Journal Asri

Hai! Saya absen nulis #30WDC lama sekali nih :'). Qadarullah beberapa hari ini Mas Har sakit, dan Senin kemarin harus di rawat karena Demam Berdarah. Hari ini saya menuliskan ini sambil menemani Mas Har di Rumah Sakit. Saya mau membunuh waktu dengan menulis atau membaca, karena sama sekali tidak fokus bekerja. Hari pertama masih bisa bekerja, hari kedua masih bisa, hari ketiga saya setengah tepar :'), datang ke RS hanya untuk numpang tidur. Semoga teman-teman yang membaca ini semuanya dalam keadaan sehat ya! Dan yang sedang kurang enak badan, semoga lekas disembuhkan.

---

Bicara tentang sebuah foto lawas yang menyimpan banyak cerita tuh membuat saya agak mikir lama nih, saya punya banyak foto ketika kecil dulu tapi saya merasa tidak benar-benar bisa bercerita tentang foto tersebut karena sudah banyak sekali detail yang saya lupa. Jadi saya memilih foto yang tidak lawas-lawas amat. Tapi saya bisa menceritakan foto ini dengan penuh sparks, because I can remember the feeling, I can remember the sensation, I can remember the happiness and happen in this photograph. 




Ini foto saya 9 tahun lalu. 2013, saya masih mahasiswa semester 6 di sebuah Universitas di Sumatera. Tahun 2013, saya mencoba ikut sebuah program pertukaran pelajar yang fully funded by kampus. Alhamdulillah saya terpilih. 

Saya menjalani dua bulan penuh di negeri orang, gak jauh-jauh banget sebetulnya hehe, ini ada di Songkhla, Thailand Selatan. Saya mengikuti program magang yang bikin saya benar-benar happy. Saya juga punya teman-teman yang sampai sekarang masih terhubung lewat Facebook. Foto ini diambil diatas sebuah bukit di Songkhla, saya lupa tanggalnya, tapi seingat saya, ada beberapa arsip cerita perjalanannya di blog ini. 

Sebagai seorang anak kampung yang baru pertama kali ke negeri orang, saya gugup tapi excited. Walaupun perbedaan bahasanya lumayan extreme dan saya sama sekali gak bisa Bahasa Thailand, terus teman-teman saya sama sekali gak bisa Bahasa Inggris (malah ada yg lebih jago Bahasa Melayu), jadi agak kagok berkomunikasi. But I live my life to the fullest there.

Kampus pertukaran saya punya dorm, mahasiswa wajib tidur di asrama ini, tapi karena ini saya jadi punya teman-teman. Oh iya, yang menyenangkan sekali, kampus mereka punya penyewaan sepeda, dan saya hampir setiap hari pinjam sepeda untuk keliling kota. 

Karena bukan pusat Ibukota, jauh banget dari Bangkok, Songkhla tuh malah ramah sekali untuk pejalan kaki dan bersepeda. Pagi magang sampai sore, sore keliling kota sampai malam (karena pasar malamnya selalu menarik!), pilihan makanan yang banyak dan enak! Huwaaa saya betah banget disana. Rasanya saya bisa menikmati beragam hal kecil yang saya temui disana! Dan sensasi tersebut, menurut saya akan sulit lagi saya temui kalau saya travelling sekarang :'))). Mungkin nanti kali ya, kalau anak saya sudah lebih besar, saya baru bisa menikmati travelling lagi. Atau kalau anak saya sudah benar-benar bisa ditinggal ketika Ibunya jalan-jalan (tapi gak yakin deh, hehe. Sekarang aja, terpisah beberapa jam rasanya udah kangen banget). 

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.


Prompt Day-5: Write about your most interesting day of the past year.

Ok, ralat untuk postingan sebelumnya tentang pertanyaan paling mudah, buat saya justru ini prompt termudah. Karena 2021 adalah tahun dimana saya menjadi seorang Ibu. Jadi jawaban dari pertanyaan ini adalah: Hari dimana anak saya lahir. 

Apa yang menarik dari hari itu?

1. Proses Melahirkan

To be honest. Gak banyak hal menarik dari proses kelahiran seorang anak, bagi seorang Ibu yang melahirkan [bagi saya deng, saya gak tau Ibu lain gimana], melahirkan seorang anak adalah proses yang menyakitkan [still remember the contractions stings :')], proses yang melelahkan [took hours for me from the first opening to complete opening], dan proses yang aneh [karena ini pertama buatku]. 

It was not dramatic like what you guys watch at movies :') I mean teriakan dan jambak-jambak rambut suami, itu tidak terjadi pada pagi itu. Yang aku ingat hanyalah aku mencoba mempraktekkan latihan napas yang sudah aku pelajari sebelum-sebelumnya, tapi gagal dan berakhir aku menangis karena kelelahan. Rana akhirnya lahir setelah beberapa asisten Bidan masuk ikut membantu proses kelahiran. 

Pyuff. What a messy and chaotic day.

2. Proses Menjadi Ibu

Hal lain yang menarik dari hari tersebut adalah sebuah kesadaran yang akhirnya tak bisa dihindari. Oh wow, hari ini aku jadi Ibu, hari ini ada seorang anak lahir dari rahimku. Dan sejak hari ini sampai seterusnya ada kewajiban-kewajiban yang melekat padaku, ada hak anakku yang harus kuberikan kepadanya. Juga sejak saat itu aku yakin ada banyak kebahagiaan, ketakutan, kekhawatiran, kebanggaan dan beragam emosi lainnya yang akan menyertai perjalananku dan pasanganku. 

3. Melahirkan di Klinik Bidan

Ini juga seru rasanya kalau aku ceritakan disini. Aku dan pasanganku memilih untuk melahirkan di klinik bidan, bukan di Rumah Sakit. Ada beberapa alasan kenapa kami memilih hal ini. 

Saat aku melahirkan, kasus covid varian delta sedang cukup tinggi, aku ingin menghindari rumah sakit dan memilih klinik bidan yang yaa memang yang datang yang mau melahirkan saja, bukan yang sedang sakit. 

Kedua karena setelah pemeriksanaan terakhir, bidan dan obgyn ku sama-sama menyatakan kalau aku seharusnya aman-aman saja kalau melahirkan di klinik bidan [asal ada kontraksi di pekan tersebut, lewat dari pekan tersebut tidak ada kontraksi, harus di rumah sakit]. Kami juga menyiapkan beberapa plan jika ternyata dalam proses kelahiran aku harus dilarikan ke RS, aku akan ke RS mana, naik apa, dokter siapa yang dihubungi, semuanya ku koordinasikan dengan pihak klinik. 

Hingga tradaaaa, akhirnya aku benar-benar melahirkan disana :'), rasanya ternyata menyenangkan sekali kalau diingat-ingat lagi sekarang. Karena aku tidak yakin bisa senyaman itu jika harus melahirkan di RS dengan kondisi covid yang tinggi sekali kasusnya. Aku bisa berjalan-jalan di luar kamar, berjemur bareng bayiku dua jam setelah melahirkan, dan pasanganku gak kagok kemana-mana. 




Hai! Postingan terlambat karena kemarin saya terlalu lelah untuk menulis :'), Jumat tuh jadwal WFO saya dan seperti biasa, sepulang WFO sudah tidak ada energi yang tersisa untuk melakukan hal apapun.

Prompt hari ke-4: Are You Early or Nocturnal? Write The Pros & Cons of Being One.

Cukup mudah dijawab kalau kita benar-benar tahu kita tipe yang mana ya, tapi sejujurnya saya mengalami fase yang berubah-ubah. Gak selamanya Early tapi berada di fase nocturnal cukup lama. Tapi sekarang saya sedang di fase semangat-semangatnya bangetttt membangun kebiasaan bangun pagi. So, I'm a nocturnal who aspired to be an early risers. 

Kenapa ingin jadi Early Risers? 

1. Selama berada di fase bangun pagi, saya selalu lebih tenang, fokus dan produktif (terutama untuk pekerjaan kantor). 

2. Ketika bangun lebih pagi, ada banyak pekerjaan domestik yang bisa saya lakukan sebelum anak saya bangun. 

3. Bangun pagi memberikan saya kesempatan lebih lowong untuk masak, sejak menikah dan punya anak, masak bisa jadi satu kegiatan yang menenangkan buat saya, bisa bikin saya lebih calm, fokus juga (karena di dapur emang gak bisa melakukan banyak hal sekaligus, ada bahaya-bahaya mengintai kalau masak sambil pegang HP misalnya). 

4. I love the smell of morning air. It's different and calming for me, you should try to open your windows at 5 (or after pray subuh for me), fill the lungs with those air, huaaaah, it will totally give me some power to face the day.

PR saat ini

Nah, tapi saya memang masih sering banget tidur sampai tengah malam :'). Jadi memang list keuntungan yang saya tulis diatas itu tidak selamanya saya bisa rasakan tiap hari, karena kalau tidur lewat jam 12, susah buat saya bangun lebih pagi. 

Kebiasaan tidur sampai tengah malam ini sepertinya melekat sejak waktu kuliah dulu, bisa nonton drakor sampai tengah malam, bahkan pagi, ngedit skripsi juga merasa dapat wasiatnya tengah malam :'), jadinya kebawa sampai ketika kerja dan sampai sekarang. Tapi dalam kasus saya pribadi, ini berkurang perlahan ketika saya akhirnya jadi Ibu, mungkin karena capek aja yaaa seharian kerja + ada kegiatan-kegiatan tambahan yang melekat ketika menjadi Ibu. 

Tapi saya sedang berusaha banget kok! hehe. Doakan berhasil ya!

Ini pertanyaan yang agak unik karena awalnya saya kira saya akan menjawab dengan posession. Entah itu barang atau orang-orang yang saya sayangi dan saya merasa memiliki mereka. 

Tapi setelah memikirkan baik-baik, rasanya bukan itu tiga hal penting yang tanpanya saya tak bisa hidup. Saya cukup percaya dengan sebuah konsep kepemilikan dalam Islam. Bahwasanya semua hal yang kita miliki saat ini, sesungguhnya adalah titipan, Tuhan bisa ambil itu kapan saja. Ini menjadikan seseorang yang mempercayai konsep ini kemudian memiliki sikap untuk tidak mencintai sesuatu secara berlebihan, tidak menimbun kekayaan secara berlebihan, tidak berlarut-larut dalam bersedih ketika kehilangan. 

Saya tentu saja belum sepenuhnya menjalani sikap hidup tersebut 100% dalam hidup saya. Ada kalanya saya menimbun barang berlebihan (biasanya buku), ada kalanya saya bersedih ketika barang saya hilang (atau buku saya tak dikembalikan), tapi saya percaya bahwa semua hal yang ada di Bumi, yang melekat pada diri saya atau tidak, itu milik Tuhan. 

Jadi tiga hal yang tanpanya aku gak bisa hidup, rasanya adalah tiga hal berikut:

Mind

Kemarin sebelum tidur, saya membaca sebuah Novella karya Fredrick Backman berjudul And Every Morning The Way Home Gets Longer and Longer. Bercerita tentang seorang kakek yang mengalami demensia dan kehilangan ingatan-ingatan pentingnya. Ia banyak bercerita tentang ketakutannya kehilangan beberapa ingatan berharga kepada sang cucu yang masih kecil. 

Novella ini pendek sekali tapi berhasil menyentuh hati saya. Saya juga berpikir, bagaimana rasanya hidup tanpa ingatan yang kita anggap penting ya? tentunya kita akan tetap bisa bertahan hidup, masih ada tubuh yang menopang. Namun hidup seperti apa yang akan kita jalani?

Ini satu hal yang sering saya lupakan, bahwa kemampuan berpikir, memampuan merasakan, kemampuan mengingat, kemampuan untuk berambisi, kemampuan mendefinisikan suatu emosi, semua hal yang diatur di otak kita, adalah hal yang amat-amat berharga dan tak ternilai harganya. Saya tidak yakin bisa berfungsi dengan normal ketika kehilangan ini.

Body

Tubuh saya, secara fisik adalah benda yang menopang saya sejak lahir hingga saat ini. Tanpa tubuh ini, keterpaduan antar organ dan jaringannya, kekuatan tiap otot dan tulangnnya, saya tak akan bisa hidup. 

Ada yang bilang, kita baru tahu nikmatnya sehat ketika kita sakit. Saya gak bisa membantah hal itu. Sakit yang paling sering saya rasakan adalah sakit gigi, tiap kali sakit gigi barulah saya sadar betapa nikmat memiliki gigi yang sehat :'). 

Harusnya ini ada dilist pertama, karena tak memiliki tubuh berarti mati, tapi ya saya sepertinya tipe orang yang lebih mudah mati kalau mind-nya hilang dibanding bodynya yang hilang lebih dulu.

Soul

Kalau mind & body bisa dengan mudah saya jelaskan apa alasan yang membuat itu penting buat saya, soul ini agak sulit ya. Karena saya sendiri sulit mendeskripsikan soul itu apa sih pengertiannya. Ketika membicarakan soul itu apa, kita akan ditawarkan beragam pengertian harfiah, pandangan tiap agama, dan juga puluhan referensi pengertian apa itu soul dari para filusuf. 

Saya lebih senang menyederhanakan soul dengan arti ruh, atau jiwa atau nyawa. Meskipun kalian akan menemukan beragam referensi yang menyebutkan keduanya berbeda. 

Sejak kecil saya terlalu sering mendengarkan ceramah guru agama [yang saya yakini hingga sekarang], bahwa Tuhan meniupkan ruh kepada Adam yang membuatnya hidup. Tuhan juga meniupkan ruh seluruh manusia kepada janin yang dikandung seorang ibu yang membuatnya hidup, tumbuh dan berkembang. Ketika kita akhirnya mati, ruh kita lah yang dicabut oleh Tuhan dan membuat kita tiada. 

Tulisan kali ini agak dalam dan membuat saya berpikir, serta membaca kembali. 
Mungkin ini juga cara saya menjaga diri dari ketakutan dan ketidak siapan diri ketika suatu saat Tuhan mengambil orang-orang atau benda-benda yang saya cintai. Ada jenis ketakutan klasik yang saya rasakan: ketika saya menuliskan mereka atau apa yang saya cintai, Tuhan bisa saja mengambilnya. Padahal tanpa dituliskanpun, saya yakin Tuhan tahu siapa mereka dan apa bentuk mereka. 

Jadi saya tawar ketakutan itu dengan menuliskan tiga hal yang melekat pada diri saya, yang sesuai judulnya; tanpanya saya tak bisa hidup.

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.

Wah! menjawab pertanyaan ini lewat tulisan rasanya bisa amat-amat panjang :') Di tulisan saya sebelumnya, saya menuliskan kalau salah satu hal yang saya syukuri adalah kemampuan menemukan kebahagiaan di hal-hal sederhana. Mungkin karena saya sudah lebih dewasa  tua, apa yang membuah saya bahagia bukanlah hal-hal yang grande, tapi saya gak mau menapikan satu kenyataan kalau saya masih sering bahagia karena hal-hal yang untuk bisa memilikinya, saya perlu punya uang. 

Daftar dibawah ini juga sebetulnya bukan daftar konstan, membaca buku gak selamanya bikin saya happy, makan gak selamanya bikin saya happy, dan seterusnya. Ada kondisi dimana apapun yang saya lakukan, apapun yang saya beli ya ga bikin happy karena kondisi saya sedang gak baik. Tapi, kalau tetap diminta untuk menuliskan list tersebut, ini hal-hal yang bikin saya happy, hampir setiap waktu:

Menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga


Kadang kala waktu berkualitas adalah menghabiskan Sabtu tanpa melakukan hal produktif apapun di rumah, hanya nonton, pesan makan, tidur-tiduran depan TV. 

Kadang menghabiskan waktu berkualitas adalah pergi ke lapangan yang jaraknya 10 menit naik motor dari rumah untuk menggelar kain dan membiarkan Rana main di rerumputan. 

Kadang menghabiskan waktu berkualitas artinya pergi ke salah satu taman atau museum di Bandung.

Kadang menghabiskannya dalam perjalanan belasan jam di kereta dari Bandung ke Jombang.

Kadang dengan membaca buku sebelum tidur.

Kadang dengan makan enak bersama bertiga.

Kadang dengan mengajak keluarga besar lainnya main keluar rumah.

Sejak tahun ini, saya melepaskan beberapa kegiatan dan hanya menyisakan tiga hal sebagai prioritas agar saya tetap waras, salah satunya adalah keluarga. Sebelumnya saya sulit membuat batasan dan berujung sulit menemukan waktu berkualitas bersama keluarga, weekend juga jadi banyak capeknya aja, tapi sekarang, saya rasa saya dan pasangan saya sedang menabung banyak kenangan berharga bersama Rana, dan saya ingin tetap melakukan itu, karena itu membuat saya bahagia.

Buku 

[Baca Buku, Review Buku, Jajan Buku, Baca buku bareng Rana, main ke toko Buku, main ke kafe buku, pinjem buku, minjemin buku, beliin buku buat temen, jualan buku preloved, beberes buku]

Partner saya tahu sekali satu hal yang bisa ia tawarkan ketika saya sedang bad mood. Menawarkan untuk pergi ke toko buku. Dia tahu benar kalau buku bisa mengangkat mood saya. 

Saya suka sekali membaca, tapi agak susah juga mendeskripsikan apa yang bikin saya suka baca haha! kalau nemu buku bagus tuh rasanya saya bisa berjam-jam baca buku sampai gak tidur buat menamatkan baca buku, saking serunya. Efeknya sama kaya orang main game sebenernya hehe, suka lupa diri. 

Saya gak baca buku dengan tujuan biar tambah pinter (kalau pun akhirnya iya bakal seneng banget sih), tapi most of the time saya suka banget baca karena baca buku bagus itu bener-bener bikin saya happy. Mungkin karena saya sesayang itu sama buku, akhirnya semua kegiatan apapun yang berkaitan sama buku bisa bikin saya happy. 

Menulis


Saya bukan penulis. 

Tapi saya suka sekali menulis. Menulis di blog, menulis di jurnal, menulis review buku di sosial media. Menulis jadi salah satu media bagi saya untuk mengekspresikan diri, mengenal diri, refleksi. Setelah menulis ada dua perasaan yang sering saya rasakan: bahagia dan lega.


Minum kopi

Saya suka banget kopi! saya hampir tiap hari ngopi dan kopi saya harus manis :').
Kalau dirumah, saya sering bikin kopi hitam pakai gula. Kalau beli kopi diluar, saya selalu memilih beli es kopi [bisa hitam atau kopi susu]. Mau panas mau hujan, saya pasti akan beli es kopi. Ngopi bikin saya happy. Baunya, rasanya, dan sugesti kalau saya akan lebih produktif menjalani hari setelah minum kopi tuh seringan terbuktinya buat saya. 

Buat urusan kopi, saya gak rewel. Saya hampir tidak bisa membedakan kopi arabika dan robusta, saya gak tau secara spesifik bedanya kopi mahal dan kopi murah, saya cuma punya empat level rasa kopi versi saya sendiri. Kopi enak banget [ini pasti beli], kopi enak [pernah berhasil bikin sendiri pakai kopi kiriman teman, tapi kebanyakan beli juga], kopi biasa aja [kopi susu yang rasanya gak enak-enak banget tapi masih bisa diminum] dan kopi gak enak [karena ga ada gulanya]. Bahkan kopi ga enak pun bisa bikin happy sih, karena baunya tetap menyenangkan buat saya.

Melihat sinar matahari sore


Ada rasa bahagia aneh yang tidak bisa saya deskripsikan tiap saya melihat matahari sore. Saya menyadari ini ketika saya kerja di Jakarta beberapa tahun lalu, saya kita ini pertanda wajar karena kerja di ibukota susah sekali pulang ketika matahari belum terbenam. Namun sekarang, ketika saya bekerja dari rumah, saya seringkali melihat matahari sore masuk melalui jendela dan saya pasti mengambil waktu sejenak untuk melihat indahnya. 

Sampai sekarang saya belum tahu pasti perasaan bahagia ini dari mana datangnya, apakah datang dari masa lalu, sore-sore main ketika kecil sampai dipanggil pulang untuk mandi, atau mungkin karena matahari sore mengingatkan saya kalau hari yang saya lewati sudah hampir usai! sebentar lagi bisa matikan laptop, As! 

Entahlah, tapi matahari sore selalu membuat saya bahagia.

Makan!!


Standart 'makanan enak' versi saya tuh gak tinggi-tinggi banget :') literally semua makanan bisa jadi makanan enak buat saya, asal nasinya gak keras dan lauknya gak keasinan aja. Jadi saya hampir bisa makan makanan apa aja dan saya [hampir] selalu happy tiap habis makan. Mungkin saya ini masuk ke golongan manusia yang gak bisa mikir dan gak bisa tenang kalau perutnya gak keisi, kalau kerja ngantor, saya lebih sering cabut duluan setengah 12 buat makan biar bisa mikir, daripada dipaksain nunggu jam 12 tapi akhirnya gak produktif depan laptop karena kelaparan. 

Hal-hal lainnya yang juga membuat saya bahagia:

- Jalan kaki
- Naik transportasi umum
- Masak
- Bangun pagi
- Melukis
- Merangkai bunga
- Pay Day
- Membersihkan rumah
- Punya tabungan :')
- Barefoot/ nyeker

--

Saya sedang ikutan Tantangan 30 hari menulis yang diinisiasi @readingsummary. 
Kamu bisa ikutan juga loh dengan bergabung di grup telegramnya disini.


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • [Review Asri] Atomic Habits - James Clear
  • Review Asri: Jalan Panjang untuk Pulang karya Agustinus Wibowo
  • Review Asri: Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: Pengantin-pengantin Loki Tua karya Yusi Avianto Pareanom
  • Review Asri: As Long As The Lemon Trees Grow karya Zoulfa Katouh
  • [Review Asri] Kemarau - A.A. Navis
  • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
  • Review Asri - Tempat Terbaik di Dunia karya Roanne Van Voorst
  • Review Asri: Minimarket yang Merepotkan karya Kim Ho-yeon
  • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, Bacaan untuk Memahami Pembantaian Massal 1965 dalam Konteks Global

Arsip Blog

  • ▼  2025 (20)
    • ▼  Juni 2025 (2)
      • Review Asri: Metode Jakarta karya Vincent Bevins, ...
      • Review Asri: Salt to The Sea karya Ruta Sepetys
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (2)
    • ►  Maret 2025 (2)
    • ►  Februari 2025 (3)
    • ►  Januari 2025 (6)
  • ►  2024 (8)
    • ►  November 2024 (1)
    • ►  Agustus 2024 (1)
    • ►  Juni 2024 (1)
    • ►  Mei 2024 (2)
    • ►  April 2024 (3)
  • ►  2023 (17)
    • ►  November 2023 (1)
    • ►  September 2023 (1)
    • ►  Juli 2023 (4)
    • ►  Juni 2023 (4)
    • ►  Maret 2023 (2)
    • ►  Februari 2023 (2)
    • ►  Januari 2023 (3)
  • ►  2022 (52)
    • ►  Oktober 2022 (2)
    • ►  September 2022 (12)
    • ►  Agustus 2022 (2)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (4)
    • ►  Mei 2022 (9)
    • ►  April 2022 (7)
    • ►  Maret 2022 (5)
    • ►  Februari 2022 (6)
    • ►  Januari 2022 (3)
  • ►  2021 (35)
    • ►  Desember 2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Agustus 2021 (3)
    • ►  Juli 2021 (2)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (3)
    • ►  April 2021 (1)
    • ►  Maret 2021 (2)
    • ►  Februari 2021 (6)
    • ►  Januari 2021 (6)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (3)
    • ►  Agustus 2020 (4)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Agustus 2019 (2)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (2)
  • ►  2018 (15)
    • ►  Desember 2018 (4)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  Maret 2018 (3)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (20)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  Oktober 2017 (3)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  Agustus 2017 (4)
    • ►  Juli 2017 (4)
    • ►  Mei 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (2)
  • ►  2016 (65)
    • ►  Desember 2016 (2)
    • ►  September 2016 (2)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (17)
    • ►  Juni 2016 (7)
    • ►  Mei 2016 (7)
    • ►  April 2016 (25)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (29)
    • ►  Desember 2015 (3)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  Agustus 2015 (13)
    • ►  Juli 2015 (4)
    • ►  Juni 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (3)
  • ►  2014 (29)
    • ►  Desember 2014 (8)
    • ►  November 2014 (6)
    • ►  Oktober 2014 (2)
    • ►  September 2014 (2)
    • ►  Juni 2014 (3)
    • ►  Mei 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (6)
  • ►  2013 (66)
    • ►  Desember 2013 (1)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  Oktober 2013 (7)
    • ►  September 2013 (7)
    • ►  Agustus 2013 (15)
    • ►  Juli 2013 (4)
    • ►  Juni 2013 (8)
    • ►  Mei 2013 (2)
    • ►  April 2013 (5)
    • ►  Februari 2013 (3)
    • ►  Januari 2013 (9)
  • ►  2012 (6)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  Oktober 2012 (2)
  • ►  2011 (8)
    • ►  Oktober 2011 (4)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  Maret 2011 (3)

Goodreads

Asri's books

Kejutan Kungkang
it was amazing
Kejutan Kungkang
by Andina Subarja
The Fine Print
liked it
The Fine Print
by Lauren Asher
Under One Roof
liked it
Under One Roof
by Ali Hazelwood
Lessons from Surah Yusuf
it was amazing
Lessons from Surah Yusuf
by Abu Ammaar Yasir Qadhi
Setelah membaca ini sampai selesai malam ini. Jadi paham kenapa Allah bilang kalau Kisah Yusuf ini salah satu kisah terbaik dalam Quran. Ada terlalu banyak pelajaran berharga dari kisah Yusuf. Dr. Yasir Qadhi mengawali buku ini dg sebab...
No Exit
liked it
No Exit
by Taylor Adams

goodreads.com

Blog Perempuan

Blog Perempuan

Cari Blog Ini

Kamu pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Journal Asri. Designed by OddThemes