Journal Asri


Halo ! Selamat lebaran teman - teman. Beberapa hari ini saya tidak membuka PC, tidak menulis dan sedikit membaca, sebagian waktu libur lebaran saya habiskan untuk menonton drama korea secara maraton, sesuatu yang sudah saya nantikan sebelum libur panjang sekolah. 

Lebaran kali ini saya tidak pergi kemana-mana, bahkan untuk sekedar main dengan teman-teman atau kerabat pun malas sekali rasanya. Hari pertama lebaran seperti biasa digunakan untuk halal bi halal di rumah eyang saya, seharian penuh kami menerima tamu, siangnya tradisi utama dikeluarga kami adalah tiduuurr ! (yap tidur siang), entah mengapa tiap siang lebaran kami semua selalu tertidur ditempat manapun yang nyaman untuk ditiduri, tapi kebanyakan cucu eyang tertidur di kursi atau sofa dari ruang depan hingga belakang. 

Hari kedua lebaran saya malah pergi ke dewi sartika (lagi!) saya pergi bersama sepupu saya yang sepertinya sedang suntuk berdiam diri di rumah, huaaah baru kali itu saya naik motor di Bandung tanpa macet ! kami mencari kafe buku dan toko buku yang buka di hari raya kedua, tapi semuanya tutup sehingga saya malah mengajak pergi ke Dewi Sartika.

Hari ketiga saya seharian di rumah, melanjutkan drama korea yang sedang saya tonton. 

Hari keempat kembali bertemu keluarga besar eyang sebelum akhirnya berpisah kembali ke rutinitas di hari senin. 

Sekarang hari kelima, rasanya rugi sekali kalau tidak menulis atau membaca, sebentar lagi masuk kerja dan masih banyak target liburan yang belum tercapai, kebanyakan target menulis dan membaca. 

Oh iya, teman-teman blogger, saya minta maaf dari hati yang terdalam jika pernah terucap dan tertulis kata-kata yang tidak menyenangkan dan juga candaan yang berlebihan yaa, selamat lebaran !
Bagir
Ini adalah salah satu posting terlambat hehe, saya pernah memberikan tugas anak-anak untuk mendongeng menggunakan panggung boneka. Sebenarnya seluruh pertunjukan anak-anak saya rekam dalam bentuk video, namun hingga hari ini belum sempat di edit dan di unggah ke youtube, jadi saya akan share foto-foto mereka ketika mendalang didepan kelas. Mereka keren sekali loh, hehe tugas membuat panggungnya saya jadikan tugas akhir pekan, jadi mereka bisa memikirkan properti dan cerita bersama orang tua :)

Hansa
Rio
Rafif
Nur
Abin
Faris



Belakangan ini ada sebuah kasus yang sedang sangat ramai diperbincangkan di dunia maya dan ribut diberitakan di media mainstream Indonesia : Kasus seorang anak yang melaporkan gurunya karena dicubit hingga membekas. 

Awalnya saya tidak mau banyak berkomentar, atau bahkan sharing berita, jujur saya tidak terlalu mengikuti berita ini, mengapa si anak dicubit, mengapa si guru mencubit dan saya tidak berusaha mencari tahu dimana sekolah si anak. Hingga belakangan teman-teman saya yang juga lulus dari jurusan pendidikan membagi tulisan memaki si anak, menyebutkan ia lemah karena dicubit sedikit lapor polisi, membagikan gambar perilaku buruk si anak dan sebagainya, intinya ia kesal dengan perbuatan si anak dan membenarkan perbuatan sang guru mencubit muridnya demi apa yang ia anggap sebagai pendidikan karakter.

Ada banyak kasus serupa yang sebenarnya terjadi beberapa tahun belakangan, menjadi guru membuat saya menyadari beratnya godaan untuk tidak (setidaknya) mencubit anak-anak ketika mereka sedang bertingkah dan mood saya tidak terlalu baik, tapi setahun saya mengajar di SD, setahun pula saya berhasil menahan diri untuk tidak melakukan hukuman fisik apapun terhadap anak-anak. 

Dicubit itu sakit, jadi saya tidak akan mencubit anak-anak saya dikelas, apalagi memukul dan menampar.

Saya ingat benar pengalaman saya mendapat hukuman fisik ketika SMP, dua orang guru saya hobi sekali melakukan hukuman fisik untuk membuat kami jera. Yes we were wrong, saya dan beberapa teman tidak mengerjakan tugas yang diberikan, guru biologi saya waktu itu mencubit sesuai dengan jumlah soal yang tidak saya kerjakan. Cubitannya tidak berbekas, namun tetap saja sakit. Yang kedua guru seni rupa saya yang membuat saya mengangis didepan kelas karena mengancam akan memukul saya dengan tongkat (yang sudah ia pegang dan todong didepan wajah saya). Itu untuk pertama kalinya saya menangis didepan teman-teman yang lain. Hari itu tidak pernah saya lupakan, rasa sakitnya pun masih terasa hingga saat ini, padahal waktu itu saya masih kelas VII. Saya akhirnya dipukul dibagian betis, rasanya sakit dan walaupun tidak berbekas luka, perasaan sakit dipermalukan dan dipukul didepan kelas masih amat membekas.

Sejak saat itu saya berikrar untuk tidak menjadi guru yang menggunakan kekerasan fisik untuk menghukum anak-anak. Rasanya sakit, malu dan tidak ada karakter apapun yang dibangun dari hukuman fisik.

Saya tidak sedang membela si anak yang dicubit, ia dan orang tua nya entah mengapa mengikuti lajur logika aneh yang merasa semua masalah bisa dengan mudah diselesaikan lewat jalur hukum, sayapun tidak menutup mata dengan apa yang dilakukan sang anak kemudian, fotonya memegang rokok berseliweran di timeline saya, namun untuk menghakimi seseorang hanya berdasarkan sebuah foto kok rasanya juga salah, itu bentuk bullying yang selama ini saya ajarkan kepada anak-anak untuk dihindari, hanya tempatnya yang berbeda, bully ini terjadi di internet, cyberbullying. 

Semakin miris ketika teman-teman yang berprofesi guru sibuk membagi peraturan resmi tentang izin menghukum anak secara fisik atau membully si anak secara nyata, mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya dikeluarkan seorang pendidik. Sedih. 

Saya kira pendidikan kita sedikit demi sedikit terus melaju ke arah perubahan yang lebih baik, saya berteman dengan banyak teman guru yang amat kreatif dan amat saya kagumi idenya, namun ternyata masih banyak pula guru yang berpikir bahwa hukuman fisik bisa membuat anak-anak terbentuk karakternya. Padahal hukuman fisik hanya meninggalkan dua hal, 1. pemikiran sang anak bahwa hukuman fisik bisa membuat orang lain menurut, yang membuat si anak tumbuh menjadi tukang ancam atau 2. trauma, seperti yang saya rasakan hingga saat ini.

*tulisan ini merupakan pandangan pribadi saya sebagai guru, jika suatu saat saya memiliki seorang anak yang juga mendapatkan kasus hukuman fisik, saya rasa saya tidak akan tinggal diam dan akan meminta konfirmasi dari sekolah, jika ternyata visi sekolah tidak sesuai saya mungkin akan memilih mundur, namun tidak akan semudah itu melaporkan kejadian seperti ini ke polisi :)



Kids don't remember their best day in front of television. 

Pernah mendengar kalimat diatas ? Anak-anak tidak mengingat hari terbaik mereka di depan televisi. Saya beberapa kali membaca kalimat tersebut di timeline Facebook saya. Kebanyakan di share oleh pages Children and Nature Network. 

Saya memang belum pernah menjadi orang tua, belum memiliki anak dan bahkan belum menikah, namun saya menghabiskan sebagian besar waktu saya bersama anak-anak dan percayalah, setiap kali habis liburan atau weekend mereka akan kembali ke sekolah dengan sumringah, semangat bercerita tentang liburan mereka yang isinya adalah tentang bermain di luar rumah, jalan-jalan bersama keluarga atau pergi berlibur bersama. Kalaupun ada yang menghabiskan waktu dengan menonton, ia tidak pernah terlihat antusias, malah malas menceritakan karena menurutnya liburannya tidak seru.

Memang tidak mudah memisahkan televisi dari kehidupan anak, kecuali ayah dan bundanya sepakat untuk menyingkirkan TV dari rumah, dikelas saya ada loh ! Saya sendiri amat sangat menyarankan anak-anak untuk menghindari televisi untuk acara-acara tertentu, sinetron adalah musuh menyeramkan yang bisa membuat anak-anak mendapat ceramah panjang dari saya jika mereka mulai membahas di kelas. 

Banyak orang tua yang menganggap remeh pengaruh nonton sinetron pada anak-anak, terutama orang tua yang ikut menonton sinetron tersebut. Mungkin menonton sinetron tidak begitu bermasalah jika sinetron yang mereka tonton adalah acara bermutu dengan jam tayang satu minggu sekali seperti acara televisi diluar negri, masalahnya acara yang mereka tonton adalah sinetron kejar tayang yang baik kualitas cerita, gambar maupun akting para pemerannya tak ada yang bisa diberi jempol. Malah sangat buruk.

Pada anak-anak kelas bawah yang mulai menonton sinetron, mereka mulai mengenal istilah pacaran dan beragam contoh bagaimana pacaran itu dari sinetron yang mereka lihat, mereka juga belajar bahwa lingkungan kita memperbolehkan kita untuk berteriak, berkata kasar dan berbuat tidak sopan kepada orang yang lebih tua, mereka belajar beragam sikap yang mati-matian saya tekankan merupakan perbuatan yang tidak boleh dilakukan, melawan orang tua, melanggar peraturan, menggoda teman, berbuat usil, menunjukkan sikap sombong, pilih-pilih teman dan beragam perilaku buruk lainnya.

Adakah perilaku baik yang bisa ditiru dari sinetron Indonesia ?

Well, saya beberapa kali menonton sekilas sinetron Indonesia di chanel R*TI dan S*TV yang merupakan produsen raksasa sinetron di dunia pertelivisian kita, semuanya yang pernah saya tonton tak ada yang bisa memberikan sikap yang bisa ditiru oleh anak, beberapa malah bisa memberikan persepsi yang salah pada anak-anak. 

Sedih rasanya melihat acara televisi kita yang sedikit sekali bisa mendidik anak-anak, padahal merekalah yang kemungkinan menghabiskan waktu di depan TV, beberapa chanel seperti TVRI dan Trans7 memiliki acara alternatif yang bisa di tonton oleh anak-anak, namun chanel-chanel lain masih sedikit sekali memberikan slot acara yang bermutu.

Saya berharap suatu hari pemerintah kita bisa lebih tegas memberikan aturan penayangan acara televisi, tidak sembarang acara bisa tayang. Ingatan saya ketika menonton TV saat kecil dulu adalah acara acara tutorial menggambar atau cerita-cerita unyil dan keluarga cemara di TV, anak-anak generasi ini harusnya memiliki kesempatan untuk mengenang acara-acara bermutu seperti waktu saya kecil dulu.







Okay, sambil menunggu kick off babak pertama pertandingan perempat final EURO 2016 Jerman vs Italia, mari saya lanjutkan cerita yang bisa saya bagi.

Cerita ini dimulai dari mimpi dan keinginan yang amat sangat dalam untuk menjadi pengajar muda pada program Indonesia Mengajar (IM), saya mendapatkan info pertama kali tentang IM pada tahun 2011/2012 ketika saya masih menjadi mahasiswa imut di kampus. Saya membaca flyer di mading kampus tentang program ini dan sibuk browsing di Internet, ketika membaca lebih jauh tentang program dan blog pengajar muda generasi awal saya langsung bertekad untuk mendaftarkan diri mengikuti program ini ketika tamat nanti. 

Sambil menunggu tamat, saya dan beberapa teman-teman di Bengkoeloe Moeda Community membuat program kecil yang memiliki misi yang sama dengan IM, mencerdasakan kehidupan bangsa. Kami membuat program Moeda Mengabdi yang bisa kamu baca lebih lanjut dengan membaca tautannya. Program kami tentu jauh dari sempurna dan amat sangat berantakan dibanding IM, tugasnya sama-sama mengajar, namun hanya seminggu sekali, dengan pengajar yang tidak tetap dan dana yang berasal dari kantong masing-masing volunteer, tapi jauh dari dugaan program ini yang pertama kali berjalan di awal 2013 masih berjalan hingga hari ini, dengan volunteer yang terus berganti tiap minggunya. Adik-adik kami di desa Pagar Jati, Bengkulu Tengah mendapatkan pengalaman bermain dan belajar bersama dari kakak-kakak yang siap menebarkan inspirasi tiap minggunya. 

Usai tamat tahun 2014 lalu saya langsung mendaftar begitu pendaftaran angkatan ke 10 di buka, saya lolos tahap seleksi pertama, menjadi 1 dari 200an kandidat dari 10.000 lebih pendaftar, saya sangat senang dan bahagia waktu itu, saya masih ingat hingga hari ini pengumuman di keluarkan di malam tahun baru dan saya langsung menangis saking bahagianya (dasar cengeng), saya mengikuti seleksi tahap kedua namun sayangnya saya belum ditakdirkan untuk menjadi pengajar muda di tahun itu, saya langsung menyibukkan diri dengan hal lain dan tidak larut bersedih. Berhasil lupa, saya sibuk mengajar di sekolah baru, SD PRIMA, tempat yang amat sangat menyenangkan untuk belajar bagi guru baru seperti saya. 

Beberapa bulan lalu, di timeline facebook saya muncul posting dari Allan, sahabat saya yang sebenarnya berkesempatan menjadi PM tangkatan X namun memilih untuk melanjutkan S2 di ITB. Ia membagikan tautan pendaftaran angkatan XII dengan menambahkan kalimat "saatnya keluar dari zona nyaman". Saya iseng berkomentar, "mungkin saya harus mencoba mendaftar lagi, keluar dari zona nyaman :)". Entah bagaimana saya akhirnya memutuskan untuk mendaftar dan ditengah kesibukan mengajar saya menyempatkan diri mengisi essay sampai selesai di hari terakhir pendaftaran tanggal 30 Mei lalu. 

Sekolah makin sibuk, UAS, LPA dan Persiapan membuat film bersama anak-anak membuat saya lupa saya sedang mendaftar IM, sampai suatu pagi salah satu teman satu angkatan di Universitas menghubungi menanyakan apakai ada email yang sampai dari IM, karena ia sudah mendapatkan email yang memberitahukan ia belum lulus kali ini. Saya jadi was was, ingat kembali kalau saya sudah mendaftar, akhirnya tanggal 27 Juni lalu, saya juga mendapatkan email. Alhamdulillah untuk kedua kalinya saya lulus tahap pertama, Agustus nanti insya Allah saya berangkat ke Jakarta untuk mengikuti tes tahap kedua. 

Apakah ada yang berbeda kali ini ?

Ya, tentu ada yang membedakan :) tahun lalu saya mendaftar dengan harapan tinggi akan terpilih, saya uga tidak punya fokus lain, sibuk memikirkan kemungkinan lulus dan tidak lulus, kali ini saya akan mencoba yang terbaik untuk mencari tahu jalan terbaik yang Allah pilih bagi saya. Jika saya lulus berarti Allah mengizinkan saya untuk belajar kembali di tempat baru, memberikan kesempatan bagi saya untuk menjadi orang kaya yang hartanya tidak akan berkurang jika dibagikan kepada orang lain. Jika tidak, berarti Allah menginginkan saya untuk tetap mengabdi di Cimahi, kembali mengajar di Sekolah Prima dan berada ditengah keluarga tercinta. 

Apapun yang akan terjadi nanti, saya akan tetap mengeluarkan kemampuan terbaik saya :) tidak setiap orang mendapatkan kesempatan kedua bukan ?! So, Bismillah semoga apapun hasilnya nanti itu yang terbaik bagi saya.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: Jalan Panjang untuk Pulang karya Agustinus Wibowo
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, Bacaan untuk Memahami Pembantaian Massal 1965 dalam Konteks Global
  • Review Asri: Parasit dan Cerita-Cerita Lain dari Kampung Bantaran Kenangan
  • Review Asri: Lauk Daun karya Hartari; Cerita yang Dekat Dengan Warga Kampung Kota

Arsip Blog

  • ▼  2025 (24)
    • ▼  Juli 2025 (2)
      • Review Asri: Parasit dan Cerita-Cerita Lain dari K...
      • Gambar Asri: Juni 2025
    • ►  Juni 2025 (4)
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes