Journal Asri

Akhir pekan lalu, saya dan keluarga berkunjung ke keluarga kami yang ada di Cirebon. Mumpung di Cirebon, saya menyempatkan main ke rumah buku dan kopi yang beberapa kali dikunjungi teman-teman bookstagram: Rumah Rengganis.

Rumah Rengganis terletak di Jl. Lap. Udara Jl. Penggung Selatan No.30, Kalijaga, Kec. Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat 45144 (google maps). Kalau kamu naik mobil dari luar kota, berkunjung ke Rumah Rengganis cukup mudah aksesnya, tidak sampai 10 menit dari pintu tol Ciperna. 

Di Rumah Rengganis, kamu bisa membaca koleksi buku mereka secara gratis, koleksinya menarik sekali. Sayangnya saya tidak bisa singgah terlalu lama. Hanya bisa mampir 15 menit saja, jadi saya skip bagian membaca koleksi buku mereka. Saya memilih buku untuk dibawa pulang dan mencoba kopi di Rumah Rengganis. 



Koleksi bukunya kebanyakan berasal dari penerbit besar namun saya rasa telah dikurasi oleh pengelola, kebanyakan buku disini adalah buku puisi, fiksi sastra dan sastra dunia. Ada juga buku fiksi populer namun tak sebanyak genre lain yang saya sebutkan tadi. Sekilas saya lihat ada juga buku yang sepertinya ditulis oleh sastrawan asli Cirebon dan diterbitkan secara Independen, tapi karena waktu yang tak terlalu banyak tadi :') (sedih), saya tidak sempat melihat lebih detail. 

Ketika saya berada di Rumah Rengganis, kondisinya cukup ramai, sepertinya memang banyak orang-orang yang sering ngumpul, ngobrol dan ngopi di sini. Tak kalah menarik, sedang ada taping video yang mengulas buku juga. Sepertinya Rumah Rengganis cukup sering memuat konten perbukuan di akun sosial medianya. Kamu bisa cek Instagramnya di sini:

--

View this post on Instagram

A post shared by Rumah Rengganis (@rumahrengganis)


Nah, saya juga sempat membuat video singkat pengalaman di Rumah Rengganis yang bisa kamu cek di sini ya!
 
View this post on Instagram

Kalau kamu sedang mampir ke Cirebon dan ingin melakukan wisata buku, Rumah Rengganis bisa jadi salah satu opsi untuk didatangi! 




Di postingan kemarin malam, saya tiba-tiba menginginkan sepeda, dan goals saya hari ini: survey dan cek harga. Eh ternyata lumayan sat-set sekalian beli (ini antara sat-set dan impulsif beda tipis ya). Semalam habis menulis blog saya langsung search beberapa sepeda dengan tipe yang saya inginkan, dan saya langsung jatuh hati ke Polygon Lovina. 

Jadi pagi ini saya diantar Mas Har ke toko sepeda di Cimahi, sayangnya mereka tidak punya sepeda yang saya inginkan, jadi perjalanan kami teruskan ke Bandung, sampai ke Jalan Astana Anyar dan Jalan Malabar, karena kepikiran mau cari bekas dulu. Sayangnya di lapak sepeda bekas juga tidak banyak sepeda perempuan dengan keranjang di bagian depan tapi juga enakeun, setidaknya ada pengaturan kecepatan (ini namanya ada gigi-nya gitu ya, pengatur berat-ringannya sepeda dikayuh sesuai medan yang ditempuh, saya kurang paham). 

Akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Jalan Veteran, tidak terlalu jauh dari Jalan Malabar. Di sini, langsung parkir depan salah satu toko sepeda dan persis melihat si Polygon Lovina yang saya inginkan. 

Polygon Lovina ini ada beberapa ukuran. Ukuran 20 yang sepertinya cocok untuk anak SD atau SMP, ukuran 24 yang cocok untuk remaja atau orang dewasa dengan badan mungil, serta ukuran 26 yang memang untuk orang dewasa. Saya tadinya kepikiran mau ambil ukuran 24 karena sepedanya mungil sekali. Tapi ternyata tidak nyaman ketika dinaiki, terlalu kecil untuk saya, jadi saya ambil ukuran 26. 

Kalau ditanya kenapa memilih Polygon Lovina ini sebetulnya karena secara harga oke lah yaaa, tidak murah tapi juga tidak terlalu mahal. Setelah scrolling harga sepeda semalam, saya kaget karena sepeda ternyata mahal-mahal sekali hahaa, bahkan ada yang lebih mahal dari harga motor. Buat saya yang baru belakangan heboh mau punya sepeda, sepertinya ini pas. Toh hanya dipakai di sekitar rumah. Dan yang penting: ada keranjangnya. 


Sore tadi, saya langsung coba naik sepeda ke Koffie Braga, kedai kopi terdekat dari rumah saya. Jaraknya sekitar 800 meter saja. Dan rasanyaa menyenangkan sekaliiiii. Semoga bertualang dengan sepeda bisa membuat saya banyak menemukan hal-hal sederhana yang sering saya lewatkan sebelumnya ya :').

Tapi setidaknya hari ini (bisa jadi bias hari pertama), karena akhirnya pegang kendali kendaraan yang saya naiki, tapi juga boleh meleng-meleng dikit tidak seperti naik motor, saya jadi bisa menikmati perjalanan, melihat pohon-pohon yang saya lewati, orang-orang yang melewati jalan yang sama, bertukar sapa dengan bapak-bapak yang juga menaiki sepeda ontel membawa keresek belanjaan, huhu seru. Semoga besok bisa mencari kedai kopi lainnya juga dengan sepeda ini. 

Sayangnya cuma satu: saya belum beli children seat untuk membonceng Rana. Sepertinya akan beli online saja menunggu gajian haha! dan di minggu-minggu ini, saya ingin menikmati naik sepeda sendirian dulu! :)



Bidens Alba atau bunga ketul

Pekan ini saya mengambil cuti seminggu lamanya, saya lumayan kelelahan dan butuh rehat sejenak dari rutinitas kerja. Sebetulnya saya membuat banyak rencana produktif di cuti kali ini, tapi ya saya berakhir menggunakan waktu saya untuk gogoleran saja di rumah karena sangat malas untuk pergi keluar, selain mengantar dan menjemput Rana dari daycare, itupun bareng Mas Har. 

Tapi hari ini saya mendapatkan sebuah semangat baru untuk pergi keluar besok dan Jumat. 

Sore tadi saya mampir ke sebuah kedai kopi yang jaraknya tak sampai 1 kilometer dari rumah. Saya ingin mencoba hal baru: naik motor lagi; sudah lama sekali saya tidak naik motor, jadi saya pinjam motor Mas Har untuk pergi ke kedai kopi. Mas Har sepertinya agak khawatir tapi juga percaya karena jaraknya amat singkat. Saya berhasil sampai kedai kopi dan pulang ke rumah dengan selamat. Dan di jalan pulang dari kedai kopi, saya merasa bisa menemukan kembali kebahagiaan sederhana ketika berkendara sendirian. 

Buku yang saya baca di kedai kopi

Pulang-pulang saya bilang ke Mas Har: Saya mau beli sepeda, yang bisa dipasang boncengan buat Rana juga. Sepeda yang memang fungsional sebagai alat transportasi, bukan untuk olahraga, dan harus nyaman digunakan untuk pergi ke kedai kopi di sekeliling rumah kami, atau paling jauh bisa mengantar saya ke Perpustakaan Hayu Maca setiap akhir pekan. Jadi goals saya besok: survey sepeda dan harganya hehe. Mumpung masih cuti. 

Rasanya dulu mengambil gambar bunga dengan kamera digital saya yang harganya tidak sampai sejuta, sudah membahagiakan sekali buat saya. Tapi belakangan, sulit sekali melihat atau menyempatkan diri untuk melihat hal-hal sederhana di sekeliling saya.

Saya ingin menghabiskan pagi, sore atau hari libur bersepeda di sekitar wilayah rumah, melihat kembali hal-hal sederhana yang bisa membuat saya bahagia, lepas dari kesibukan bekerja ketika sudah diluar jam kerja (amiin), menghabiskan waktu bersama Rana di atas sepeda, mencari bunga-bunga liar dan membawa hal-hal unik pulang ke rumah, melihat matahari terbenam di samping rel kereta atau mencari kudapan yang enak sambil menghirup udara segar. 


Big Feelings by Liz Fosslien dan Mollie West Duffie

Bulan Juli diawali dengan membaca sebuah buku non-fiksi yang ditulis oleh salah satu kreator favorit saya: Liz dan Mollie. Beberapa tahun lalu saya pernah membaca buku mereka berjudul No Hard Feelings dan jatuh cinta pada cara Liz dan Mollie menulis dan membuat ilustrasi yang tepat tentang perasaan-perasaan yang jarang dibicarakan. 

Dalam buku Big Feelings, Liz dan Mollie membahas beberapa perasaan yang mengungkung kita, atau membuat kita berada di fase yang tidak baik-baik saja. Total ada 7 perasaan yang dibahas.

1. Uncertainty 
2. Comparison
3. Anger
4. Burnout

5. Perfectionism
6. Despair
7. Regret

Saya menandai nomor 3 dan nomor 4 karena dua perasaan tersebut yang sepertinya sangat-sangat relevan dengan saya. Namun dalam post ini, saya akan bahas satu perasaan yang menurut saya amat sangat sering dan normal kita rasakan. +perlu dipahami apa sih yang membuat kita merasa seperti itu. 

Anger

Sebagai seorang perempuan yang besar di Jawa Barat, marah bukanlah perasaan yang umum dilihat atau dikeluarkan. Saya jarang sekali marah meledak yang sampai teriak-teriak, tapi kalau membaca buku ini. Sebetulnya saya cukup sering marah, tapi marahnya sering kali terconvert lewat nangis (hehe). Saya juga jarang menyebutkan perasaan marah, biasanya saya bilang "Saya kesal". Selain nangis, marah atau kesalnya saya, bentuknya diam. Diam tidak bicara, apa yang orang-orang sebut 'silent treatment', yah kurang lebih begitu kalau saya sedang marah. Apa yang disebut di buku ini sebagai sesuatu yang tidak sehat. 

Nah, buku ini membahas tentang memahami perasaan anger ini. Dengan mengerti apa yang mentriggers kita untuk marah, dan tendensi kita ketika kesal atau marah ini ngapain sih. Kemudian membantu kita membuat strategi supaya bisa address the unmet needs dibalik kekesalan kita. 

Cari tahu yang membuat kamu kesal

Apa sih yang mentrigger kamu jadi kesal?

- Merasa tidak didengar?
- Mereasa sebuah keputusan dibuat secara tidak adil?
- Lagi ngomong disetop ditengah-tengah atau disela?
- Ada orang yang melakukan sesuatu yang berdampak ke kamu tapi gak izin dulu?
- Ketika ada orang kasih tahu harus A, B, C tanpa dengerin dulu kamu yang sebetulnya sudah mau melakukan A, B, C?
- dan lain-lainnya.

Mengidentifikasi kekesalan kamu, bsia membantu menantisipasi kapan nih, kita akan kesal dan membuat kamu bisa mengurangi amygdala hyjack. Sebua situasi dimana respon kita cepat dan overwhelming, atau meledak kali yaa, apapun bentuk emosinya, teriak-teriak, panik atau nangis. 

Memahami tendensi kamu ketika kesal

Selain triggers yang beragam, respon orang ketika sedang marah atau kesal juga tendensinya beragam. Ada 4 tendensi yang ditulis Liz dan Mollie di buku ini. 

1. Anger Supperssor

Ketika marah atau kesal buru-buru menurunkan emosi supaya tidak kesal (yang biasanya proses di alam bawah sadar), lalu punya tendensi menyalahkan diri sendiri, bahkan ketika hal tersebut terjadi bukan karena kesalahan kamu. Tendensi ini membuat kamu merasa tidak nyaman ketika sedang marah atau kesal. Padahal ketika rasa marah atau kesal ditahan, ini juga gak baik karena bisa memicu depresi atau gejala kecemasan, belum lagi tekanan darah tinggi yang bisa naik. 

Kalau kamu masuk ke kategori supperssor, kamu disarankan untuk latihan mengkomunikan rasa kesal atau marah kamu di tempat atau ke orang yang membuat kamu merasa nyaman. Gak perlu langsung besar, bisa sesimple minta partner kamu untuk gak simpan handuk sembarangan. Singkatnya: belajar menjadi asertif

2. Anger Projector

Kontras dengan poin diatas, orang dengan tendensi anger projector sering kali mengekspresikan rasa marah dan kesalnya secara agresif ke orang lain atau ke objek tertentu. Misal suka banting pintu keras-keras kalau marah atau ngata-ngatain orang ketika sedang kesal. 

Kalau kamu masuk ke kategori ini, disarankan untuk buat waktu jeda, antara trigger dan respon kamu, supaya kamu bisa cool down dulu. Ada sebuah teknik TIPP (temperatur, intese excercise, paced breathing dan progressive muscle relaxation) untuk latihan. Ambil jeda dengan keluar dulu dari ruangan, cuci muka pakai air dingin, melakukan aktivitas fisik atau kalau memang tidak bisa keluar dari ruangan atau situasi tersebut, bisa dengan ngomong kalau "Saya butuh waktu sebentar" agar tidak menjawab secara impulsif. 

3. Anger Controller

Kamu melakukan apapun untuk terlihat tenang walaupun sangat marah atau kesal. Alih-alih fokus memahami apa yang mentrigger kemarahan tersebut, kamu fokus untuk mengontrol emosi wajah. Sering kali orang yang berada dalam kategori ini sampai berubah nada bicaranya karena menahan marah, dan pulang dalam kondisi marah yang belum usai.

Kalau kamu masuk kategori ini, coba untuk lebih nyaman dengan perasaan marah atau kesal ini. Bisa dengan cara sederhana seperti bilang ke diri sendiri: "Aku kesal and that's okay".

4. Anger Transformer

Kategori ini punya tendensi untuk menyelesaikan marah dengan mengenali dan memahami kebutuhan yang lebih dalam. Orang-orang di kategori ini juga menyadari bahwa rasa marah dan kesal bisa diklarifikasi dan sehat kalau tidak diproyeksi ke hal lain atau kedalam diri kita sendiri. 

Kalau kamu sudah di kategori ini, lakukan apa yang memang sudah kamu lakukan. 

Mengidentifikasi kebutuhan dibalik rasa kesal atau marah

Ada tips menarik di buku ini untuk melakukan identifikasi kebutuhan kita ketika marah: coba tulis surat yang tidak dikirimkan ke siapa-siapa (atau bisa email ke diri sendiri) ketika sedang marah. Ada beberapa pertanyaan yang mungkin bisa membantu kamu dalam mengklarifikasi alasan-alasan kenapa kamu marah:

- Apa yang membuat kamu marah?
- Apa yang membuat kamu ada di situasi tersebut?
- Apakah ada perasaan lain yang mendasari rasa marah kamu?
- Aku harus melakukan apa supaya bisa okay sekarang?
- Apa outcome jangka panjang yang bisa membuat say amerasa lebih baik?
- Saya harus ngapain untuk mencapai outcome itu?
- Untuk setiap step mencapai outcome tersebut, apa saja plus minusnya?

Anger needs to be addressed; otherwise it becomes damaging. Karenanya, perlu untuk ambil jeda ketika marah atau kesal agar tidak melakukan hal impulsif yang membuat kita menyesal di kemudian hari. 

Mengekspresikan rasa marah atau kesal

Salah satu riset yang dikutip di buku ini menyebutkan kalau orang-orang yang bisa mengekspresikan perasaan mereka (termasuk rasa kesal) itu bisa hidup lebih sehat dibanding orang-orang yang suka menahan perasaan, menerjemahkan emosi yang kita rasakan kedalam bahasa tertentu baik ucapan langsung atau tulisan itu bisa membebaskan otak kita dari perasaan-perasaan negatif. 


Salah satu hal yang sangat disarankan, sekali lagi adalah: mencoba komunikasi asertif.

Selain itu, kita bisa mencoba untuk journaling emosi kita, tapi alih-alih menggunakan kata angry, kita bisa menggunakan beberapa emosi yang cukup spesifik seperti:
- Kecewa
- Sebal
- Frustasi
- Tidak berdaya
- Marah
- atau menggunakan bahasa daerah yang lebih dekat dan bisa diterjemahkan sebagai emosi yang tepat.

Takeaways

Beberapa takeaways yang bisa saya dapatkan dari chapter Angry
- Marah itu alarm dari dalam diri kita; coba untuk mendengarkan apa yang coba ia sampaikan
- Coba cari apa yang mentrigger kita marah
- Pahami gaya marah kita untuk bisa mengekspresikan marah dengan lebih baik dan sehat
- Allow yourself to be upset lalu cari juga kebutuhan emosi yang membuat kamu mengalami emosi tersebut
- Komunikasikan kebutuhan kamu secara asertf

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Jalan Panjang untuk Pulang karya Agustinus Wibowo
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
  • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim Ho-yeon
  • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, Bacaan untuk Memahami Pembantaian Massal 1965 dalam Konteks Global

Arsip Blog

  • ►  2025 (20)
    • ►  Juni 2025 (2)
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ▼  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ▼  Juli 2023 (4)
      • Wisata Buku Cirebon #1: Rumah Rengganis
      • Bertemu Sepeda Impian
      • Saya ingin punya sepeda
      • Belajar Marah dengan Sehat lewat buku Big Feelings...
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes