan mungkin itu juga yang membuat buku ini agak lumayan tebal dibanding buku-buku contemporary romance lain yang pernah saya baca. 

Dan jujur, Brendan ini agak too good to be true ya hehe, too perfect, tapi ya saya sih gak masalah hehe. 

Sisterhood!

Nah, buku ini mengingatkan saya pada Book Lovernya Emily Henry. Bedanya di Book Lover, Nora dan Libby, adiknya, tidak saling terbuka satu sama lain, yang menurut saya amat wajar juga terjadi di antar siblings. Di buku ini sebaliknya, Piper dan Hannah ini kompak sekali dan sister bondingnya kuat sekali, mereka berdua membuat saya ingat hubungan persaudaraan di buku To All The Boys I've love Before (gara-gara ini saya nonton lagi filmnya), yang ceriwis ceria dan sering ngapa-ngapain barengan walaupun karakter dan kepribadiannya amat berbeda. 


Hannah sangat supportive pada Piper, mungkin karena ada faktor merasa memiliki satu sama lain, mengingat mereka berdua sama-sama anak tiri Daniel, dan Piper akan datang ke tempat ayah mereka berdua dulu hidup.

Sosial Media! Again!

Buku ini punya highlight yang seru, efek sosial media yang gak sehat untuk Piper, hidup sebagai seseorang dengan jutaan pengikut, ia jadi amat memperhatikan apa kata followersnya, juga seringkali mengecek jumlah likes. Hannah juara banget ngingetin Piper kalau dia perlu hati-hati sama medsos.

Piper juga cerita tentang insekuritinya sebagai seorang influencer ke Brendan, ia seperti mencari validasi ketika bercerita sekaligus bertanya tentang kehidupannya sebagai seorang yang suka pesta dan foto-foto untuk di post di medsos. 

Part Brendan akhirnya bikin Instagram demi lihat foto-foto Piper juga seru banget, lucu dan bikin melt ketika kejadian dia post foto untuk pertama kalinya.

Review Asri:

Saya personally suka sekali novel ini karena bisa menarik saya dari reading slump saya. Novel ini panjang banget, tebel banget pasti bukunya (saya baca dari ebook), tapi setiap naik turun drama dan penyelesaiannya menurut saya pas dan berlebihan dan gak bikin boring. 

4/5 bintang untuk buku ini! gak sabar mau baca buku seri keduanya untuk lihat kisah cinta Hannah!

Akhir Juli dan Akhir Agustus ini saya dua kali bolak balik ke Jakarta! Hihi kunjungan pertama karena kondangan, tapi seru bisa sekalian main ke tempat seorang teman, balik lagi naik KRL dan balik lagi main ke Taman Suropati. Bahkan kali ini lebih seru karena bisa bareng Rana. 

Kunjungan kedua, urusan pekerjaan. Berangkat dan pulang dihantui ketakutan karena kasus Covid sedang naik lagi, alhamdulillah sebelum berangkat dan sebelum balik ke Cimahi tes Covid keduanya negatif. 

Dua kunjungan ini membuat saya merefleksikan lagi hubungan saya dengan Jakarta! Ibukota Indonesia; yang sering disebut tempat cuan-cuan ngumpul, dan saya sedikit banyak setuju. 

Kunjungan pertama saya setelah pandemi, akhir Juli lalu, saya lebih mirip turis. Datang naik kereta Argo Parahiyangan, turun di Gambir, langsung istirahat di hotel, main ke tempat teman naik KRL di akhir pekan (yang sepii banget). Keesokannya kembali naik KRL sampai Stasiun Cikini dan lanjut jalan kaki ke Taman Suropati. It was really fun! Saya dan suami senang sekali mengajak Rana ke Jakarta dan saya sendiri ingin balik lagi untuk exploring Jakarta, karena ada banyak atraksi menarik (baca: museum, perpustakaan dan galeri! +tempat jajan buku), serta transportasi umum yang menyenangkan sekali. Murah, mudah!





Kunjungan kedua, akhir bulan Agustus, saya datang untuk bekerja. Damn! setelah sebelumnya di love mode, saya kembali ke hate mode. Padahal kali ini kantor benar-benar memfasilitasi saya agar bisa bekerja lebih mudah. Ada mobil yang stand by untuk antar kemana-mana, hotel, makan, tapi tetap saja. Datang ke Jakarta untuk bekerja rasanya benar-benar bikin penat. Saya datang Rabu, pulang Sabtu, hanya 3 hari. Tapi ya pulang-pulang langsung bersyukur benar manager saya selama ini memberikan kebebasan untuk WFO dari Bandung (saya sudah mulai hybrid seminggu 2x), padahal harusnya saya ngantor di Jakarta. 




Terlepas dari semua itu, menarik sekali rasanya kalau melihat lebih jauh relasi saya dan Jakarta. Jakarta punya magnet yang sangat sangat sangat kuat menarik saya kembali kesana. Sejujurnya sebelum punya anak, saya merasa saya lebih cocok tinggal di Jakarta, saya suka pacenya yang cepat, saya suka integrasi transportasi umumnya yang membuat saya tidak bergantung pada kendaraan pribadi, saya suka beragam kegiatan terbuka yang diadakan di Jakarta. Namun setelah punya anak, semuanya berubah.

Saya tidak merasa Jakarta akan menjadi kota yang ramah bagi saya, suami dan anak saya. Bukan berarti Cimahi (atau Bandung) jauh lebih ramah, tidak juga sebetulnya, masih banyak PR dari kota tempat saya tinggal sekarang ini. Tapi setidaknya, saya punya keluarga disini, apapun yang terjadi saya bisa punya back up, di Jakarta, saya dan suami tak punya siapapun. Gak kebayang kalau weekend lelah gak bisa nitip Rana dua atau tiga jam sama embahnya sehingga saya bisa baca buku atau tidur siang. Selama ini saya sering lupa menyadari kalau itu adalah hal yang sangat mahal. 

Tapi ya, saya dan suami tidak akan pernah tahu bagaimana Allah mengatur hidup kami kedepannya, bahkan hingga hari ini, rejeki kami dibukakan Allah dari kantor-kantor yang ada di Jakarta, yang para pemimpinnya memberikan kebebasan untuk berkarya dari mana saja, termasuk dari Cimahi seperti kami saat ini. Semoga kedepannya saya, suami dan kamu yang membaca tulisan saya juga diberikan kemudahan itu untuk seterusnya ya! 


Wow! beberapa hari lalu saya berulang tahun. Usia saya bertambah satu, setahun lagi saya masuk kepala tiga, suatu hal yang rasanya sama surealnya seperti menikah dan punya anak. Usia 20an adalah usia yang unik, ada terlalu banyak hal yang terjadi. Dari kuliah, lulus kuliah, bekerja, bekerja, bekerja, menikah, punya anak dan tetap bekerja. Semuanya terjadi di usia 20tahunan. Now that it might be over, I'm quite sad but also happy! haha, awalnya saya merasa agak sedih karena akan meninggalkan periode 20snya saya, but being 30 might be fun too! dan anyway, itu masih setahun lagi haha jadi ya mari lebih banyak berefleksi tentang usia 30 di tahun depan. 
Tahun ini ulang tahun saya rasanya lumayan spesial karena saya punya wishlist barang yang ingin sekali saya beli dan beneran dibeli di hari ulang tahun. We don't even bought a cake or blow some candles at home because I want only 2 things: flowers and my wishlist. Mas Har being romantic by buying me those two things, well actually for my wishlist he contribute 40% wkkkk, but it totally fine, because I know how costly it was. 

Yah anyway, baru kali ini saya ingin sekali beli barang, dan karena tahun ini saya sudah lumayan bekerja keras nabung, rasanya gapapa deh beli. Untuk beli barang yang saya mau, saya gak sepenuhnya pakai uang tabungan sih haha, saya menjual beberapa items yang tidak lagi terpakai dan dengan tambahan hadiah dari mas har jadi cukup untuk beli hadiahnya hihi. 




Tidak ada tiup lilin tapi tetap dinner bareng Mas Har dan Rana, dan rasanya menyenangkan sekali. 

Keesokan harinya malah baru tiup lilin dan makan kue dibeliin Fitri, kami berdua kerja bareng dari kedai Kopi. Setelah tiga hari sebelumnya lumayan padat merintil dan harus kerja dari rumah sambil ngasuh Rana juga karena embahnya ada perlu ke luar kota, ga bisa nitip pas jam-jam tertentu, pergi kerja keluar bentar gini rasanya menyenangkan sekali! Refreshing. 

Walaupun belakangan kami gak terlalu punya banyak waktu buat saling cerita panjang tentang update-update kehidupan, beneran banyakan kerja dan meetingnya aja tiap ketemu, tapi lumayan banget bisa saling cerita dikit-dikit :'))).





Sebelum menutup pekan kerja, Jumat saya kerja ke kantor. Kali ini saya berangkat sendirian naik KRD dari Cimahi ke Bandung dan sambung angkot. Karena berangkat sendirian, bisa ngisi waktu commuting sambil lanjut baca buku. (Biasanya kalau bareng fitri pasti ngobrol sepanjang jalan :'))). Senang sekali kembali membaca buku Conversations on Love dan mendapatkan beberapa paragraf yang kok rasanya pas sekali dengan apa yang sedang saya rasakan sekarang. 



Masih on going baca buku ini dan ingin menyelesaikan baca di akhir pekan :) tapi bahkan belum tamat bacapun, saya amat sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca semua orang!

Sekarang, sambil menulis ini, saya sedang sendirian di rumah (senang sekali akhirnya bisa weekend santai di rumah~ belakangan susah banget, weekendnya terisi buat agenda di luar atau menerima tamu), duduk di meja kerja, memandang bunga yang dibelikan Mas Har beberapa hari lalu, minum kopi yang juga dibelikan Mas Har, dengerin lagu yang saya suka dan dikelilingi buku-buku yang menunggu dibaca dan diulas. 



Saya bisa bilang ini ulang tahun terbaik saya, karena saya punya semua yang saya butuhkan dan saya bisa semakin dan semakin mudah terhibur dan bahagia dengan hal-hal kecil yang terjadi dalam kehidupan saya sehari-hari. Alhamdulillah. 

Melewati Juli dengan tidak membaca dan menulis terlalu banyak :')).
Agustus sepertinya akan menjadi bulan yang penuh tantangan jua. 

Baru tiga hari, tapi rasanya tak henti-henti mengeluh. Kemarin saya membaca kutipan di media sosial, kalau semua hal yang kita cari, kita lindungi, kita kejar, kita sayangi bermuara pada satu hal: bersyukur.
That post hit me hard. Sepertinya saya sedang kurang kurang kurang sekali bersyukur belakangan. 

sources: https://www.instagram.com/p/CgvuO56P4eR/?hl=en


Sebulan lalu saya memulai membuat prompts jurnal yang isinya menuliskan sebaris gratitude list selama 31 hari di Bulan Juli, ada hari-hari dimana saya sulit sekali menuliskan rasa syukur. Apa yaa yang membuat saya bahagia dan bersyukur di hari tersebut. Padahal ada banyak hal-hal kecil, small win yang saya rasakan. Abainya saya pada hal-hal tersebut membuat hari-hari terasa lebih berat. :').

Kalau ditarik mundur, tentunya ada hal-hal lain yang membuat saya punya perasaan seperti ini. Hanya saja, saya sendiri kesulitan untuk menuliskan hal-hal ini, atau mungkin sungkan ya. Karena bukan hal-hal yang bisa dengan mudah saya bagikan kepada semua orang. 
Bisa jadi ini pertanda sudah saatnya konseling lagi nih! :'))). 

Atau bisa jadi saya juga sudah lama tidak membaca dan menulis santai, terlalu sibuk dengan pekerjaan dan urusan-urusan lainnya. Sepertinya saya harus mulai membuat jadwal membaca lagi, mungkin detox sosial media lagi juga haha. 

Siapapun kamu, dimanapun kamu! Semoga Agustus kamu menyenangkan!!




Hi All! Bulan lalu ada satu buku yang tamat saya baca dan saya ingin merekomendasikan buku ini untuk kamu yang suka baca rom-com dan suka baca buku. Karena buku ini temanya tentang buku :'), judulnya Book Lovers karya Emily Henry. Buku ini sedang cukup ramai diperbincangkan di media sosial (setidaknya di Instagram saya, banyak beberapa teman-teman yang sedang membaca buku ini). 


Ini buku Emily Henry pertama yang saya baca. Sebelumnya saya hanya sering melihat buku-buku beliau berseliweran di Instagram, terutama People You Meet on Vacation, tapi belum tergerak untuk baca. Book Lovers ini yang akhirnya bikin saya tertarik untuk baca karyanya, dan membaca buku ini membuat saya sangat terhibur.

Blurb

Buku ini berkisah tentang Nora Stephens, seorang literary agent yang sangat ambisius dan menyukai pekerjaannya. Di prolog buku ini, Nora dikisahkan bertemu Charlie Lastra, seorang eksekutif editor ternama. Nora ingin Charlie menjadi editor untuk buku Once in A Lifetime karya Dusty Fielding, penulis yang ia pegang. Ia merasa buku ini bisa menjadi hit dan Charlie adalah orang yang tepat untuk buku ini. Namun perjumpaan pertama Nora dan Charlie tidak berjalan lancar. Nora diputusin sepihak oleh pacarnya, lewat telfon, yang membuat ia terlambat dan tidak siap bertemu Charlie. Sementara itu Charlie menolak karena alasan ia tidak menyukai setting tempat buku Once in a Lifetime. Menganggap Dusty tidak tahu apa-apa tentang tempat tersebut. Yang jelas pertemuan tersebut bisa dibilang tidak berhasil. Nora dan Charlie tidak bertemu hingga dua tahun kemudian, dan selama dua tahun tersebut, Nora berhasil membuktikan kalau buku Once in a Lifetime menjadi best-seller dimana-mana. 


Nah long story short, dua tahun kemudian Nora dan Libby, adik Nora yang sedang hamil anak ketiga, melakukan perjalanan sebulan lamanya ke Sunshine Falls, North Caroline. Libby sedang meninginkan jarak untuk mempersiapkan diri kembali jadi ibu yang 24 jam harus ngasuh anak bayi, dan anak-anaknya akan tinggal bersama suaminya. 

Sunshine Falls, tempat pilihan Libby, adalah setting novel Once in a Lifetime yang ditulis Dusty. Libby sangat menyukai karya tersebut, bisa dibilang tergila-gila. Ia juga membuat life-changing vacation list untuk Nora; Ia ingin Nora menikmati liburan di kota kecil dan tidak terlalu sibuk dengan pekerjaannya. 

Sampai disana, Nora bertemu dengan sosok yang tidak ia duga: Charlie Lastra. Ia akhirnya mengenal Charlie lebih banyak disini, juga menemukan alasan kenapa ia bertemu dengan Charlie di tempat yang jadi setting novel yang tidak mau Charlie garap dua tahun lalu.

Siblings Relationship

Buat saya pribadi, buku ini amat menarik karena mengulas kehidupan Nora dan Libbi sama banyaknya (bahkan lebih banyak) dibanding porsi cerita Nora dan Charlie. Gak banyak buku bertema romance yang melakukan hal ini. Mood Nora di buku ini bahkan lebih banyak dipengaruhi oleh dinamika kehidupan Nora dan Libby ketika liburan bersama. 

Nora dan Libby memang punya hubungan yang unik. Mereka berdua punya bonding yang amat kuat, karena mereka hanya dua bersaudara; tidak punya ayah, diasuh Ibu sejak kecil dan ditinggal pergi Ibunya untuk selama-lamanya di usia ketika Nora masuk dewasa awal dan Libby masih remaja. Kebayang kan ya bondingnya :)

Ada beberapa hal yang berhasil ditampilkan penulis dengan amat sangat raw terkait hubungan kakak beradik, salah satunya perasaan tersakiti ketika menjadi orang yang tidak tahu apa-apa; merasa ada rahasia atau hal besar yang ia tidak tahu. Ini mirip juga dengan hubungan pertemanan sebetulnya ya, dulu sekali ketika kuliah, saya sering pundung (haha) kalau teman saya menyembunyikan sesuatu yg penting dari saya. Apalagi kalau ada orang lain yang duluan tahu, kesannya seperti kita tidak dipercaya untuk mendengarkan hal tersebut. Tapi uniknya hal ini berubah ketika kita semakin sibuk dengan kehidupan, mau cerita sini aku dengerin, enggak juga gapapa, I just hope you have at least one good person to listen to your story :'). 

Nah tapi hal ini emang bisa jadi gak berlaku kalau kamu deket banget sama adik kamu seperti Nora dan Libby; yang inginnya tetap dapat update terutama kalau ada hal-hal penting yang terjadi di kehidupan masing-masing. 




Ini salah satu kutipan di bukunya. Saya sampai tandain karena ini benar-benar menggambarkan emosi yang terjadi dalam diri saya juga ketika merasa dilewatkan untuk jadi tempat cerita oleh orang-orang yang saya sayang. Apalagi kalau kamu sudah merasa melakukan pengorbanan besar untuk orang tersebut. 

Yah anyway, hubungan Nora dan Libby memang jadi hal yang menurut saya paling menarik dari buku ini!

Nora & Charlie; Hubungan yang Dewasa

Kalau kamu capek baca rom-com yang ceritanya menye-menye, atau merasa "apaan sih tokohnya dramatic banget" nah, buku ini bisa banget kamu baca karena menurut saya hubungan Nora dan Charlie tuh contoh hubungan orang dewasa yang pas dan ideal; dan somehow relatable (unless endingnya mungkin ya). 

Charlie disini juga gak digambarkan sebagai sosok yang sempurna seperti di buku-buku romcom lainnya hehe, sepertinya yang disorot banget sebagai kelebihannya Charlie tuh how smart he is dan how good he is with what he do; dalam hal ini editor buku. Tapi untuk hal lainnya enggak kok; ada sepupunya yang lebih ganteng dan jago ngobrol, dia juga gak kaya raya tajir melintir (he's just a middle class worker; like most of us); karenanya ia harus ada di Sunshine Falls, he's just an ordinary man. 

Nora di buku ini malah digambarkan lebih heroic, dengan kesulitannya kehilangan Ibu di usia muda, dan jadi "Ibu" buat Libby dalam beragam urusan termasuk finansial, membuat ia harus menempatkan kepentingan keluarga dibanding keinginannya sendiri. Seperti biasa, sosok seperti Nora ini, yang terlihat amat 'shark' diluar, memang biasanya punya banyak self-doubt atau kerapuhan yang hanya ia yang tahu, atau hanya bisa ia buka pada orang yang ia percaya. 

Ketika akhirnya Nora menceritakan kisah-kisahnya pada Charlie, Charlie bisa banget memahami 'harus ngapain' untuk membuat Nora jadi Nora yang lebih baik. Dia juga mendukung sekali Nora untuk mengejar mimpi yang selama ini ia pendam. Terus kenapa saya bilang hubungan mereka berdua itu hubungan yang dewasa: karena melihat realita di sekitar mereka berdua; gak maksain ketika emang ga bisa barengan karena hubungan tuh gak bisa makan pakai cinta doang, dan berada berdua tanpa memikirkan matang-matang konsekuensi kedepan, malah bisa bikin mimpi seseorang jadi pupus, atau finansial yang pincang disisi lainnya. Aku suka sekali jarak waktu yang diberikan oleh penulis sebelum endingnya untuk membuat Charlie akhirnya mengambil keputusan penting.

Salah satu kutipan dari buku, pujian Charlie untuk Nora.

Book about Book Lovers

Saya harap kamu gak berharap bisa dapat banyak rekomendasi bacaan baru dari buku ini. Karena jujur saya sendiri gak terlalu ngeh sama buku-buku apa aja yang disebut di buku ini. Gak terlalu berkesan, selain kejujuran Charlie kalau dia juga baca romance. 

Tapi yang bikin saya suka disini adalah obrolan-obrolan Nora dan Libby tentang bagaimana mereka tumbuh di kelilingi buku. Mereka suka sekali baca dan literally tinggal di atas toko buku. Ibu mereka menularkan kecintaan pada buku ke mereka berdua. 

Hal lainnya yang mungkin bikin setiap book lovers (mungkin saya aja--tapi kayanya kamu juga) excited ketika membaca buku ini: pengen banget punya toko buku seperti Charlie dan keluarganya. Tapi ya Alhamdulillahnya buku ini juga ngasih tahu kalau punya toko buku tuh gak mudah, bahkan Charlie struggling banget disini, usahanya Libby untuk bikin toko buku ini keren banget sih! Libby tuh benar-benar gambaran nyata seorang book lover yang dikasih kesempatan buat menangani Toko Buku biar jadi hype harus kaya gimana. Buat saya pribadi, saya lebih banyak relate sama sosok Libby di buku ini dibanding Nora atau Charlie. Terutama bagaimana Libby suka sekali sama buku dan Libby sebagai sosok yang generalist. 


Endingnya Hmmmm

So far, aku suka sekali baca buku ini. Bisa banyak belajar proses lahirnya sebuah buku dari kacamata agen dan editor, bahkan sedikit dari sisi penulis juga ketika Dusty telfon-telfon Nora. Banyak kosakata baru juga yang aku dapat dari buku ini. Buku ini memberikan gambaran yang rasanya pas buat saya ya tentang bagaimana kita mungkin menghadapi kehidupan. That there are people that come and go in our life, we might be sad, disappointed by the events but life goes on. Setidaknya kehidupannya Nora seperti itu, sampai akhirnya agak terlalu giung kalau kata orang sunda (kelewat manis) hehe. Tapi karena ini buku romance ya menurutku wajar lah ya. 

Patut dicoba untuk dibaca! saat ini Book Lovers belum ada versi Bahasa Indonesianya. Versi Bahasa Inggrisnya bisa kamu dapatkan di kindle, Google Playbook, atau beli fisiknya disini. 

Selamat membaca teman-teman!

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Jalan Panjang untuk Pulang karya Agustinus Wibowo
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim Ho-yeon
  • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, Bacaan untuk Memahami Pembantaian Massal 1965 dalam Konteks Global

Arsip Blog

  • ▼  2025 (20)
    • ▼  Juni 2025 (2)
      • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, ...
      • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes